Pemanfaatan Karagenan yang Ditambahkan Minyak Sereh Wangi pada Formula Gel Penolak Nyamuk Culex quinquefasciatus.

(1)

PEMANFAATAN KARAGENAN YANG DITAMBAHKAN

MINYAK SEREH WANGI PADA

FORMULA GEL PENOLAK NYAMUK Culex quinquefasciatus

ENIFIA DWI KISWANTI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

ENIFIA DWI KISWANTI. C34104074. Pemanfaatan Karagenan yang Ditambahkan Minyak Sereh Wangi pada Formula Gel Penolak Nyamuk Culex quinquefasciatus. Dibimbing Oleh LINAWATI HARDJITO dan SUSI SOVIANA.

Indonesia merupakan negara perairan dengan potensi rumput laut yang cukup besar. Karagenan dihasilkan dari rumput laut Euchema sp. yang dibudidayakan di berbagai perairan Indonesia. Karagenan banyak digunakan untuk bahan makanan, industri tekstil dan cat, dan sebagai pengental bahan non-pangan seperti odol dan shampo. Indonesia juga merupakan negara yang terletak di daerah tropis yang kaya dengan berbagai macam serangga. Nyamuk berperan sebagai penular beberapa penyakit maupun sebagai pengganggu kenyamanan. Diantaranya adalah nyamuk Culex quinquefasciatus yang berperan sebagai vektor penyakit kaki gajah. Pencegahan penyebaran penyakit yang kontak dengan nyamuk diantaranya menggunakan bahan-bahan alami seperti minyak atsiri. Minyak atsiri yang biasa digunakan sebagai bahan baku dalam industri flavor, toiletries dan vernist diantaranya adalah minyak sereh. Tujuan umum penelitian ini adalah memanfaatkan karagenan sebagai pembentuk gel dan minyak sereh wangi sebagai penolak nyamuk pada produk penolak nyamuk berbentuk gel.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama yaitu membuat formula gel penolak nyamuk yang menggunakan karagenan sebagai pembentuk gel yang ditambahkan minyak sereh wangi sebagai penolak nyamuk. Tahap kedua adalah mengetahui pengaruh kombinasi karagenan terpilih dan minyak sereh terhadap karakteristik produk gel yang dihasilkan, mengetahui keampuhan berbagai konsentrasi minyak sereh wangi dalam gel penolak nyamuk terhadap nyamuk Culex quinquefasciatus, dan mengetahui jumlah cemaran mikroba produk terpilih setelah pemaparan dan penyimpanan 30 hari.

Hasil penelitian tahap pertama menunjukan bahwa konsentrasi karagenan 5 % (b/v) dari total volume sampel menghasilkan gel penolak nyamuk yang memiliki karakteristik tidak mudah patah, lebih kenyal, dan tidak mengalami sineresis. Berdasarkan penelitian tahap kedua didapatkan hasil susut berat akan semakin kecil dengan semakin besarnya kandungan minyak sereh dalam produk. Pengujian angka kejatuhan nyamuk pada produk gel penolak nyamuk jam ke-6 dan angka kematian nyamuk setelah 24 jam oleh minyak sereh semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi minyak sereh yang terkandung dalam sampel.

Hasil uji cemaran mikroba setelah pemakaian 30 hari, produk kontrol memiliki cemaran bakteri sebesar 6,8 x 102 CPU dan jumlah jamur sebesar 8,0 x 101 CPU, produk gel penolak nyamuk dengan konsentrasi sereh 20 % memiliki cemaran bakteri sebesar 5,5 x 102 CPU dan jumlah jamur sebesar 2,0 x 101 CPU. Setelah masa simpan 30 hari, produk kontrol memiliki cemaran bakteri sebesar 2,0 x 102 CPU dan jumlah jamur sebesar 3,0 x 101 CPU, produk gel penolak nyamuk dengan konsentrasi sereh 20 % memiliki jumlah bakteri sebesar 5,0 x 101 CPU dan jumlah jamur sebesar 0,5 x 101 CPU.


(3)

PEMANFAATAN KARAGENAN YANG DITAMBAHKAN

MINYAK SEREH WANGI PADA

FORMULA GEL PENOLAK NYAMUK Culex quinquefasciatus

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ENIFIA DWI KISWANTI C34104074

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(4)

Judul Penelitian : PEMANFAATAN KARAGENAN YANG

DITAMBAHKAN MINYAK SEREH WANGI PADA FORMULA GEL PENOLAK NYAMUK

Culex quinquefasciatus Nama Mahasiswa : Enifia Dwi Kiswanti

NRP : C34104074

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc Dr. drh. Susi Soviana, M.Si NIP. 19620528 198703 2 003 NIP. 19630927 199002 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Karagenan yang Ditambahkan Minyak Sereh Wangi pada Formula Gel Penolak Nyamuk Culex quinquefasciatus”adalah hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2009

Enifia Dwi Kiswanti NRP C34104074


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Penelitian dengan judul ”Pemanfaatan Karagenan yang Ditambahkan

Minyak Sereh Wangi pada Formula Gel Penolak Nyamuk

Culex quinquefasciatus” merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penelitian dan penulisan skripsi serta bantuan dana yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

2. Dr. drh. Susi Soviana, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan moril dalam penelitian dan penulisan skripsi.

3. Ir. Winarti Zahiruddin, MS dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi. M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan nasehat, kritik, dan saran dalam penulisan skripsi.

4. Ibu Asadatun Abdullah, S.Pi. M.Si selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan dorongan semangatnya kepada penulis.

5. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku moderator seminar dan Bapak Agoes M. Jacoeb yang telah memberikan semangat, nasehat, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak, Ibu, Mbak Nunki Herwanti, adik-adik tercinta (Hamal Hadyan Herianto dan Hadar Rahmat Kurnianto), dan Mbahku tersayang (Mbah Soedarto dan Mbah Soedarmi) atas semua dukungan, kesabaran, dan kasih


(7)

sayang yang diberikan baik secara moril dan materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

7. Teman-teman di laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan : Alif, Hangga, Mbak Dian, Mas Luthfi, Mbak Rahma, Mbak Wiwit, Ade, Jamil, Annisa, Rinto, Nazar, Widi, dan Yayan atas bantuannya selama penelitian.

8. Ibu Ema, Pak Heri, Pak Yunus, Pak Opik, Pak Nanang selaku laboran yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

9. Pak Ade, Bang Mail, Bu Juju, staf TU lainnya, dan Mbak Heni serta Umi Mamah yang telah banyak direpotkan baik selama masa kuliah maupun masa penelitian.

10. Teman-temanku : Amel, Ayu, Dwi, Estrid, Mei, Iis, Ranti, Vika, Eka, Ika, Ratna, Dhias, An’im, Nuzul, Deri (thanks Der mo berpusing-pusing mikirin analisisku), Nico dan Erlangga atas bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama penelitian. Teman-teman GESA (Galih, Sika, Anang) sebagai penyemangat terbaik dan atas pengertiannya.

11. Dede, Tendi, Mbak Rina di stat center, dan Shelly MSP 41 yang sudah banyak membantu dari segi statistika (dari BNJ sampai Duncan) serta Jamal di pangkalan angkot untuk semua urusan kopi mengkopi hingga penjilidan. 12. THPers 41 atas kenangan, kebersamaan, dan dukungan yang telah diberikan

selama 4 tahun ini.

13. Adik-adik kelasku (THP 42, THP 43, THP 44) atas semangat kepada penulis dan tetap semangat menjalani aktivitas kampus.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2009


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 September 1986 sebagai putri kedua dari pasangan Bapak Agust Herry Kiswantoro dan Ibu Heni Purwanti Rahaju.

Penulis mengawali pendidikan di SDS Putra I Jakarta pada tahun 1992 selama 3 tahun dan menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998 di SDN 04 Pagi Jakarta Timur. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 109 Jakarta Timur dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 81 Jakarta Timur (2001-2004). Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) dan pengurus Fisheries Processing Club (FPC) periode 2007/2008. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan (2007/2008) dan asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perikanan (2007/2008). Selain itu selama perkuliahan, penulis pernah mendapatkan beasiswa dari Perusahaan Energi Mega Persada (2006/2007).

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Pemanfaatan Karagenan yang Ditambahkan Minyak Sereh Wangi pada Formula Gel Penolak Nyamuk

Culex quinquefasciatus”, dibimbing oleh Dr. Ir. Linawati Hardjito M.Sc. dan Dr. drh. Susi Soviana, M.Si.


(9)

vii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Karagenan ... 4

2.1.1 Struktur dan sifat fisiko-kimia karagenan ... 4

2.1.2 Aplikasi karagenan ... 7

2.2 Paraben.. ... 9

2.2.1 Metil paraben ... 9

2.2.2 Propil paraben ... 10

2.3 Minyak Sereh (Citronella Oil) ... 10

2.3.1 Komponen utama minyak sereh ... 11

2.3.2 Mutu minyak sereh wangi ... 11

2.3.3 Pemanfaatan minyak sereh ... 11

2.4 Penolak (Repelen) Nyamuk ... 13

2.5 Nyamuk Culex quinquefasciatus ... 13

3 METODOLOGI ... 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 16

3.3 Metode Penelitian ... 16

3.3.1 Penelitian tahap pertama ... 17

3.3.2 Penelitian tahap kedua ... 18

3.4 Metode Pengujian ... 19

3.4.1 Uji Water Holding Capacity (WHC) ... 19

3.4.2 Uji efikasi (Kim 2005) ... 20

3.4.3 Uji cemaran mikroba... 21

3.4.3.1 Uji Total Plate Count (SNI 19-2897-1992) ... 21

3.4.3.2 Uji jamur (SNI 19-2897-1992) ... 22


(10)

viii

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Penelitian Tahap Pertama ... 25

4.2 Penelitian Tahap Kedua ... 27

4.2.1 Uji Water Holding Capacity (WHC) ... 28

4.2.2 Uji efikasi ... 30

4.2.3 Uji cemaran mikroba ... 33

4.2.3.1 Uji Total Plate Count ... 33

4.2.3.2 Uji jamur ... 35

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan... 37

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(11)

PEMANFAATAN KARAGENAN YANG DITAMBAHKAN

MINYAK SEREH WANGI PADA

FORMULA GEL PENOLAK NYAMUK Culex quinquefasciatus

ENIFIA DWI KISWANTI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

RINGKASAN

ENIFIA DWI KISWANTI. C34104074. Pemanfaatan Karagenan yang Ditambahkan Minyak Sereh Wangi pada Formula Gel Penolak Nyamuk Culex quinquefasciatus. Dibimbing Oleh LINAWATI HARDJITO dan SUSI SOVIANA.

