Sistem Perkawinan Suku Bangsa Punjabi

(1)

SISTEM PERKAWINAN SUKU BANGSA PUNJABI

( Studi Deskriptif Mengenai Sistem Perkawinan Punjabi “Anand Karj” di Karang Sari, Medan Polonia )

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh :

Surya Kristina Nababan 070905032

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

SURYA KRISTINA NABABAN, 2011. Judul skripsi : Sistem Perkawinan Suku Bangsa Punjabi (Anand Karj). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 105 halaman, 8 daftar gambar.

Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman suku, dari keanekaragaman tersebut menjadikan Negara ini menjadi masyarakat majemuk. Salah satu dari keanekaragamannya adalah suku bangsa Punjabi, dimana suku bangsa ini bukanlah suku bangsa asli dari Negara Indonesia. Namun suku bangsa ini telah bermukim di kawasan Indonesia atau telah melakukan penyebaran di berbagai wilayah dan salah satu wilayah yang ditempati suku bangsa ini adalah wilayah kota Medan. Kota Medan yang merupakan salah satu kota yang juga memiliki keanegaraman suku bangsa dan salah satu suku bangsa yang terdapat didalamnya adalah suku bangsa Punjabi, yang mana menjadikan kota ini penuh dengan berbagai ragam budaya didalam setiap suku bangsa yang ada. Suku bangsa Punjabi yang ada di Medan menempati beberapa wilayah, yaitu: wilayah Marindal, Deli Tua, Karang Sari, Padang Bulan, Tanjung Morawa, Helvetia. Kehadiran suku bangsa Punjabi ini melahirkan berbagai versi tentang awal kedatangan suku bangsa ini. Jumlah suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan ini, jika dibanding dengan suku bangsa lain masih menempati urutan terendah, namun sedikitnya jumlah suku bangsanya, tidak mengurangi rasa ingin menguatkan identitas suku bangsa Punjabi. Untuk mengenali suku bangsa Punjabi adalah dengan melihat tanda gelang baja yang dikenakan pada tangan kanan, memakai

pangge atau sering disebut sorban sebagai penutup kepala dan suku bangsa Punjabi ini,

umumnya mengikuti ajaran Sikh atau pengikut Guru yang mempercayai kitab suci. Identitas lainnya yang membedakan suku bangsa Punjabi dengan suku bangsa lainnya adalah adat-istiadat yang dilakukan oleh suku bangsa ini baik itu dalam melaksanakan acara pemberian nama pada bayi yang baru lahir, peringatan hari Guru, acara perkawinan dan acara kematian. Disetiap acara atau upacara pada suku bangsa ini dilakukan secara ajaran Sikh dan ditambahi dengan adat atau kebiasaan yang dilaksanakan secara turun-temurun oleh suku bangsa ini.

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah guna mendeskripsikan sistem perkawinan yang ada di dalam suku bangsa Punjabi. Sistem perkawinan ini akan dikaji secara ilmu antropologi yaitu melalui pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskripstif, yang mana akan melihat berbagai adat-istiadat perkawinan pada suku bangsa Punjabi, baik itu


(3)

tentang aturan-aturan yang akan dilaksanakan maupun sistem perjodohannya. Dalam hal pengumpulan data, si peneliti menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara kepada 10 informan. Observasi dalam penelitian ini, dilengkapi dengan alat bantuan berupa kamera yang akan memotret atau merekam berbagai kegiatan seputar acara perkawinan suku bangsa Punjabi. Wawancara yang digunakan dalam penellitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, karena si peneliti disini akan memulainya dari sebuah obral biasa yang secara berlahan-lahan akan menuju ke rumusan masalah. Dalam hal ini, si peneliti belum dapat menentukan mana informan kunci dan mana informan biasa dan karena itu, peneliti akan memulainya dari salah satu pengurus Gurdwara atau Salwinder Singh dan Baldave Singh untuk mencari data awal tentang suku bangsa Punjabi. Untuk pengumpulan data, peneliti memakai pedoman wawancara atau interview guide yang dilengkapi dengan catatan lapangan.

Dari hasil berbagai wawancara yang dilakukan si peneliti, menunjukkan bahwa di dalam sistem perkawinan lebih dilakukan sesuai ajaran Sikh dan adat yang ada dalam suku bangsa ini hanya sebagai penambahan atau pelengkap dari perkawinan ini, karena menurut informan perkawinan sah dilakukan, jika perkawinan itu di dalam Gurdwara dan mengitari Guru granth Shaib. Namun saat ini, perkawinan pada suku bangsa Punjabi, jika ingin melakukan perkawinan sebagaimana biasannya, harus memiliki status sosial yang tinggi atau memiliki materi yang berlebih. Proses perkawinan terdiri dari perjodohan (sehgen) yang dilakukan pihak orang tua sebagai tanda bahwa kedua orang tua telah sepakat untuk mengawinkan kedua anaknya, dilanjutkan dengan acara tukar cicin (swarah) sebagai pengikat sementara sebelum melakukan upacara perkawinan di depan Guru Granth Shaib dan selanjutnya akan dlanjutkan dengan acara tepung tawar ( Thele crah), namun acara ini dilakukan setelah dua hari atau seminggu lagi ingin melaksanakan perkawinan, acara senang-senang yang dilakukan oleh kaum muda-mudi mempelai perempuan maupun laki-laki di kediaman masing-masing (lady sanggit) dan upacara perkawinan. Sistem perkawinan suku bangsa Punjabi ini menyatakan bahwa sebuah perkawinan itu adalah sesuatu yang sakral atau suci dan ini harus dilaksanakan dengan berbagai aturan-aturan yang telah ada atau yang telah disepakati. Dengan demikian, perkawinan ini akan terlihat sah secara agama maupun adat. Dari sistem perkawinan ini juga akan terlihat, kerabat mana yang berperan serta dalam proses jalannya perkawinan.


(4)

PENGALAMAN PENELITIAN

Penelitian yang saya lakukan adalah tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi. Penelitian ini, saya laksanakan di daerah karang sari kecamatan Medan Polonia. Pemilihan judul penelitian ini dimulai dari ketertarikan saya melihat gedung ibadah yang terdapat di daerah tersebut, awalnya saya mengira kalau tempat ibadah itu adalah tempat ibadah umat muslim, namun saat saya melihat dengan jelas dari luar tempat ibadah ini, ada kecurigaan tentang letak bendera berwarna kuning yang berkibar, tepat di samping tempat ibadah itu. Dan karena saya ingin tau, tempat apa sebenanya itu, beberapa hari kemudian saya mengajak teman saya untuk memasuki tempat itu dan memastikan apakah itu tempat ibadah muslim. Sesampai disana, kami menemui penjaga tempat ibadah itu dan bertanya apa nama tempat ini dan apakah ini tempat ibadah muslim. Penjaga itupun menjawab, kalau tempat ibadah itu adalah tempat ibadah Sikh atau suku bangsa Punjabi. Setelah mendengar itu saya pun mulai mencari-cari kira-kira apakah yang harus saya teliti ditempat ini. Singkat cerita, saya memilih kajian tentang sistem perkawinanya, karena saat itu saya melihat di daftar skripsi Mahasiswa belum ada mahasiswa yang mengkaji tentang perkawinan suku bangsa ini dan ditambah lagi sedikitnya informasi tentang suku bangsa Punjabi diberbagai literature seperti buku-buku ilmiah, di internet. Dan hal itulah yang membuat saya ingin meneliti kajian tersebut. Dan akhirnya pun saya membuat proposal penelitian saya, yang akan saya berikan kepada dosen saya. Setelah saya selesai membuatnya, saya memperlihatkan proposal itu kepada dosen wali saya, dan dia bertanya apa alasan mu meneliti ini, saya pun menjawabnya sebagaimana yang saya rasakan sebelumnya dan setelah itu dosen saya pun menyetujui proposal saya. Dengan demikian saya bertekat untuk memberikan semampu saya dalam penelitian ini. Singkat cerita saya pun melakukan penelitian, awalnya penelitian saya adalah di tempat ibadah itu, saya bertanya pada pengurus Gurdwara itu dan bertanya seputar suku bangsa Punjabi dan tak lama


(5)

kemudian, pengurus Gurdwara itu atau pak Baldave Singh menyarankan saya untuk mengikuti berbagai acara yang ada di tempat ibadah itu dan mencatat daftar kegiatan yang ada di papan informasi, dan berusaha memahami apa yang dilakukan di dalam ibadah tersebut, dan saat itu saya memutuskan untuk memotret berbagai kegiatan yang ada di dalamnya dan setelah itu, hasil potretan saya perlihatkan kepada pak Baldave. Namun saat saya memperlihatkannya, saya melihat ekperesi wajah pak Baldave seperti kebingungan dan secara spontan saya bertanya pak………., ada apa ? Pak Baldave pun menjawab, tidak ada apa-apa, sebaiknya kamu kris, datang saja hari sabtu, saat itu;saya akan perkenalkan kamu kepada seseorang yang lebih memahami tentang ini. Dengan sedikit kecewa pun, saya menjawa……ya…….ya pak, dan secara tidak sengaja saya bertanya apa bapak lagi banyak kegiatan ? dan bapak itu pun menjawab; enggak kris, cumin saya tidak begitu mengerti mengenai acara-acara suku bangsa Punjabi, soalnya saya baru sekitar setahun menjabat disini dan selama ini saya berada di daerah Jawa dan disana saya lebih banyak bergabung dengan berbagai suku,……yak arena itulah pengertian saya mengenai adat suku bangsa saya tidak begitu banyak tau. Setelah hari itu tiba, saya pun kembali ke Gurdwara Karang Sari, dan bertemu pak Baldave, dan beliau pun memperkenalkan saya kepada pak Salwinder Singh. Pak Salwinder Singh banyak memberikan informasi tentang suku bangsa Punjabi terutama tentang perkawinan yang ada pada suku bangsa mereka, namun yang saya sayangkan, pak Salwinder hanya mempunyai waktu hari sabtu dan kerena beliau tidak memiliki banyak waktu, saya pun memutuskan untuk bertanya pada masyarakat setempat yang ada di Karang Sari, dimana letak atau tempat tinggal Suku bangsa Punjabi dan sedikit banyaknya, masyarakat tersebut memberikan informasi-informasi tentang kedatangan suku bangsa Punjabi di daerah tersebut. Tidak beberapa lama, saya bertemu dengan salah satu suku bangsa Punjabi, yaitu ibu Simmi Kour, dan bersama beliau saya juga mendapat berbagai info, ditengah Tanya jawab yang sedang kami lakukan, beliau kedatangan tamu dan kebetulan


(6)

tamu beliau itu adalah salah satu mantan penjaga Gurdwara Karang Sari. Kedua beliau banyak memberikan bantuan kepada saya. Kedua beliau juga menyarankan saya untuk meminta pada pak Baldave, agar saya dipertemukan dengan Pak Pritam Singh dan mereka mengatakan bahwa beliau adalah ketua Gurdwara dan dulunya adalah seorang Pendeta. Jadi menurut beliau, bapak itu dapat memberikan keterangan-keterangan tentang suku bangsa Punjabi yang saya perlukan. Dan saya pun berfikir sejenak, dan akhirnya saya memutuskan untuk meminta tolong agar Pak baldave Sing bersedia mengenalkan saya kepada pak Pritam Singh dank arena kebaikan hati pak Baldave, saya pun dipertemukan denga beliau, saat saya bertemu dengan beliau, saya mengenalkan diri saya dan yang saya liat beliau memberikan sambutan yang baik, ramah dan beliau menyarankan agar saya untuk datang ke kediaman beliau agar wawancara yang dilakukan dapat tenang, setelah beberapa jam yang ditentukan beliau, saya pun datang ke kediaman beliau yang ada di jalan setia budi dan ketika saya sampai, saya bertanya kepada penjaga yang ada disana apakah pak Pritam Singh ada dan ternyata saya sedang behadapan dengan istri beliau, ibu itu berkata kalau beliau sedang istirahat dan kamu dapat menemuinya setelah beberapa jam. Dengan sabar pun, saya menunggu beliau dan ketika waktunya tiba saya kembali mendatangi kediamannya dan akhirnya saya bertemu dengan beliau dan kami pun memulai wawancara dan hasil yang saya dapat pun ternyata tidak sia-sia. Beberapa hari kemudian, saya menghadirin acara peringatan orang meninggal di dalam Gurdwara dan saat itu saya banyak bertemu dengan calon-calon informan, dan dari penglihatan saya mereka menyambut dengan baik dan bahkan menyarankan saya untuk mendatangi Gurdwara yang ada di daerah Mongonsidi, karena disana keesokan harinya ada acara ritual memperingati hari guru. Dan karena saya merasa senang, sore harinya saya mencari tempat tersebut dan dengan begitu untuk keesokan harinya saya dapat mengetahui tempatnya dengan pasti. Di saat itu, saya menemui tempat itu dan disana saya bertemu dengan salah satu suku bangsa Punjabi dan saya pun bertanya dan


(7)

terlebih dulu memperkenalkan diri saya, apakah besok di dalam Gurdawara ada kegiatan dan dengan lembut pun beliau menjawab ya….ya benar, kamu bisa hadir jam 7.30, agar kamu dapat mengikuti acara dari awal sampai akhir dan besok kamu temui saya, saya akan memperkenalkan kamu dengan seseorang yang bisa membantu kamu. Keesokan harinya pun tiba dan saya pun mendatangi tempat tersebut dan saya bertemu beliau dan mengikuti rangkaian acara yang ada di Gurdawara Mongonsidi dan setelah selesai acara beliau menyamparin saya untuk memperkenalkan dengan salah satu temannya yang lebih mengerti dengan ajaran Sikh serta adat-istiadat yang berlaku di suku bangsa Punjabi selaku pengikut ajaran Sikh.


