Kota Merauke. Populasi buaya air tawar Irian di tempat ini terus mengalami penurunan, terjadi perburuan, sangat sedikit data habitat, dan belum diketahui
persebarannya pada tiap bagian danau. Karena alasan tersebut maka dilakukanlah studi sebaran spasial dan karakteristik habitat buaya air tawar Irian di Taman
Nasional Wasur yang diharapkan mampu dijadikan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam rangka konservasi jenis buaya air tawar Irian agar tetap
lestari, terutama di Danau Rawa Biru.
1.2 Tujuan
Penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut : 1.
Mengetahui karakteristik habitat buaya air tawar Irian di Danau Rawa Biru Kampung Rawa Biru SPTN Wilayah III Wasur Taman Nasional Wasur
Kabupaten Merauke Propinsi Papua, 2.
Mengidentifikasi sebaran spasial buaya air tawar Irian di Danau Rawa Biru Kampung Rawa Biru SPTN Wilayah III Wasur Taman Nasional
Wasur Kabupaten Merauke Propinsi Papua berdasarkan pendekatan habitat dan gangguannya dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Geografi SIG.
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah menambah data dan informasi yang diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau data acuan untuk pengelolaan
buaya air tawar Irian, terutama oleh pihak Balai Taman Nasional Wasur.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buaya Air Tawar Irian Crocodylus novaeguineae
2.1.1 Klasifikasi
Menurut Direktorat Jenderal PHPA 1985 Indonesia memiliki 5 lima jenis buaya, antara lain :
1. Buaya MuaraLautBekatak Crocodylus porosus, terdapat di Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Halmahera, dan Irian Jaya, 2.
Buaya air tawar Irian Crocodylus novaeguineae terdapat di Irian Jaya, 3.
Buaya JulungSenyulong Tomistoma schlegelii terdapat di Sumatera dan Kalimantan,
4. Buaya Siam Crocodylus siamensis terdapat pada air tawar di Pulau Jawa,
dan 5.
Buaya Muara Crocodylus palustris di Jawa. Sedangkan Kurniati 2002 menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 4
empat jenis buaya, yaitu Tomistoma schlegelii, Crocodylus siamensis, Crocodylus novaeguineae
dan Crocodylus porosus. Sedangkan di Papua khususnya di TN. Wasur terdapat hanya 2 jenis buaya, yaitu Crocodylus porosus
dan Crocodylus novaeguineae. Grzimek 1975 mengatakan klasifikasi dari buaya adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Class : Reptilia
Ordo : Loricata atau Emidosauria
Famili : Crocodylidae
Subfamili : Crocodylinae
Genus : Crocodylus
Spesies : Crocodylus novaeguineae
Schmidt Crocodylus porosus
Schneider Crocodylus palustris Lesson
Crocodylus siamensis Schneider
2.1.2 Biologi
Secara umum buaya mempunyai ciri-ciri khas, yaitu termasuk binatang bertulang belakang vertebrata, lubang dubur memanjang longitudinal dan
bagian tubuh dilindungi oleh sisik yang berupa plat sisik dari zat tanduk pada bagian punggung. Kadang-kadang pada bagian perutnya disertai dengan sisik
yang lebih kuat, mempunyai empat anggota badan, dan 2 dua kaki bagian depan dengan jari masing-masing 5 buah sedangkan 2 dua kaki bagian belakangnya
masing-masing memiliki 4 empat jari dengan 3 tiga jari sebelah dalamnya berkuku. Ekornya sangat kuat dan panjang. Memiliki lubang-lubang dibagian
anterior kepala, mata vertikal dan bagian telinganya dapat digerakan. Telur lonjong dan memanjang dengan kulit yang relatif keras. Untuk mengendalikan
suhu tubuhnya, buaya selalu dapat beradaptasi dengan keadaan luar seperti cahaya matahari, air dan sebagainya Fahutan IPB PT. Inhutani II 1990.
