39 yang dikonsumsi relatif sama sehingga memungkinkan terjadi persaingan yang besar
antara kedua kelompok ukuran tersebut. Hal ini juga sesuai dengan penyataan Starnes 1984 yang menyatakan bahwa ikan famili Priacanthidae hidup secara
soliter atau kelompok kecil tetapi beberapa spesies membentuk kelompok besar. Tabel 16 menunjukkan nilai tumpang tindih relung makanan ikan swanggi
jantan berdasarkan selang kelas ukuran panjang. Nilai tumpang tindih relung makanan ikan betina yaitu antara ikan kelompok ukuran 105-196 mm dengan ikan
kelompok ukuran 197-288 mm yaitu sebesar 0,7873. Sama halnya dengan ikan jantan, nilai ini menunjukkan bahwa ikan betina hidup secara berkelompok sehingga
pada kelompok ukuran tersebut, memiliki jenis makanan yang dikonsumsi relatif sama.
Tabel 15. Tumpang tindih relung makanan ikan jantan berdasarkan selang kelas ukuran panjang.
SK mm 105-196
197-288 105-196
1 0,8659
197-288 1
Tabel 16. Tumpang tindih relung makanan ikan betina berdasarkan selang kelas ukuran panjang.
SK mm 105-196
197-288 105-196
1 0,7873
197-288 1
4.7. Hubungan Volume Makanan dengan Panjang Tubuh
Volume makanan ikan swanggi memiliki hubungan secara linier mengikuti persamaan regresi linier Vm = 0,036.PT-3,426 seperti terlihat pada Gambar 11. Hal
ini berarti setiap perubahan panjang tubuh total ikan swanggi sebesar 1 mm maka volume makanan ikan swanggi berubah sebesar 0,036 ml. Nilai determinasi R
2
dari regresi linier tersebut yaitu sebesar 70,6 . Nilai ini menjelaskan bahwa persamaan
linier ini telah menggambarkan 70,6 keadaan ikan swanggi di alam.
40 Gambar 11. Regresi linier antara volume makanan dengan panjang tubuh
4.8. Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Ikan Swangg
i
Ikan swanggi Priacanthus tayenus Ricahrdson, 1846 merupakan salah satu jenis ikan demersal yang umumnya mendiami suatu perairan dasar atau daerah
berbatu. Ikan ini hidup di perairan pantai di antara bebatuan karang di perairan Selat Sunda. Dilihat dari segi spesialisasi makanannya, maka ikan swanggi termasuk ikan
karnivor dan stenophagus. Oleh karena itu, untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan secara optimal dan terus menerus maka
perlu dilakukan pengelolaan aspek ekologi habitat dan juga makanannya yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1.
Perlindungan habitat karang berbatu
Berdasarkan hasil analisis makanan dari ikan swanggi, dapat diketahu bahwa makanan utamanya adalah udang-udangan yang diikuti oleh ikan yang merupakan
organisme yang hidup di daerah kolom dasar perairan. Hal ini menjadikan daerah dasar perairan harus dijaga kelestariannya karena perubahan yang terjadi di daerah
dasar periaran akan menggangu keberadaan makanan utama ikan swanggi. Keberadaan organisme tersebut dapat mempengaruhi juga keberadaan ikan swanggi
di perairan karena kelestarian daerah di dasar perairan ini akan menjaga ketersediaan makanan bagi ikan swanggi. Perlindungan habitat karang ini juga dapat dilakukan
dengan pelarangan alat tangkap yang merusak dari ekosistem terumbu karang. Oleh
Vm = 0,036. PT - 3,426 R² = 0,706
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0 7,0
8,0
50 100
150 200
250 300
Vo lu
m e
M akan
an m
l
Panjang Tubuh mm
41 karena itu, perlu adanya pengelolaan habitat di kolom dasar perairan terutama di
daerah karang berbatu seperti yang telah dilakukan pelarangan penangkapan di daerah karang Pulau Panaitan.
