9 juga dipengaruhi oleh seberapa besar ikan tersebut dapat memanfaatkan sumberdaya
yang tersedia. Tumpang tindih relung makanan adalah penggunaan bersama atas seluruh
sumberdaya makanan oleh dua spesies atau lebih Colwell Futuyama 1971. Dengan kata lain, tumpang tindih makanan adalah daerah luas relung yang dihuni
oleh dua penghuni relung atau lebih. Penyeleksian makanan yang dikonsumsi dapat terjadi jika beberapa tipe mangsa hadir secara bersamaan dan adanya satu individu
yang diperebutkan oleh banyak pemangsa. Tumpang tindih relung makanan dapat terjadi bila ada kesamaan jenis
makanan yang dimanfaatkan oleh dua atau lebih kelompok ikan. Kesamaan pemanfaatan makanan atau habitat mencerminkan adanya penggunaan bersama
sumberdaya habitat atau makanan yang ada oleh dua kelompok ukuran ikan atau lebih, interspesifik, atau intraspesifik Krebs 1989.
Besarnya nilai tumpang tindih relung makanan berindikasi terjadinya kompetisi. Jika nilai tumpang tindih yang diperoleh berkisar satu maka kedua
kelompok yang dibandingkan mempunyai jenis makanan yang sama. Sebaliknya, jika nilai tumpang tindih yang diperoleh sama dengan nol maka tidak diperoleh jenis
makanan yang sama antara kedua kelompok yang dibandingkan. Nilai tumpang tindih yang tinggi dapat diakibatkan oleh kelimpahan jenis organisme yang dominan
diperairan Colwell Futuyama 1971.
2.6. Anatomi Alat Pencernaan Makanan dan Kebiasaan Makanan
Proses pencernaan makanan pada ikan swanggi melibatkan organ-organ atau alat-alat pencernaan serta kelenjar pencernaan. Proses pencernaan makanan tersebut
akan melewati mulut, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, pyloric caeca, usus, rektum, dan anus. Mulut berfungsi untuk menangkap atau mengambil makanan.
Perbedaan posisi dan bentuk mulut pada ikan dapat menunjukkan perbedaan jenis makanan dan cara mengambil makanan Affandi et al. 2004. Posisi mulut ikan
swanggi yaitu mulut terletak diujung hidung terminal. Bentuk mulut dapat disembulkan karena bibir atas dan bawah dapat ditarik ke arah anterior dan akan
menyebabkan tertariknya lipatan kulit tipis antara bibir dengan hidung dan rahang bawah FAO 1999.
10 Ikan swanggi termasuk ke dalam jenis ikan karnivor. Untuk mengetahui
kebiasaan makanannya, maka perlu dilakukan pengamatan organ-organ pencernaannya. Organ yang diamati salah satunya yaitu lambung. Lambung
merupakan organ pencernaan yang diameternya lebih besar dibandingkan dengan organ pencernaan yang lainnya. Lambung berfungsi sebagai penampung dan
pencerna makanan secara kimiawi. Organ lain yang juga berperan dalam pencernaan makanan yaitu pyloric caeca. Organ ini berupa usus-usus pendek dan buntu yang
terletak diantara lambung dan usus berfungsi untuk membantu proses pencernaan makanan dan penyerapan makanan Affandi et al. 2004.
Menurut Huet 1971, struktur anatomis organ pencernaan ikan karnivor yaitu tapis insang berjumlah sedikit, berukuran pendek, dan kaku. Rongga mulutnya
secara umum bergerigi tajam dan kuat. Lambung ikan karnivor memiliki bentuk yang bervariasi dan ususnya lebih pendek dari panjang tubuhnya.
2.7. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Dalam Undang –undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dijelaskan
bahwa pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan secara
optimal dan terus menerus. Menurut Gulland 1982, tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi :
1. Tujuan yang bersifat fisik – biologi, yaitu dicapainya tingkat pemanfaatan dalam
level hasil maksimum yang lestari maximum sustainable yield = MSY. 2. Tujuan yang bersifat ekonomi, yaitu tercapainya keuntungan maksimum dari
pemanfaatan sumberdaya ikan atau maksimalisasi profit net income dari perikanan.
3. Tujuan yang bersifat sosial, yaitu tercapainya keuntungan sosial yang maksimal, misalnya maksimalisasi penyediaan pekerjaan, menghilangkan adanya konflik
kepentingan diantara nelayan dan anggota masyarakat lainnya. Dwiponggo 1983 in Pranggono 2003 mengatakan, tujuan pengelolaan
sumberdaya perikanan dapat dicapai dengan beberapa cara, antara lain: 1. Pemeliharaan proses sumberdaya perikanan, dengan memelihara ekosistem
penunjang bagi kehidupan sumberdaya ikan.
11 2. Menjamin pemanfaatan berbagai jenis ekosistem secara berlanjut.
3. Menjaga keanekaragaman hayati plasma nuftah yang mempengaruhi ciri –ciri,
sifat dan bentuk kehidupan. 4. Mengembangkan perikanan dan teknologi yang mampu menumbuhkan industri
yang mengamankan sumberdaya secara bertanggung jawab. Badrudin 1986 in Lembaga Penelitian UNDIP 2000 menyatakan bahwa
prinsip pengelolaan sediaan ikan dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Pengendalian jumlah upaya penangkapan : tujuannya adalah mengatur jumlah
alat tangkap sampai pada jumlah tertentu. 2. Pengendalian alat tangkap : tujuannya adalah agar usaha penangkapan ikan hanya
ditujukan untuk menangkap ikan yang telah mencapai umur dan ukuran tertentu. Berdasarkan prinsip tersebut, maka pengelolaan sumberdaya perikanan harus
memiliki strategi sebagai berikut : 1. Membina struktur komunitas ikan yang produktif dan efisien agar serasi dengan
proses perubahan komponen habitat dengan dinamika antar populasi. 2. Mengurangi laju intensitas penangkapan agar sesuai dengan kemampuan
produksi dan daya pulih kembali sumberdaya ikan, sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat terjamin.
3. Mengendalikan dan mencegah setiap usaha penangkapan ikan yang dapat menimbulkan kerusakan
–kerusakan maupun pencemaran lingkungan perairan secara langsung maupun tidak langsung.
12
3. BAHAN DAN
METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan program penelitian terpadu bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan yang dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober
2011 di PPP Labuan, Kec. Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten Gambar 3 dengan interval pengambilan contoh satu bulan. Ikan contoh diperoleh dari hasil
tangkapan nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring insang dasar dan didaratkan di PPP Labuan, Banten. Pengukuran dan penimbangan ikan contoh
dilakukan di laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi 2004