Menurut Whitaker 1980 dalam Harto 2002, Crocodylus novaeguineae Schmidt merupakan satu-satunya spesies yang baru ditemukan oleh Schmidt pada
tahun 1928 dan relatif tidak pernah dipelajari. Ciri-ciri spesies ini adalah mempunyai 4-6 sisik post occipital yang besar. Tonjolan tulang di sisi depan
rongga matanya tidak menyolok, dua tonjolan ada di tengah-tengah antara mata dan ujung moncongnya. Sisik perut besar dengan jumlah sisik 23-27, rata-rata 25
baris. Sisik dorsal rata-rata 8 baris. Warna biasanya kelabu atau kuning pudar, kehijauan dan hitam. Buaya ini berwarna gelap sesuai dengan umur, seperti pada
buaya tua kelihatan hitam pekat. Selain itu, Kurniati 2002 mengatakan bahwa Crocodylus novaeguineae
memiliki warna coklat muda atau abu-abu kehitaman pada punggungnya dan perut berwarna kuning. Terdapat garis-garis tebal dan
bercak-bercak pada punggung serta ekor yang berwarna hitam. Jumlah baris sisik leher di bagian tenggorokan 37, dan panjang dewasa jenis buaya ini dapat
mencapai 4 meter.
2.1.3 Perilaku buaya
Buaya merupakan hewan ectotherms yang artinya mereka bergantung kepada sumber panas dari luar untuk mengatur temperatur tubuhnya. Pada pagi
hari ketika sinar matahari sudah mulai muncul, sekitar pukul 07.15, buaya keluar
dari dalam sungai menuju ketepian untuk melakukan basking berjemur. Hal ini dimaksudkan untuk menaikkan suhu tubuhnya sehingga mencapai suhu yang
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan normal dan untuk mengembalikan kalori yang hilang selama di dalam sungai pada malam harinya. Buaya umumnya
membuka mulutnya sampai matahari terik sebagai mekanisme pendinginan untuk menjaga suhu tubuhnya. Kemudian buaya masuk kedalam semak-semak yang
lembab atau kembali ke sungai dengan kondisi setengah tubuhnya terendam Anonim 1986 dalam Izzudin 1989. Buaya di alam bersifat “secretive” suka
bersembunyi dan jarang terlihat dalam kelompok. Pada sore hari buaya keluar untuk mencari makan dan pada malam hari turun ke sungai berendam di dalam
air karena suhu air lebih tinggi hangat daripada di darat Whitaker 1980 dalam Harto 2002.
Buaya menggunakan ekornya sebagai dayung saat berenang dan mampu berjalan bermil-mil tanpa memperlihatkan jejak kecuali tulang-tulang sisa dari
mangsanya sepanjang tepi sungai. Di darat buaya bergerak sangat lamban, tetapi jika terancam dapat berlari dengan kecepatan tidak terduga. Buaya juga dapat
bergerak cepat saat memburu mangsanya baik di darat maupun di air. Kelemahan buaya adalah bahwa buaya kesulitan dalam membelokkan badannya yang tidak
fleksibel karena adanya tulang rusuk yang terletak diperutnya. Oleh sebab itu, cara termudah lepas dari kejaran buaya adalah dengan membelokkan badan berbalik
arah Harto 2002. Semua buaya memperbanyak keturunannya dengan cara bertelur. Kopulasi
dilakukan di dalam air yang didahului dengan perkelahian antara buaya jantan dengan betinanya dan hanya berlangsung beberapa menit pada siang hari.
Sebelum bertelur buaya betina mempersiapkan tempat untuk bertelur yang letaknya tidak jauh dari tepi-tepi sungai yaitu dengan mengumpulkan ranting dan
daun yang telah busuk. Setelah telur diletakkan di dalam lubang yang dibuatnya, kemudian buaya tersebut menimbun sarang dengan ranting dan daun yang busuk
yang bercampur dengan lumpur. Setelah itu buaya betina menjaga sarangnya hingga telur-telurnya menetas selama tiga bulan, lalu membawa anak-anaknya ke
dalam sungai Anonim 1986 dalam Izzudin 1989.
2.1.4 Habitat dan penyebaran
Alikodra 2002 mengatakan bahwa komponen habitat yang terpenting untuk kehidupan satwa adalah makanan, air dan cover. Di alam, buaya menyukai
lingkungan yang mempunyai ciri sebagai berikut : 1.
Daerah rawa, baik rawa air payau maupun rawa air tawar, terutama daerah rawa yang terdapat banyak pohon penutup nipah, pandan, dan lain-lain
yang dapat digunakan sebagai tempat bersembunyi terutama pada saat mengintai mangsanya sekaligus sebagai tempat berlindung.