(8)

PERYATAAN ORIGINALITAS

Judul : SISTEM PERKAWINAN SUKU BANGSA PUNJABI (Studi Deskriptif Mengenai Sistem Perkawinan Punjabi “ Anand Karj” di Karang Sari, Medan Polonia

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan…..,Maret 2011


(9)

RIWAYAT HIDUP

Surya Kristina Nababan, Lahir di Padang Mahondang 09

Februari 1989. anak bungsu dari dua bersaudara dari Hp.Nababan danT.brSiaturi, sekarang bertempat tinggal di Jalan Perjuangan Gg Sepakat Marindal II. Menyelesaikan Sekolah Dasar di Neg.101790 Marindal II, 30 Juni 2001.Menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di N.15 Medan 28 Juni 2004,Jalan Nawi Harahap, Menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Swasta Katolik Tri Sakti Medan, 16 Juni 2007.Pernah les bimbingan Komputer di Bima di SisingaMangaraja sampai mendapatkan Sertifikat telah menyelesaikan studi Komputer.Pada tahun 2008 sampai sekarang, sebagai pengajar Sekolah Minggu di HKBP IMMANUEL Resort Patumbak DAN Pernah Menghadiri Pelatihan Guru Sekolah Minggu di HKBP Simpang Limun jalan Saudara. Demikian, riwayat hidup yang saya tuliskan.Trima Kasih.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirant Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memampukan saya menyelesaikan penelitian yang berjudul tentang “ Sistem Perkawinan Suku Bangsa Punjabi” ke dalam bentuk skripsi. Adapun penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat sarjana S-1 bidang Antropologi Sosial di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dengan dilaksanakannya penelitian, si penulis berharap agar hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan lebih berguna bagi orang-orang yang berkepentingan, baik itu dikalangan Mahasiswa maupun masyarakat. Penelitian ini akan menggambarkan bagaimana sistem perkawinan pada suku bangsa Punjabi yang ada di daerah Karang Sari. Sebagaimana yang diketahui suku bangsa ini adalah salah satu suku bangsa pendatang di wilayah Indonesia dan dari penelitian ini akan melihat serta mendeskripsikan adat-istiadat perkawinan yang ada pada suku bangsa ini.

Akhir kata, penulis mohon maaf atas kekurangan atau kelemahan dari penulisan skripsi, untuk itu saran dari berbagai pihak guna penyempurnaan hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian yang telah ditulis ke dalam bentuk sripsi dapat bermanfaat.

Medan,… Maret 2010


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih atas perhatian dan peran serta kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Badarrudin,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr.Fikarwin Zuska, sebagai Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU yang telah banyak membantu mulai awal perkulihan hingga penulisan skripsi.

3. Bapak Drs.Agustrisno,M.SP., sebagai Pembimbing utama, yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan berbagai masukan terkait penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra.Nita Savitri,M.Hum, sebagai Dosen Penasehat Akademik penulis, yang telah memberikan perhatian serta semangat pada penulis.

5. Seluruh staf pengajar Antropologi Sosial FISIP USU, yang telah membimbing penulis mulai dari awal perkuliahaan sampai penulisan skripsi.

6. Pak Pritam Singh, Pak Salwinder Singh, Pak Harjjit Singh, Pak Shardol Singh, Pak Gurdip Sing, Ibu Harmel Kour dan seluruh yang telah bersedia membantu penulis . 7. Papah (H.P Nababan), Mamah (T.Sianturi), yang telah memberikan dukungan,doa

kepada penulis sampai skripsi ini selesai.

8. Abang saya Hendra Joni Nababan serta Kakak Ipar Dewi Turnip, yang telah memberikan semangat pada penulis.

9. Samuel Rajagukguk, yang telah membantu, memberikan dukungan serta doa kepada penulis.


(12)

10.Seluruh keluarga Nababan dan keluarga Sianturi, yang juga telah memberikan dukungan serta doa kepada penulis.

11.Seluru teman-teman guru sekolah minggu, yang telah memberikan semangat peda penulis.

12.Seluruh teman-teman mahasiswa Antropologi, khususnya kepada stambuk 07, yang telah memberikan semangat kepada penulis.

13.Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan pada kesempatan ini, yang telah membantu penulis.

Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala kebaikan-kebaikan kepada seluruh pihak-pihak yang telah bersedia membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

Menyadari akan keterbatasan penulis, hasil dari skripsi atau penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis mengharapkan saran guna menyempurnakan hasil penulisan. Semoga hasil dari penulisan ini, dapat berguna bagi semua berbagai pihak yang membutuhkannya.

Medan, Maret 2011


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..ii

PENGALAMAN PENELITIAN ………iv

PERNYATAAN ORIGINALITAS ………..viii

RIWAYAT HIDUP ………ix

KATA PENGANTAR ………..xi

DAFTAR ISI ………xiii

DAFTAR GAMBAR ………..xv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Masalah dan Latar Belakang ……….1

1.2. Tinjauan Pustaka ………...7

1.3. Perumusan Masalah ………11

1.4. Ruang Lingkup ………11

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………....12

1.6. Metode Penelitian ……….13

1.7. Lokasi Penelitian ………..15

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Suku Bangsa Punjabi di Medan dan Karang Sari ………17

2.2. Gambaran Suku Bangsa Punjabi di Medan ………..21

2.3. Sejarah Gurdwara di Karang Sari ………...22

2.4. Sistem Religi ………26


(14)

2.6. Bahasa ………..30

2.7. Sistem Mata Pencaharian ……….31

BAB III. SISTEM KEKERABATAN DAN ATURAN – ATURAN SEBELUM PERKAWINAN 1.1. Sistem Kekerabatan ………33

1.2. Arti dan Tujuan Perkawinan Menurut Suku Bangsa Punjabi ………38

1.3. Perkawinan Ideal dan Pembatasan Jodoh ………..39

1.4. Bentuk Perkawinan Menurut Suku Bangsa Punjabi ………..41

BAB IV. SISTEM PERKAWINAN DAN ADAT SESUDAH MENIKAH 4.1. Tahapan-tahapan Sistem Perkawinan ………45

4.2. Pelaksanaan Acara Perkawinan ( Anand Karj ) ………51

4.3. Adat Menetap Sesudah Menikah ………...62

4.4. Adat Perceraian ………..64

4.5. Hal Anak ………64

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ………66

5.2. Saran ………..69

DAFTAR PUSTAKA ……….70 LAMPIRAN

- Kuesioner / Interview guide ( Instrumen Penelitian ) - Daftar Informan

- Bukti surat izin beternak sapi - Daftar Istilah


(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 : Tempat ibadah Sikh (Gurdwara ) ………...23

2. Gambar 2 : Kitab Suci ajaran Sikh ( Guru Granth Shaib ) ……….25

3. Gambar 3 : Acara tepung tawar (Thle Crah / What thenah ) ………..82

4. Gambar 4 : Upacara Perkawinan di dalam Gurdwara ………92

5. Gambar 5 : Acara penyambutan menantu di kediaman mempelai laki-laki (Whare lessi) ………...103


(16)

ABSTRAK

SURYA KRISTINA NABABAN, 2011. Judul skripsi : Sistem Perkawinan Suku Bangsa Punjabi (Anand Karj). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 105 halaman, 8 daftar gambar.

Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman suku, dari keanekaragaman tersebut menjadikan Negara ini menjadi masyarakat majemuk. Salah satu dari keanekaragamannya adalah suku bangsa Punjabi, dimana suku bangsa ini bukanlah suku bangsa asli dari Negara Indonesia. Namun suku bangsa ini telah bermukim di kawasan Indonesia atau telah melakukan penyebaran di berbagai wilayah dan salah satu wilayah yang ditempati suku bangsa ini adalah wilayah kota Medan. Kota Medan yang merupakan salah satu kota yang juga memiliki keanegaraman suku bangsa dan salah satu suku bangsa yang terdapat didalamnya adalah suku bangsa Punjabi, yang mana menjadikan kota ini penuh dengan berbagai ragam budaya didalam setiap suku bangsa yang ada. Suku bangsa Punjabi yang ada di Medan menempati beberapa wilayah, yaitu: wilayah Marindal, Deli Tua, Karang Sari, Padang Bulan, Tanjung Morawa, Helvetia. Kehadiran suku bangsa Punjabi ini melahirkan berbagai versi tentang awal kedatangan suku bangsa ini. Jumlah suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan ini, jika dibanding dengan suku bangsa lain masih menempati urutan terendah, namun sedikitnya jumlah suku bangsanya, tidak mengurangi rasa ingin menguatkan identitas suku bangsa Punjabi. Untuk mengenali suku bangsa Punjabi adalah dengan melihat tanda gelang baja yang dikenakan pada tangan kanan, memakai

pangge atau sering disebut sorban sebagai penutup kepala dan suku bangsa Punjabi ini,

umumnya mengikuti ajaran Sikh atau pengikut Guru yang mempercayai kitab suci. Identitas lainnya yang membedakan suku bangsa Punjabi dengan suku bangsa lainnya adalah adat-istiadat yang dilakukan oleh suku bangsa ini baik itu dalam melaksanakan acara pemberian nama pada bayi yang baru lahir, peringatan hari Guru, acara perkawinan dan acara kematian. Disetiap acara atau upacara pada suku bangsa ini dilakukan secara ajaran Sikh dan ditambahi dengan adat atau kebiasaan yang dilaksanakan secara turun-temurun oleh suku bangsa ini.

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah guna mendeskripsikan sistem perkawinan yang ada di dalam suku bangsa Punjabi. Sistem perkawinan ini akan dikaji secara ilmu antropologi yaitu melalui pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskripstif, yang mana akan melihat berbagai adat-istiadat perkawinan pada suku bangsa Punjabi, baik itu


(17)

tentang aturan-aturan yang akan dilaksanakan maupun sistem perjodohannya. Dalam hal pengumpulan data, si peneliti menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara kepada 10 informan. Observasi dalam penelitian ini, dilengkapi dengan alat bantuan berupa kamera yang akan memotret atau merekam berbagai kegiatan seputar acara perkawinan suku bangsa Punjabi. Wawancara yang digunakan dalam penellitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, karena si peneliti disini akan memulainya dari sebuah obral biasa yang secara berlahan-lahan akan menuju ke rumusan masalah. Dalam hal ini, si peneliti belum dapat menentukan mana informan kunci dan mana informan biasa dan karena itu, peneliti akan memulainya dari salah satu pengurus Gurdwara atau Salwinder Singh dan Baldave Singh untuk mencari data awal tentang suku bangsa Punjabi. Untuk pengumpulan data, peneliti memakai pedoman wawancara atau interview guide yang dilengkapi dengan catatan lapangan.

Dari hasil berbagai wawancara yang dilakukan si peneliti, menunjukkan bahwa di dalam sistem perkawinan lebih dilakukan sesuai ajaran Sikh dan adat yang ada dalam suku bangsa ini hanya sebagai penambahan atau pelengkap dari perkawinan ini, karena menurut informan perkawinan sah dilakukan, jika perkawinan itu di dalam Gurdwara dan mengitari Guru granth Shaib. Namun saat ini, perkawinan pada suku bangsa Punjabi, jika ingin melakukan perkawinan sebagaimana biasannya, harus memiliki status sosial yang tinggi atau memiliki materi yang berlebih. Proses perkawinan terdiri dari perjodohan (sehgen) yang dilakukan pihak orang tua sebagai tanda bahwa kedua orang tua telah sepakat untuk mengawinkan kedua anaknya, dilanjutkan dengan acara tukar cicin (swarah) sebagai pengikat sementara sebelum melakukan upacara perkawinan di depan Guru Granth Shaib dan selanjutnya akan dlanjutkan dengan acara tepung tawar ( Thele crah), namun acara ini dilakukan setelah dua hari atau seminggu lagi ingin melaksanakan perkawinan, acara senang-senang yang dilakukan oleh kaum muda-mudi mempelai perempuan maupun laki-laki di kediaman masing-masing (lady sanggit) dan upacara perkawinan. Sistem perkawinan suku bangsa Punjabi ini menyatakan bahwa sebuah perkawinan itu adalah sesuatu yang sakral atau suci dan ini harus dilaksanakan dengan berbagai aturan-aturan yang telah ada atau yang telah disepakati. Dengan demikian, perkawinan ini akan terlihat sah secara agama maupun adat. Dari sistem perkawinan ini juga akan terlihat, kerabat mana yang berperan serta dalam proses jalannya perkawinan.


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Masalah dan Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman suku bangsa di Indonesia, yaitu: dari Sabang sampai Marauke, dan di dalam setiap suku bangsa memiliki kebudayaan serta adat-istiadat yang berbeda-beda antara satu suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lainnya. Sebagaimana yang dikatakan Koenjaraningrat (1985:89) bahwa :

“Keanekaragaman kebudayaan tidak saja menyebabkan perbedaan dalam gaya dan pola hidup tetapi juga menyebabkan perbedaan-perbedaan terhadap nilai-nilai, pengertian atau makna tentang peralihan tingkat sepanjang hidup yang dalam ilmu antropologi disebut “stage a long the life cycle” seperti masa bayi, masa penyapihan, masa remaja, masa pubertet, masa sesudah nikah, masa tua dan sebagainya”.

Dari keberagaman yang ada, masing-masing suku bangsa memiliki sebuah penekanan dalam menunjukkan atau memperlihatan jati diri suatu suku bangsa yang ada disetiap wilayah.

Manusia adalah makhluk sosial, yang berarti tiap-tiap manusia dalam hidupnya saling membutuhkan satu sama lain, demikian juga pada manusia yang berlainan jenis kelamin, dimana kedua individu yang saling berbeda jenis kelamin akan dijadikan pasangan hidupnya. Untuk mewujudkan sifat naluri tersebut, sesuai dengan norma kesusilaan dan norma-norma agama, maka dibentuklah sebuah lembaga perkawinan agar hubungan manusia yang berlainan jenis kelamin itu dapat sah dimata hukum serta agama dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Perkawinan yang berarti membangun sebuah rumah tangga, dimana kedua individu yang berlainan jenis itu dapat menyatukan perbedaan serta persamaan antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa lain. Dan hal ini tidak lain, karena adanya


(19)

perbedaan adat-istiadat, kebudayaan serta ajaran atau agama yang dianut oleh masing-masing suku bangsa.

Berbicara mengenai kebudayaan, setiap manusia bisa dikatakan tidak dapat lepas dari apa yang disebut dengan kebudayaan. Dan hal ini disebabkan, karena manusia itu sendiri adalah pendukung dan bahkan pelaksananya. Hal ini tercermin dari setiap adat-istiadat yang dipegang, diterapkan oleh semua suku bangsa dan bahkan tanpa menyadarinya telah diwariskan pada generasi atau keturunannya (Poerwanto,2000:87-88). Dengan diwariskannya kebudayaan itu, manusia akan menganggap bahwa hal itu adalah kebiasaan dan itu akan menjadi sebuah ciri khas dari setiap suku bangsa atau masyarakat pada setiap wilayah tertentu.

Kebudayaan yang telah melekat di dalam masyarakat dapat menjadi seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan cara berlaku yang pada umumnya dimiliki bersama oleh para warga dari suatu masyarakat, sebagaimana dikatakan oleh Malinowski bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah ada menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat (T.O.Ihrohmi,2006:59).

Dalam banyak kebudayaan ada anggapan bahwa pada saat peralihan dari satu tingkat hidup lain atau dari satu lingkungan sosial ke lingkungan sosial lain merupakan saat yang gawat dan penuh bahaya, nyata maupun gaib. Pada ilmu Antropologi upacara-upacara seperti itu disebut dengan crisis rites upacara (Koentjaraningrat,1985:89). Upacara perkawinan, masa hamil, kelahiran, pemberian nama dan sabagainya biasanya mengandung unsur-unsur dari crisis rites karena upacara tersebut dianggap merayakan dari satu tingkat hidup ke tingkat hidup yang lain. Upacara yang dilaksanakan tersebut juga menyimpan berbagai makna serta fungsi yang menyatakan kepada masyarakat tingkat hidup baru yang dicapai si


(20)

individu yang bersangkutan. Saat peralihan yang paling penting dalam lingkaran hidup semua manusia di seluruh dunia adalah peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga dan ini disebut perkawinan ( Koentjaraningrat,1892:75).

Perkawinan yang mencakup adat dan upacaranya merupakan unsur kebudayaan yang ada dari masa ke masa dan akan ada dalam suatu masyarakat yang berbudaya, meskipun dalam batas waktu dan ruang akan mengalami sebuah perubahan-perubahan. Dalam adat-istiadat, upacara perkawinan ini terdapat nilai-nilai, norma-norma yang sangat luas dan kuat, dimana akan mengatur dan mengarahkan tingkah laku setiap individu serta mengukuhkan hubungan yang sangat sensial antara manusia yang berlainan jenis. Dan dalam suatu suku bangsa tertentu, perkawinan itu merupakan salah satu tindakan yang penting, karena kedua individu yang berlainan jenis tersebut akan menuju ke suatu tingkat sosial yang baru atau beralih dari masa lajang menjadi memiliki ikatan (suami/istri).

Dipandang dari suatu kebudayaan tertentu, perkawinan adalah pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya terutama persetubuhan. Pada masyarakat suku bangsa lain tata aturan perkawinan yang berlaku antara laki-laki dengan perempuan menyebabkan seorang laki-laki tidak dapat bersetubuh dengan sembarangan perempuan tetapi hanya dengan satu atau beberapa perempuan tertentu saja kecuali sebagai pengatur seksnya. Perkawinan juga mempunyai fungsi lain yaitu memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan pada hasil perkawinan yaitu anak-anak atau buah hati mereka, memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta, gengsi dan kelas dalam masyarakat dan pemeliharaan hubungan baik antara kelompok-kelompok tertentu (Koentjaraningrat,1985:93).

Perkawinan merupakan media budaya dalam mengatur hubungan antara sesama manusia yang berlainan jenis, karena perkawinan bertujuan agar kedua individu itu menuju ke tingkat kehidupan yang lebih dewasa dalam menjalankan peranan masing-masing


(21)

individu. Dan sesuai dengan tujuan perkawinan itu, perkawinan merupakan sebuah ikatan suci yang dilaksanakan dengan upacara-upacara sakral dalam setiap suku bangsa di wilayah tertentu.

Upacara perkawinan yang ada dalam kehidupan suatu masyarakat itu akan berlangsung dan berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Tahap-tahap pertumbuhan sepanjang hidup individu akan mempengaruhi dan membawa perubahan-perubahan terhadap individu itu sendiri baik secara biologi, sosial budaya maupun jiwa. Oleh karena itu tiap tingkat pertumbuhan yang membawa setiap individu memasuki tingkat dan lingkungan sosial yang baru dan lebih merupakan saat-saat yang penuh bahaya dan dianganggap suatu masa yang krisis.

Keberagaman suku bangsa yang ada di dunia ini dan terutama di Indonesia, banyak memunculkan berbagai tradisi-tradisi atau kebudayaan yang berbeda. Dan keberagaman ini juga terdapat pada negara India, dimana dalam negara ini masih terdiri dari beberapa-beberapa suku bangsa dan salah satunya adalah suku bangsa India Punjabi. Suku bangsa Punjabi adalah kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan dan suku ini dikenal dengan ajaran atau agama Sikh. Agama Sikh merupakan Non-Semit,Non-Vedic1

Suku bangsa Punjabi yang identik menganut ajaran Sikh, pertama kalinya digagas oleh Guru Nanak (1469-1539). Dan dalam hal ini, menurut suku bangsa Punjabi hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan ini sering disebut dengan IWaheguru. Waheguru atau

universal God yang dimaksud oleh suku bangsa Punjabi adalah yang Maha Besar. Dalam

suku bangsa Punjabi adalah identik dengan ajaran Sikh, dimana yang ditandai dengan

dan

merupakan agama terbesar ke-6 di dunia yang berasal dari Sultanpur yang berada di wilayah Punjabi.

1 Non-Semit berasal dari rimpun lingkup semit dan agama yang termasuk di dalamnya adalah Hindhu, Kristen, Islam. Semit artinya percaya bahwa Tuhan memberikan pedoman hidup melalui para Nabi.Agama Non-Vedic antara lain Agama Sikh, Buddha, Jainisme.


(22)

sepuluh guru2

1. Kesh artinya adalah rambut yang tidak dipotong,

. Pada tahun 1708 selepas kematian Gobind Singh yang tidak meninggalkan satu himpunan skrip suci atau disebut dengan Adi Granth dan kemudian diganti menjadi Guru Granth Sahib. Seiring dengan pergantian nama kitab suci tersebut, terdapat penentuan sebagai tanda bagi kaum laki-laki Sikh yang mengikuti ajarannya dan ini dikenal dengan istilah lima “K” atau Panj kakaar yang berlaku pada tahun 1699 di daerah Anandapur Sahib. Lima K atau panj kakaar yang dimaksud adalah :

2. Kanga artinya sebuah sisir dirambut dan ini melambangkan ketertiban dan disiplin,

3. Kara artinya sebuah gelang baja yang dikenakan ditangan kanan dan ini

melambangkan persatuan dengan Allah,

4. Kirpan artinya sebuah pisau kecil atau pedang yang tidak begitu tajam dan ini

menggambarkan martabat,keberanian dan rela berkorban,

5. Kachha artinya celana pendek yang merupakan pakaian dalam dan secara tidak

langsung memperlihatkan kesederhanaan serta melambangkan pengendalian moral. (http://islamic.xtgem.com/ibnuisafiles/info/sukahati/sh13.htm1:08/27/08/2010)

Suku bangsa Punjabi telah ada di Kota Medan sejak pertengahan abad ke-18 (Lubis,2005:140). Asal-usul suku bangsa Punjabi di Sumatera adalah dari Amritsar ataupun Jullundur, India Utara dan suku ini hadir di Sumatera3

2 Suku bangsa Punjabi yang dikenal dengan agama Sikh memiliki kesepuluh guru, yang tidak lain pengikut ajaran Guru Nanak yakni: Sri Guru Nanak Dev Ji, Sri Guru Angad Dev Ji, Sri Guru Amar Das Ji, Sri Guru Ram Das Ji, Sri Guru Arjan Dev Ji, Sri Guru Har Gobind Ji, Sri G. Har Rai Sahib Ji, Sri Guru Hair Kris Han Ji, Sri Guru Teg Bahadur Sahib Ji, dan Sri Guru Gobind Singh Ji.

melalui wilayah Aceh ( Sabang). Kebanyakan mereka datang dengan tujuan berdagang dan menetap di Kota Medan, tetapi ada juga yang bekerja sebagai penjaga rumah atau gudang dan pengawas bagi orang-orang Belanda pada zaman perkebunan tembakau dibuka. Pada saat sekarang ini para suku bangsa

3

Menurut Pritam Singh jumlah suku bangsa Punjabi di Sumatera diperkirakan mencapai sekitar 1.000 kepala keluarga.


