Masalah dan Latar Belakang

16

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Masalah dan Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman suku bangsa di Indonesia, yaitu: dari Sabang sampai Marauke, dan di dalam setiap suku bangsa memiliki kebudayaan serta adat-istiadat yang berbeda-beda antara satu suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lainnya. Sebagaimana yang dikatakan Koenjaraningrat 1985:89 bahwa : “Keanekaragaman kebudayaan tidak saja menyebabkan perbedaan dalam gaya dan pola hidup tetapi juga menyebabkan perbedaan-perbedaan terhadap nilai-nilai, pengertian atau makna tentang peralihan tingkat sepanjang hidup yang dalam ilmu antropologi disebut “stage a long the life cycle” seperti masa bayi, masa penyapihan, masa remaja, masa pubertet, masa sesudah nikah, masa tua dan sebagainya”. Dari keberagaman yang ada, masing-masing suku bangsa memiliki sebuah penekanan dalam menunjukkan atau memperlihatan jati diri suatu suku bangsa yang ada disetiap wilayah. Manusia adalah makhluk sosial, yang berarti tiap-tiap manusia dalam hidupnya saling membutuhkan satu sama lain, demikian juga pada manusia yang berlainan jenis kelamin, dimana kedua individu yang saling berbeda jenis kelamin akan dijadikan pasangan hidupnya. Untuk mewujudkan sifat naluri tersebut, sesuai dengan norma-norma kesusilaan dan norma- norma agama, maka dibentuklah sebuah lembaga perkawinan agar hubungan manusia yang berlainan jenis kelamin itu dapat sah dimata hukum serta agama dan sesuai dengan norma- norma yang berlaku. Perkawinan yang berarti membangun sebuah rumah tangga, dimana kedua individu yang berlainan jenis itu dapat menyatukan perbedaan serta persamaan antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa lain. Dan hal ini tidak lain, karena adanya Universitas Sumatera Utara 17 perbedaan adat-istiadat, kebudayaan serta ajaran atau agama yang dianut oleh masing-masing suku bangsa. Berbicara mengenai kebudayaan, setiap manusia bisa dikatakan tidak dapat lepas dari apa yang disebut dengan kebudayaan. Dan hal ini disebabkan, karena manusia itu sendiri adalah pendukung dan bahkan pelaksananya. Hal ini tercermin dari setiap adat-istiadat yang dipegang, diterapkan oleh semua suku bangsa dan bahkan tanpa menyadarinya telah diwariskan pada generasi atau keturunannya Poerwanto,2000:87-88. Dengan diwariskannya kebudayaan itu, manusia akan menganggap bahwa hal itu adalah kebiasaan dan itu akan menjadi sebuah ciri khas dari setiap suku bangsa atau masyarakat pada setiap wilayah tertentu. Kebudayaan yang telah melekat di dalam masyarakat dapat menjadi seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan cara berlaku yang pada umumnya dimiliki bersama oleh para warga dari suatu masyarakat, sebagaimana dikatakan oleh Malinowski bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah ada menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat T.O.Ihrohmi,2006:59. Dalam banyak kebudayaan ada anggapan bahwa pada saat peralihan dari satu tingkat hidup lain atau dari satu lingkungan sosial ke lingkungan sosial lain merupakan saat yang gawat dan penuh bahaya, nyata maupun gaib. Pada ilmu Antropologi upacara-upacara seperti itu disebut dengan crisis rites upacara Koentjaraningrat,1985:89. Upacara perkawinan, masa hamil, kelahiran, pemberian nama dan sabagainya biasanya mengandung unsur-unsur dari crisis rites karena upacara tersebut dianggap merayakan dari satu tingkat hidup ke tingkat hidup yang lain. Upacara yang dilaksanakan tersebut juga menyimpan berbagai makna serta fungsi yang menyatakan kepada masyarakat tingkat hidup baru yang dicapai si Universitas Sumatera Utara 18 individu yang bersangkutan. Saat peralihan yang paling penting dalam lingkaran hidup semua manusia di seluruh dunia adalah peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga dan ini disebut perkawinan Koentjaraningrat,1892:75. Perkawinan yang mencakup adat dan upacaranya merupakan unsur kebudayaan yang ada dari masa ke masa dan akan ada dalam suatu masyarakat yang berbudaya, meskipun dalam batas waktu dan ruang akan mengalami sebuah perubahan-perubahan. Dalam adat- istiadat, upacara