2. Berada di daerah aliran air yang mempunyai arus tenang.
3. Di daerah danau-danau yang disekitarnya banyak ditumbuhi vegetasi.
4. Di muara daerah pertemuan antara sungai dan laut menjadi tempat favorit
jenis buaya muara karena ketersediaan makanan yang cukup yaitu ikan yang banyak hidup di daerah ini.
Sebagai pembatas dari ruang pergerakan buaya adalah sifat biologis dari satwa tersebut. Daerah pergerakan terbatas pada kondisi habitat yang untuk
masing-masing jenis dibatasi oleh tingkat salinitas perairan Anonim 1986. Tingkat salinitas untuk buaya muara berkisar antara 0-35 per mill Taylor 1979.
Daerah lembab dengan sedikit sinar matahari merupakan daerah yang disukai buaya. Daerah seperti ini banyak ditemui di daerah tropis. Dalam kehidupan
buaya, selain membutuhkan lingkungan seperti tersebut di atas, ternyata juga memerlukan tempat terbuka yang yang biasanya digunakan untuk berjemur. Pada
umumnya buaya muara dapat hidup baik di air tawar maupun air asin, sedangkan buaya air tawar hanya bisa hidup di air tawar.
Kemampuan buaya hidup di air dan di darat memungkinkan buaya mendapatkan makanan yang beragam. Makanan anak buaya terdiri dari serangga
dan ikan. Tumbuh semakin besar makanan buaya meningkat ke ikan besar, burung, ular, monyet dan mamalia lain serta bahkan manusia. Buaya air tawar
Irian Crocodylus novaeguineae memiliki makanan utama berupa unggas-unggas air Neil 1946 dalam Harto 2002.
Berdasarkan ketergantungan satwa terhadap air, maka buaya termasuk dalam “water animal’, artinya sangat tergantung pada adanya air. Air merupakan
sebagian besar media hidup buaya. Perairan yang dihuni buaya dapat berupa
standing water Lentic ataupun Running water Lotic seperti sungai, rawa berair
payau atau rawa air tawar. Cover berfungsi sebagai tempat hidup, berkembang biak dan berlindung dari
bahaya, bahkan dapat pula sebagai tempat mencari makan Alikodra 2002. Pada buaya tempat hidupnya sebagian besar di air. Jika siang hari buaya berjemur di
tepian sungai, di tempat terbuka. Tempat penelurannya terletak tidak jauh dari tepi sungai, biasanya berada di tepi parit kecil dan di daerah yang terbuka. Crocodylus
novaeguineae merupakan jenis buaya yang hidup diperairan air tawar. Jenis yang
satu ini suka bersembunyi secretive dan jarang kelihatan dalam kelompok. Pada waktu siang hari Crocodylus novaeguineae menghabiskan waktunya di dalam air.
Buaya ini lebih senang daerah gelap dan menghindari panas, menggali terowongan dan bersembunyi. Pada musim kering mereka tampak bersama
sekumpulan penyu di dalam lumpur Britton 2000. Disamping itu, buaya juga memerlukan tempat terbuka untuk berjemur.
Khusus pada musim kemarau, dimana permukaan air surut, penyebaran buaya terkonsentrasi pada daerah-daerah yang relatif rendah daerah genangan air, dan
apabila musim penghujan dimana permukaan air naik, maka ruang gerak buaya akan lebih luas tersebar. Dinamika pergerakan tersebut masih memungkinkan
sejauh dalam kondisi habitat. Sifat fisik dan kimia perairan sangat berpengaruh terhadap jenis flora dan
fauna yang hidup di dalam air. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah tipe sungai, arus, kedalaman, kecerahan, suhu, pH, warna air, kadar gas terlarut dan
kadar unsur-unsur terlarut dalam air Sumawidjaja 1977. Perairan yang produktif dan ideal ada pada pH 6,5 – 8,5 dengan batas minimum O
2
terlarut 2 mgliter. Sedangkan untuk suhu berfluktuasi setiap harinya, tetapi fluktuasi yang disukai
oleh ikan tidak lebih dari 2,8
o
C dari suhu normal atau suhu rata-rata suatu perairan Ricker 1973.
