dimana : A
= luas areal tanaman tebu ha, Y
= produktivitas tanaman tebu tonha, Hrglx = harga riil gula Rpton,
Hrgbx = harga riil gabah Rpton, Hrjgx = harga riil jagung Rpton,
Hrktx = harga riil kacang tanah Rpton, Hrur = harga riil pupuk urea Rpkg,
Hrpes = harga riil pestisida Rpkg, Hrub = upah buruh Rupiah,
Ch = rata-rata curah hujan nasional mmtahun, dan
3.5. Respon Penawaran
Berdasarkan respon areal dan produktivitas, elastisitas penawaran jangka pendek dan jangka panjang terhadap harga output tebu dapat diduga. Elastisitas
penawaran tebu terhadap harga sendiri E
,
dapat diduga secara tidak langsung dengan menduga terlebih dahulu elastisitas areal tebu terhadap harga
sendiri E
A,
, dan elastisitas produktivitas tebu terhadap harga sendiri E
,
. Elastisitas penawaran tebu dapat dihitung dengan menjumlahkan elastisitas luas
areal dan elastisitas produktivitas sesuai dengan persamaan : E
,
E
A,
E
,
3.13 Nilai elastisitas jangka pendek respon areal dan produktivitas dapat
dihitung dengan menggunakan besaran hasil koefisien regresi yang dilakukan.
Sedangkan nilai elastisitas jangka panjangnya dapat diduga melalui nilai elastisitas jangka pendek pada model beda kala Koutsoyiannis, 1977.
Dengan demikian elastisitas penawaran terhadap harga komoditi adalah sebagai berikut :
Elastisitas areal terhadap harga E
A
a 3.14
E
A E
P
3.15 Elastisitas produktivitas terhadap harga output
E b
3.16 E
E
P
3.17 dimana :
E
A
= elastisitas jangka pendek luas areal tebu terhadap harga gula, E
A
= elastisitas jangka panjang luas areal tebu terhadap harga gula, E
= elastisitas jangka pendek produktivitas tebu terhadap harga gula, E
= elastisitas jangka panjang produktivitas tebu terhadap harga gula, dan a , b = koefisien hasil regresi untuk a pada respon luas areal, b pada respon
produktivitas, dan
n = 1 dan 6.
3.6. Evaluasi Model
Setelah dilakukan pendugaan terhadap suatu model ekonometrika, maka tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi model untuk menentukan apakah
pendugaan parameter-parameter sesuai secara teori dan memuaskan secara statistik. Koutsoyiannis 1977, evaluasi ini dikelompokan ke dalam tiga kriteria.
3.6.1. Kriteria Statistik Uji Derajat Pertama
Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Model diuji terlebih dahulu dengan melihat koefisien determinasi
R untuk mengetahui kemampuan variabel peubah bebas secara simultan dalam
menjelaskan keragaman peubah tak bebasnya. Bila nilai koefisien determinasi tinggi maka model yang digunakan adalah baik. Sebaliknya bila nilai koefisien
determinasi rendah maka model yang digunakan kurang baik. Koefisien determinasi dari suatu model dirumuskan sebagai berikut :
R 3.18
Adapun koefisien determinasi alternatif atau yang disesuaikan R adj
digunakan untuk membandingkan 2 model regresi dengan peubah tak bebas yang sama namun berbeda dalam banyaknya peubah bebas. Rumusnya adalah sebagai
berikut : R adj
⁄ ⁄
3.19 dimana :
n = jumlah pengamatan, dan k = jumlah parameter yang diduga
b. Pengujian terhadap koefisien regresi, baik secara keseluruhan maupun secara tersendiri. Uji secara keseluruhan dilakukan dengan uji-F, yaitu untuk mengetahui
apakah sekurang-kurangnya satu peubah bebas yang digunakan dalam model berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas Gujarati, 1991. Prosedur ujinya
adalah sebagai berikut :
Statistik uji F
⁄ ⁄
3.20 dimana :
n = Jumlah pengamatan, k = Jumlah parameter yang diduga
Kriteria uji : Bila
F F
maka terima H , artinya peubah bebas secara
bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas pada tingkat kepercayaan tertentu. Bila
F F
maka tolak H , artinya peubah bebas
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas pada tingkat kepercayaan tertentu sehingga model tersebut tepat untuk dijadikan model
pendugaan parameter dari persamaan. Sedangkan untuk mengetahui apakah peubah-peubah bebas yang
digunakan dalam model secara sendiri-sendiri mempengaruhi peubah tak bebas maka digunakan uji t-statistik sebagai berikut :
Statistik uji : t
γ
3.21 dimana :
b = koefisien regresi atau parameter yang diduga,
S b = standar erorr dari parameter yang diduga, i =
parameter ke–
i i , , … ,
Kriteria uji : Bila
t t
maka terima H , artinya peubah bebas yang diuji
tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya pada tingkat kepercayaan tertentu. Bila
t t
maka tolak H , artinya peubah bebas yang diuji
berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya pada tingkat kepercayaan tertentu.
