Komponen Modal Sosial Tinjauan Pustaka .1 Kepemimpinan

a. Adanya kewajiban dan harapan yang dimiliki masing-masing individu dalam melakukan tindakan sosialnya. b. Adanya informasi potensial yang terjalin melalui hubungan sosial yang sifatnya informal yang dapat menyimpan dan menyampaikan informasi. c. Norma dan sanksi yang efektif. d. Hubungan kekuasaan e. Kesamaan organisasi sosial. Organisasi sosial terbentuk dari tujuan yang spesifik di mana terjadi proses pencapaian tujuan dan di dalamnya terdapat mekanisme organisasi yang cukup luas skalanya dalam usaha pencapaian tujuan bersama. f. Kesengajaan dalam membentuk organisasi. Hal ini terkait khususnya pada usaha untuk mengurangi biaya-biaya pada transaksi sosial.

2.1.5.2 Komponen Modal Sosial

Sebagai proses pembentukan modal sosial, hubungan sosial yang ada dapat dilihat sebagai sebuah hasil dari interaksi sosial yang berproses. Dari interaksi ini akan terbangun hubungan sosial antar pelaku sosial. Hubungan sosial ini didasarkan pada jalinan kepercayaan, jaringan sosial dan norma. Modal sosial yang terbentuk ini akan memengaruhi interaksi sosial yang terjadi. Maka dari itu Dharmawan 2001 menggambarkan kedudukan modal sosial dalam sistem sosial pada gambar berikut ini. Gambar 1. Kedudukan modal sosial dalam sistem sosial Putnam 1993 dalam Alfiasari 2004 menyebutkan bahwa modal sosial memiliki tiga pilar utama, yaitu: a. Kepercayaan Kepercayaan adalah sesuatu yang terbangun dari hubungan-hubungan sosial dimana terdapat peraturan yang dapat dirundingkan dalam arti terdapat “ruang terbuka” dari peraturan tersebut untuk mencapai harapan-harapan yang ingin dicapainya Seligman dalam Alfiasari, 2004. Fedderke 1999 menjelaskan bahwa modal sosial mencakup kepercayaan sosial yang memfasilitasi adanya koordinasi dan komunikasi. Koordinasi dan komunikasi yang terjalin ini akan memengaruhi terhadap tindakan kolektif yang dilakukan dalam rangka mencapai keuntungan kolektif juga. Fedderke menilai bahwa kepercayaan dapat mengurangi adanya insentif dalam memanfaatkan kesempatan. Djohan 2007 mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan bahwa individu lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan bertindak mendukung serta tidak merugikan diri sendiri dan kelompoknya. Kepercayaan merupakan fungsi yang sangat penting dalam membangun modal sosial. Tindakan kolektif yang didasari kepercayaan Terjalin hubungan Hubungan kepercayaan, norma dan jaringan Terjadi interaksi Modal sosial yang tinggi akan meningkatkan partisipasi anggota kelompok dalam beragam bentuk dan dimensi bagi kemajuan bersama. Sebaliknya, pada masyarakat dengan kepercayaan rendah akan mengundang berbagai problem sosial, misalnya saling berburuk sangka, iri, dengki dan cenderung hidup dalam suasana menjegal. Mollering dalam Djohan 2007 menyebutkan bahwa modal sosial mempunyai enam fungsi penting yaitu: 1 kepercayaan dalam arti confidence yang merupakan ranah psikologis individual sebagai sikap yang akan mendorong seseorang dalam keputusan setelah menimbang resiko yang akan diterima; 2 kerjasama yang menempatkan kepercayaan sebagai dasar hubungan antar individu tanpa saling curiga; 3 penyederhanaan pekerjaan yang memfungsikan trust sebagai sumber untuk membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja kelembagaan-kelembagaan sosial; 4 ketertiban dimana kepercayaan sebagai inducing behavior setiap individu untuk menciptakan kedamaian dan meredam kekacauan sosial; 5 pemelihara kohesivitas sosial yang membantu kerekatan setiap komponen sosial yang hidup dalam komunitas menjadi kesatuan; 6 kepercayaan sebagai modal sosial yang menjamin struktur sosial yang berdiri secara utuh yang berfungsi secara operasional serta efisien Dharmawan dalam Alfiasari, 2004 Lebih jauh Djohan 2007 mengatakan bahwa para sosiolog membagi kepercayaan pada tiga tingkatan, yaitu individual, relasi sosial dan sistem sosial. Pada tingkatan individual, kepercayaan merupakan ciri individu yang selalu bersikap jujur. Pada tingkatan hubungan sosial, kepercayaan ditandai oleh semangat kejujuran yang menyatu pada setiap hubungan sosial. Ini merupakan atribut kolektif yang lebih mudah mencapai tujuan bersama pada tingkatan sistem sosial, kepercayaan merupakan nilai publik yang perkembangannya difasilitasi oleh sistem sosial yang ada. Pengertian nilai publik di sini berarti kejujuran, yang melahirkan rasa percaya