2.1.5 Gangguan habitat
Habitat buaya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik dapat berupa predasi atau pemangsaan, perburuan oleh
manusia, ketersediaan makanan dan persaingan mendapatkan makanan.
Sedangkan faktor abiotik adalah suhu, pH, salinitas air, curah hujan, kerusakan habitat akibat eksploitasi hutan, ramainya lalu lintas sungai, pencemaran air dan
tekanan penduduk Anonim 1976. Anak buaya yang baru menetas biasanya dimangsa oleh elang laut, burung
enggang, musang, tikus, dan kura air tawar. Elang laut dapat membawa anak buaya yang berukuran 82 cm tanpa mengalami kesulitan. Predator buaya dewasa
adalah harimau dan manusia Grzimek 1975. Faktor terbesar yang menimbulkan gangguan habitat sehingga menurunkan populasi buaya air tawar Irian adalah
adanya perburuan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, malahan ada yang
menjadikannya sebagai mata pencaharian utama.
2.2 Sistem Informasi Geografi SIG 2.2.1 Definisi SIG
Sistem Informasi Geografi SIG merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasikan informasi-
informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan
karakteristik yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bersifat geografi: a masukan, b manajemen data penyimpanan dan
pengambilan data, c analisis dan manipulasi data, d keluaran Aronoff 1989 dalam
Prahasta 2001. Kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannya dalam
menggabungkan berbagai data yang berbeda struktur, format, dan tingkat ketepatan Barus 1999. Sehingga memungkinkan integrasi berbagai disiplin
keilmuan yang sangat diperlukan dalam penentuan pola penyebaran suatu satwa yang nantinya dapat menentukan sebaran spasial satwa tersebut dalam pada
wilayah studi.
2.2.2 Komponen SIG
Menurut Lo 1995 Sistem Informasi Geografi SIG paling tidak terdiri dari subsistem pemprosesan, subsistem analisis data dan subsistem menggunakan
informasi. Subsistem pemprosesan data mencakup pengambilan data, input dan
penyimpanan. Subsistem analisis data mencakup perbaikan, analisis data dan keluaran informasi dalam berbagai bentuk. Subsistem yang memakai informasi
memungkinkan informasi relevan diterapkan pada suatu masalah. Dalam rancangan SIG komponen input dan output data memiliki peranan
dominan membentuk arsitektur suatu sistem. Hal tersebut penting untuk memahami kedalam prosedur yang dipakai dalam kaitannya dengan masalah
inputoutput data, juga organisasi data dan pemprosesan data. Ada 3 kategori data secara luas untuk input pada suatu sistem, yaitu : Alfanumerik, Piktorial atau
grafik dan data penginderaan jauh dari bentuk digital Lo 1995. Gistut 1994 dalam Prahasta 2001 SIG merupakan sistem kompleks
yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain ditingkat fungsional dan jaringan. Sistem terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
1. Perangkat keras
SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC desktop
, workstation, hingga multiuser host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer yang luas, berkemampuan
tinggi, memiliki ruang penyimpanan harddisk yang besar, dan mempunyai kapasitas memori RAM yang besar. Walaupun demikian, fungsionalitas SIG
tidak terikat secara ketat terhadap karakteristik-karakteristik fisik perangkat keras ini sehingga keterbatasan memori pada PC pun dapat diatasi. Adapun perangkat
keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer PC, mouse, digitizer, printer, plotter,
dan scanner. 2.
Perangkat Lunak SIG merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular
dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul sehingga
tidak mengherankan jika ada perangkat SIG yang terdiri dari ratusan modul program .exe yang masing-masing dapat dieksekusi sendiri.
3. Data dan Informasi Geografi
SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara meng-Import-nya dari
perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara
mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel- tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard.
4. Manajemen
Suatu proyek SIG akan berhasil jika dikelola dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.
