68
3.4 Bentuk Perkawinan Menurut Suku Bangsa Punjabi
Perkawinan menurut suku bangsa Punjabi adalah sebuah hal yang sakral. Dalam suku Punjabi, perkawinannya lebih bersifat endogami yaitu perkawinan yang
dilakukan dengan satu sukunya sendiri, namun suku bangsa ini lebih membaginya lagi bahwa dalam suku bangsa ini tidak boleh menikah dengan satu marga exogami
marga, dan tidak boleh satu kampung, karena suku bangsa Punjabi beranggapan bahwa orang yang satu marga, satu kampung dengan kita masih ada ikatan darah atau
saudara sekandung. Ketentuan ini dilakukan karena ingin tetap menjaga tali persaudaraan.
Suku bangsa Punjabi yang selalu menjunjung tinggi adat-istiadat yang berlaku pada suku bangsa tersebut mengupayakan agar adat yang selama ini telah terjaga atau
diwariskan dari orang tuanya tetap dapat dipertahankan. Dan karena itulah seluruh suku bangsa Punjabi tetap menjalankan adat yang berlaku pada suku bangsanya. Hal
ini terlihat dari sebuah acara perkawinan, dimana meskipun secara ajaran Sikh bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang telah mengitari Guru Granth Shaib
tetapi suku bangsa ini tetap saja melaksanakan adat yang telah ada setelah selesai secara agama. Dengan demikian adapun bentuk Perkawinan yang umumnya pada
suku bangsa Punjabi, yakni : 1.
Perkawinan resmi Anand Karj, yaitu perkawinan yang biasa dilakukan dan dianggap paling ideal, karena dalam perkawinan ini semua orang atau seluruh
kerabat menyaksikan berlangsungnya perkawinan serta hak dan kewajiban kerabatpun terlihat jelas. Dengan demikian perkawinan ini tidak hanya dianggap
sah secara agama tetapi juga sah secara umum, maksudnya adalah disaksikan oleh semua suku bangsa Punjabi yang ada di wilayah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
69 2.
Kawin Lari Phajege, yaitu perkawinan yang dilakukan secara diam-diam, maksudnya adalah tidak memberitaukan orang tua dari laki-laki maupun
perempuan. Dan perkawinan ini hanya disaksikan oleh beberapa orang atau kerabat yang mau menyaksikannya, jalannya perkawinan ini hanya secara agama yaitu
mengitari Guru Granth Shaib atau melakukan Pherra dan tidak diikuti dengan adat sebagaimana biasanya. Bentuk perkawinan ini disebabkan karena ada beberapa
faktor penghambat, yakni : -
Adanya perbedaan kasta, karena dalam suku bangsa Punjabi masih ada perbedaan kasta. Pada suku bangsa Punjabi, kasta yang tertinggi adalah orang bermarga Dillon dan kasta
yang terendah adalah yang bermarga Brandpure. Dan biasanya orang memiliki kasta tertinggi dilarang mengawini kasta terendah, karena suku bangsa ini beranggapan bahwa
perkawinan itu akan menimbulkan berbagai masalah seperti keluarganya tidak bahagia. Sehingga kalaupun ada yang mengawini diluar kastanya, mereka memilih untuk kawin
lari. Dan perkawinan ini tetap saja dilaksanakan sesuai dengan ajaran Sikh, karena permasalahannya hanya terletak pada perbedaan kasta. Namun bedanya perkawinan ini
hanya dihadiri oleh wali dari mempelai bukan orang tuanya. -
Adanya perbedaan keyakinan, suku bangsa. Suku bangsa Punjabi hanya menganggap perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang dilakukan dengan satu suku bangsa, sama
keyakinan. Jadi, jika ada yang melanggar ketentuan tersebut, biasanya mereka memilih kawin lari. Dan ada berupa dispensasi yaitu jika calon mempelai tersebut bersedia pindah
keyakinan maka perkawinan itu akan dijalankan secara ajaran Sikh, dengan syarat salah satu keluarga membuat surat peryataan bahwa keluarganya menyetujui anaknya pindah
keyakinan dan tidak akan menuntut apapun jika ada sesuatu yang terjadi. Misalnya keluarga harus bersedia, jika suatu saat anaknya meninggal akan dilakukan sesuai ajaran
Sikh yaitu jenajah dibakar. Perkawinan yang demikian sangat sering terjadi. Dan bentuk
Universitas Sumatera Utara
70 perkawinan ini telah terjadi pada putri salah satu informan, dimana putrinya menikah
dengan suku bangsa karo yang beragama Kristen. Dan perkawinan ini dilaksanakan menurut agama Kristen. Dan putri informan ini pun telah keluar dari ajaran Sikh dan
menjadi penganut agama Kristen atau agama suaminya.
3. Kawin Gantung Swarah, yaitu perkawinan yang hanya diikat dengan
pertunangan, dan ini disebabkan karena salah satu mempelai tidak dapat melangsungkan perkawinan dengan waktu yang dekat. Dan karena itu, ia terlebih
dulu mengikat hubungannya dengan pertunangan secara keluarga atau pertemuan hanya dilakukan dengan antara dua keluarga yang bersangkutan. Namun bentuk
perkawinan ini juga ada yang melakukannya di dalam Gurdwara. Dalam kawin gantung, bisanya masalah hantaran akan diberi setelah perkawinan berlangsung
dan ada juga hantarannya telah diberikan diawal meskipun perkawinan akan dilaksanakan beberapa bulan lagi atau satu tahun lagi. Dan ini dilakukan sesuai
dengan kesepakatan kedua keluarga mempelai. 4.
Perkawinan Ulang atau Perkawinan antara Janda dan Duda Bentuk perkawinan adalah bentuk perkawinan yang sangat jarang dilakukan,
karena dalam ajaran Sikh tidak ada yang namanya kawin untuk kedua kalinya. Namun karena telah memiliki beberapa perubahan, perkawinan ini dapat
dilaksanakan dengan syarat perkawinan ini dilakukan karena salah satu diantara mereka benar-benar telah ditinggal mati atau suami istri telah meninggal. Dengan
begitu perkawinan ini dilakukan bukan karena adanya perceraian atau pihak ketiga yang menyebabkan adanya perkawinan lagi. Pelaksanaan perkawinan ini secara
adat suku bangsa Punjabi maupun secara ajaran Sikh, tidak dapat dilakukan seperti perkawinan yang pertama. Jadi kedua mempelai hanya mengelilingi Guru Granth
Universitas Sumatera Utara
71 Shaib dan hanya dihadirin oleh keluarga dekat saja. Dan bahkan ada juga, kedua
mempelai hanya duduk di depan Guru Granth Shaib dan Pendeta membacakan ayat-ayat suci perkawinan. Bentuk perkawinan ini, hanya dilaksanakan secara
agama dan bukan adat. Dan karena itu bentuk perkawinan ini sangat jarang terjadi dikalangan suku bangsa Punjabi, dan ini tentunya karena dalam ajaran Sikh, hanya
terdapat sekali menikah atau perkawinan hanya dilaksanakan satu kali seumur hidup. Dan tidak ada perceraian.
Pelaksanaan adat secara suku bangsa Punjabi dan mengitari Guru Granth Shaib dapat dilaksanakan sebagaimana perkawinan antara lajang dan gadis, jika
orang yang kawin adalah janda kembang atau janda yang belum memiliki anak dengan seorang lajang, maka perkawinan itu dapat dilakukan secara lengkap. Dan
ini tentunya, harus sesuai kesepakatan kedua orang tua mempelai.
Universitas Sumatera Utara
72
BAB IV SISTEM PERKAWINAN DAN