3.6.2. Kriteria Ekonomi Uji Derajat Kedua
Kriteria ini untuk menentukan apakah pendugaan model telah sesuai dengan tiga syarat pendugaan melalui metode OLS untuk jumlah observasi yang
cukup besar.
Tidak Bias atau Nyata Unbiasedness
Hal ini terjadi jika suatu model dengan jumlah contoh n memiliki nilai tengah dari parameter dugaan sama dengan nilai parameter populasi sebenarnya.
Konsisten Consistency
Hal ini terjadi jika syarat pada kondisi tidak bias atau nyata unbiasedness terpenuhi dan variasi parameter dugaan harus mendekati nol.
Efisien Efficiency
Suatu parameter dugaan dikatakan sebagai penduga yang efisien dari parameter dengan populasi sebenarnya, jika parameter itu konsisten dan memliki
variasi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan penduga lain yang konsisten. Langkah selanjutnya dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi yang terdapat
pada metode OLS.
Uji Kolinieritas Ganda atau Multikolinieritas Multicollinearity.
Multikolinieritas merupakan suatu kondisi adanya hubungan linier diantara peubah bebas. Multikolinieritas sempurna memiliki nilai 1 dimana
peubah penjelasnya berkorelasi sempurna. Adapun konsekuensi dari adanya multikolinieritas yang sempurna
r , yaitu standar erorr menjadi sangat
besar dan nilai t
menjadi rendah sehingga parameter dugaan menjadi tidak nyata walaupun secara keseluruhan tetap nyata, konsisten, dan efisien.
Menurut Koutsoyiannis 1977, ada dua alasan mengapa terjadi multikolinieritas. Pertama, terdapat kecenderungan peubah ekonomi untuk
bergerak bersama-sama sepanjang waktu. Kedua, adanya penggunaan nilai beda kala lag pada peubah penjelas dalam model.
Salah satu cara untuk mendeteksi multikolinieritas dikemukakan oleh L.R Klein dalam Koutsoyiannis 1977 yang mengatakan bahwa multikolinieritas
bukanlah masalah penting kecuali koefisien determinasi partialnya r lebih besar
koefisien determinasinya R , sehingga dapat dituliskan :
r R
, , ,…,
3.22 Untuk itu perlu dibuat suatu matriks koefisien determinasi parsial antar peubah
bebas.
Uji Korelasi Diri atau Autokorelasi Autocorrelation.
Asumsi lain dari OLS adalah nilai galat u antar suatu pengamatan bersifat bebas tidak tergantung pada nilai galat u pengamatan sebelumnya. Hal ini
berimplikasi pada kovarian galat dua pengamatan sama dengan nol, atau dapat dituliskan :
cov E
untuk i ≠ j serta asumsi E
dan E
Jika asumsi diatas tidak terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa terjadi pelanggaran asumsi autokorelasi.
Masalah autokorelasi sering terjadi pada data time series. Dampak dari adanya hal tersebut yaitu pendugaan dan peramalan menjadi tidak efisien
walaupun tetap nyata dan konsisten. Dampak lainnya yaitu penduga variasi dan koefisien regresi akan menjadi bias dan tidak konsisten, sehingga tes terhadap
hipotesis menjadi tidak valid. Menurut Pindyck dan Rubensfeld dalam Nurdiana 2001, statistik
Durbin-Watson DW dapat menunjukan ada tidaknya korelasi diri antara galat yang satu dengan galat yang lainnya. Apabila statistik DW = 2.0 maka tidak
terdapat korelasi diri dalam persamaan tersebut. Namun pengujian korelasi diri dengan statistik DW pada model yang mengandung peubah beda kala tidak bisa
dilakukan. Hal ini disebabkan pada model yang mengandung peubah beda kala, modelnya akan menjadi autoregresif, sehingga nilai statistik DW akan menuju
nilai 2,0 dan cenderung terjadi masalah korelasi berangkai. Untuk itu Durbin menyarankan uji statistik Durbin-h sebagai berikut :
h , DW N
n · Var γ ⁄
,
3.23 dimana :
h = nilai statistik Durbin – h,
DW = nilai statistik Durbin – Watson,
Var γ = ragam koefisien regresi dari peubah bebas beda kala, dan n
= jumlah observasi.