Indonesia merupakan negara perairan dengan potensi rumput laut yang cukup besar. Karagenan dihasilkan dari rumput laut Euchema sp. yang dibudidayakan di berbagai perairan Indonesia. Karagenan banyak digunakan untuk bahan makanan, industri tekstil dan cat, dan sebagai pengental bahan non-pangan seperti odol dan shampo. Indonesia juga merupakan negara yang terletak di daerah tropis yang kaya dengan berbagai macam serangga. Nyamuk berperan sebagai penular beberapa penyakit maupun sebagai pengganggu kenyamanan. Diantaranya adalah nyamuk Culex quinquefasciatus yang berperan sebagai vektor penyakit kaki gajah. Pencegahan penyebaran penyakit yang kontak dengan nyamuk diantaranya menggunakan bahan-bahan alami seperti minyak atsiri. Minyak atsiri yang biasa digunakan sebagai bahan baku dalam industri flavor, toiletries dan vernist diantaranya adalah minyak sereh. Tujuan umum penelitian ini adalah memanfaatkan karagenan sebagai pembentuk gel dan minyak sereh wangi sebagai penolak nyamuk pada produk penolak nyamuk berbentuk gel.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama yaitu membuat formula gel penolak nyamuk yang menggunakan karagenan sebagai pembentuk gel yang ditambahkan minyak sereh wangi sebagai penolak nyamuk. Tahap kedua adalah mengetahui pengaruh kombinasi karagenan terpilih dan minyak sereh terhadap karakteristik produk gel yang dihasilkan, mengetahui keampuhan berbagai konsentrasi minyak sereh wangi dalam gel penolak nyamuk terhadap nyamuk Culex quinquefasciatus, dan mengetahui jumlah cemaran mikroba produk terpilih setelah pemaparan dan penyimpanan 30 hari.

Hasil penelitian tahap pertama menunjukan bahwa konsentrasi karagenan 5 % (b/v) dari total volume sampel menghasilkan gel penolak nyamuk yang memiliki karakteristik tidak mudah patah, lebih kenyal, dan tidak mengalami sineresis. Berdasarkan penelitian tahap kedua didapatkan hasil susut berat akan semakin kecil dengan semakin besarnya kandungan minyak sereh dalam produk. Pengujian angka kejatuhan nyamuk pada produk gel penolak nyamuk jam ke-6 dan angka kematian nyamuk setelah 24 jam oleh minyak sereh semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi minyak sereh yang terkandung dalam sampel.

Hasil uji cemaran mikroba setelah pemakaian 30 hari, produk kontrol memiliki cemaran bakteri sebesar 6,8 x 102 CPU dan jumlah jamur sebesar 8,0 x 101 CPU, produk gel penolak nyamuk dengan konsentrasi sereh 20 % memiliki cemaran bakteri sebesar 5,5 x 102 CPU dan jumlah jamur sebesar 2,0 x 101 CPU. Setelah masa simpan 30 hari, produk kontrol memiliki cemaran bakteri sebesar 2,0 x 102 CPU dan jumlah jamur sebesar 3,0 x 101 CPU, produk gel penolak nyamuk dengan konsentrasi sereh 20 % memiliki jumlah bakteri sebesar 5,0 x 101 CPU dan jumlah jamur sebesar 0,5 x 101 CPU.


(13)

PEMANFAATAN KARAGENAN YANG DITAMBAHKAN

MINYAK SEREH WANGI PADA

FORMULA GEL PENOLAK NYAMUK Culex quinquefasciatus

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ENIFIA DWI KISWANTI C34104074

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(14)

Judul Penelitian : PEMANFAATAN KARAGENAN YANG

DITAMBAHKAN MINYAK SEREH WANGI PADA FORMULA GEL PENOLAK NYAMUK

Culex quinquefasciatus Nama Mahasiswa : Enifia Dwi Kiswanti

NRP : C34104074

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc Dr. drh. Susi Soviana, M.Si NIP. 19620528 198703 2 003 NIP. 19630927 199002 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002


(15)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Karagenan yang Ditambahkan Minyak Sereh Wangi pada Formula Gel Penolak Nyamuk Culex quinquefasciatus”adalah hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2009

Enifia Dwi Kiswanti NRP C34104074


(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Penelitian dengan judul ”Pemanfaatan Karagenan yang Ditambahkan

Minyak Sereh Wangi pada Formula Gel Penolak Nyamuk

Culex quinquefasciatus” merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penelitian dan penulisan skripsi serta bantuan dana yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

2. Dr. drh. Susi Soviana, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan moril dalam penelitian dan penulisan skripsi.

3. Ir. Winarti Zahiruddin, MS dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi. M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan nasehat, kritik, dan saran dalam penulisan skripsi.

4. Ibu Asadatun Abdullah, S.Pi. M.Si selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan dorongan semangatnya kepada penulis.

5. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku moderator seminar dan Bapak Agoes M. Jacoeb yang telah memberikan semangat, nasehat, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak, Ibu, Mbak Nunki Herwanti, adik-adik tercinta (Hamal Hadyan Herianto dan Hadar Rahmat Kurnianto), dan Mbahku tersayang (Mbah Soedarto dan Mbah Soedarmi) atas semua dukungan, kesabaran, dan kasih


(17)

sayang yang diberikan baik secara moril dan materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

7. Teman-teman di laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan : Alif, Hangga, Mbak Dian, Mas Luthfi, Mbak Rahma, Mbak Wiwit, Ade, Jamil, Annisa, Rinto, Nazar, Widi, dan Yayan atas bantuannya selama penelitian.

8. Ibu Ema, Pak Heri, Pak Yunus, Pak Opik, Pak Nanang selaku laboran yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

9. Pak Ade, Bang Mail, Bu Juju, staf TU lainnya, dan Mbak Heni serta Umi Mamah yang telah banyak direpotkan baik selama masa kuliah maupun masa penelitian.

10. Teman-temanku : Amel, Ayu, Dwi, Estrid, Mei, Iis, Ranti, Vika, Eka, Ika, Ratna, Dhias, An’im, Nuzul, Deri (thanks Der mo berpusing-pusing mikirin analisisku), Nico dan Erlangga atas bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama penelitian. Teman-teman GESA (Galih, Sika, Anang) sebagai penyemangat terbaik dan atas pengertiannya.

11. Dede, Tendi, Mbak Rina di stat center, dan Shelly MSP 41 yang sudah banyak membantu dari segi statistika (dari BNJ sampai Duncan) serta Jamal di pangkalan angkot untuk semua urusan kopi mengkopi hingga penjilidan. 12. THPers 41 atas kenangan, kebersamaan, dan dukungan yang telah diberikan

selama 4 tahun ini.

13. Adik-adik kelasku (THP 42, THP 43, THP 44) atas semangat kepada penulis dan tetap semangat menjalani aktivitas kampus.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2009


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 September 1986 sebagai putri kedua dari pasangan Bapak Agust Herry Kiswantoro dan Ibu Heni Purwanti Rahaju.

Penulis mengawali pendidikan di SDS Putra I Jakarta pada tahun 1992 selama 3 tahun dan menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998 di SDN 04 Pagi Jakarta Timur. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 109 Jakarta Timur dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 81 Jakarta Timur (2001-2004). Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) dan pengurus Fisheries Processing Club (FPC) periode 2007/2008. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan (2007/2008) dan asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perikanan (2007/2008). Selain itu selama perkuliahan, penulis pernah mendapatkan beasiswa dari Perusahaan Energi Mega Persada (2006/2007).

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Pemanfaatan Karagenan yang Ditambahkan Minyak Sereh Wangi pada Formula Gel Penolak Nyamuk

Culex quinquefasciatus”, dibimbing oleh Dr. Ir. Linawati Hardjito M.Sc. dan Dr. drh. Susi Soviana, M.Si.


(19)

vii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Karagenan ... 4

2.1.1 Struktur dan sifat fisiko-kimia karagenan ... 4

2.1.2 Aplikasi karagenan ... 7

2.2 Paraben.. ... 9

2.2.1 Metil paraben ... 9

2.2.2 Propil paraben ... 10

2.3 Minyak Sereh (Citronella Oil) ... 10

2.3.1 Komponen utama minyak sereh ... 11

2.3.2 Mutu minyak sereh wangi ... 11

2.3.3 Pemanfaatan minyak sereh ... 11

2.4 Penolak (Repelen) Nyamuk ... 13

2.5 Nyamuk Culex quinquefasciatus ... 13

3 METODOLOGI ... 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 16

3.3 Metode Penelitian ... 16

3.3.1 Penelitian tahap pertama ... 17

3.3.2 Penelitian tahap kedua ... 18

3.4 Metode Pengujian ... 19

3.4.1 Uji Water Holding Capacity (WHC) ... 19

3.4.2 Uji efikasi (Kim 2005) ... 20

3.4.3 Uji cemaran mikroba... 21

3.4.3.1 Uji Total Plate Count (SNI 19-2897-1992) ... 21

3.4.3.2 Uji jamur (SNI 19-2897-1992) ... 22


(20)

viii

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Penelitian Tahap Pertama ... 25

4.2 Penelitian Tahap Kedua ... 27

4.2.1 Uji Water Holding Capacity (WHC) ... 28

4.2.2 Uji efikasi ... 30

4.2.3 Uji cemaran mikroba ... 33

4.2.3.1 Uji Total Plate Count ... 33

4.2.3.2 Uji jamur ... 35

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan... 37

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(21)

ix

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Standar mutu karagenan menurut FCC, FDA, dan FAO ... 6

2. Sifat-sifat fisiko-kimia karagenan ... 7

3. Kriteria Mutu Minyak Sereh Wangi (SNI 06-3953-1995) ... 12

4. Perlakuan pada penelitian tahap pertama ... 17

5. Komposisi media Nutrien Agar (SNI 19-2897-1992)... 22

6. Komposisi media Potato Dextrose Agar (MacFaddin 1985)... 23

7. Hasil formulasi gel penelitian tahap pertama…... 25

8. Hasil formulasi yang digunakan pada penelitian tahap kedua ……… 27

9. Hasil persamaan linier WHC... 28

10. Angka kejatuhan nyamuk Culex quinquefasciatus terhadap gel penolak nyamuk beraroma minyak sereh pada jam ke-6 (dalam persen) ... 30

11. Angka kematian nyamuk Culex quinquefasciatus terhadap gel penolak nyamuk beraroma minyak sereh pada jam ke-24 (dalam persen) ... 31

12. Jumlah koloni bakteri (koloni/gram) ... 33


(22)

x

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Struktur kapa, iota, lambda karagenan (Cargill Inc. 2007) ... 5 2. Nyamuk Culex quinquefasciatus ... 15 3. Diagram alir pembuatan gel penolak nyamuk ... 19 4. Produk gel penolak nyamuk yang diuji pada tahap kedua ... 27 5. Grafik hasil penentuan WHC penelitian tahap kedua ... 28 6. Hasil uji efikasi minyak sereh dalam gel penolak nyamuk terhadap

angka kejatuhan hewan uji pada jam ke-6 ... 30 7. Hasil uji efikasi minyak sereh dalam gel penolak nyamuk terhadap