diri pada setiap orang sehingga menjadi karakter yang melekat pada setiap individu dalam masyarakat. b. Jaringan Sosial Menurut Stone dan Hughes dalam Alfiasari 2004, modal sosial mempunyai dua ukuran utama, yaitu jaringan sosial dan karakteristik jaringan sosial. Jaringan sosial dilihat dengan menggunakan beberapa ukuran, di antaranya adalah a ikatan informal yang dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dan timbal balik yang lebih familiar dan bersifat personal seperti pada ikatan keluarga, pertemanan, pertetanggaan; b ikatan yang sifatnya lebih umum, seperti ikatan pada masyarakat setempat, masyarakat umum, masyarakat dalam kesatuan, kewarganegaraan. Ikatan ini dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dan hubungan timbal balik yang sifatnya umum; dan c ikatan kelembagaan yang dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dalam kelembagaan yang ada. Misalnya pada ikatan dalam sistem kelembagaan dan hubungan kekuasaan. Sementara itu, karakteristik jaringan sosial dapat dilihat dari tiga karakteristik, yaitu: bentuk dan luas, kerapatan dan ketertutupan dan keragaman. Karakteristik bentuk dan luas misalnya mengenai jumlah hubungan informal yang terdapat dalam sebuah interaksi sosial, jumlah anggota kelompok yang mengetahui pribadi seseorang dalam sistem sosial dan jumlah kontak kerja. Kerapatan dan ketertutupan sebuah jaringan sosial dapat dilihat misalnya dengan seberapa besar sesama anggota kelompok saling mengetahui teman-teman dekatnya, di antara teman saling mengetahui satu sama lainnya atau masyarakat saling mengetahui satu dengan lainnya. Keragaman dalam jaringan sosial dikarakteristikan misalnya dari keragaman etnik anggota kelompok, dari perbedaan pendidikan dalam sebuah kelompok atau dari pencampuran budaya dalam wilayah setempat. c. Norma Sosial Djohan 2007 mendefinisikan norma sosial sebagai aturan kolektif yang diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial. Norma terbentuk dari berulangnya kebiasaan dalam interaksi keseharian yang akan menciptakan aturan-aturan main di masyarakat. Aturan-aturan kolektif ini biasanya tidak tertulis, tetapi dipahami setiap anggota masyarakat dan menentukan tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Norma-norma yang membentuk modal sosial dapat bervariasi dari hubungan timbal balik antar dua orang sampai pada hubungan kompleks dan kemudian terelaborasi menjadi doktrin. Selain terbentuk oleh aturan-aturan tertulis misalnya dalam organisasi sosial, menjalin kerjasama dalam sebuah interaksi sosial juga terkait dengan nilai-nilai tradisional. Nilai yang dimaksud misalkan kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban, ikatan timbal balik dan yang lainnya. Nilai-nilai seperti ini sebenarnya aturan tidak tertulis dalam sebuah sistem sosial yang mengatur masyarakat untuk berperilaku dalam interaksinya dengan orang lain Fukuyama, 2001 dalam Alfiasari, 2004. Selain ketiga komponen modal sosial di atas, Syahra et al. dalam Alfiasari 2004 mengemukakan tujuh karakter lainnya yang dapat dianggap sebagai unsur modal sosial. Pengklasifikasian tujuh karakter tersebut berdasarkan atas pertimbangan bahwa dengan tingkat keberadaan unsur-unsur ini juga menentukan seberapa jauh suatu kelompok masyarakat berhasil mencapai tujuan bersama. Ketujuh unsur tersebut adalah: 1 Tanggung jawab, yaitu kesadaran untuk memenuhi kewajiban sebagai cerminan rasa peduli terhadap masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama. 2 Toleransi, yaitu kesediaan untuk memberikan kelonggaran, baik dalam bentuk materi maupun non-materi sepanjang tidak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat prinsipil. 3 Kebersamaan merupakan sikap dan perilaku yang mencerminkan adanya kesediaan untuk turut terlibat dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama. 4 Kemandirian, yaitu sikap dan perilaku yang mengutamakan kemampuan diri sendiri untuk memenuhi berbagi kebutuhan tanpa tergantung pada bantuan orang lain. 5 Keterbukaan merupakan kesediaan untuk menyampaikan secara apa adanya segala hal pada orang lain yang berkepentingan menganggap bahwa mereka perlu mengetahuinya. 6 Keterusterangan, yaitu kesediaan untuk menyampaikan apa yang sesungguhnya dipikirkan atau dirasakan tanpa dihalangi oleh perasaan sungkan atau takut. 7 Empati, yaitu kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam situasi orang lain.

