dimana satu diantaranya sudah rusak namun masih difungsikan sebagai tempat sampah. Vandalisme pada obyek ini masih dianggap ada namun dalam jumlah yang
sangat kecil, hanya ditemukan satu tempat sampah yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini dengan banyak coretan sebesar 5 dari keseluruhan luas permukaan
bangku taman.
5.2 Karakteristik Pelaku Vandalisme
Karakteristik pelaku vandalisme secara keseluruhan didominasi oleh pelaku dengan jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan pada tingkat usia, pelaku vandalisme
merupakan remaja dengan kisaran usia 14-20 tahun. Peran pendidikan dalam perilaku vandalisme didominasi oleh pelaku dengan jenjnang pendidikan SMP Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Pelaku Vandalisme
No. Karakteristik
Taman Sakura Lawn
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
1 Jenis Kelamin
a. Laki-laki 26
65 28
70 b. Perempuan
14 35
12 30
2 Usia
a. 7-13 tahun 7
17,5 b. 14-20 tahun
31 77,5
28 70
c. 20 tahun 9
22,5 5
12,5 3
Pendidikan a. SD
3 7,5
b. SMP 21
52,5 27
67,5 c. SMA
19 47,5
9 22,5
d. Akademi Perguruan Tinggi
Pelaku vandalisme didominasi oleh laki-laki dengan presentase lebih besar dari 50 Tabel 5. Hal serupa juga ditemukan dalam Hindelang 1976; Mawby
1980; Murtiartini 1999; Smith 2003 yang menemukan bahwa tingkat partisipasi laki-laki dalam aksi vandalisme lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi
perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena sifat dasar perempuan yang lebih menyukai keindahan sehingga menyebabkan minimnya tingkat partisipasi wanita
dalam aksi pengrusakan. Sementara laki-laki yang lebih menyukai kegiatan rekreasi yang bersifat menantang atau berpetualang Murtiartini, 1999 sehingga memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan aksi perusakan. Dari Tabel yang sama juga diperoleh bahwa pelaku vandalisme berusia 14
hingga 20 tahun dengan presentase diatas 25 Tabel 5. Usia ini merupakan kategori remaja dimana tingkat keterlibatan mereka merupakan bagian dari perkembangan
alami mereka untuk menunjukkan identitas, mengeksplorasi, dan memanipulasi lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemarwoto 2004 yang
menyatakan bahwa vandalisme banyak dilakukan oleh remaja. Tingkah laku yang ditunjukkan oleh remaja sangat dipengaruhi emosi, sedangkan kebanyakan emosi
remaja masih sangat labil sehingga bentuk-bentuk emosi mereka sering tampak sebagai tindakan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan dampaknya Mappiare,
1982. Dalam hal peran pendidikan terhadap vandalisme, menurut Wijaya 1973
semakin tinggi pendidikan seseorang maka kesadaran akan lingkungan juga akan semakin besar karena cakrawala pengetahuannya akan semakin luas. Pernyataan ini
juga berlaku dalam sikap yang ditunjukkan oleh seseorang dalam melakukan aksi vandalisme. Dalam penelitian ini, dapat dilihat adanya bukti yang mendukung
pernyataan di atas dimana untuk keseluruhan setting dapat terlihat bahwa jenjang pendidikan SMP Sekolah Menengah Pertama merupakan pelaku vandalisme
tertinggi pada kedua setting dengan tingkat presentase diatas 20. Jenjang pendidikan pelaku vandalisme selanjutnya diikuti oleh jenjang SMA Sekolah
Menengah Akhir dan Akademi atau Perguruan Tinggi.
5.3 Hubungan Setting dengan Frekuensi Obyek Vandalisme