(23)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Tabel pengukuran susut berat ... 45 2. Tabel uji angka kejatuhan dan angka kematian nyamuk ... 46 3. Tabel pengukuran susut berat gel penolak nyamuk selama 30 hari masa

pemaparan ... 47 4. Tabel WHC rata-rata gel penolak nyamuk selama 30 hari masa

pemaparan (dalam %) ... 48 5. Tabel angka kejatuhan dan angka kematian gel penolak nyamuk

terhadap nyamuk Culex quinquefasciatus ... 49 6. Hasil analisis dan uji statistik (ANOVA) untuk nilai angka kejatuhan

nyamuk Culex quinquefasciatus pada uji efikasi ... 50 7. Hasil analisis dan uji statistik (ANOVA) untuk nilai angka kematian

nyamuk Culex quinquefasciatus pada uji efikasi ... 52 8. Tabel hasil uji cemaran mikroba selama 30 hari ... 54 9. Gambar selama penelitian ... 56 10. SNI lotio bayi (SNI 16-4952-1998) ... 59


(24)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan Indonesia memiliki potensi rumput laut yang cukup besar. Sejak dulu penduduk yang tinggal di daerah pantai telah memanfaatkan rumput laut dalam berbagai bentuk, misalnya dimakan mentah sebagai lalap, dibuat sayur, acar, kue, atau puding dan manisan, serta bahan untuk obat-obatan. Di Indonesia terdapat berbagai jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis penting. Jenis rumput laut Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis penting adalah dari kelas Rhodophyceae yang mengandung karagenan dan agar-agar. Jenis alga yang

mengandung karagenan antara lain Euchema cottonii, E. spinosum, dan

Chondrus crispus (Sulaeman 2006).

Karagenan dihasilkan dari rumput laut Euchema sp. yang dibudidayakan

di berbagai perairan Indonesia (Hardjito dalam Anonima 2006). Agroindustri

Karagenan Indonesia memperkirakan bahwa untuk produk olahan rumput

laut yaitu karagenan, Indonesia mampu menguasai pasar dunia sekitar 13 % tahun 2007; 13,7 % pada tahun 2008; 14 % pada tahun 2009; dan sekitar 15 % pada tahun 2010 (Sulaeman 2006). Fungsi utama karagenan adalah sebagai pembentuk gel dan penstabil emulsi (Suptijah 2002). Saat ini, karagenan banyak digunakan sebagai bahan makanan, pembentuk gel dalam selai, sirup, saus, makanan bayi, produk susu, daging ikan, bumbu, dan sebagainya. Senyawa ini juga digunakan di bidang industri tekstil dan cat, serta untuk mengentalkan bahan bukan pangan seperti odol, kosmetik, shampo, dan bahan kecantikan lainnya (Angka dan Suhartono 2000).

Indonesia selain merupakan negara perairan, juga merupakan negara yang terletak di daerah tropis yang kaya dengan berbagai macam serangga, baik yang bermanfaat maupun yang merugikan manusia. Nyamuk adalah golongan serangga yang merugikan manusia, baik karena berperan sebagai penular beberapa penyakit maupun sebagai pengganggu kenyamanan. Nyamuk memiliki

beragam jenis, seperti nyamuk vektor malaria Anopheles sp., nyamuk demam

berdarah seperti Aedes aegypti, nyamuk rawa-rawa Mansonia uniformes, nyamuk


(25)

2 Toxorhynchites. Nyamuk yang sering terdapat di daerah pemukiman penduduk

adalah Culex quinquefasciatus yang berperan sebagai penular penyakit kaki gajah

atau filariasis Wuchereria bancrofti (Sigit et al. 2006).

Penyakit kaki gajah tersebar luas hampir di seluruh propinsi Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survai pada tahun 2000, tercatat sebanyak 1.553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk tertular

karena nyamuk vektor tersebar luas (Anonimb 2007).

Pencegahan penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk telah lama dilakukan. Sejak tahun 1970, penelitian pengembangan cara perlindungan terhadap nyamuk dan serangga lain penghisap darah telah dimulai. Perlindungan dilakukan dengan cara fisik (menggunakan kelambu) hingga penggunaan

bahan-bahan sintetis, yakni lotion ataupun obat anti nyamuk (Kirnowardoyo et al. 1989).

Penggunaan obat anti nyamuk komersial diketahui telah mengakibatkan beberapa masalah seperti resistensi serangga target dan pencemaran lingkungan (Bulletin WHO 1967 dalam Daniel 2008). Oleh sebab itu perlu dikembangkan produk anti nyamuk dengan menggunakan bahan-bahan alami. Bahan alami yang dapat digunakan yakni karagenan sebagai pembentuk gel dan minyak atsiri sebagai penolak nyamuk.

Minyak atsiri merupakan komoditi yang penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Dari 33 jenis minyak atsiri yang ada di Indonesia, 12 macam telah berkembang dan 8 macam telah diekspor dan diantaranya adalah minyak sereh. Minyak sereh juga merupakan bahan baku

dalam industri flavor, fragrance, parfum, sabun mandi, semir sepatu, dan vernist

(Ketaren et al. 1986).

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Membuat formula gel penolak nyamuk yang menggunakan karagenan

sebagai pembentuk gel yang ditambahkan minyak sereh wangi sebagai penolak nyamuk.


(26)

3

b. Mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi karagenan terpilih dan

berbagai konsentrasi minyak sereh wangi terhadap karakteristik gel penolak nyamuk yang dihasilkan.

c. Mengetahui keampuhan berbagai konsentrasi minyak sereh wangi dalam

gel penolak nyamuk terhadap nyamuk rumah Culex quinquefasciatus.

d. Mengetahui jumlah cemaran mikroba pada produk gel penolak nyamuk


(27)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karagenan

Karagenan adalah campuran dari polisakarida yang mengandung sulfat yang diekstrak dari alga merah atau Rhodopyceae (Aidsinfo 2003). Karagenan adalah nama umum dari golongan polisakarida pembentuk gel dan pengental yang diperoleh secara komersial melalui proses ekstraksi dari spesies alga merah (Rhodopyceae) tertentu. Beberapa spesies utama yang saat ini digunakan untuk

memproduksi karagenan berasal dari genera-genera seperti Gigartina,

Chondrus crispus, Iridaea, dan Euchema (Van de Velde dan De Ruiter 2005). Karagenan telah digunakan sebagai bahan pengental dan penstabil pada makanan di Eropa dan Asia timur sejak beberapa tahun lalu. Di Eropa, penggunaan karagenan dimulai sejak lebih dari 600 tahun yang lalu, yaitu di daerah Irlandia. Di sebuah desa yang bernama Carraghen yang terletak di pantai

selatan Irlandia, flan (kue pastry) dibuat dengan memasak irish moss (spesies alga

merah, Chondrus crispus) dengan susu. Carragenan (karagenan) yang pada

mulanya digunakan untuk menamakan ekstrak dari Chondrus crispus diambil dari

nama desa tersebut (Tseng 1945 dalam Van de Velde dan De Ruiter 2005).

Agroindustri karagenan Indonesia memperkirakan bahwa untuk produk

olahan rumput laut yaitu karagenan, Indonesia mampu menguasai pasar dunia sekitar 13% (tahun 2007); 13,7% pada tahun 2008; 14% pada tahun 2009; dan sekitar 15% pada tahun 2010 (Sulaeman 2006).

2.1.1 Struktur dan sifat fisiko-kimia karagenan

Karagenan adalah polisakarida linier yang tersusun atas unit-unit galaktosa

dan 3,6-anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik α(1,3) dan β(1,4) secara

bergantian. Pada beberapa atom hidroksil, terikat gugus sulfat dengan ikatan ester (Angka dan Suhartono 2000). Karagenan dikelompokkan berdasarkan gugus 3,6-anhidrogalaktosa dan jumlah serta posisi dari gugus ester sulfatnya. Berdasarkan cara pengelompokkannya tersebut, karagenan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu karagenan jenis kappa, iota dan lambda (Glicksman 1982 dalam Angka dan Suhartono 2000).


(28)

5

Kappa karagenan terdiri dari gugus ester sulfat sebesar 25 % dan 3,6-anhidrogalaktosa 34 %, sedangkan iota karagenan memiliki gugus ester sulfat sebesar 32 % dan 3,6-anhidrogalaktosa sebesar 30 %. Lambda karagenan terdiri

dari 35 % gugus ester sulfat dengan sedikit atau tidak ada kandungan 3,6-anhidrogalaktosa (Imeson 2000). Ketiga macam karagenan ini selain

dibedakan berdasarkan gugus 3,6-anhidrogalaktosa dan ester, juga dibedakan

karena sifat jeli yang terbentuk. Iota karagenan berupa jeli lembut dan fleksibel

atau lunak. Kappa karagenan jeli bersifat kaku dan getas serta keras. Lambda

karagenan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk cair yang viscous

(Fardiaz 1989). Sekitar 70 % dari produksi karagenan di dunia adalah kappa

karagenan (Anonimc 2004). Struktur karagenan kappa, iota, dan lambda dapat

dilihat pada Gambar 1.

Kappa karagenan Iota karagenan

Lambda karagenan

Gambar 1. Struktur kappa, iota dan lambda karagenan (Cargill Inc. 2007).

Karagenan komersial (food grade) memiliki berat molekul rata-rata antara

400-600 kDa dan minimal 100 kDa (Van de Velde dan De Ruiter 2005). Karagenan mempunyai sifat unik yang tidak dapat digantikan dengan jenis gum lainnya. Kegunaan karagenan dinilai dari dua kunci utama, yakni kemampuannya untuk membentuk gel yang kuat dengan garam tertentu atau jenis gum lain dan kemampuannya untuk berinteraksi dengan protein tertentu (Fardiaz 1989).


(29)

6 Karagenan terutama digunakan dalam industri makanan dengan beberapa aplikasi

dalam industri toiletries (Anonimc 2004). Analisis kimia karagenan menurut Food

and Agriculture Organization (FAO) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar mutu karagenan menurut FAO

Spesifikasi FAO

Kehilangan akibat pengeringan (%) Maks. 12

pH 8-11

Viskositas 1.5% sol, cP Min. 5

Sulfat (%) 15-40

Abu (%) 15-40

Abu tak larut asam (%) Maks. 1

Bahan tak larut asam (%) Maks. 2

Residu pelarut (%) Maks. 0.1

TPC (cfu/g) Maks. 5000

Arsen (mg/kg) Maks. 3

Timbal (mg/kg) Maks. 2

Cadmium (mg/kg) Maks. 2

Merkuri (mg/kg) Maks. 1

Sumber : McHugh (2003)

Berdasarkan metode produksi yang digunakan, karagenan dibedakan

menjadi dua, yaitu semi-refined dan refined karagenan (McHugh 2003).