2.2 Kerangka Pemikiran

Salah satu pelaku yang memengaruhi keberhasilan suatu organisasi dalam proses pencapaian tujuan adalah seorang pemimpin. Faktor pemimpin merupakan salah satu faktor internal yang memengaruhi pencapaian terbentuknya modal sosial. Modal sosial diartikan sebagai suatu keadaan yang membuat masyarakat atau membuat sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama secara maksimal Djohan, 2007. Pembentukan modal sosial berorientasi pada peranan dan perilaku manusia, baik sebagai pimpinan maupun anggota. Pengaruh gaya kepemimpinan seseorang menggambarkan hubungan yang positif dengan pembentukan modal sosial, artinya seorang pemimpin akan membawa organisasinya pada pembentukan modal sosial yang kuat dengan gaya kepemimpinan yang bisa membawa kelompoknya pada proses pencapaian tujuan. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin dalam sebuah organisasi akan menentukan aktivitas dan perilaku anggotanya dalam bertindak. Gaya kepemimpinan yang mungkin diterapkan oleh pemimpin dalam menjalankan kewajibannya, antara lain gaya partisipatif, delegatif, instruktif, konsultatif. Antara gaya kepemimpinan yang satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Masing-masing gaya kepemimpinan dengan kekurangan dan kelebihannya memberikan daya tarik tertentu bagi seorang pemimpin. Pembentukan modal sosial yang memiliki komponen kepercayaan, jaringan sosial dan norma sosial dalam sebuah organisasi dapat diketahui dengan terlebih dahulu melihat bagaimana komunikasi organisasi dan juga gaya kepemimpinan. Komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas,

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIK DENGANKEPUASAN KOMUNIKASI KARYAWAN PT. SARI HUSADA HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIK DENGAN KEPUASAN KOMUNIKASI KARYAWAN PT. SARI HUSADA.

0 2 16

GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI UNGGUL Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Unggul.

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF DENGAN KOMITMEN ORGANISASI KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Partisipatif Dengan Komitmen Organisasi Karyawan.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF DENGAN KOMITMEN ORGANISASI KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Partisipatif Dengan Komitmen Organisasi Karyawan.

0 2 16

GAYA KEPEMIMPINAN, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN KINERJA KARYAWAN Gaya Kepemimpinan, Iklim Komunikasi Organisasi Dan Kinerja Karyawan (Studi Kasus di PLN APJ Surakarta).

0 3 11

GAYA KEPEMIMPINAN, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN KINERJA KARYAWAN Gaya Kepemimpinan, Iklim Komunikasi Organisasi Dan Kinerja Karyawan (Studi Kasus di PLN APJ Surakarta).

1 4 13

Hubungan gaya kepemimpinan Kepala Madrasah dan pola komunikasi organisasi dengan motivasi kerja guru Madrasah Ibtidaiyah Swasta Annur Medan Labuhan - Repository UIN Sumatera Utara

0 2 118

Hubungan persepsi gaya kepemimpinan partisipatif dengan komitmen organisasi.

0 2 93

Hubungan gaya kepemimpinan dan budaya organisasi dengan kinerja pamong belajar di SKB

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DENGAN KOMITMEN ORGANISASI

0 0 99