perkawinan ini terdapat nilai-nilai, norma-norma yang sangat luas dan kuat, dimana akan mengatur dan mengarahkan tingkah laku setiap individu serta mengukuhkan hubungan yang sangat sensial antara manusia yang berlainan jenis. Dan dalam suatu suku bangsa tertentu, perkawinan itu merupakan salah satu tindakan yang penting, karena kedua individu yang berlainan jenis tersebut akan menuju ke suatu tingkat sosial yang baru atau beralih dari masa lajang menjadi memiliki ikatan suamiistri. Dipandang dari suatu kebudayaan tertentu, perkawinan adalah pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya terutama persetubuhan. Pada masyarakat suku bangsa lain tata aturan perkawinan yang berlaku antara laki-laki dengan perempuan menyebabkan seorang laki-laki tidak dapat bersetubuh dengan sembarangan perempuan tetapi hanya dengan satu atau beberapa perempuan tertentu saja kecuali sebagai pengatur seksnya. Perkawinan juga mempunyai fungsi lain yaitu memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan pada hasil perkawinan yaitu anak-anak atau buah hati mereka, memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta, gengsi dan kelas dalam masyarakat dan pemeliharaan hubungan baik antara kelompok- kelompok tertentu Koentjaraningrat,1985:93. Perkawinan merupakan media budaya dalam mengatur hubungan antara sesama manusia yang berlainan jenis, karena perkawinan bertujuan agar kedua individu itu menuju ke tingkat kehidupan yang lebih dewasa dalam menjalankan peranan masing-masing Universitas Sumatera Utara 19 individu. Dan sesuai dengan tujuan perkawinan itu, perkawinan merupakan sebuah ikatan suci yang dilaksanakan dengan upacara-upacara sakral dalam setiap suku bangsa di wilayah tertentu. Upacara perkawinan yang ada dalam kehidupan suatu masyarakat itu akan berlangsung dan berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Tahap- tahap pertumbuhan sepanjang hidup individu akan mempengaruhi dan membawa perubahan- perubahan terhadap individu itu sendiri baik secara biologi, sosial budaya maupun jiwa. Oleh karena itu tiap tingkat pertumbuhan yang membawa setiap individu memasuki tingkat dan lingkungan sosial yang baru dan lebih merupakan saat-saat yang penuh bahaya dan dianganggap suatu masa yang krisis. Keberagaman suku bangsa yang ada di dunia ini dan terutama di Indonesia, banyak memunculkan berbagai tradisi-tradisi atau kebudayaan yang berbeda. Dan keberagaman ini juga terdapat pada negara India, dimana dalam negara ini masih terdiri dari beberapa- beberapa suku bangsa dan salah satunya adalah suku bangsa India Punjabi. Suku bangsa Punjabi adalah kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan dan suku ini dikenal dengan ajaran atau agama Sikh. Agama Sikh merupakan Non-Semit,Non-Vedic 1 Suku bangsa Punjabi yang identik menganut ajaran Sikh, pertama kalinya digagas oleh Guru Nanak 1469-1539. Dan dalam hal ini, menurut suku bangsa Punjabi hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan ini sering disebut dengan IWaheguru. Waheguru atau universal God yang dimaksud oleh suku bangsa Punjabi adalah yang Maha Besar. Dalam suku bangsa Punjabi adalah identik dengan ajaran Sikh, dimana yang ditandai dengan dan merupakan agama terbesar ke-6 di dunia yang berasal dari Sultanpur yang berada di wilayah Punjabi. 1 Non-Semit berasal dari rimpun lingkup semit dan agama yang termasuk di dalamnya adalah Hindhu, Kristen, Islam.Non- Semit artinya percaya bahwa Tuhan memberikan pedoman hidup melalui para Nabi.Agama Non- Vedic antara lain Agama Sikh, Buddha, Jainisme. http:islamic.xtgem.comibnuisafilesinfosukahatish13.htm 1:0827082010 Universitas Sumatera Utara 20 sepuluh guru 2 1. Kesh artinya adalah rambut yang tidak dipotong, . Pada tahun 1708 selepas kematian Gobind Singh yang tidak meninggalkan satu himpunan skrip suci atau disebut dengan Adi Granth dan kemudian diganti menjadi Guru Granth Sahib. Seiring dengan pergantian nama kitab suci tersebut, terdapat penentuan sebagai tanda bagi kaum laki-laki Sikh yang mengikuti ajarannya dan ini dikenal dengan istilah lima “K” atau Panj kakaar yang berlaku pada tahun 1699 di daerah Anandapur Sahib. Lima K atau panj