Semi-refined karagenan dibuat dari spesies rumput laut Euchema yang banyak

terdapat di daerah Indonesia dan Filipina. Tipe karagenan semi-refined ini

diperoleh melalui proses yang lebih hemat daripada proses yang digunakan untuk

menghasilkan refined karagenan. Karagenan semi-refined mengandung lebih

banyak bahan-bahan yang tidak larut dalam asam (8-15 %) dibandingkan refined

karagenan (2 %). Bahan-bahan yang tidak larut asam terutama adalah selulosa yang biasanya terdapat pada dinding sel alga. Dalam hal kandungan logam berat,

karagenan semi-refined memiliki kandungan yang lebih tinggi dibandingkan

refined karagenan (Imeson 2000). Adapun sifat fisiko-kimia karagenan ditunjukkan dalam Tabel 2.


(30)

7 Tabel 2. Sifat-sifat fisiko-kimia karagenan

Kappa Iota Lambda

Kelarutan :

air panas (80 °C) larut larut larut

air dingin (20 °C) Garam Na larut,

garam K dan Ca tidak larut

Garam Na larut larut

susu panas (80 °C) larut larut larut

susu dingin (20 °C) Garam Na, K dan Ca

tidak larut

Tidak larut Mengental

Larutan gula 50 % Larut, panas Sukar larut Larut

Larutan garam 10 % Tidak larut Larut, panas Larut, panas

Karakteristik gel :

Efek kation Gel lebih kuat

dengan ion potassium

Gel lebih kuat dengan ion

kalsium

Tidak membentuk gel

Tipe gel Kuat dan rapuh Elastis Tidak

membentuk gel

Shear reversible gel Tidak Ya Tidak

membentuk gel

Sineresis Ya Tidak -

Histeresis 10-20oC 5-10oC -

Stabilitas freezing

-thawing

Tidak Ya Ya

Efek sinergis dengan locust bean gum

Ya Tidak Tidak

Efek sinergis dengan konjac

Ya Tidak Tidak

Efek sinergis dengan pati

Tidak Ya Tidak

Stabilitas*

pH netral dan alkali Stabil Stabil Stabil

pH asam Terhidrolisis pada

larutan jika dipanaskan. Stabil

dalam bentuk gel

Terhidrolisis dalam larutan.

Stabil dalam bentuk gel

Terhidrolisis

Sumber : Imeson (2000); * Glicksman (1983)

2.1.2 Aplikasi karagenan

Aplikasi utama karagenan yaitu pada industri makanan terutama dairy

product. Pada industri makanan, karagenan digunakan sebagai stabilizer, thickener, gelling agent, zat tambahan (additive) dalam proses pengolahan


(31)

8 cokelat, susu, puding, susu instan, dan makanan kaleng (Juwita 2007). Jumlah

karagenan yang digunakan berkisar 0,01-0,05 %. Pada produk keju dan ice cream

karagenan berfungsi sebagai penstabil, pengontrol tekstur produk dan pengikat air. Pada produk cokelat dan susu, selain berfungsi sebagai penstabil, karagenan dapat

memberikan mouth feel. Karagenan dapat digunakan pada produk daging.

Penggunaan semi refined karagenan terbesar adalah untuk makanan ternak, yaitu

5.500 ton setiap tahunnya (McHugh 2003). Kappa karagenan yang ditambahkan pada susu cokelat dapat mencegah terjadinya pemisahan lemak dan menstabilkan cokelat (Van de Velde dan De Ruiter 2005).

Saat ini, pemanfaatan karagenan tidak hanya terbatas pada industri makanan saja, tetapi juga pada industri-industri lain seperti farmasi, kosmetika, bioteknologi, tekstil, dan lain sebagainya. Pada industri farmasi, karagenan

digunakan sebagai bahan pengental (suspensi), emulsi dan stabilizer pada proses

pembuatan pasta gigi, obat-obatan, minyak mineral, dan lain-lain. Selain itu, karagenan juga digunakan dalam industri tekstil, cat dan keramik. Industri pasta gigi merupakan industri terbesar di Indonesia yang menggunakan karagenan (FMC 1977 dalam Juwita 2007). Hal ini dikarenakan kemampuan karagenan sebagai pengental dalam pasta gigi untuk mengikat air secara efektif dan membentuk gel yang lunak yang sangat stabil terhadap degradasi enzimatis (Skensved 2004).

Dalam industri kosmetik karagenan dapat digunakan pada gel, cream,

lotion, hair care, skin and body product. Gel karagenan meningkatkan kestabilan emulsi dengan menjaga droplet minyak dan mencegah pemisahan bahan yang

tidak larut (non soluble), seperti pigmen (Van de Velde dan De Ruiter 2005).

Diperkirakan sekitar 200 ton per tahun karagenan digunakan pada produk

non-pangan seperti pada air freshner gel (McHugh 2003). Gel dari karagenan

berfungsi sebagai pengemulsi minyak pengharum pada bahan hidrofobik. Karagenan yang dijadikan bahan pembuat gel pengharum ruangan berfungsi

melepaskan minyak aroma secara perlahan (slow release) (Hargreaves 2003).

Pada produk pengharum ruangan berbentuk gel dibuat dengan menggunakan karagenan yang dikombinasikan dengan gum jenis lain serta garam pembentuk gel (hingga 2,5 % b/b dari gum). Kombinasi tersebut mengikat minyak pengharum


(32)

9 sehingga pelepasan terjadi secara bersamaan dari permukaan gel hingga gel mengering (Van de Velde dan De Ruiter 2005).

2.2 Paraben

Paraben adalah suatu bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet dalam makanan dan kosmetik dan produk terapi. Paraben merupakan nama umum dari ester asam p-hidroksibenzoat (Umbach 1991). Paraben merupakan antibakteri, antifungi serta memiliki fungsi sebagai antioksidan

(Goldfranks et al. 2002). Pada prinsipnya bahan ini aktif melawan jamur namun

lemah melawan bakteri (Tranggono dan Latifah 2007). Aktivitas antimikroba paraben efektif pada pH 4-8. Efek sebagai pengawet menurun dengan meningkatnya pH (Wade dan Weller 1994).

Paraben terbagi menjadi beberapa jenis yakni metil paraben, etil paraben, propil paraben, dan butil paraben (Umbach 1991). FDA menyatakan bahwa kedua jenis paraben yakni metil paraben dan propil paraben merupakan jenis pengawet yang banyak digunakan dalam formulasi kosmetik baik secara tunggal maupun campuran. Konsentrasi paraben yang diperbolehkan ada dalam suatu produk kosmetik dan makanan di Amerika Serikat hanya berkisar antara 0,1-0,3 %. Menurut WHO, konsentrasi maksimum metil dan propil paraben

dalam tubuh manusia sebesar 10 mg/kg berat tubuh (Goldfrank et al. 2002).

2.2.1 Metil paraben

Metil paraben adalah metil ester dari asam p-hidroksibenzoat. Bersifat stabil, bahan non volatil yang digunakan sebagai antimikroba pada makanan, obat-obatan, dan kosmetik selama lebih dari 50 tahun. Metil paraben mudah diabsorbsi oleh kulit dan saluran pernafasan. Berdasarkan hasil uji pada binatang metil paraben menunjukan sifat tidak beracun jika terhirup ataupun

dikonsumsi (Soni et al. 2002). Metil paraben memiliki keaktifan paling rendah

dari seluruh paraben. Aktivitas dapat diperbaiki dengan mengkombinasikannya dengan paraben jenis lain (Wade dan Weller 1994).

Penggunaan produk yang mengandung metil paraben pada kulit normal umumnya tidak menunjukan tanda iritasi kulit tetapi reaksi alergi terhadap produk yang mengandung metil paraben pernah dilaporkan. Metil paraben tidak bersifat


(33)

10

karsinogenik maupun mutagenik. Metil Paraben disebut juga sebagai Nipigin,

Tegosept, atau Mycocten. Penggunaan metil paraben membantu menghambat

pertumbuhan larva dan pupa Drosophila pada makanan (Soni et al. 2002).

2.2.2 Propil paraben

Propil paraben merupakan ester dari asam p-hidroksibenzoat. Propil paraben merupakan bahan stabil dan non volatil yang digunakan sebagai pengawet dalam makanan, obat-obatan, dan kosmetik selama lebih dari 50 tahun. Propil paraben tidak bersifat karsinogenik, mutagenik, klastogenik, ataupun sitogenik.

Propil paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan paraben lain maupun antimikroba lain. Propil paraben banyak ditemukan pada bahan alami, berbagai tanaman dan beberapa serangga. Propil paraben sintetik banyak digunakan dalam industri kosmetik, industri farmasi, dan makanan. Bahan ini banyak ditemukan dalam kandungan larutan pada bahan kosmetik

seperti cream, lotion, shampoo dan produk mandi lainnya sebagai bahan

pengawet. Penggunaan kosmetik yang mengandung propil paraben pada kulit normal umumnya tidak menunjukan tanda iritasi. Namun, reaksi alergi terhadap

produk yang mengandung propil paraben pernah dilaporkan (Soni et al. 2001).

2.3 Minyak Sereh (Citronella Oil)

Minyak sereh atau Citronella Oil adalah minyak esensial yang didapatkan

dari daun dan batang sereh (Cymbopogon nardus). Sereh yang biasa

diperdagangkan dibagi dalam dua kategori yaitu Ceylon citronela oil yang

diperoleh dari Cymbopogon nardus dan Java citronella oil dari Cymbopogon

winterianus. Java citronela oil adalah produk yang kualitasnya lebih tinggi

dibandingkan dengan Seilon (Sigit et al. 2006). Sereh Jawa biasa disebut sebagai

sereh dapur atau lemon grass karena beraroma seperti lemon. Aroma yang

tercipta berasal dari sebuah gugus aldehid yakni sitral. Minyak sereh yang umum diperdagangkan memiliki kadar sitral minimal 75 % (Guenter 1948).


(34)

11 2.3.1 Komponen utama minyak sereh

Senyawa utama minyak sereh wangi adalah sitronellal, geraniol, dan sitronellol. Senyawa-senyawa tersebut merupakan bahan volatil. Sitronellal adalah senyawa berbentuk cairan yang tak berwarna dan berbau wangi seperti Mellisa officinalis. Sitronellal memiliki gugus aldehida dan ikatan etilenik yang reaktif. Oleh sebab itu sitronellal mudah sekali teroksidasi karena pengaruh sinar matahari dan udara menjadi ikatan kompleks, keton, asam metiladipik, isopulegol,

dan menthon (Guenther 1949 dalam Ketaren et al. 1986).