(23)

Punjabi sudah beralih ke berbagai kegiatan-kegiatan seperti beternak sapi, usaha toko sport, serta dalam bidang pendidikan membuka tempat kursus bahasa inggris.

Ajaran Sikh yang identik pengikutnya adalah suku bangsa Punjabi, mencerminkan kebudayaan berada pada ajaran ini dan akan menjadi sebuah peraturan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gertz (1973) bahwa agama sebagai kebudayaan tidak dilihat sebagai peraturan melainkan sebagai inti dari kebudayaan manusia itu sendiri.

Sikh yang dikenal dengan mempercayai kitab suci atau Sri Grand Sahib memiliki berbagai aturan atau tradisi, ritual dalam keagamaan yang mereka anut, misalnya ; Dalam pemberian nama bayi, akan diberi selepas Granthi membaca Ardas, setelah itu pendeta akan membuka kitab Sri Grand Sahib4 secara rambang dan bayi akan dinamakan mengikuti huruf pertama dalam muka surat, dimana nama akhir sikh adalah sama dan berbeda hanya mengikuti Jantina yaitu Singh bagi laki-laki yang berarti singa dan kaur pada perempuan yang berarti putri. Sebagaimana dengan acara pemberian nama bayi dalam acara pernikahan5

Perkawinan atau Anand Karj pada agama Sikh merupakan upacara yang sangat ritual atau sakral. Dalam upacara pernikahan ini, terdapat empat tahap yang harus dijalankan, yakni :

juga dijalankan acara ritual yang lebih dulu diawali dengan pembacaan kitab suci atau Sri

Grant Sahib (http://id.wikipedia.org/wiki/Guru_Granth_Sahib 2:05 30/08/2010).

1. Swarah, artinya upacara tukar cicin dan acara dilangsungkan di dalam kuil atau Gurdwara,

2. Sangeet naight, artinya nyanyian syukur yang dilaksanakan sebelum 1-2 hari

pernikahan berlangsung,

4 Tempat Ibadah dalam Agama Sikh disebut dengan Gurdwara dan Kitab Suci yang mereka percaya disebut dengan Sri Granth Sahib.

5


(24)

3. Marrige atau anand karj, artinya inti dari upacara atau upacara pernikahan.

4. Manglawa, artinya pengantin laki-laki serta keluarga menjemput pengantin

wanita,

Berdasarkan uraian di atas, maka si peneliti tertarik untuk meneliti tentang upacara perkawinan yang disebut dengan Anand Karj pada suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh. Si peneliti tertarik pada upacara perkawinan suku bangsa Punjabi, karena si peneliti ingin mengetahui lebih banyak tentang perkawinan tersebut dan ini akan dan menambah informasi tentang upacara perkawinan, dimana penelitian ini akan memperlihatkan atau menggambarkan kebudayaan yang ada pada suku bangsa Punjabi.

1.2. Tinjauan Pustaka

Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat-istiadat serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Tylor, 1871 dalam Keesing, Roger M, 1999:68). Dari pengertian kebudayaan ini terlihat bahwa dalam suatu kebudayaan itu terdapat konsep adat-istiadat, dimana di dalamnya mengandung unsur-unsur nilai-nilai tertentu pada suatu suku bangsa yang ada dan itu akan mengatur, memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Adat-istiadat yang telah ada di suatu suku bangsa berlahan-lahan akan menjadi sebuah tradisi, dimana tradisi merupakan kebiasaan sosial yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui sebuah proses sosialisasi. Tradisi ini menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat. Konsep tradisi itu meliputi pandangan dunia yang menyangkut kepercayaan tentang masalah kehidupan dan kematian serta peristiwa alam dan makhluknya, atau konsep tradisi berkaitan dengan sistem


(25)

kepercayaan, nilai- nilai dan cara serta pola berpikir masyarakat (Garn dalam Ranjabar Jacobus, 2006:121).

Kebudayaan yang dimasukkan ke dalam sebuah nilai-nilai serta tradisi berada dalam wujud kebudayaan itu sendiri, dimana wujud kebudayaan itu dibagi atas tiga wujud (Koentjaraningrat, 1980:200-202) , yakni :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan (sistem budaya),

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat (sistem sosial),

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia ( artefak).

Ketiga wujud kebudayaan ini saling berkaitan antara wujud yang pertama sampai ketiga di dalam kehidupan masyarakat atau suku bangsa dan terkait dengan wujud kebudayaan, sistem perkawinan pada suku bangsa punjabi yang menganut ajaran Sikh masuk ke dalam wujud yang pertama dan ketiga dan ini karena pada wujud yang pertama kebudayaan itu berada dalam kepala manusia dan bersifat abstrak, dimana mengandung nilai-nilai serta norma-norma yang tidak dapat diraba maupun didokumentasikan namun wujud ideal dari kebudayaan itu adalah adat-istiadat dan dikatakan masuk ke dalam wujud yang ke tiga, karena semua hasil gagasan serta nilai-nilai yang ada di dalam kepala manusia tersebut dituangkan ke dalam perbuatan atau tindakan yang bersifat kongkreat yang dapat dilihat serta difoto bahkan didokumentasikan.

Perkawinan pada ajaran Sikh masuk ke dalam upacara religi serta ritus peralihan, sebagaimana dikatakan Van Gennep dalam Koentjaraningrat,1980:74-75, bahwa ritus dan upacara religi secara universal pada azasnya berfungsi sebagai aktivitas untuk menimbulkan


(26)

kembali semangat kehidupan sosial dalam tiap masyarakat yang ada di dunia. Dan karena itu Van Gennep menyatakan bahwa ritus serta upacara dapat di bagi atas tiga bagian, yakni :

1. Upacara Perpisahan di status semula (rites de Separation),

2. Upacara Peralihan atau perjalanan ke status yang baru (rites de marge),

3. Integrasi kembali atau Upacara Penerimaan dalam status yang baru ( rites de

agregation).

Upacara merupakan wujud dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia, sedang pelaksanaannya selalu dibayangkan sebagai upacara yang hikmat dan bersifat keramat, karena para pendukungnya mengikuti dengan hikmat dan merasa sebagai suatu yang bersifat magis dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolis. Peragaan dan penggunaannya secara simbolis itu dapat di tangkap maknanya melalui interprestasi orang-orang yang ada didalamnya maupun para penganutnya (T.Syamsuddin,1985:1).

Dalam hal ini upacara yang merupakan adat-istiadat diwujudkan dalam suatu perkawinan, dimana perkawinan adalah hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan yang diakui sah oleh masyarakat yang bersangkutan yang berdasarkan atas peraturan perkawianan yang berlaku. Suatu perkawinan bukan hanya mewujudkan adanya keluarga dan memberikan keabsahan atas status kelahiran anak-anak mereka saja, tetapi juga melibatkan hubungan-hubungan diantara kerabat-kerabat masing-masing pasangan tersebut ( Parsudi Suparlan,1981:171). Dan sebagaimana dalam UU No.1 Tahun 1974, pasal 1 perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan yang Maha Esa. Dengan demikian perkawinan itu adalah suatu upacara yang sakral atau suci, karena upacara perkawinan bagi manusia pada dasarnya bukan hanya untuk memenuhi jasmaniah dan rohaniah bukan pula sekedar peristiwa alamiah-naluriah semata, sebab manusia memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk apapun di dunia serta


(27)

upacara perkawinan tidak lepas dari nilai-nilai, agama,moral,sosial dan budaya, maka dari itu petuah atau nasihat selalu diberikan pada mempelai guna mempersiapkan diri dalam mengurangi samudrah rumah tangga (Kutipan dari : http//melayuounline.com).

Sebuah perkawinan pada umumnya memiliki syarat-syarat perkawinan yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk (Koentjaraningrat,1980:99), yakni :

1. Mas kawin (bride price)

2. Pencurahan tenaga kerja (bride service) 3. Pertukaran gadis (bride exchange)

Ketiga bentuk ini menurut Koentjaraninggat adalah bagian dari ritual perkawianan yang ada di dalam setiap suku bangsa yang ada. Melalui perkawinan (Anand Karj) pada ajaran Sikh, maka dapat direproduksi kebudayaan suku bangsa Punjabi di luar daerah asalnya. Proses inilah diwujudkan dalam Anand Karj, yang dilihat dari nilai, norma dan upacara yang masih berlaku pada suku bangsa Punjabi. Perkawinan ini adalah bagian dari religi, dimana religi adalah suatu sistem gagasan dan praktek kepercayaan yang ada hubungannya dengan hal yang sakral (Durkheim dalam Van Baal,1987:213).

Sebagaimana yang dikatakan bahwa peristiwa perkawinan adalah bagian dari acara ritual, maka menurut Prof.Dr.Hazairin,S.H ada tiga rentetan perbuatan-perbuatan magis yang bertujuan menjamin ketenangan (Kortel), kebahagiaan (wel vaare), dan kesuburan (uruchbaarheid).

Dalam sistem perkawinan, ada beberapa adat yang harus dipilih oleh suatu suku bangsa atau masyarakat setelah berlangsungnya perkawinan dan adat yang dimakasud dibagi atas lima bagian, yakni :

“Istri dapat tinggal dengan keluarga suaminya dan ini disebut tempat tinggal

Patrilokal (Patrilokal residence),

“ Suami dapat tinggal dengan keluarga Istri dan ini disebut tempat tinggal matrilokal (matrilokal residence),

“Pasangan yang baru saja menikah dapat memilih tinggal dengan keluarga si suami


(28)

“Pasangan yang kawin dapat membentuk rumah tangga sendiri di tempat lain dan ini

disebut tempat tinggal neolocal,

“Pola yang terakhir sama sekali tidak umum seperti lainnya, pasangan yang baru

menikah dapat tinggal di tempat saudara laki-laki ibu si suami dan ini disebut tempat tinggal avunkulocal,( Haviland,1988:94)”.

Secara umum kebudayaan adalah bagian dari perilaku manusia dan berada di dalam pikiran manusia itu sendiri dan ini diwujudkan dalam sistem perkawinan setiap suku bangsa yang terkhusus suku bangsa Punjab ( Ajaran Sikh).

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diajukan adalah Bagaimana sistem perkawinan ( Anand Karj ) serta aturan-aturannya pada suku bangsa Punjabi yang menganut agama Sikh?. Permasalahan ini dijabarkan ke dalam 3 ( tiga ) pertanyaan penelitian yakni :

1. Bagaimana sistem perkawinan dalam suku bangsa Punjabi ? 2. Apa saja aturan-aturan dalam pelaksanaan upacara perkawinan ? 3. Bagaimana cara perjodohan dalam suku bangsa Punjabi

1.4. Ruang Lingkup

Penelitian ini adalalah penelitian yang mendeskripsikan tentang sistem perkawinan pada suku bangsa Punjabi. Dalam penelitian ini, si peneliti akan berusaha menggambarkan berbagai hala-hal yang berkaitan dengan sistem perkawinan tersebut dan salah satu diantaranya adalah mencari tentang kekerabatan yang ada pada suku bangsa ini dan peranannya masing-masing, mencari persiapan-persiapan yang dilakukan suku bangsa ini sebelum berjalannya upacara perkawinan di dalam Gurdwara, dan juga mencari apa yang dilakukan setelah selesainya upacara perkawinan tersebut. Adapun maksud dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menambah berbagai informasi tentang adat-istiadat yang ada di


(29)

setiap suku bangsa dan si peneliti akan berfokus pada suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan tekhusus di daerah Karang Sari, Medan Polonia. Penelitian ini akan memberikan gambaran atau keterangan-keterangan yang jelas tentang suku bangsa Punjabi, sehingga masyarakat yang ingin mengetahuinya mendapatkan informasi yang benar. Penelitian tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan dan khususnya di daerah Karang Sari, dapat memberikan inspirasi atau pemikiran yang baru tentang kebudayaan suku bangsa di Indonesia.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi atau Anand Karj. Lebih khususnya menggambarkan tentang keberadaan upacara perkawinan pada suku bangsa Punjabi yang menganut agama Sikh, syarat-syarat yang dibutuhkan dalam perkawinan Sikh.