kakaar yang dimaksud adalah : 2. Kanga artinya sebuah sisir dirambut dan ini melambangkan ketertiban dan disiplin, 3. Kara artinya sebuah gelang baja yang dikenakan ditangan kanan dan ini melambangkan persatuan dengan Allah, 4. Kirpan artinya sebuah pisau kecil atau pedang yang tidak begitu tajam dan ini menggambarkan martabat,keberanian dan rela berkorban, 5. Kachha artinya celana pendek yang merupakan pakaian dalam dan secara tidak langsung memperlihatkan kesederhanaan serta melambangkan pengendalian moral. http:islamic.xtgem.comibnuisafilesinfosukahatish13.htm1:0827082010 Suku bangsa Punjabi telah ada di Kota Medan sejak pertengahan abad ke-18 Lubis,2005:140. Asal-usul suku bangsa Punjabi di Sumatera adalah dari Amritsar ataupun Jullundur, India Utara dan suku ini hadir di Sumatera 3 2 Suku bangsa Punjabi yang dikenal dengan agama Sikh memiliki kesepuluh guru, yang tidak lain pengikut ajaran Guru Nanak yakni: Sri Guru Nanak Dev Ji, Sri Guru Angad Dev Ji, Sri Guru Amar Das Ji, Sri Guru Ram Das Ji, Sri Guru Arjan Dev Ji, Sri Guru Har Gobind Ji, Sri G. Har Rai Sahib Ji, Sri Guru Hair Kris Han Ji, Sri Guru Teg Bahadur Sahib Ji, dan Sri Guru Gobind Singh Ji. melalui wilayah Aceh Sabang. Kebanyakan mereka datang dengan tujuan berdagang dan menetap di Kota Medan, tetapi ada juga yang bekerja sebagai penjaga rumah atau gudang dan pengawas bagi orang-orang Belanda pada zaman perkebunan tembakau dibuka. Pada saat sekarang ini para suku bangsa 3 Menurut Pritam Singh jumlah suku bangsa Punjabi di Sumatera diperkirakan mencapai sekitar 1.000 kepala keluarga. Universitas Sumatera Utara 21 Punjabi sudah beralih ke berbagai kegiatan-kegiatan seperti beternak sapi, usaha toko sport, serta dalam bidang pendidikan membuka tempat kursus bahasa inggris. Ajaran Sikh yang identik pengikutnya adalah suku bangsa Punjabi, mencerminkan kebudayaan berada pada ajaran ini dan akan menjadi sebuah peraturan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gertz 1973 bahwa agama sebagai kebudayaan tidak dilihat sebagai peraturan melainkan sebagai inti dari kebudayaan manusia itu sendiri. Sikh yang dikenal dengan mempercayai kitab suci atau Sri Grand Sahib memiliki berbagai aturan atau tradisi, ritual dalam keagamaan yang mereka anut, misalnya ; Dalam pemberian nama bayi, akan diberi selepas Granthi membaca Ardas, setelah itu pendeta akan membuka kitab Sri Grand Sahib 4 secara rambang dan bayi akan dinamakan mengikuti huruf pertama dalam muka surat, dimana nama akhir sikh adalah sama dan berbeda hanya mengikuti Jantina yaitu Singh bagi laki-laki yang berarti singa dan kaur pada perempuan yang berarti putri. Sebagaimana dengan acara pemberian nama bayi dalam acara pernikahan 5 Perkawinan atau Anand Karj pada agama Sikh merupakan upacara yang sangat ritual atau sakral. Dalam upacara pernikahan ini, terdapat empat tahap yang harus dijalankan, yakni : juga dijalankan acara ritual yang lebih dulu diawali dengan pembacaan kitab suci atau Sri Grant Sahib http:id.wikipedia.orgwikiGuru_Granth_Sahib 2:05 30082010. 1. Swarah, artinya upacara tukar cicin dan acara dilangsungkan di dalam kuil atau Gurdwara, 2. Sangeet naight, artinya nyanyian syukur yang dilaksanakan sebelum 1-2 hari pernikahan berlangsung, 4 Tempat Ibadah dalam Agama Sikh disebut dengan Gurdwara dan Kitab Suci yang mereka percaya disebut dengan Sri Granth Sahib. 5 Upacara Pernikahan dalam Agama Sikh disebut dengan Anand Karj Universitas Sumatera Utara 22 3. Marrige atau anand karj, artinya inti dari upacara atau upacara pernikahan. 4. Manglawa, artinya pengantin laki-laki serta keluarga menjemput pengantin wanita, Berdasarkan uraian di atas, maka si peneliti tertarik untuk meneliti tentang upacara perkawinan yang disebut dengan Anand Karj pada suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh. Si peneliti tertarik pada upacara perkawinan suku bangsa Punjabi, karena si peneliti ingin mengetahui lebih banyak tentang perkawinan tersebut dan ini akan dan menambah informasi tentang upacara perkawinan, dimana penelitian ini akan memperlihatkan atau menggambarkan kebudayaan yang ada pada suku bangsa Punjabi.

1.2. Tinjauan Pustaka