Geraniol adalah senyawa alkohol yang tidak berwarna (kuning pucat), seperti minyak, berbau menyenangkan, bersifat larut dalam alkohol dan eter tapi tidak larut dalam air. Geraniol adalah senyawa reaktif karena memiliki dua ikatan

etilenik (Guenther 1949 dalam Ketaren et al. 1986).

Sitronellol adalah senyawa berbentuk cairan seperti minyak, tidak berwarna dan harum mawar, mudah larut dalam alkohol dan eter tapi sedikit larut dalam air. Sitronellol memiliki gugus hidroksil dan merupakan senyawa yang

relatif lebih stabil daripada geraniol (Guenther 1949 dalam Ketaren et al. 1986).

2.3.2 Mutu minyak sereh wangi

Kualitas minyak atsiri pada umumnya dan minyak sereh wangi pada khususnya ditentukan oleh faktor kemurnian. Kualitas minyak sereh wangi ditentukan oleh komponen utama di dalamnya yaitu kandungan sitronela dan geraniol yang biasa dinyatakan dengan jumlah kandungan geraniol. Minyak sereh wangi tidak boleh mengandung atau dikotori oleh bahan asing seperti minyak-lemak, alkohol, ataupun minyak tanah (Harris 1994). Kriteria mutu sereh wangi

jawa menurut Essential Oils Association of USA (EOA) dan SNI 06-3953-1995

dapat dilihat pada Tabel 3.

2.3.3 Pemanfaatan minyak sereh

Minyak sereh wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang cukup berperan dalam kehidupan sehari-hari. Minyak sereh wangi banyak digunakan

dalam industri, terutama sebagai pewangi sabun, sprays, desinfektan, bahan

pengilap, aneka ragam preparasi teknis, dan kosmetik (Lutony dan Rahmayati 1999). Minyak sereh secara tradisional digunakan sebagai repelen nyamuk,


(35)

12 Tabel 3. Kriteria mutu minyak sereh wangi jawa

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Warna kuning pucat sampai

kuning kecoklat-coklatan

2 Bobot jenis, 20°C/20°C 0,880-0,922

3 Indeks bias (nD20) 1,466-1,475

4 Total geraniol (b/b) % min. 85 (85-97*)

5 Sitronellal (b/b) % min. 35 (30-45*)

6 Kelarutan dalam etanol 80 % 1:2 jernih, seterusnya jernih

opalesensi 7 7.1 7.2 7.3 7.4

Zat asing : Lemak Alkohol tambahan Minyak pelikan Minyak terpentin negatif negatif negatif negatif

8 Bau segar, khas minyak sereh

(aldehid*)

9 Penampakan minyak kurang encer

Sumber : BSN (1995); * Harris (1994)

fumigan (racun inhalasi) di permukiman, ataupun bahan pewangi pada makanan,

sabun, dan kosmetik (Nakahara et al. 2003).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode cawan tebar, diketahui bahwa minyak sereh memiliki aktifitas antibakteri dan antijamur. Senyawa aktif pada minyak sereh yang berfungsi sebagai antifungi

pada penelitian tersebut adalah sitronellal dan linalool (Nakahara et al. 2003).

Selain itu, minyak sereh juga digunakan pada bidang pertanian sebagai pestisida alami (insektisida dan fungisida) yang bersifat sebagai racun kontak. Racun kontak merupakan racun yang masuk dalam tubuh organisme melalui kulit dan menyebabkan serangga kehilangan cairan dalam tubuh secara terus-menerus kemudian mati (Djojosumarto 2008).

Minyak sereh juga sering digunakan sebagai penolak serangga alami. Kemampuan menolak nyamuk telah dibuktikan melalui penelitian terhadap

nyamuk Aedes aegypti maupun Culex quinquefasciatus dengan cara mengoleskan

formula penolak nyamuk yang mengandung minyak sereh di kulit selama 60 menit uji. Hasil pengujian mengindikasikan bahwa minyak sereh efektif

digunakan sebagai penolak nyamuk (Kim et al. 2005). Konsentrasi minyak sereh


(36)

13 hingga 15 % baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan minyak lavender, cengkeh, bawang putih, ataupun minyak cedar (Barnard 2000).

2.4 Penolak Nyamuk

Berbagai cara diupayakan orang untuk menghindari gigitan nyamuk baik secara fisik dengan menggunakan kelambu hingga secara kimiawi diantaranya dengan insektisida. Secara harafiah insektisida diartikan sebagai bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan serangga hama. Seiring dengan perkembangan teknologi, insektisida diartikan sebagai semua bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah, merusak, menolak atau

mengurangi serangga hama baik berupa bahan sintetis maupun alami (Sigit et al.

2006). Cara kerja insektisida diantaranya adalah sebagai repelen (penolak).

Repelen dibagi menjadi dua jenis yakni natural repellent dan synthetic repellent

(Djojosumarto 2008). Penolak nyamuk disebut sebagai natural repellent karena

memanfaatkan tanaman-tanaman herbal yang ada disekitar sebagai penolak

nyamuk alami (Barnard 2000).

Penolak nyamuk yang telah ada di pasaran merupakan jenis sintetis. Produk penolak nyamuk ini menggunakan bahan aktif yang berbahaya bagi manusia maupun lingkungan karena dapat mengakibatkan beberapa masalah

seperti resistensi serangga target dan pencemaran lingkungan (Sigit et al. 2006).

Produk penolak nyamuk memiliki berbagai macam bentuk yakni berbentuk lilin

dan obat bakar (coil) yang jika dibakar uapnya dapat mengusir atau membunuh

nyamuk, spray, dan mat atau elektrik (Benton 2008). Penolak nyamuk tersebut

biasanya menggunakan bahan aktif pyrethroid yakni transflutrin dan pralletrin.

Produk penolak nyamuk berbentuk lotion yang dioleskan langsung ke kulit dan

melindungi pemakai dari gigitan nyamuk menggunakan bahan aktif penolak

nyamuk berupa dietiltoluamid (DEET) (Sigit et al. 2006). Penolak nyamuk

berbentuk gel memiliki cara kerja yang hampir sama dengan pengharum ruangan yakni melepaskan wewangian atau aroma ke ruangan (Conectique forum 2008).

2.5 Nyamuk Culex quinquefasciatus

Nyamuk adalah golongan serangga yang merugikan manusia, baik karena berperan sebagai penular beberapa penyakit maupun sebagai pengganggu


(37)

14 kenyamanan. Nyamuk terdiri atas beragam jenis, antara lain nyamuk vektor

malaria Anopheles sp., nyamuk demam berdarah seperti Aedes aegypti, nyamuk

rawa-rawa Mansonia uniformes, nyamuk kebun Armigeres subalbatus, nyamuk

rumah Culex sp., dan nyamuk gajah Toxorhynchites (Sigit et al. 2006).

Cara nyamuk mencari inang adalah melalui saraf sensoris, yakni merasakan rangsangan visual, rangsangan suhu dan rangsangan bau. Rangsangan visual terutama pada manusia yang menggunakan pakaian gelap, rangsangan suhu misalnya nyamuk dapat menemukan keberadaan manusia melalui suhunya karena suhu tubuh manusia lebih tinggi bila dibandingkan suhu lingkungan. Melalui rangsangan bau, yaitu nyamuk mampu membedakan bau keringat, bau tubuh, dan bahkan bau parfum yang dipakai manusia, dan cara paling efektif bagi nyamuk untuk menemukan mangsanya adalah dengan rangsangan bau (Rossel 2003 dalam Wahyuningtyas 2004). Nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina karena nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur sedangkan

nyamuk jantan menghisap sari buah dan madu untuk hidup (Sigit et al. 2006).

Jenis nyamuk yang sering terdapat di daerah pemukiman dan dapat

dijumpai dimana-mana adalah nyamuk Culex quinquefasciatus karena dapat

berkembang biak dalam genangan air di sekitar permukiman. Nyamuk ini biasanya mulai aktif ketika hari mulai malam hingga menjelang pagi.

Nyamuk Culex ini diketahui berperan sebagai vektor filariasis limfatik

(Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori) atau penular penyakit

kaki gajah (Gandahusada et al. 2000).

Spesies nyamuk Cx. quinquefasciatus adalah spesies nyamuk yang paling

cepat resisten terhadap insektisida daripada spesies nyamuk lain. Hal ini disebabkan oleh keberadaan nyamuk jenis ini yang paling sering ada di sekitar permukiman sehingga seringkali terpapar dengan insektisida permukiman yang banyak telah banyak digunakan untuk mengurangi gangguan nyamuk (Bulletin WHO 1967 dalam Daniel 2008).


(38)

15

Klasifikasi dan identifikasi nyamuk Culex quinquefasciatus menurut

Linnaeus (1758) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Culex

Spesies : Culex quinquefasciatus

Gambar 2. Nyamuk Culex quinquefasciatus

(http://en.wikipedia.org/wiki/Culex)

Nyamuk Cx. quinquefasciatus merupakan nyamuk yang terdiri atas tiga

bagian tubuh yaitu kepala, dada, dan perut (Borror et al 1992). Nyamuk betina

memiliki ukuran yang lebih besar dari nyamuk jantan dengan warna kecokelatan. Memiliki probosis berwarna gelap dengan sisik yang pucat di bagian distal (Russel 1996). Terdapat pula sepasang antena dan palpus. Palpus pada nyamuk

ini lebih pendek dibandingkan Anopheles. Nyamuk jantan memiliki bulu-bulu

yang lebat pada antenanya yang berfungsi sebagai alat bantu untuk menemukan

lokasi nyamuk betina (Gouge et al. 2002 dalam Bensa 2005).

Toraks berwarna gelap dan terdapat sepasang kaki pada setiap segmennya. Skutum dengan sisik emas dan perunggu, sedangkan sayapnya bersisik gelap. Seluruh kaki berwarna gelap kecuali pada persendian tibia-tarsal dengan warna pucat. Abdomen terlihat lebih langsing pada nyamuk jantan dibandingkan nyamuk betina. Ujung abdomen nyamuk betina biasanya tumpul dengan sisi yang tertarik ke dalam (Russel 1996).