Masih menurut Pindyck dan Rubinfeld dalam Nurdiana 2001, uji statistik Durbin-h tersebut hanya sahih untuk pengamatan dengan contoh yang besar,
karena dengan contoh yang besar maka nilai h akan mendekati sebaran normal sehingga pengujiannya dapat menggunakan tabel sebaran normal. Bagi
pengamatan dengan contoh kecil uji Durbin-h akan menjadi kurang sahih. Uji durbin-h tidak berlaku jika
n · Var γ , yang menyebabkan nilai
dalam persamaan menjadi tidak terdefinisikan jika sama dengan satu atau menjadi negatif jika lebih besar dari satu sehingga nilai dalam akarnya menjadi
imajiner. Oleh karena itu untuk melihat adanya korelasi diri derajat pertama dilakukan dengan uji alternatif Koutsoyiannis, 1977 yaitu membuat persamaan
regresi galat periode t dengan galat periode sebelumnya dengan bentuk : e
ϕ e v
3.24 dimana :
e = galat pada periode ke – t, e = galat pada periode sebelumnya, dan
ϕ = koefisien regresi peubah galat.
Metode pengujiannya sama dengan pengujian terhadap koefisien regresi lainnya dengan menggunakan statistik uji-t. Jika
ϕ berbeda nyata dengan nol maka terdapat masalah korelasi diri dalam model. Namun jika
ϕ tidak berbeda nyata dengan nol maka tidak terdapat masalah korelasi diri dalam model.
Uji Heteroskedastisitas Heteroscedasticity.
Asumsi yang menyatakan bahwa variasi nilai galat setiap pengamatan sama untuk seluruh nilai peubah bebas disebut homoskedastisitas atau asumsi
variasi yang konstan. Jika asumsi ini tidak terpenuhi maka model bersifat heteroskedastisitas Dengan kata lain adalah peubah acak dengan
E dan
var E
σ , untuk t , , , … , n.
Implikasi dari heteroskedastisitas dalam sebuah model regresi dengan menggunakan prosedur OLS adalah bahwa penduga OLS tidak lagi efisien
walaupun penduga tersebut dan peramalannya masih bersifat nyata dan konsisten. Selain itu varian dan kovarian dugaan dari koefisien regresi akan bias dan tidak
konsisten sehingga tes hipotesis menjadi tidak nyata. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas maka dilakukan pengujian
rank korelasi dari Spearman Gujarati, 1991. Setiap peubah bebas X diurutkan bersama galat dari model, dengan mengabaikan tanda dari galat tersebut.
Pengurutan sesuai dengan urutan yang meningkat atau menurun. Jika nilai t
dengan derajat kebebasan n-2 n adalah jumlah observasi lebih besar dari t
maka dapat disimpulkan bahwa model tidak mengalami heteroskedastisitas. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
r σ
∑
3.25 t
√
3.26
3.6.3. Kriteria Ekonomi Apriori
Kriteria ini didasarkan pada kesesuaian tanda dan nilai dari parameter dengan teori ekonomi. Jika nilai koefisien bertanda positif, artinya terjadi
hubungan searah antara variabel bebas dan variabel tak bebas, sebaliknya jika
nilai koefisien bertanda negatif, artinya terjadi hubungan terbalik antara variabel bebas dan variabel tak bebasnya.
3.7. Model Proyeksi Penawaran Tebu Tahun 2025
Dalam estimasi fungsi penawaran komoditi tebu digunakan pendekatan tidak langsung atau pendekatan dua tahap, yaitu mengestimasi fungsi areal dan
fungsi produktivitas, dan menggunakan hasil elastisitas masing-masing fungsi dalam menentukan nilai elastisitas penawaran tebu di Indonesia. Bentuk
persamaan proyeksi jumlah penawaran tebu di Indonesia pada tahun 2025 adalah sebagai berikut :
3.27 dimana :
= proyeksi produksipenawaran tahun t setelah tahun dasar tahun 2025, = produksipenawaran komoditas tahun dasar tahun 2006,
= nilai elastisitas jangka panjang penawaran tebu terhadap harga gula, dan
= laju pertumbuhan harga riil komoditi gula per tahun.
3.8. Pengukuran Peubah