Manfaat dari penelitian ini dapat dilihat secara akademis dan praktis. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh, khususnya upacara perkawinan (Anand Karj) yang dilihat dari sudut pandang penelitian Antropologi. Secara praktis hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam memahami adanya perbedaan dalam setiap kebudayaan yang ada di Indonesia maupun di dunia untuk melaksanakan suatu ritual keagamaan yang khususnya pada upacara perkawinan.


(30)

1.6. Metode Penelitian

1. Tipe dan pendekatan penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan secara sitematis tentang perkawinan suku bangsa Punjabi (Ajaran Sikh). Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskripstif yang mendukung kajian penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini dapat dideskripsikan sesuai dengan kajian ilmu Antropologi.

2. Informan Penelitian

Untuk menghasilkan data yang valied mengenai sistem perkawinan suku bangsa Punjabi serta kebudayaan-kebudayaannya. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menentukan informan dan informan itu terbagi atas dua jenis, yaitu:

o Informan Kunci adalah orang yang dapat memberikan berbagai informasi penting dan jenis informan ini biasanya memiliki pengetahuan yang luas, dalam arti informan ini memiliki informasi yang dibutuhkan peneliti dan yang tepatnya sesuai dengan fokus penelitian dan informan kunci yang akan dipakai sipeneliti adalah pengurus Sikh

Community Education Centre itu sendiri yaitu pak Pritam singh, Salwinder singh,

pendeta serta pak Harjit singh. Namun dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan bahwa informan kunci ini dapat juga diperankan oleh informan biasa.

o Informan Biasa adalah orang yang juga memberikan informasi, namun bedanya informan ini tidak begitu memiliki pengertian yang banyak tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi penganut ajaran Sikh. Informan biasa ini adalah umat agama Sikh itu sendiri, yaitu simmi kaour, nermat singh, Baldave singh, Sardol singh dan yang lainnya.

Selain menentukan informan, penelitian ini juga didukung dengan observasi dan wawancara. Sebagaimana yang telah dikatakan, penelitian ini bersifat deskriptif yang


(31)

memakai pendekatan kualitatif dan karena itu dalam penelitian ini ada dua jenis data yang harus dikumpulkan, dimana data itu terdiri atas data primer dan data sekunder. Data Primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh dari lapangan atau tempat dimana si peneliti sedang melakukan penelitian. Data ini juga diperoleh melalui beberapa metode, yaitu :

o Observasi ( pengamatan )

Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai sistem perkawinan dalam ajaran Sikh. Dan setelah melihat bagaimana berjalannya acara perkawinan itu, maka observasi awal ini dapat menjadi data awal si peneliti untuk lebih melengkapi data yang diperlukan. Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi tanpa partisipasi, dimana peneliti tidak ikut terlibat atau melibatkan diri dalam segala sistem perkawinan pada suku bangsa Punjabi (Sikh).

o Wawancara

Wawancara yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Dalam wawancara mendalam ini, peneliti memakai pedoman wawancara atau yang sering disebut dengan interview guide. Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan informasi dari berbagai informan yang terkait sesuai dengan fokus penelitian. Wawancara mendalam tersebut akan ditujukan kepada informan kunci, dimana informan kunci akan menjelaskan berbagai aturan-aturan yang terkait dengan sistem perkawinan suku bangsa Punjabi. Dan wawancara mendalam ini tidak hanya ditujukan pada infoman kunci melainkan juga ditujukan pada informan biasa. Kepada informan biasa, peneliti akan menanyakan bagaimana sistem perkawinan ini dilakukan dan apakah ada penentuan-penentuan sebelum melaksanakan upacara perkawinan.


(32)

Setelah memenuhi data primer, peneliti juga memerlukan data sekunder. Dimana data ini akan lebih melengkapi data-data yang sudah ada dari lapangan, melalui studi kepustakaan yang diperoleh dari berbagai buku-buku ilmiah, jurnal, media massa serta internet yang terkait dengan sistem perkawinan.

3. Analisa data

Analisa data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif yang menganalisa tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi. Seluruh data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan sumber kepustakaan akan disusun berdasarkan pemahaman atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian yang selanjutnya, hasil pencatatan tersebut disusun dan menggabungkan, menghubungkan atas jawaban yang telah disampaikan informan. Dengan begitu, peneliti mencapai tujuan penelitian yang sebelumnya telah dipaparkan. Dan juga dalam penelitian ini peneliti akan bersikap objektif, data yang diperoleh tidak sama sekali dilebih-lebihkan atau dikurangi dan bahkan dirubah dan itu akan terlihat dari keaslian data. Dengan analisa data ini, maka akan menghasilkan sebuah penulisan skripsi yang sistematis.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian yang mengkaji tentang sistem perkawinan (Anand Karj) pada suku bangsa Punjabi dilaksanakan di wilayah Karang Sari, kecamatan Medan Polonia yang tepatnya berada di jalan Mawar. Untuk menuju ke wilayah ini dapat dijalanin melalui persimpangan asrama Haji titi kuning yang tepatnya berada disebelah kanan, jika dilalui dari amplas dan sebaliknya jika dilalui dari padang bulan persimpangan itu akan terdapat di sebelah kiri. Setelah sampai dipersimpangan tersebut, maka sekitar satu kg meter barulah terlihat lokasi penelitian dan ini juga dapat ditempuh dengan sepeda motor namun jika dijalanin dari padang


(33)

bulan yang tepatnya di depan supermarket Carefour dapat dilalui dengan berjalan kaki dan setelah melewati sebuah jembatan gantung, maka dapat menaiki angkot yang berwarna biru ke lokasi penelitian. Untuk menemui lokasi penelitian ini tidak begitu sulit, karena lokasi tersebut terdapat ditengah-tengah karang sari. Dengan demikian, lokasi penelitian dapat ditempuh dari jalan asrama haji maupun dari persimpangan pasar enam atau daerah padang bulan


(34)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Sejarah Punjabi di Medan dan Karang Sari

Suku bangsa Punjabi merupakan salah satu suku bangsa dari Negara India yang telah menyebar ke berbagai tempat atau wilayah. Di lihat dari asal-usulnya, suku bangsa ini pemeluk ajaran Sikh. Asal-usul suku bangsa ini dari daerah Amritsar, Jullundur dan juga ada yang dari daerah Seriala dan Serialy yang berada di kawasan Pundjab-India Utara. Pada abad keenam belas, ajaran ini belum berkembang namun seiring berjalannya waktu serta ketekunan para pengikut Sikh, ajaran ini pun mulai berkembang sebagai sekte yang terpisah dan tepatnya pada abad kedelapan belas. Dan akhirnya salah satu pemimpin suku bangsa Punjabi yaitu Randjit Singh6

Kedatangan suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara memiliki beberapa versi. versi pertama mengatakan bahwa kehadiran suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada berhasil mempersatukan seluruh daerah Pundjab sebelah barat sungai Satludji sampai keperbatasan Tibet sebelah utara, Peshawar sebelah barat dan Sindh sebelash selatan. Saat ini, telah menyebar di wilayah Indonesia, dan salah satunya pada daerah Sumatera Utara. Kedatangan suku bangsa Punjabi ke daerah Sumatera Utara berlahan-lahan semakin bertambah, dan akhirnya dapat membuat suatu komunitas yang berfungsi sebagai jalan interaksi serta mempererat tali persaudaraan antar suku bangsa Punjabi itu sendiri.

6 Randjit Singh adalah pemimpin ajaran Sikh yang berhasil mempersatukan suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh. Dan pada tanggal 29 juni 1939, Randjit Sing meninggal dan seketika beliau meninggal, kekuasaan Sikh pun mengalami pergolakan intern yang hebat dan menyebabkan peperangan yaitu pertempuran dasyat antara India – Inggris, yang pada akhirnya tentara Inggris menyerah. Dan akhirnya daerah Pandjab digabungkan oleh East India Company dengan daerah pejajahan Inggris di India pada tanggal 29 Maret 1849 dan semnjak peperangan itulah, uamat Sikh terpisah tempat,wilayah atau terjadi penyebaran ( D.Partap Singh, 1969:1).


(35)

abad ke-14, dimana suku bangsa ini menjadi seorang pasukan perang Inggris pada peristiwa perang dunia II untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagimana menurut informan, suku bangsa Punjabi ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan RI tersebut dan bahkan dari suku bangsa Punjabi banyak yang gugur pada masa peperangan tersebut. Dan salah satu pejuang dari suku bangsa Punjabi adalah Canan Sing. Dan setelah peperangan itu selesai, sebahagian suku bangsa Punjabi memutuskan untuk tinggal menetap di Sumatera Utara (Wawancara,27 November 2010).

Versi ke dua menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera dimulai pada abad ke 18 melalui Aceh atau Sabang, dimana tujuan mereka awalnya adalah berdagang. Dengan seiring waktu berjalan, mereka pun memutuskan untuk menetap dan menyebar di seluruh wilayah Sumatera Utara. Penyebaran ini berada pada wilayah Medan, Binjai, Tebing, Kisaran, Pematang Siantar, dan daerah-daerah lainnya.

Versi ke tiga menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera dimulai pada abad ke 19. Pada abad ini suku bangsa Punjabi bekerja sebagai buruh kontrak di Perkebunan tembakau raya yang dimiliki oleh Negara Belanda (Shandhu dan Mani 1993:83, dalam Eva Yanthi). Dan hal ini dijelaskan lagi, Veneta (1998:23) bahwa suku bangsa Punjabi yang datang di Indonesia khususnya di Sumatera adalah laki-laki yang belum menikah untuk memenuhi hidup mereka dengan bekerja di Perkebunan miliki Belanda. Pekerjaan yang ditetapkan dengan sistem kontrak, membuat suku bangsa Punjabi mempunyai keinginan untuk menetap di Indonesia dan bahkan salah satu dari suku bangsa ini setelah masa kontraknya habis, ia kembali ke Negara asalnya dan membawa kembali keluarganya untuk menetap di Indonesia. Pilihan yang ditetapkan oleh suku bangsa Punjabi untuk tinggal di Indonesia adalah awal mereka dapat membuat suatu komunitas suku mereka sendiri.

Karang Sari yang saat ini menjadi tempat bermukimnya suku bangsa Punjabi dan suku bangsa lainnya adalah dulunya sebuah tempat yang tidak teratur atau tidak terstruktur


(36)

dengan baik. Saat itu, tempat ini penuh dengan rerumputan dan lahan kosong yang ditempati sedikit penduduk.Wilayah ini juga adalah milik Belanda, karena saat itu ada berdiri beberapa Perusahaan perkebunan tembakau, karet yaitu: Perusahaan Delimas mas keeping di Medan, Senembah mas keeping di Tanjung Morawa, Herison Cros mas keeping atau yang sekarang diberi nama Lonsum.