(39)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2008 – Februari 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Entomologi bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gelas piala, gelas

ukur, gelas plastik, sudip, timbangan digital, pipet mikro, termometer, hot plate

dan magnetic stirrer, oven, gelas pengaduk, gelas plastik, kasa kain, alumunium

foil, cetakan paralon 1,5 inchi dengan tinggi 8 cm, glass chamber berukuran

100 x 100 x 100 cm, aspirator, tabung reaksi, cawan petri, vortex, dan inkubator.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi bahan pembuatan gel penolak nyamuk dan bahan untuk pengujian. Bahan pembuatan gel penolak

nyamuk antara lain karagenan semi refined yang di produksi oleh PT. Araminta

Sidhakarya dengan kode produk SR.EC.01, aquades steril, metil paraben, propil

paraben, alkohol, dan minyak sereh. Bahan uji terdiri dari nyamuk Culex

quinquefasciatus betina dewasa untuk pengujian efikasi terhadap nyamuk serta

bahan uji mikroba dan jamur berupa media NA, media PDA (Potato Dextrose

Agar), dan larutan garam fisiologis.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama bertujuan menentukan konsentrasi karagenan terbaik pada formula gel. Tahap kedua bertujuan untuk melihat pengaruh kombinasi karagenan terpilih dan minyak sereh

terhadap karakteristik (warna, kekerasan, dan Water Holding Capacity) gel

penolak nyamuk yang dihasilkan, mengetahui keampuhan berbagai konsentrasi minyak sereh wangi dalam gel penolak nyamuk terhadap nyamuk rumah Culex quinquefasciatus, dan mengetahui jumlah cemaran mikroba pada gel


(40)

17 penolak nyamuk terpilih setelah masa pemaparan dan masa simpan 30 hari. Tabel pengukuran susut berat disajikan pada Lampiran 1.

3.3.1 Penelitian tahap pertama

Penelitian tahap pertama ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi

karagenan yang menghasilkan tekstur gel terbaik. Selanjutnya, konsentrasi

karagenan yang baik digunakan dalam penelitian tahap selanjutnya.

Proses pembuatan gel diawali dengan penimbangan bahan-bahan yang diperlukan. Konsentrasi karagenan terpilih (1 %; 1,5 %; 3 %; 5 % dan 6 %) dipanaskan dalam aquades steril hingga suhu mencapai 70 °C. Setelah suhu mencapai 70 °C, suhu diturunkan hingga kisaran 65-68 °C untuk ditambahkan metil paraben dan propil paraben, selanjutnya produk gel dicetak. Masing-masing

produk dilakukan dua kali ulangan. Hasil gel penolak nyamuk dengan tingkat

tekstur terbaik kemudian digunakan dalam penelitian tahap selanjutnya. Prosedur pembuatan gel penolak nyamuk dimodifikasi dari Hargreaves (2003) dapat dilihat pada Gambar 3 dan perlakuan yang digunakan pada penelitian tahap pertama dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perlakuan pada penelitian tahap pertama

Perlakuan A01 A02 A03 A04 A05

Bahan

∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

Karagenan

(g) 1 1 1,5 1,5 3 3 5 5 6 6

Akuades

steril (ml) 99,6 99,6 99,6 99,6 99,6 99,6 99,6 99,6 99,6 99,6

Metil

Paraben (g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Propil

Paraben (g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Keterangan :

∑ = jumlah dalam berat atau volume

% karagenan = berat karagenan per berat pelarut A01 = produk gel dengan konsentrasi karagenan 1 % A02 = produk gel dengan konsentrasi karagenan 1,5 % A03 = produk gel dengan konsentrasi karagenan 3 % A04 = produk gel dengan konsentrasi karagenan 5 % A05 = produk gel dengan konsentrasi karagenan 6 %


(41)

18 3.3.2 Penelitian tahap dua

Penelitian tahap kedua bertujuan mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi karagenan terpilih dan berbagai konsentrasi minyak sereh wangi

terhadap karakteristik (warna, kekerasan, dan Water Holding Capacity) gel

penolak nyamuk yang dihasilkan, mengetahui keampuhan berbagai konsentrasi minyak sereh wangi dalam gel penolak nyamuk terhadap nyamuk rumah Culex quinquefasciatus, dan mengetahui jumlah cemaran mikroba pada gel penolak nyamuk terpilih setelah masa pemaparan dan masa simpan 30 hari.

Proses pembuatan gel penolak nyamuk diawali dengan penimbangan bahan-bahan yang diperlukan. Konsentrasi karagenan terpilih (5 %) dipanaskan dalam aquades steril hingga suhu mencapai 70 °C. Setelah suhu mencapai 70 °C, suhu diturunkan hingga kisaran 65-68 °C untuk ditambahkan metil paraben dan propil paraben. Kemudian suhu diturunkan hingga 55-60 °C, ditambahkan minyak sereh sebagai pengharum sekaligus penolak nyamuk dan selanjutnya dicetak. Diagram alir pembuatan gel penolak nyamuk dapat dilihat pada Gambar 3.

Perlakuan yang digunakan adalah perlakuan tanpa minyak sereh (K01), penambahan konsentrasi minyak sereh 10 % (K02), penambahan minyak sereh 15 % (K03), dan penambahan minyak sereh 20 % (K04). Kemudian masing-masing perlakuan diukur susut beratnya dengan keadaan produk hanya terbuka

bagian atas, uji efikasi terhadap nyamuk Culex quinquefasciatus, dan uji


(42)

19

Karagenan

Akuades steril

Pemanasan hingga suhu 70°C

metil paraben dan propil paraben Pengadukan hingga homogen

Penurunan suhu hingga 55-60 °C

minyak sereh

Pengadukan hingga homogen

Pencetakan dalam wadah dan pendinginan

Gel penolak nyamuk

Gambar 3. Diagram alir pembuatangel penolak nyamuk

(Modifikasi dari Hargreaves 2003)

3.4 Metode Pengujian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa macam pengujian yaitu uji WHC (Water Holding Capacity), uji efikasi, dan uji mikrobiologi. Prosedur kerja dari masing-masing pengujian adalah sebagai berikut:

3.4.1 Uji WHC (Water Holding Capacity)

Penentuan WHC dilakukan secara grafimetri selama 30 hari dalam keadaan bagian atas produk terbuka. WHC produk dilihat dari % berat gel tersisa terhadap berat awal hingga akhir pengamatan. Kelembapan dan kestabilan produk


(43)

20 dinyatakan sebagai kemampuan produk dalam mempertahankan kehilangan beratnya terhadap pengaruh lingkungan. Kehilangan berat yang kecil menandakan bahwa produk memiliki tingkat kestabilan dan kelembapan yang tinggi (Hidayat

2006). Menurut Suryani et al. (2000), hasil penghitungan uji kestabilan produk

menggunakan rumus sebagai berikut :

3.4.2 Uji efikasi

Uji efikasi dilakukan untuk melihat keampuhan kombinasi karagenan

sebagai pembentuk gel dan minyak sereh sebagai pembunuh nyamuk pada produk

penolak nyamuk berbentuk gel. Glass chamber berukuran 100 x 100 x 100 cm

dibersihkan. Selanjutnya dilakukan uji evaluasi ruang dengan memasukkan

10 ekor nyamuk Culex quinquefasciatus betina dewasa berusia 3-5 hari dari ruang

penangkaran yang kenyang air gula. Nyamuk yang kenyang air gula dapat dilihat

dari ukuran perut yang besar. Nyamuk tersebut dimasukkan ke dalam glass

chamber selama 10 menit untuk memastikan bahwa kondisi ruangan sama dengan keadaan ruang penangkaran dan tidak mempunyai pengaruh terhadap kematian serangga uji. Uji efikasi hanya dapat dilanjutkan apabila kematian tidak lebih dari 4 % populasi uji pada uji evaluasi ruang (Pusat Perizinan dan Investasi/Komisi Pestisida 2007).

Setelah uji evaluasi ruang selesai dilakukan dan memiliki kondisi yang

sesuai untuk pengujian lanjutan, nyamuk Cx. quinquefasciatus betina dewasa

berumur 3 - 5 hari yang kenyang air gula ditambahkan hingga berjumlah 25 ekor.

Kemudian produk gel sebanyak 37 gram dimasukkan ke dalam glass chamber dan

diamati selama 6 jam dengan frekuensi bertingkat. Pada 10 menit pertama diamati tiap menit kemudian diamati setiap 10 menit pada satu jam pertama. Selanjutnya pengamatan dilakukan setiap jam dari jam ke-2 hingga jam ke-6. Pengamatan tersebut berupa penghitungan jumlah nyamuk yang jatuh selama

penelitian. Setiap nyamuk yang jatuh dihitung dan dicatat (Kim et al. 2005). Uji

efikasi dilakukan terhadap gel dengan tiga konsentrasi minyak sereh yang berbeda dan pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Sebelum dan sesudah


(44)

21 pengujian, dilakukan pengukuran temperatur dan kelembapan. Setelah 6 jam, nyamuk yang jatuh dipindahkan ke dalam wadah gelas plastik yang ditutup dengan kasa dan didiamkan selama 24 jam. Hasil uji terbaik dapat dilihat dari

banyaknya nyamuk yang jatuh/mati (Boesri et al. 2001). Tabel uji angka

kejatuhan dan angka kematian hewan uji disajikan pada Lampiran 2.

Persentase kematian dalam uji efikasi ditentukan dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

P = Jumlah nyamuk pingsan. Q = Jumlah nyamuk mati. R = Jumlah nyamuk yang diuji.

Apabila angka kelumpuhan / kematian pada kelompok kontrol melebihi 5 % tetapi kurang dari 15 %, maka angka kelumpuhan / kematian pada kelompok perlakuan dikoreksi menurut rumus Abbot, yaitu :

Keterangan :

Al = angka kematian atau kelumpuhan (%) setelah dikoreksi

A = angka kelumpuhan atau kematian (%) pada kelompok perlakuan C = angka kelumpuhan atau kematian (%) pada kelompok kontrol

3.4.3 Uji cemaran mikroba

3.4.3.1 Uji Total Plate Count (SNI 19-2897-1992)

Pengujian karakteristik mikrobiologis gel penolak nyamuk dilakukan dengan metode angka lempeng total. Pengujian karakteristik mikrobiologis ini dilakukan sebanyak tiga kali yakni pada hari pertama, setelah dipaparkan dengan udara dan setelah masa simpan 30 hari. Berikut ini merupakan uraian mengenai prosedur pengujian angka lempeng total.

Sebelum dilakukan pengujian, semua alat dan bahan yang akan digunakan

disterilkan dengan autoclave. Satu gram produk dimasukkan ke dalam tabung


(45)

22 pengenceran pertama (1:10). Hasil pengencaran dihomogenkan dengan

menggunakan vortex, kemudian dilanjutkan sampai pengenceran yang diperlukan.

Hal ini dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan pengenceran sebelumnya. Kemudian ditambahkan ke dalam 9 ml larutan garam 0,85 % steril yang lain dan memperoleh pengenceran selanjutnya.