2.2.3 Cara kerja SIG
SIG dapat mempresentasikan real world dunia nyata di atas monitor komputer yang kemudian mempresentasikan keatas kertas. Tetapi, SIG memiliki
kekuatan lebih dan fleksibelitas daripada lembaran peta kertas. Obyek-obyek yang dipresentasikan diatas peta disebut unsur peta atau map features contohnya
taman, sungai, danau, kebun, jalan dan lain-lain. Peta yang ditampilkan bisa berupa titik, garis dan poligon serta juga menggunakan simbol-simbol grafis dan
warna untuk membantu mengidentifikasi unsur-unsur berikut deskripsinya. SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsur-unsurnya sebagai
atribut-atribut basisdata. Kemudian, SIG membentuk dan menyimpannya dalam table-tabel. Setelah itu SIG menghubungkan unsur-unsur di atas dengan tabel-
tabel bersangkutan. Dengan demikian, atribut-atribut dapat diakses melalui lokasi- lokasi unsur-unsur peta dan sebaliknya unsur-unsur peta juga dapat diakses
melalui atributnya. Karena itu, unsur itu bisa dicari dan dapat ditemukan berdasarkan atribut-atributnya.
SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atributnya di dalam satuan-satuan yang disebut layer. Sungai, bangunan, jalan, laut, batas-batas
administratif, perkebunan, dan hutan merupakan contoh layer. Kumpulan layer tersebut membentuk basisdata SIG. Dengan demikian, perancangan basisdata
merupakan hal yang esensial di dalam SIG. Rancangan basisdata akan menentukan efektifitas dan efisiensi proses-proses masukan, pengelolaan dan
keluaran SIG Prahasta 2001.
2.2.4 Aplikasi SIG Untuk Pemetaan Habitat
Kendalamasalah utama dalam menjagamelindungi preserving lingkungan global adalah bagaimana melindungi spesies tumbuhan dan satwa
langka hubungannya dengan keanekaragaman hayati dan pada waktu yang bersamaan kita juga harus mempertimbangkan kebutuhan lingkungan untuk
manusia hidup. Identifikasi habitat satwaliar sangat diperlukan dalam rangka perlindungannya dan kemungkinan perluasan area habitat yang dibutuhkannya.
Hal ini perlu untuk mengontrol kegiatan pembangunan yang sedang dilakukan dan sebaliknya mencegah spesies langka menjadi punah. Pertumbuhan populasi
manusia pada dasarnya berpengaruh besar terhadap meningkatnya kemungkinan spesies langka tersebut punah karena dapat mempengaruhi kondisi lingkungan
alam secara tiba-tiba. Pemetaan kesesuaian habitat satwaliar Wildlife habitat suitability
mapping merupakan suatu analisis hubungan komplek diantara beberapa variasi
faktor lingkungan yang tersedia dalam bentuk geografis. Model kesesuaian habitat setiap spesies satwaliar yang menjadi spesies kunci key spesies suatu
kawasan konservasi telah terlebih dahulu diidentifikasi. Setiap model
membutuhkan data kondisi makanan dan tutupan vegetasi. Faktor lainnya yang diperlukan adalah tipe hutan, topografi, sumber air, jarak dari pusat kegiatan
manusia kotadesa, dan lain-lain. Analisis ini menjalankan setiap model dalam GIS dengan tujuan untuk mengidentifikasi kawasan-kawasan yang sangat dan
cukup sesuai sebagai habitat satwaliar kunci tersebut. Dalam sistem zonasi, studianalisis ini sangat cocok dalam menentukan kawasan zona inti suatu taman
nasional Ayudi 2007.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Danau Rawa Biru Kampung Rawa Biru SPTN Wilayah III Wasur Taman Nasional Wasur Kabupaten Merauke Propinsi
Papua pada bulan April - Mei 2008 musim hujan. Sedangkan untuk mengolah dan menganalisis data dilakukan di Lab. Analisis Spasial Lingkungan Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup PPLH IPB.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian di Danau Rawa Biru TN Wasur.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain perangkat keras hardware terdiri
dari PC Komputer, Printer, Scanner dan CD-R; perangkat lunak software terdiri dari Arc View 3.2, ERDAS Imagine 8.5, MS Office, dan Adobe Photoshop CS3;
GPS Global Positioning System Garmin E-Trex Vista, kamera, perahu kole- kole, senter, kompas, meteran, jaring ikanjala, nephelometer, TDS Scan, botol
sampel, hygrometer, pH paper, Tally sheet, secchi disk, termometer, stiker label, pelampung, dan alat tulis.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah peta rupa
bumi Kabupaten Merauke, peta pemukiman Taman Nasional Wasur, peta penutupan lahan Taman Nasional Wasur, peta lokasi penelitian, formalin, dan
alkohol.
3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data