Sebelum suku bangsa Punjabi bermukim di daerah Karang Sari, suku bangsa ini keluar dari pelabuhan kalketa menuju ke berbagai wilayah yaitu seperti wilayah Malaysia, Indonesia, yang pada akhirnya ke daerah Medan. Menurut informan, dulunya daerah Medan ini adalah daerah yang belum terstruktur dan dibuat menjadi tempat ternak sapi, yaitu seperti pada daerah kesawan, air bersih, jalan halat, asrama haji dan tempat yang lainnya. Jadi semua wilayah adalah wilayah kereta lembu, sementara pada wilayah Polonia yang sekarang menjadi sebuah Bandara, dulunya adalah tempat pajuan kuda Belanda. Wilayah Karang Sari atau sering disebut gedung johor juga menjadi tempat ternak sapi, yaitu dari kampung baru menuju rel ke jembatan ampros sampai ke gedung johor adalah tempat jalannya kereta lembu. Wilayah Karang Sari ini ditempati ± 50 kepala keluarga. Sementara untuk suku bangsa Punjabi, mengapa suku bangsa ini dapat bermukim di wilayah Karang Sari, itu karena pada saat itu Kota Madya memperlebar area perkotaan dan suku inipun dipindahkan ke daerah lahan kosong yaitu wilayah Karang Sari dan ini karena suku bangsa ini mempunyai peliharaan. Dengan demikian suku bangsa ini pun dapat memelihara sapi dengan leluasa tanpa memasuki daerah perkotaan. Selain itu, wilayah Karang Sari ini telah dibagikan lahan oleh Belanda kepada suku bangsa Punjabi, yaitu per rumah tangga mendapatkan 25 petak atau ± 2,5 hektar, dan suku bangsa ini dapat memelihara sapi atau lembu. Namun untuk memelihara atau menggembalakan hewan ini tidak semudah yang dibayangkan, suku bangsa ini harus mendapatkan izin dari kepala wilayah setempat dan persetujuan itu akan dibuat ke dalam bentuk tulisan yang menyatakan suku bangsa ini dapat menggembalakan ternaknya.


(37)

Surat izin tersebut dapat kita lihat pada bagian lampiran yang telah dibuat oleh si peneliti. Setelah surat izin ini keluar, suku bangsa Punjabi pada saat itu juga diberikan aturan hasil dari perahan atau susu sapi akan diberikan kepada pihak Belanda dan suku bangsa ini akan diberi imbalan per bulannya.

Dalam mengenali suku bangsa Punjabi di Karang Sari tidak begitu sulit meskipun ada kemiripan antara orang Benggali dengan suku bangsa Punjabi. Dan ini terlihat dari identitas mereka yaitu dengan memakai penutup kepala atau sorban, gelang baja yang dikenakan pada tangan kanan. Kemiripan antara orang Benggali dengan suku bangsa Punjabi adalah pada pemakaian sorban. Dan dengan adanya kemiripan ini, tidak jarang masyarakat Karang Sari salah menentukan mana suku bangsa Punjabi dan mana orang Benggali. Benggali berasal dari benggala yaitu dari daratan Pakistan, dimana pada umunya orang Benggali ini menganut agama islam. Dan ini salah satu kemiripan antar kedua suku bangsa tersebut, dimana dalam suku bangsa Punjabi terdapat juga unsur agama Islam, baik itu bentuk ibadah yang ditandai dengan kubah serta sedikit tentang ajaran-ajarannya, seperti dalam beribadah bahwa tempat antara laki-laki dan perempuan terdapat batas pemisah namun perbedaannya terletak pada alat pemisahnya, jika pada agama Islam mereka dipisahkan dengan kain panjang dimana tujuannya agar antara laki-laki dan perempuan tidak dapat saling melihat sementara dalam ajaran Sikh hanya ditanda dengan karpet merah (Wawancara, 24 November 2010).

Pada zaman kolonial Inggris, orang suku bangsa Punjabi sangat sering disebut orang benggali, dan bahkan pada waktu itu menurut informan, suku bangsa ini telah diberi pasport sebagai orang benggali. Dan itu, karena suku bangsa ini keluar dari pelabuhan Kalketa dimana daerah itu adalah daerah asli orang benggali. Namun sebutan itu akhirnya berubah, saat pimpinan India menegaskan bahwa pada Negara India terbagi dari beberapa jenis suku bangsa dan salah satunya adalah suku bangsa Punjabi.


(38)

Karang Sari yang dulunya dikenal dengan suku bangsa Punjabi, sekarang menjadi daerah yang tercampur dengan suku bangsa lain dan agama lain. Dan ini, karena suku bangsa ini pada saat itu membagi-bagi lahan kosong tersebut pada masyarakat yang telah tinggal lama di daerah tersebut. Dan menurut informan, daerah ini telah sah menjadi milik penduduk setempat, karena telah dikuatkan dengan hak kepemilikan tanah. Daerah ini juga telah dibagi menjadi 9 (Sembilan) lingkungan. Dan Karang Sari ini terdiri dari beberapa suku bangsa yaitu suku bangsa Batak Toba, Karo, Jawa, Tami dan suku bangsa Punjabi. Sementara untuk suku bangsa Punjabi sendiri, tinggal dibeberapa lingkungan yaitu pada lingkungan 4,5,6 dan lingkungan 9. Dan untuk saat ini jumlah suku bangsa Punjabi di daerah Karang Sari ini ± 40 kepala keluarga. Namun meskipun jumlah penduduk suku bangsa Punjabi tidak terlalu banyak, tetap saja daerah ini telah dikenal dengan wilayah Punjabi. Berkurangnya suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara dan terkhusus pada wilayah Medan, itu karena adanya peraturan Pemerintah (1952) bahwa bangsa asing tidak dapat masuk ke wilayah Indonesia. Dan saat peraturan itu ditetapkan seluruh suku bangsa Punjabi langsung menggantikan kewarganegaraannya menjadi Negara Indonesia dan menurut informan jika pun ada saat itu yang berhasil masuk, karena adanya zaminan dari konsulat India agar dapat memasuki wilayah Indonesia.

2.2. Gambaran Suku Punjabi di Medan

Medan adalah kota yang di dalamnya terdapat beragam suku bangsa. Keberagaman suku bangsa menjadikan kota ini dikenal dengan masyarakat majemuk. Dan salah satu suku yang terdapat di kota ini adalah suku bangsa Punjabi, dimana suku bangsa ini telah menyebar ke berbagai wilayah yang ada di kota ini, seperti Helvetia, Padang Bulan, Marendal, Polonia, Marelan, Deli tua, Tengku Umar, Karang Sari, Mongonsidi, Patumbak


(39)

serta Setia Budi. Dari keseluruhan wilayah yang ditempati suku bangsa Punjabi, jumlahnya sekitar ± 1000 kepala keluarga ( Eva Yanthi,2010:29).

Pada suku bangsa Punjabi terdapat nama yang menentukan bahwa ia adalah penganut Sikh. Jika pada pria dikenakan kata Singh di belakang nama dan sebaliknya pada wanita dikenakan kata Kaor di belakang nama. Dan jika dilihat dari identitas pengenal atau KTP, penganut Sikh membuat identitasnya sebagai agama Hindu dan ini terlihat dari beberapa kartu pengenal suku bangsa Punjabi yang diperlihatkan kepada si peneliti. Menurut informasi yang di dapatkan si peneliti, suku bangsa ini membuat di identitas pengenalnya sebagai penganut agama Hindu, karena saat suku bangsa ini ingin membuat surat perkawinan yang sah secara hukum atau membuat catatan sipil, mereka terlebih dulu mendapatkan stempel Hindu Parisada yang merupakan sebagai pengurus yang mensahkan berbagai surat secara hukum dan melalui Hindu Parisada inilah suku bangsa Punjabi dapat membuat surat perkawinan yang diakui oleh Negara.

2.3. Sejarah Gurdwara di Karang Sari

Gurdwara adalah tempat ibadah suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh dan

keberadaan Gurdwara ini bagi umat Sikh sangatlah penting dalam melakukan berbagai kegiatan-kegiatan rohani serta kegiatan sosial. Gurdwara ini ditandai dengan adanya sebuah bendera berwarna kuning atau disebut dengan Nisham Sahib. Di Medan, Gurdwara yang merupakan tempat ibadah ajaran Sikh telah berdiri 4 (empat) bangunan,yakni :

1. Gurdwara Nanak Dev ji atau Cental Sikh Temple, di jalan Karya Murni Gg A daerah

Mongonsidi,

2. Gurdwara Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji (yayasan Missi), di jalan Polonia No.172

Medan,


(40)

4. Gurdwara Shree Arjundev Ji, di jalan Mawar daerah Karang Sari.

Gurdwara di Karang Sari didirikan pada tahun 1953. Pada saat itu bangunan Gurdwara

masih dalam keadaan yang sederhana dan kecil yaitu hanya dilapisi dengan atap tepas dan berdindingkan papan. Dan ini didirikan oleh Banta Singh Fatupila, Chanan Singh Kour arka, Shinggara Singh Chabal, Djagat Singh Chabal, Harnam Singh Kairon, masyarakat suku Punjabi yang lainnya dan juga masyarakat setempat. Pertambahan penduduk suku bangsa Punjabi yang semakin banyak saat itu, menjadi awal dari perubahan luas bangunan untuk lebih mendirikan sebuah Gurdwara yang megah dan nyaman. Kerja sama yang dilakukan sesama suku bangsa Punjabi menghasilkan dana sampai sebesar Rp.35 milyar, yang berhasil membangun Gurdwara megah seperti saat ini. Kemegahan ini ada,tidak lain karena hasil kerja keras serta keinginan suku bangsa Punjabi untuk mendirikan tempat ibadah. Bangunan ini berdiri secara bertahap seperti pada tahun 2000, suku bangsa Punjabi meluaskan tempat ibadah 23 x 33 meter persegi, yang mana akhirnya pada tahun 2003 bangunan ibadah ini disahkan atau diresmikan oleh walikota Medan Abbdillah Ramli. Dan Gurdwara ini dinamakan dengan Gurdwara Shree Arjundev Ji. Gurdwara ini dapat dilihat dari gambar di bawah :


(41)

Kemegahan Gurdwara ini terlihat dari bangunannya yang besar dan banyak dilapisi dengan warna emas pada setiap bangunan dan pada setiap kubah yang ada. Bentuk bangunan ini mengikuti bentuk Gurdwara di India sebagai identitas ajaran Sikh itu sendiri. Dan pada bagian Pintu depan Gurdwara ini terdapat lukisan Guru Shree Arjundev Ji yang sedang mengenakan kostum prajurit dan selain ini pada bagian dalam Gurdwara dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap seperti karpet yang lembut pada lantai dan ini menandakan kenyamanan untuk beribadah, terdapat beberapa unit kipas angin yang menandakan adanya kesejukan pada tempat ibadah serta di tengahnya terdapat kubah kecil, yang dihiasi dengan kain (ramllah) guna menutupi kitab suci agar terhindar dari serangga-serangga kecil untuk tempat sang Pendeta dalam membacakan Guru Granth Sahib, terdapat kamar khusus Guru

Granth Sahib (kitab suci). Sementara pada bagian kiri altar terdapat tempat pemain musik

(level) dalam mengiring acara ibadah dan pada bagian kanan altar terdapat tempat penyimpanan manisan atau manisan berkah yang akan diberikan usai acara ibadah.

Guru Granth Shaib adalah kitab suci pada ajaran Sikh. Setiap Sikh menganggap kitab

ini sebuah kitab yang menyimpan berbagai ajaran-ajaran suci yang akan menuntun orang Sikh ke jalan Tuhan. Keberadaan Guru Granth Shaib ini menjadi hal yang terpenting dan bersifat sakral. Hal ini terlihat dari cara ajaran Sikh dalam menjaga kitab suci tersebut dengan menyediakan kamar khusus yang dilengkapi dengan tempat tidur serta selimut guna menutupi kitab suci ini dan ini dilakukan karena bagi ajaran Sikh, Guru Granth Shaib dianggap nyata dan hidup sehingga semua ajaran Sikh memperlakukan dengan sangat teliti.

