Uji jamur Uji cemaran mikroba

35 minyak sereh pada produk terpilih juga memiliki kemampuan sebagai antibakteri Nakahara et al.2003. Hal ini dapat dilihat dari jumlah cemaran koloni bakteri selama pemakaian dan masa simpan 30 hari pada produk K04 yang memiliki hasil cemaran lebih sedikit daripada produk K01. Kontaminasi mikroorganisme dapat menyebabkan produk menjadi berbahaya bagi kesehatan pemakainya. Oleh karena itu pada formulasi kosmetik diperlukan penggunaan bahan pengawet yang sesuai dengan ketentuan Tranggono dan Latifah 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah air, mineral, garam organik, suhu, oksigen, dan pH. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah kontaminasi pada sediaan kosmetik adalah pemilihan bahan dasar yang tepat, air yang digunakan harus memenuhi syarat air bersih, penyimpanan harus bebas debu, dan kondisi yang memenuhi syarat higienis Soraya 1996 dalam Martinalova 2004.

4.2.3.2 Uji jamur

Uji jamur dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya jamur dalam sediaan gel penolak nyamuk yang dihasilkan. Sebagaimana bakteri, jamur merupakan mikroorganisme yang sering menjadi kontaminan produk kosmetik Mitsui 1997. Sediaan gel penolak nyamuk merupakan tempat berkembang biak yang baik bagi jamur maupun bakteri. Hal ini karena sediaan ini memiliki kelembapan yang cukup tinggi. Kondisi kelembapan yang tinggi merupakan salah satu syarat media yang mendukung untuk pertumbuhan jamur maupun bakteri Tranggono dan Latifah 2007. Hasil uji jamur pada produk gel penolak nyamuk tanpa penambahan minyak sereh dan produk penolak nyamuk dengan penambahan minyak sereh 20 dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah koloni jamur kolonigram dalam produk gel penolak nyamuk K01 K04 Hari ke-0 Hari ke-30 8,0 x 10 1 2,0 x 10 1 Masa simpan 30 hari 3,0 x 10 1 0,5 x 10 1 Tabel 13 memperlihatkan pada hari ke-0, kedua produk produk tanpa minyak sereh dan produk terpilih tidak mengandung jamur. Namun pada hari 36 ke-30 masa pemakaian dan penyimpanan, produk mengandung jamur. Pada hari ke-30 setelah pemakaian, produk tanpa minyak sereh K01 mengandung jamur 8,0 x 10 1 CPU dan produk dengan penambahan minyak sereh 20 K04 sebesar 2,0 x 10 1 CPU. Setelah penyimpanan selama 30 hari, produk K01 mengandung jamur 3,0 x 10 1 CPU dan produk K04 mengandung cemaran jamur sebesar 0,5 x 10 1 CPU. Jamur pada hari ke-0 tidak dapat tumbuh pada produk gel penolak nyamuk karena pH produk yang cenderung basa pH = 9. Kondisi tersebut bukan kondisi optimum untuk perkembangan jamur karena jamur memiliki pH optimum berkisar antara 3,8-5,6 Pelczar dan Chan 1986. Hal ini juga disebabkan oleh penggunaan paraben yang memiliki fungsi sebagai antifungi Nakahara et al. 2003. Cemaran jamur setelah produk terpapar selama 30 hari dapat disebabkan adanya kontaminasi dari udara. Cemaran selama masa simpan dapat disebabkan oleh mikroorganisme pada wadah kemasan. Selain itu, cemaran jamur yang terjadi selama masa penyimpanan dapat disebabkan oleh tingginya pH produk pH=9 yang mengakibatkan menurunnya kemampuan paraben sebagai antimikroba. Aktivitas antimikroba paraben ada pada kisaran 4-8 Wade dan Weller 1994. Pada kedua uji cemaran mikroba selama pemakaian dan masa penyimpanan selama 30 hari didapatkan hasil bahwa kandungan jamur lebih sedikit dibandingkan kandungan bakteri baik pada produk tanpa minyak sereh maupun produk terpilih. Hal ini disebabkan oleh nilai pH pada produk sebesar 9 lebih mendekati pH optimum pertumbuhan bakteri pH 6,5-7,5 daripada pH optimum bagi pertumbuhan jamur yakni kisaran pH 3,8-5,6 Pelczar dan Chan 1986. Paraben sebagai bahan pengawet pada prinsipnya lebih aktif melawan jamur namun lemah melawan bakteri Tranggono dan Latifah 2007. Selain itu, minyak sereh juga memiliki kemampuan sebagai antifungi yang lebih baik daripada antibakteri Nakahara et al.2003. 5 KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan