Defenisi Operasional Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

53 bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan 5. Autistik adalah individu yang menyandang autisme. Autisme itu sendiri diartikan sebagai sindroma yang sangat kompleks, yang ditandai dengan ciri- ciri kurangnya kemampuan interaksi sosial dan emosional, sulit dalam komunikasi timbal balik, minat terbatas, dan perilaku disertai gerakan berulang tanpa tujuan stereo-tipic

2.8.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Maka perlu operasionalisasi dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus diamati Silalahi, 2009: 120. Perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Defenisi operasional sering disebut sebagai proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel dapat diukur Siagian, 2011: 141. Dalam hal ini harus ditentukan lebih dahulu variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel atau sekelompok atribut yang mempengaruhi atau memberikan akibat terhadap variabel atau sekelompok atribut yang lain.Ada kalanya variabel bebas diebut variabel pengaruh sehingga diberikan simbol ―x‖. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang Universitas Sumatera Utara 54 dipengaruhi variabel lain.Maka variabel terikat sering juga disebut variabel terpengaruh sehingga diberikan simbol ―y‖. Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Bebas x yaitu pengaruh program family support, yang diukur dengan indikator berupa realisasi program family support dalam berbagai macam bentuk dukungan, sebagai berikut: 1. Bentuk dukungan konkret materi, subsidi biaya terapi, dll 2. Bentuk dukungan emosional motivasi, rekreasi bersama, dll 3. Bentuk dukungan informatif bimbingan tentang teknis terapi mandiri, info seminarforum diskusi seputar autism, dll 4. Bentuk dukungan penghargaan peringatan hari-hari penting; hari autis sedunia, hari ulang tahun siswaklien, dll Variabel terikat y yaitu resiliensi keluarga yang memiliki anak autistik yang diukur dengan indikator berupa: 1. Keyakinan keluarga, yang ditunjukkan melalui hal-hal sebagai berikut: a bagaimana keluarga memberi makna pada situasi krisis b pandangan positif yang dimiliki keluarga c transenden keluarga d spiritualitas para anggota keluarga 2. Pola organisasi, yang ditunjukkan melalui: a Fleksibilitas keluarga, b Keterhubungan antar anggota keluarga c Sumber daya sosial-ekonomi keluarga Universitas Sumatera Utara 55 3. Proses komunikasi, yang diindikasikan oleh hal-hal berikut: a Kejelasan dalam berkomunikasi b Cara mengungkapkan emosi c Penyelesaian masalah yang kolaboratif Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang mungkin saja berbeda dan terbentuk dengan cara-cara yang juga beragam. Namun sebagian besar keluarga akan memenuhi fungsi yang serupa, seperti tempat pengasuhan anak, sumber pemenuhan kebutuhan pokok, pemenuhan dukungan emosional, sebagai wadah sosialisasi anggotanya, serta tempat membangun dan mempertahankan tradisi serta hal-hal yang terkait dengan pendelegasian tugas dan tanggung jawab. Hal ini membuat keluarga memiliki peran yang sedemikian besar terhadap kondisi manusia dan masyarakat pada umumnya. Di masyarakat, tidak semua keluarga memiliki anggota yang seluruhnya berada pada kondisi perkembangan normal. Beberapa di antaranya justru memiliki anggota berkebutuhan khusus, atau yang biasa dikenal dengan istilah penyandang cacat. Bagi keluarga-keluarga tersebut, kekhususan yang dialami oleh salah satu atau bahkan mungkin beberapa orang anggotanya merupakan satu faktor resiko yang harus dihadapi. Namun hal ini bukanlah satu-satunya faktor resiko. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang dari waktu ke waktu cenderung meningkat pada kenyataannya belum sepenuhnya diikuti oleh peningkatan pemahaman masyarakat tentang kondisi penyandangnya, sehingga masyarakat termasuk di dalamnya orangtua tidak jarang memberikan perlakuan kurang tepat yang justru semakin menghambat perkembangan kemampuan mereka. Universitas Sumatera Utara