Kemewahan lainnya pada Gurdwara ini adalah terdapat lampu Kristal dan ini langsung didatangkan dari Chekos Loavia dengan biaya sebesar Rp.78.000.000 juta pada tahun 2003. Pada setiap sudut bangunan juga terdapat simbol-simbol Sikh yaitu ik kiwangkar,

khenda kerpan perisai. Dan pada bagian depan altar terdapat tempat peletakkan sumbangan


(42)

paling sepesial dari Gurdwara ini adalah terdapat dapur umum (langger) dan ini dibuat guna untuk memberikan makanan pada semua jemaat Sikh serta orang-orang yang datang ke

Gurdwara. Dalam dapur umum ini terdapat berbagai jenis makanan seperti roti chane yang

terbuat dari tepung roti dan kacang hijau dan sayur-sayuran terkecuali telur dan daging karena suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh, tidak mengkonsumsi daging karena bagi mereka hewan itu adalah makhluk hidup yang memiliki nyawa sama halnya seperti manusia (Wawancara,25 November 2010).

Gambar : Kitab Suci Sikh (Guru Granth Shaib )

Dalam memasuki wilayah Gurdwara ada aturan-aturan khusus yaitu tidak boleh merokok, diharuskan memakai penutup kepala atau sorban, menanggalkan alas kaki dan disimpan pada tempat yang telah disediakan, mencuci kaki . Beberapa aturan ini dilakukan untuk lebih menghargai tempat ibadah karena tempat ibadah adalah tempat yang suci, bersih dan saat melakukan ibadah pun dapat lebih tenang (Wawancara,25 November 2010).


(43)

2.4. Sistem Religi

Setiap suku bangsa Punjabi identik dengan ajaran Sikh. Ajaran Sikh merupakan sebuah ajaran baru. Dan ajaran Sikh dimulai oleh Guru Nanak sekitar 530 tahun yang silam dan ini dimulai dari desa kelahirannya yaitu Talwandi dekat Lahore (Pakistan). Kata Sikh yang berarti pengikut atau murid, dimana hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan mereka menyebutnya dengan Waheguru. Jadi setiap ada sesuatu kejadian yang mengejutkan,mereka langsung menyebut waheguru. Suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh disini berlandaskan kepada ajaran-ajaran kesepuluh guru yang berpedoman pada Sri Guru Granth

Shaib (Aulakh,Sukdev Singh,1999:1).

Guru Nanak merupakan guru pertama dari semua ajaran Sikh dan disini guru Nanak memberikan tiga ajaran yang harus dipatuhi yaitu seorang Sikh harus beribadah atau sembahyang (Nan Chepu), seorang Sikh harus bekerja, berkarya dengan halal (Kherte

Kheru), dan Seorang Sikh harus berbagi, berbuat social pada siapa saja (Whende Shepu).

Guru Nanak ini mendirikan ajaran Sikh pada tahun 1469 M.Seperti yang dijelaskan bahwa guru Nanak mewajibkan pengikutnya untuk mematuhi ketiga peraturan yang telah diajarkan oleh Guru Nanak tersebut. Dalam ajaran Sikh ada juga ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu membaca Guru Granth Shaib,mendengarkan, mengadakan silaturahmi dan memberikan pencaharian sebanyak 10% (dash whaten). Beberapa ajaran yang diberikan oleh Guru Nanak,harus wajib dilaksanakan atau dijalankan selaku mengikuti ajaran Sikh (Wawancara, 26 November 2010).

Peraturan-peraturan dari Guru Nanak dikuatkan lagi oleh Guru Gobind Singh dan ini dibuat untuk lebih menguatkan identitas dari suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh dimana guru Gobind Singh mendirikan sebuah persaudaraan kaum (khalsa) atau baptisan. Beliau mengatakan bagi umat Sikh yang sudah dibaptis dengan air pembatis (Amret) harus mengikuti aturan 5 (lima) K, yaitu: Kesh atau rambut/jenggot yang panjang, Kangha atau


(44)

sisir, Kara atau gelang putih dari baja, Kachehra atau celana pendek, Kirpan atau pedang (Wawancara, 25 November 2010). Ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh Guru Gobind Singh, guna memperkuat ajaran Sikh serta sebagai identitas suku bangsa Punjabi itu sendiri.

Bagi Sikh tidak ada batasan hari dalam melaksanakan ibadah karena penganut Sikh melakukan ibadah setiap hari, namun ada satu hari yang paling khusus dan diwajibkan untuk beribadah yaitu pada hari minggu, semua umat Sikh pergi ke Gurdwara terdekat dan pada hari itu terdapat sebuah kotak sumbangan sebanyak dua buah. Adanya kotak sumbangan ini guna untuk keperluan Gurdwara dan jemaat Sikh. Pada hari minggu acara ibadah akan dimulai pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00 wib. Sementara pada hari-hari biasa, semua penganut Sikh beribadah pada pagi hari dimulai pukul 04.30 sampai sore hari pada pukul 18.00 wib.

Dan pada ajaran Sikh terdapat banyak acara-acara ritual yaitu seperti peringatan hari-hari guru, kematian, perkawinan, pembaptisan atau pemberian nama, pengibaran bendera agama. Namun di setiap acara ritual keagamaan ini,mereka selalu mengawalinya dengan membacakan Guru Granth Shaib dengan hikmat. Dengan demikian, setiap acara dapat berjalan baik dan penuh berkah. Kegiatan-kegiatan ritual ini membuat setiap ajaran Sikh dapat memahami ajaran-ajaran yang ditinggalkan oleh kesepuluh Gurunya.

Pada ajaran Sikh juga ada ketentuan-ketentuan lain dalam hal pemberian nama dan orang yang telah niat memakan vegetarian. Bagi anak yang akan diberi nama Sikh, dia harus terlebih dahulu menjalankan baptisan pertama (ampret shake one) dan setelah itu dia akan diberi nama yang menandakan bahwa dia adalah pengikut Sikh. Dan jika ia adalah seorang perempuan maka dibelakang namanya akan diberi nama Kaor dan sebaliknya jika dia adalah laki-laki maka akan diberi nama sings. Dalam pemberian nama ini, Pendeta (Phayi) akan membacakan Guru Granth Shaib, karena nama bayi itu akan diambil dari kitab suci. Dan


(45)

Pendeta akan memberikan huruf awal7

Ajaran Sikh adalah sebuah ajaran yang melakukan berbagai acara atau upacara harus diawali dengan pembacaan Guru Granth Shaib. Dan ini juga berlaku pada upacara kematian. Dalam upacara kematian, suku bangsa Punjabi ini memiliki berbagai ritual yang harus dijalankan, dimana sebelum membawa jenajah ke tempat pembakaran yang berada di daerah Deli Tua, jenajah akan dimandikan terlebih dulu oleh keluarga kandungnya dan setelah itu dipakaikan kain kafan. Dan setelah itu akan dibawa ketempat pembakaran, disana jenajah akan dibaringkan diatas tumpukan kayu yang telah disusun dengan rapi dan pada setiap sudut kayu akan dilobangi sebagai tempat membakar jenajah. Dan pada bagian dekat kepala jenajah juga akan diberi lobang, karena pembakaran akan dimulai dari depan jenajah, namun sebelum pembakaran, Pendeta akan membacakan ayat-ayat suci yang terkait dengan kematian dan

saja dan jika yang pertama juga belum bisa maka akan dicoba sampai tiga kali, pemberian yang terakhirlah yang menjadi nama bayi tersebut. Hal ini dilakukan agar suku bangsa Punjabi berlahan-lahan dapat mengerti mengenai ajaran yang ada pada setiap pengikut Sikh. Setelah itu, jika juga ada salah satu suku bangsa Punjabi yang telah memiliki niat untuk tidak akan pernah memakan-makanan yang berbau amis, maka ia harus di baptis untuk kedua kalinya (ampret shake two) dan ini dilakukan untuk menjaga kesucian badannya karena sesungguhnya orang yang benar-benar pengikut Sikh adalah harus memakan-makanan yang vegetarian. Namun dalam hal ini, informan mengatakan “jika orang yang memakan-makanan vegetarian ingin memakan yang berbau amis, seperti daging; dia harus terlebih dulu memotong secara Sikh (Charka) yaitu memotong habis dan kerena itu orang tersebut tidak boleh membeli daging di restoran-restoran melainkan dia harus memasak sendiri. Hal ini dilakukan karena pada prinsipnya dia harus menjaga kesucian badannya, sebagaimana yang ada pada ajaran Sikh.

7 Huruf awal yang akan diberikan oleh Pendeta. Misalnya; Huruf S, dan ini akan dilanjutkan oleh orang tua bayi dan nama itu bisa saja sardol singh, salwinder singh, yang penting huruf awal pada nama harus dimulai dari huruf ‘S’. Dan jika tidak cocok, maka akan dicoba sampai tiga kali saja, dan ini karena bagi ajaran Sikh segala sesuatunya hanya dicoba sampai tiga kali atau angka ganjil.


(46)

setelah itu akan diberikan susu diatas tubuh jenajah, pembakaran jenajah pun dimulai dan ini dilakukan oleh orang tua atau saudara kandung yang meninggal. Setelah pembakaran selesai, semua keluarga kembali ke kediaman masing-masing dan pada hari keempat debu jenajah akan dikumpulkan, pada pengumpulan debu ada berbagai ritual yang dilakukan yaitu Pendeta membacakan ayat-ayat suci, memberikan persant atau kue suci pada keluarga dan bunga, susu, kacang hijau akan dituangkan pada abu dan abu pun dapat dikumpulkan ke sebuah tempat yang telah disediakan. Debu jenajah ini akan dibuang ke sungai sebagai tanda perpisahan dan akan menuju surga. Menurut suku bangsa Punjabi, tidak ada penghukuman terakhir diakhirat, karena setelah meninggal, mereka akan menuju surga. Setelah selesai, keluarga tinggal menunggu hari ketujuh belas (starwih) yaitu hari awal dan terakhir jenajah8. Dan jika keluarga ingin memperingati hari kematian salah satu keluarganya, maka dilakukan di dalam Gurdwara dan memanggil sanak-keluarga untuk memberikan makan pada semua umat Sikh yang datang ke Gurdwara.

2.5. Kesenian

Kesenian adalah sebuah bentuk keindahan dalam menghidupkan sebuah acara, baik itu pertunjukkan, acara keagamaan maupun yang lainnya. Dan dengan adanya kesenian segala sesuatunya dapat diungkapkan secara lembut. Dalam suku bangsa Punjabi terdapat beberapa alat musik yang sering dimainkan pada acara keagamaan. Seperti alat musik harmonium yang dimainkan dengan cara dipetik, tebbla yaitu berupa gendang dan Chepta yaitu alat musik berupa kerincing, dholki, chane dan whajja. Dan selain alat-alat musik, kesenian yang lain adalah sebuah tarian-tarian. Namun dalam tarian-tarian ada jenis tarian yang harus dilakukan oleh siapa, yaitu jenis tarian penggra adalah jenis tarian yang dilakukan

8

Hari awal dan terakhir jenajah, maksudnya hari dimana almarhum telah pergi untuk selamanya dan tidak dapat lagi bersama keluarganya.


(47)

oleh perempuan dan laki-laki, sedangkan untuk jenis tarian Nacche adalah jenis tarian yang dilakukan oleh orang biasa atau siapa saja bisa melakukan.

Alat-alat musik ini akan mengiringi setiap acara ibadah agar terlihat indah saat melantunkan nyanyian-nyanyian syukur. Dengan iringinan musik ini, nyanyian-nyayian syukur yang dilantunkan pun terdengar lembut. Alat-alat musik yang terdapat pada Suku bangsa Punjabi ini lebih sering dimainkan oleh para Pendeta, sebelum membacakan kitab suci dan tidak jarang juga yang memainkannya adalah kaum pemuda-pemudi Punjabi itu sendiri Namun ada jenis alat musik yang memainkannya adalah seorang Pendeta yaitu dholki,

chane, whajja. Dengan demikian alat-alat musik serta tarian-tarian ini adalah sebagai bentuk

ekspresi dalam memuliakan Guru Granth Shaib.