2. Pelarangan penangkapan pada saat kelimpahan makanan utama tinggi
Kelimpahan makanan ikan swanggi yang tinggi dipengaruhi oleh musim. Dampak positif dari musim dan fenomena upwelling adalah biomassa yang lebih
banyak dari zooplankton dan ketersediaan yg lebih besar dari jenis makananannya seperti udang Mathew and Natarajan 1989 in Sivakami et al. 2001. Hal ini juga
sesuai dengan pernyataan Nybaken 1992 in Amri 2008 yang menyatakan bahwa pada kondisi perairan Selat Sunda memiliki kandungan zat hara tinggi seperti di
daerah upwelling dengan produksi plankton hampir selalu melimpah dan diikuti dengan produksi ikan dan udang yang cukup tinggi. Namun, perlu dilakukan kajian
yang lebih lanjut mengenai daerah pasti penangkapan yang dilarang terkait dengan jumlah armada penangkapan yang beroperasi.
3. Perlindungan dan penanaman kembali ekosistem mangrove di pesisir Selat
Sunda Ekosistem mangrove mempunyai peranan penting dalam daur hidup udang
karena perairan mangrove merupakan tempat asuhan nursery ground, tempat mencari makan dan tempat berlindung. Oleh karena itu, perubahan di ekosistem
mangrove akan berdampak terhadap siklus dari udang yang menyebabkan ketersediaan makanan utama dari ikan swanggu akan terganggu.
Alternatif pengelolaan yang dilakukan sesuai dengan strategi pengelolaan yang dikemukakan oleh Lembaga Penelitian UNDIP 2000 yang menyataka bahwa
pengelolaan sumberdaya perikanan harus memiliki strategi sebagai berikut. 1. Membina struktur komunitas ikan yang produktif dan efisien agar serasi dengan
proses perubahan komponen habitat dengan dinamika antar populasi. 2. Mengurangi laju intensitas penangkapan agar sesuai dengan kemampuan
produksi dan daya pulih kembali sumberdaya ikan, sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat terjamin.
3. Mengendalikan dan mencegah setiap usaha penangkapan ikan yang dapat menimbulkan kerusakan
–kerusakan maupun pencemaran lingkungan perairan secara langsung maupun tidak langsung.
42
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Ikan swanggi termasuk ke dalam jenis ikan karnivor. Berdasarkan hasil analisis isi perutnya menunjukkan bahwa udang-udangan merupakan makanan
utama, ikan kecil merupakan makanan sekunder atau pelengkap, dan rajungan, sisa crustacea, gastropoda, chepalopoda serta bivalvia merupakan makanan insidental
atau tambahan dari ikan swanggi. Namun, semakin besar ukuran tubuhnya maka akan mengalami pergeseran makanan dari udang-udangan menjadi ikan kecil.
Ikan swanggi relatif aktif mencari makanan sehingga mempunyai kesempatan untuk mendapatkan makanan lebih banyak dan besar. Berdasarkan nilai luas relung
makanannya, ikan jantan memiliki luas relung makanan yang lebih besar daripada ikan betina dan ikan besar memiliki luas relung makanan yang lebih luas daripada
ikan kecil. Hal ini berkaitan dengan semakin besar ukuran ikan tersebut maka kemampuan bergeraknya semakin aktif daripada ikan kecil serta disertai dengan
berkembangnya bukaan mulut yang semakin besar. Berdasarkan nilai tumpang tindih relung makanan menunjukkan bahwa ikan
swanggi memiliki jenis makanan yang relatif sama antara ikan jantan dengan ikan betina serta antara ikan kecil dengan ikan besar. Hal ini menunjukkan bahwa ikan
swanggi hidup secara berkelompok.
5.2. Saran
Saran Penulis untuk penelitian kebiasaan makanan selanjutnya yaitu untuk mendapatkan data yang lebih bagus sebaiknya ikan contoh yang diambil berasal dari
alat tangkap yang non-selektif sehingga didapatkan ukuran ikan contoh yang beragam dan mewakili ikan berukuran kecil sampai besar. Untuk pertumbuhan ikan
swanggi diperlukan upaya perlindungan makanan dari degradasi habitat. Untuk pengawetan organ pencernaan ikan swanggi menggunakan formalin 10.