Satu mililiter dari masing-masing pengenceran dipipet ke dalam cawan

petri steril. Media Nutrien Agar (NA) steril seperti tercantum pada

Tabel 5 dicairkan kemudian didinginkan pada suhu sekitar 45 °C. Sebanyak 15 ml media NA tersebut dituang ke dalam cawan petri yang telah berisi sampel produk. Cawan yang berisi sampel produk dan media NA digerakkan melingkar atau seperti angka delapan diatas meja hingga tercampur homogen. Setelah agar memadat, cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu sekitar 35 ± 2 °C selama 24-48 jam.

Setelah itu, pertumbuhan koloni diamati dengan cara menghitung jumlah

koloni yang tumbuh pada setiap cawan. Setiap cawan yang mengandung 25-300 koloni dicatat jumlah koloninya. Angka lempeng total dalam 1 ml produk dihitung dengan mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang sesuai (Fardiaz 1993).

Tabel 5. Komposisi media Nutrien Agar

Komposisi Jumlah

Peptone (g) 5,0

Beef extract (g) 3,0

Agar (g) 15,0

Aquades (l) 1,0

Sumber : BSN (1992)

3.4.3.2 Uji jamur (SNI 19-2897-1992)

Jumlah koloni jamur dihitung dengan metode Standar Plate Count (SPC)

dengan media Potato Dextrose Agar (PDA). Pengujian pertumbuhan jamur

dilakukan sebanyak tiga kali yakni pada hari pertama, setelah dipaparkan dengan udara dan setelah masa simpan selama 30 hari. Berikut ini merupakan uraian mengenai prosedur pengujian pertumbuhan jamur.

Produk ditimbang sebanyak 1 gram disuspensikan ke dalam 9 ml larutan 0,85 % NaCl. Satu mililiter dari masing-masing pengenceran dipindahkan ke


(46)

23

dalam cawan petri steril. Media Potato Dextrose Agar (PDA) dicairkan kemudian

didinginkan pada suhu sekitar 45 °C. Sebanyak 15 ml media PDA tersebut dituang ke dalam cawan petri yang telah berisi sampel produk. Cawan yang berisi sampel produk dan media PDA digerakkan melingkar atau seperti angka delapan diatas meja hingga tercampur homogen. Setelah agar memadat, cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu sekitar 25-30 °C selama 5 hari. Komposisi media PDA dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi media Potato Dextrose Agar

Komposisi gram/liter

Potato Starch 4

Dextrose 20

Agar 15 Sumber : MacFaddin (1985)

3.4.4 Rancangan Percobaan

Rancangan Percobaan yang digunakan dalam penelitian ini secara umum adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua ulangan. Rancangan

percobaan tersebut memiliki model matematika sebagai berikut

(Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Yij = µ + σi + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan ke-j dari pengaruh perlakuan ke-i

µ = Rataan umum

σi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat

i = Jumlah perlakuan j = Ulangan

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode sidik ragam. Apabila diantara perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2006).


(47)

24 Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

H0 : Perbedaan konsentrasi minyak sereh tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap persentase angka kejatuhan / kematian nyamuk

H1 : Perbedaan konsentrasi minyak sereh memberikan pengaruh yang nyata


(48)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Tahap Pertama

Penolak nyamuk merupakan salah satu cara kerja suatu insektisida. Gel penolak nyamuk ini memiliki cara kerja yang hampir sama dengan pengharum ruangan yakni melepaskan wewangian atau aroma ke ruangan (Conectique forum 2008). Penggunaan karagenan dalam pembuatan pengharum ruangan berbentuk gel umumnya menggunakan konsentrasi antara 1-3 % (Hargreaves 2003). Kappa karagenan yang biasa dikombinasikan dengan gum jenis lain pada produk pengharum ruangan sekitar 2,5 % (Van de Velde dan De Ruiter 2005).

Penelitian tahap pertama dilakukan dengan mencoba beberapa macam formulasi untuk menghasilkan produk gel terbaik. Pada penelitian tahap pertama karagenan dengan konsentrasi berbeda yaitu 1 %; 1,5 %; 3 %; 5 %; dan 6 % di campurkan dengan akuades steril, metil paraben, dan propil paraben yang diberikan memiliki jumlah konsentrasi yang sama pada tiap produk yakni masing-masing sebesar 99,6 %; 0,2 %; dan 0,2 %. Pada tahap ini, masing-masing-masing-masing produk tidak diberikan tambahan minyak sereh. Hasil data formulasi gel penelitian tahap pertama memiliki karakteristik seperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil formulasi gel pada penelitian tahap pertama Kode Konsentasi karagenan Keterangan produk

A01 1 % Terbentuk larutan gel (gel produk tidak

terbentuk)

A02 1,5 % Gel produk lunak, mudah patah

A03 3 % Gel produk rapuh, mudah patah, mengalami

sineresis

A04 5 % Gel produk kenyal-keras, tidak mudah patah

A05 6 % Gel produk cepat terbentuk, serbuk


(49)

26 Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan kondisi tekstur dan kepadatan terbaik pada saat formulasi gel. Pada tahap ini, tekstur suatu produk dipengaruhi oleh jumlah air yang ada di dalam produk. Semakin tinggi konsentrasi karagenan dan semakin kecil proporsi kandungan air dalam suatu produk, maka tingkat kekerasannya akan semakin tinggi. Berdasarkan pengamatan terhadap tekstur dan kekerasan, didapatkan gel dengan konsentrasi karagenan 1 % tidak dapat membentuk gel yang stabil karena pada konsentrasi tersebut karagenan hanya berfungsi sebagai pengental cairan (Fardiaz 1989). Produk dengan konsentrasi karagenan 1,5 % memiliki karakteristik gel yang mudah patah, lunak, dan mudah hancur.

Gel dengan konsentrasi karagenan 3 % memiliki karakteristik yang mudah patah, rapuh, dan mengalami sineresis. Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari produk gel yang disebabkan oleh terbentuknya gel yang semakin mengeras dan mengerut akibat proses pendinginan. Pada suhu di atas titik cair gel,

polimer-polimer karagenan dalam larutan membentuk coil (acak). Pada saat pendinginan,

formasi coil (acak) berubah menjadi heliks ganda yang memungkinkan

terbentuknya ikatan-ikatan silang yang membentuk jala atau jaringan kontinyu. Pendinginan selanjutnya menyebabkan polimer-polimer menjadi terikat silang secara kuat dan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat. Jika diteruskan, ada kemungkinan agregat terus terjadi dan gel terus mengerut sambil melepas air. Proses terakhir dinamakan sineresis (Fardiaz 1989).

Produk gel dengan konsentrasi karagenan 5 % memiliki karakteristik yang paling baik, yakni tidak mudah patah, kenyal-keras, dan tidak mengalami sineresis. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi karagenan yang lebih tinggi memiliki kandungan selulosa yang lebih besar sehingga akan memberikan tekstur gel yang lembut dan elastis (Imeson 2000). Selain itu, produk gel dengan konsentrasi karagenan 5 % memiliki proporsi kandungan air yang lebih kecil daripada gel penolak nyamuk dengan konsentrasi karagenan 1 %; 1,5 % dan 3 % sehingga tingkat kekerasan gel semakin besar pula (Van de Velde dan De Ruiter 2005).


(50)

27 Konsentrasi karagenan 6 %, gel lebih dulu terbentuk sebelum tepung karagenan secara keseluruhan tercampur homogen sehingga sangat sulit untuk diaduk. Hal ini dikarenakan gel karagenan 6 % memiliki proporsi kandungan air yang lebih kecil daripada produk gel dengan konsentrasi lainnya (1 %; 1,5 %; 3 % dan 5 %), sehingga molekul karagenan yang terikat pada air terlalu banyak dan menyebabkan terbentuknya gel yang sangat kuat.

4.2 Penelitian Tahap Kedua

Pada tahap ini dilakukan penambahan minyak sereh dengan konsentrasi yang berbeda pada formula gel terbaik hasil penelitian sebelumnya, yaitu gel dengan konsentrasi karagenan 5 %. Perlakuan yang digunakan adalah produk tanpa minyak sereh (K01), produk dengan penambahan minyak sereh 10 % (K02), 15 % (K03), dan 20 % (K04). Keempat macam perlakuan tersebut memiliki karakteristik produk seperti dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 4.

Tabel 8. Hasil formulasi yang digunakan pada penelitian tahap kedua Perlakuan

K01 K02 K03 K04 Bahan

∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

Karagenan (g) 5 5 5 5 5 5 5 5

Akuades steril (ml) 99,6 99,6 89,6 89,6 84,6 84,6 79,6 79,6

Metil Paraben (g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Propil Paraben (g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0, 2

Minyak Sereh (ml) 0 0 10 10 15 15 20 20

Keterangan :

∑ = jumlah dalam berat atau volume

% karagenan = berat karagenan per berat pelarut

K04

K03

K02 K01

Gambar 4. Produk gel penolak nyamuk yang diuji pada tahap kedua

Produk gel penolak nyamuk ini termasuk produk emulsi jenis minyak dalam air. Berdasarkan pengamatan sensoris diketahui bahwa semakin besar


(51)

28 konsentrasi minyak sereh yang digunakan maka akan semakin padat dan semakin putih warna produk yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan adanya perubahan ukuran partikel butiran larutan karagenan yang menjadi lebih besar setelah ditambah dengan minyak sereh. Perubahan ukuran partikel butiran sangat mempengaruhi sifat-sifat emulsi. Emulsi memiliki sifat diantaranya semakin besar butirannya maka penampakannya akan bergerak dari transparan ke putih seperti susu (Fardiaz 1989).

4.2.1 WHC (Water Holding Capacity)

WHC ditentukan secara grafimetri, yakni dengan penimbangan produk selama 30 hari dengan pemaparan bagian atas produk dengan udara. WHC didapatkan melalui nilai persentase berat tersisa terhadap berat awal produk. Produk gel penolak nyamuk yang memiliki nilai persentase berat tersisa terhadap berat awal lebih tinggi berarti memiliki penguapan yang lebih kecil, merupakan produk dengan WHC yang tinggi dan memiliki susut berat terkecil (Hidayat 2006). Hasil penentuan WHC disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 9.

20 40 60 80 100

0 5 10 15 20 25 30

Hari ke-% B era t T e rs is a terh a d a p B era t A w a l

Sereh 0% Sereh 10% Sereh 15% Sereh 20%

Gambar 5. Grafik hasil penentuan WHC penelitian tahap kedua Tabel 9. Hasil persamaan linier Gambar 5

Konsentrasi Persamaan linier Nilai R2 Nilai r

Sereh 0 % (K01) y = -1.549x + 100.94 0,9913 0,9956 sereh 10 % (K02) y = -2.267x + 103.88 0.9897 0,9948 sereh 15 % (K03) y = -1.879x + 99.753 0,9814 0,9907 sereh 20 % (K04) y = -1.839x + 101.64 0,9898 0,9949


(52)

29 Gambar 5 dan Tabel 9 menyatakan bahwa semakin besar kandungan minyak sereh pada produk maka akan semakin kecil susut berat yang dialami. Hal ini dapat disebabkan semakin sedikit kandungan air dalam produk, maka tingkat kekerasan gel karagenan akan semakin besar dan kemampuan karagenan sebagai penstabil dan penghambat penyebaran bahan-bahan volatil juga akan semakin besar.