2.6. Bahasa

Bahasa merupakan suatu bentuk perantara dalam melakukan komunikasi,baik itu secara lisan maupun tulisan. Dalam hal ini,suku bangsa Punjabi pada umumnya menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari, baik itu antar suku bangsa Punjabi itu sendiri maupun dengan suku bangsa yang lainnya. Namun tidak jarang juga mereka menggunakan bahasa Punjabi dalam berkomunikasi diantar suku mereka.

Penggunaan, pengucapan, penulisan bahasa Punjabi sangatlah rumit dan karena itu terkadang dari suku bangsa Punjabi itu sendiri ada yang tidak mengerti bahasa Punjabi dan juga ada yang mengeri namun sulit mengucapkannya. Dalam bahasa Punjabi terdapat dua jenis bahasa yang digunakan yaitu bahasa yang digunakan pada kitab suci atau bahasa Punjabi halus yang dari Negara India asli dan bahasa yang sudah tercampur dengan bahasa inggris atau bahasa Punjabi kampung (Phende whali Punjab). Misalnya; penyebutan kata besok, dalam bahasa Punjabi halus disebut dengan khal sedangkan dalam bahasa Punjabi kampong disebut phalke. Dengan demikian terkadang bahasa yang terdapat pada kitab suci


(48)

sangat sulit dimengerti jadi orang-orang yang menggunakannya adalah orang-orang tertentu seperti para pendeta serta orang yang telah belajar bahasa yang ada dalam kitab suci tersebut sedangkan bahasa Punjabi kampung masih bisa dimengerti karena jenis bahasa tersebut dicampur dengan bahasa inggris. Pada suku bangsa Punjabi terdapat 35 (tiga puluh lima) vokal yang masing-masing huruf mengandung arti yang berbeda. Dan dalam suku bangsa Punjabi tidak ada kata tunggal dan kata jamak.

Untuk tetap menjaga kelestarian dari bahasa suku bangsa Punjabi, warga Punjabi membuka sekolah Sikh, dimana didalamnya belajar berbahasa Punjabi yang benar dan jelas dan juga belajar bahasa Inggris. Di daerah Karang Sari, suku bangsa Punjabi pada umumnya memakai bahasa Indonesia dan bahkan tidak jarang ada yang memakai bahasa Jawa, Batak. Hal ini terjadi, karena di daerah tersebut telah tercampur dengan suku bangsa lainnya. Sementara untuk bahasa mereka sendiri digunakan hanya sesekali dan bahkan jarang digunakan. Dan karena itulah, setiap orang tua suku bangsa Punjabi menyarankan agar anak-anaknya mengikuti kursus berbahasa Punjabi. Dengan demikian bahasa daerah mereka dapat tetap terjaga.

Kesulitan berbahasa Punjabi membuat suku bangsa itu sendiri menjadi asing dengan bahasa ibunya. Dan karena kesulitan itu, para pengurus Gurdwara membuat sebuah kursus bahasa Punjabi setiap hari sabtu sore di Gurdwara. Dengan demikian generasi pemuda-pemudi Punjabi lambat-laun dapat memahami bahasa Punjabi. Dan bahkan informan mengatakan bahwa orang yang mengetahui bahasa Punjabi dengan baik hanya sekitar 20% di Sumatera Utara.

2.7. Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian suku bangsa Punjabi yang ada di Medan adalah sebagai peternak sapi, kursus bahasa Inggris, membuka toko sport dan guru privat matematika. Dan pekerjaan


(49)

lainnya sebagaimana yang dikatakan (Lubis,2005:146) bahwa terdapat suku bangsa Punjabi yang berprofesi sebagai dokter, pengusaha, dosen, akuntan dan lain sebagainya. Namun diantara semua pekerjaan diatas, terdapat satu pekerjaan yang dilakukan dari turun-temurun yaitu beternak sapi. Dan ini terlihat di Karang Sari, meskipun mereka mempunyai pekerjaan yang lebih bagus tetapi tetap saja mereka menjadi peternak sapi guna mendapatkan susu dan minyak sapi. Susu hasil perahan ini dikonsumsi sendiri, dijual sedangkan minyak sapinya digunakan untuk campuran makanan seperti makanan yang terdapat di Gurdwara. Veneta (1998:26) menjelaskan bahwa dalam beternak sapi, suku bangsa Punjabi mendapatkan kesulitan memperoleh surat izin usaha dari Pemerintah agar ternak yang diperbolehkan keluar dari tanah peternak untu merumput di hutan, resiko ternak mati, dicuri, sakit dan biaya pengobatan, jumlah susu berkurang karena kurangnya rumput. Dan karena itu, tidak banyak lagi suku bangsa Punjabi bekerja sebagai peternak sapi dan jika yang masih menekuninya itu karena, ia memiliki lahan yang luas sehingga di bagian belakang rumahnya dapat memelihara sapi. Dan karena beberapa faktor itulah yang menyebabkan kurangnya suku bangsa Punjabi yang memelihara sapi. Namun dalam hal ini matapencaharian suku bangsa ini menyatakan bahwa pada prinsipnya, jika mereka memiliki kemampuan dalam hal ekonomi lebih baik membuka usaha sendiri dari pada harus bekerja dengan orang lain.


(50)

BAB III

SISTEM KEKERABATAN DAN ATURAN-ATURAN SEBELUM PERKAWINAN

3.1Sistem Kekerabatan

Kekerabatan merupakan sebuah lembaga yang bersifat umum dalam suatu masyarakat, dimana di dalamnya memainkan peranan penting pada aturan tingkah laku dan susunan kelompok. Dengan adanya kekerabatan ini akan tetap menjaga hubungan sosial antar sesama, keluarga. Di dalam sebuah kekerabatan terdapat unsur-unsur yang berkaitan dengan kekerabatan tersebut, yakni keturunan, perkawinan, hak dan kewajiban serta istilah-istilah kekerabatan. Kelima unsur ini merupakan suatu sistem yang dapat dilihat sebagai pola tingkah laku dan sikap para anggota masyarakat (Budhisanto,1989:21).

Sistem kekerabatan ini akan dilihat pada masyarakat suku bangsa Punjabi. Hubungan kekerabatan pada masyarakat India, khususnya masyarakat suku bangsa Punjabi berdasarkan pertalian darah yang ditarik melalui garis keturunan ayah (Patrilineal), dimana seorang anak yang baru lahir atau hasil dari perkawinan mereka akan memakai marga ayah, dibelakanng namanya atau di dalam prinsip Patrineal ini hubungan kekerabatan diperhitungkan melalui pria. Dalam prinsip keturunan ini menyatakan bahwa nilai anak laki-laki adalah tinggi, dalam arti anak laki-laki mempunyai peranan besar di sebuah keluarga atau sering disebut sebagai pengganti orang tua laki-lakinya. Untuk mempertahankan sistem keturunan tersebut, dalam suku bangsa Punjabi terdapat ketentuan, bahwa pemilihan calon istri maupun suami atau perjodohan hanya dapat dilakukan oleh orang tua, tanpa adanya campur tangan seorang anak yang akan dijodohkan. Pada suku bangsa Punjabi, ada ketentuan tentang


(51)

siapa yang akan berperan dalam setiap acara keluarga, misalnya dalam acara perkawinan, didalam acara perkawinan ini yang boleh berperan pada setiap berjalannya adat-istiadat atau kebiasaan yang telah dilakukan suku bangsa ini adalah saudara-saudara sekandung dari pihak ayah atau ibu. Misalnya, pada saat acara tepung tawar atau Thle crah atau What thenah ini, yang berperan adalah saudara perempuan dari yang menikah atau kakak (Penji) atau adik (Wire ji) perempuan, ibu ( Mata ji ) dari mempelai atau adik atau kakak ibu (Salli ji ), adik atau abang dari ibu, yang statusnya sebagai paman ( mama ji, mami ji ). Dan jika salah satunya telah tiada, maka dapat digantikan oleh saudara yang satu marga atau saudara jauh.

Dalam sistem kekerabatan terdiri dari beberapa jenis keluarga, yaitu keluarga inti, keluarga luas. Sistem kekerabatan terkecil atau keluarga inti (Nuclear Family) atau dalam bahasa Punjabi Khar de Phande yang terdiri dari Pitaji (Ayah), Mataji (Ibu), dan anak laki-laki (kwara) atau anak perempuan (kwari) yang belum menikah. Dan untuk lebih jelas, dapat dilihat melalui sistem keturunan secara visual, yakni :

Pitaji /Ayah Matajai / Ibu

AB1 AB2

Kwara Kwari

Keterangan : laki-laki Perempuan

B A


(52)

Keturunan

Ikatan perkawinan Saudara sekandung

Bagan 1: Keluarga Inti / Nuclear Family

Sedangkan kelompok kekerabatan yang lebih luas (keluarga luas / Extended Family) dari keluarga kecil adalah satu Pataji, yaitu kelompok yang terdiri dari ayah, ibu dan anak laki-laki yang telah menikah (Kharwala) dan tinggal dalam satu rumah dengan kedua orang tuanya. Kelompok yang lebih luas dari one pataji adalah satu ayah yaitu kelompok kekerabatan yang terdiri dari keluarga-keluarga beberapa pria yang satu sama lain Paralel Cousin. Dalam hal ada istilah ji pada sebutan ibu atau ayah adalah sebuah tanda kesopanan pada suku bangsa Punjabi. Dan untu lebih jelasnya, dapat dilihat melalui sistem keturunan secara visual, yakni :


(53)

Kakek / dada ji Nenek / dadi ji Marga : Rendawah Shenduh

Marga /gell Ibu / Mata ji Ayah / Pitaji

Istri / Mashi ji Suami /marshi ji

Tarigan Dillon Kaliwal Dillion Jawa

A B C D E

A2 B1 C2 D1 E2

Ket :

Paman atau adik laki-laki ayah : Cha-cha ji

Bibi atau adik perempuan ayah : Pua ji

ABCDE : Menantu dari bermarga rendawah A manggil B,C,D,E : Salli ji, Shallaji (Adik ipar)

B,C,D,E manggil A : Paya ji, dida ji (Kakak Ipar atau Abang Ipar) A2 manggil B,C,D,E : Mama ji, Mami ji (adik dari Ibu )

B1, E2 manggil A : Pua ji, Huffer ji ( Kakak dari ayah ) C2, D1 manggil A : Mama ji, mami ji ( Kakak dari Ibu )


(1)

Gambar 17 : Acara pengalungan bunga yang dilakukan oleh kedua orang tua mempelai dan sanak-saudaranya.

Gambar 18 : Penanda tangani surat perkawinan dari Gurdwara.

Gambar 19 : Pemberian gelang sebagai tanda suku bangsa Punjabi, yang dilakukan oleh ayah mempelai perempuan kepada menantunya.


(2)

Gambar 20 : Pemberian amplop kepada mempelai perempuan dari undangannya dan setelah itu saudara perempuan mempelai laki-laki memberikan makanan kepada kakak iparnya.

Gambar 21 : Pemberian manisan berupa gula pasir (missri), yang dilakukan oleh semua keluarga mempelai perempuan.


(3)

Gambar 22 : Penyambutan kedua mempelai yang dilakukan oleh ibu mempelai laki-laki dengan cara mempelai laki-laki menarik minuman saat ibunya ingin meminumnya. Dan ini dilakukan sebagai tanda kebahagian.


(4)

Gambar 23 : Kedua mempelai menyentuh kaki ibu mempelai laki-lagi untuk meminta doa restu.

Gambar 24 : Ibunya mempelai laki-laki, mengitari uang pada bagian kepala kedua mempelai dan memberikan manisan berupa gula pasir.


(5)

Gambar 25 : Seperangkat emas yang akan diberikan pada mempelai perempuan oleh ibunya mempelai laki-laki.


(6)

Gambar 26 : Kedua mempelai meminum susu, yang diberikan oleh ibu mempelai laki-laki sebagai tanda kemanisan.

Gambar 27 : Adik dari mempelai laki-laki membuka selendang atau Chunni dan mencoba merayu kakak iparnya agar memberikan uangnya sebagai tanda bahwa mempelai perempuan telah menjadi bagian dari keluarga mereka.