Selain minyak sereh yang mengalami penguapan, air pada produk juga mengalami penguapan. Penguapan air dari dalam produk hampir sama besar dengan campuran penguapan antara minyak sereh dan air pada produk. Hal ini dapat dilihat dari nilai WHC produk tanpa minyak sereh yang memiliki nilai terbesar dibandingkan produk dengan penambahan minyak sereh. Kemampuan produk mempertahankan beratnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah komposisi bahan formulasi produk. Bahan dalam produk gel penolak nyamuk mengandung zat-zat yang mudah menguap, seperti minyak sereh. Minyak sereh memiliki komponen yang mudah menguap pada suhu ruang seperti

sitronellal, geraniol, dan sitronellol (Ketaren et al. 1986).

Karagenan dalam produk selain sebagai bahan baku juga berfungsi meningkatkan kestabilan emulsi dengan menjaga droplet minyak dan mencegah

pemisahan bahan yang tidak larut (non soluble) (Van de Velde dan De Ruiter

2005). Selain itu, karagenan juga berfungsi menghambat penyebaran bahan-bahan volatil tersebut secara langsung karena karagenan memiliki fungsi sebagai penstabil dan pengikat (Skensved 2005). Karagenan juga memiliki fungsi untuk

menahan penguapan bahan yang terlalu cepat (slow realease) (Hargreaves 2003).

Produk pengharum ruangan berbentuk gel dibuat dengan menggunakan karagenan yang dikombinasikan dengan gum jenis lain serta garam pada konsentrasi hingga 2,5 % b/b dari total gum. Kombinasi tersebut mengikat minyak pengharum sehingga pelepasan terjadi secara bersamaan dari permukaan gel hingga gel

mengering (Van de Velde dan De Ruiter 2005).Tabel hasil susut berat dan hasil


(53)

30 4.2.2 Uji efikasi

Uji efikasi produk gel penolak nyamuk terhadap nyamuk

Culex quinquefasciatus dilakukan menggunakan glass chamber dengan temperatur antara 28-32 °C dan kelembapan ruangan berkisar antara 70-90 %. Keadaan ini masih berada dalam kisaran temperatur dan kelembapan yang baik untuk percobaan dan hidup nyamuk. Tabel hasil angka kejatuhan dan angka

kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus akibat pemaparan gel penolak nyamuk

disajikan pada Lampiran 5. Hasil uji efikasi setelah 6 jam (angka kejatuhan)

dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 6.

Tabel 10. Angka kejatuhan nyamuk Culex quinquefasciatus akibat pemaparan gel

penolak nyamuk pada jam ke-6 (dalam persen) Ulangan

Produk

1 2 3 Rataan

K01 0 0 0 0a

K02 44 16 20 26,67b

K03 64 48 44 52c

K04 72 48 60 60c

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5 % (sig < 0,05)

0 20 40 60 80

0 5 10 15 20 25

Minyak Sereh (%)

A n gk a K ejatu h a n (% )

Gambar 6. Hasil uji efikasi minyak sereh dalam gel penolak nyamuk terhadap angka kejatuhan hewan uji pada jam ke-6

Tabel 10 dan Gambar 6 memperlihatkan bahwa angka kejatuhan nyamuk oleh minyak sereh pada produk gel penolak nyamuk jam ke-6 semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi minyak sereh yang terkandung dalam produk. Angka kejatuhan nyamuk akibat pemaparan minyak sereh pada gel penolak nyamuk konsentrasi 10 %, 15 %, dan 20 % terhadap hewan uji berbeda nyata dengan produk tanpa minyak sereh (sig < 0,05). Hal ini berarti jumlah


(54)

31 nyamuk yang jatuh pada ruangan yang diberi gel penolak nyamuk yang mengandung minyak sereh lebih banyak dibandingkan jumlah nyamuk yang jatuh pada ruangan yang diberi produk gel penolak nyamuk tanpa minyak sereh. Pada konsentrasi minyak sereh 15 %, angka kejatuhan rata-rata (52 %) tidak berbeda nyata (sig > 0,05) dengan angka kejatuhan rata-rata pada perlakuan minyak sereh konsentrasi 20 % (60 %).

Karagenan dapat menghambat penyebaran bahan-bahan volatil secara langsung karena karagenan memiliki fungsi sebagai penstabil dan pengikat

(Skensved 2005). Karagenan juga memiliki fungsi sebagai slow release pada

produk (Hargreaves 2003). Aroma dari minyak nabati seperti aroma minyak sereh bekerja dengan cara memblokir saraf sensoris nyamuk sehingga nyamuk Cx. quinquefasciatus yang terpapar aroma minyak sereh menjadi jatuh akibat terganggunya kemampuan sensoris hewan uji (Djojosumarto 2008). Data dan hasil uji statistik untuk uji efikasi angka kejatuhan nyamuk selama 6 jam pada penelitian tahap kedua disajikan pada Lampiran 6. Hasil pengamatan uji efikasi setelah 24 jam (angka kematian) dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 7.

Tabel 11. Angka kematian nyamuk Culex quinquefasciatus akibat pemaparan gel

penolak nyamuk setelah jam ke-24 (dalam persen) Ulangan

Produk

1 2 3 Rataan

K01 0 0 0 0a

K02 64 48 48 53,33b

K03 80 64 64 69,33c

K04 92 76 88 85,33d

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5 % (sig < 0,05)

0 20 40 60 80 100

0 5 10 15 20 25

Minyak Sereh (%)

A n gk a K e m a ti an (% )

Gambar 7. Hasil uji efikasi minyak sereh dalam gel penolak nyamuk terhadap angka kematian hewan uji setelah jam ke-24


(55)

32 Tabel 11 dan Gambar 7 memperlihatkan bahwa semakin besar konsentrasi minyak sereh yang terdapat pada produk gel penolak nyamuk, maka semakin besar angka kematian hewan uji. Selain itu, semakin lama hewan uji terpapar produk yang mengandung minyak sereh, maka tingkat kejatuhan atau kematian hewan uji akan semakin besar. Angka kematian hewan uji akibat pemaparan gel penolak nyamuk dengan konsentrasi 10 %, 15 %, dan 20 % berbeda nyata dengan gel tanpa minyak sereh (sig < 0,05). Produk dengan konsentrasi minyak sereh sebesar 20 % mendapatkan hasil terbaik untuk menolak dan mematikan hewan uji yaitu sebesar 85,33 %. Semakin besar konsentrasi minyak sereh yang terkandung dalam produk akan meningkatkan akumulasi penguapan minyak sereh (Ketaren 1985 dalam Wahyuningtyas 2004). Data dan hasil uji statistik efikasi angka kematian nyamuk setelah 24 jam pada penelitian tahap kedua terdapat pada Lampiran 7.

Cara paling efektif bagi nyamuk untuk menemukan mangsanya adalah dengan rangsangan bau (Rossel 2003 dalam Wahyuningtyas 2004). Minyak sereh bekerja menjatuhkan nyamuk dengan cara memblokir saraf sensoris nyamuk

sehingga nyamuk Cx. quinquefasciatus yang terpapar aroma minyak sereh

menjadi jatuh akibat terganggunya kemampuan sensoris hewan uji. Minyak sereh memiliki kemampuan sebagai racun kontak yang mempengaruhi saraf sehingga menyebabkan nyamuk kehilangan cairan dalam tubuh terus-menerus kemudian mati (Djojosumarto 2008).

Gel penolak nyamuk ini menunjukkan daya penolak terhadap hewan uji (nyamuk) yang kurang ideal bila dibandingkan dengan insektisida kimiawi sintetis karena hingga jam ke-6 pengujian, hewan uji yang jatuh kurang dari 90 %, yaitu hanya 60 %. Penolak nyamuk dikatakan efektif membunuh nyamuk jika persentase angka kejatuhan mencapai 90 % (Pusat Perizinan dan Investasi/Komisi Pestisida 2007). Namun dari segi kesehatan, gel penolak nyamuk nabati tidak menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh pemakainya. Selain itu, aroma minyak sereh mampu memblokir saraf sensoris nyamuk sehingga dapat dikembangkan menjadi insektisida alami yang baik bila digabungkan dengan


(56)

33 4.2.3 Uji cemaran mikroba

Uji cemaran mikroba selama pemakaian bertujuan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat dalam produk yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji sebelumnya, dilakukan uji cemaran mikroba dari produk tanpa minyak sereh dan produk terpilih, yaitu produk dengan penambahan minyak sereh 20 % (K04). Produk dengan penambahan minyak sereh 20 % dipilih dalam uji cemaran mikroba karena memiliki nilai persentase angka kematian terbaik dan berbeda nyata dibandingkan konsentrasi minyak sereh lainnya, meskipun memiliki nilai WHC dan persentase angka kejatuhan yang tidak berbeda dengan gel penolak nyamuk yang ditambahkan minyak sereh 15 %.

Kontaminasi mikroorganisme dapat menyebabkan timbulnya bau tidak sedap, perubahan warna, penurunan daya bahan aktif, dan gangguan kesehatan (Tranggono dan Latifah 2007). Jenis mikroorganisme utama yang mengkontaminasi produk kosmetik adalah bakteri, selain itu juga jamur dan ragi (Mitsui 1997). Tabel hasil uji cemaran mikroba disajikan pada Lampiran 8.

4.2.3.1 Uji Total Plate Count (TPC)

Uji Total Plate Count (TPC) dilakukan untuk mengetahui jumlah koloni bakteri yang terdapat pada produk gel penolak nyamuk. Sediaan gel penolak nyamuk merupakan tempat berkembang biak yang baik bagi jamur maupun bakteri karena sediaan memiliki kelembapan yang cukup tinggi. Kondisi kelembapan yang tinggi merupakan salah satu syarat media yang mendukung pertumbuhan jamur maupun bakteri (Tranggono dan Latifah 2007). Hasil pengujian TPC pada produk gel penolak nyamuk tanpa penambahan minyak sereh dan produk penolak nyamuk dengan penambahan minyak sereh 20 % disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah koloni bakteri (koloni/gram) dalam produk gel penolak nyamuk

K01 K04 Syarat Mutu

Hari ke-0 0 0

Hari ke-30 6,8 x 102 5,5 x 102

Masa simpan 30 hari 2,0 x 102 5,0 x 101

*Maks. 5 x 102


(1)

59


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)