Peningkatan impor gula Indonesia di masa mendatang sangat dikhawatirkan karena akan muncul ketergantungan terhadap impor.
Ketergantungan impor akan semakin menekan posisi pabrik gula domestik yang kurang efisien. Sebab harga gula impor senantiasa lebih rendah dibanding harga
gula domestik. Dengan keadaan seperti itu para pelaku pasar lebih tertarik untuk memperdagangkan gula impor, sehingga gula domestik semakin terpuruk.
Ketergantungan impor ini dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu oleh para eksportir gula dunia sebagai alat untuk menekan Indonesia. Karena pada saat ini komoditi
gula telah berubah menjadi komoditi yang bersifat politik dan sosial, sama halnya dengan beras.
Tabel 6. Impor Gula Indonesia Tahun 1993-2002
Tahun Impor ton
Tarif Impor kg 1993
236,719
1994
128,400
1995 688,800
1996
975,800
1997 1,364,600
1998
1,811,732
1999
3.130.706
2000
1,600,600 20-25
2001
1,600,000 20-25
2002 1,544,013
Rp 550-Rp700
Sumber: Asosiasi Gula Indonesia AGI dan Dewan Gula Indonesia DGI, 2004.
5.3. Perkembangan Harga Gula
Pasar gula dunia saat ini tergantung kepada negara eksportir gula dunia, terutama lima negara seperti Brazilia, Australia, Thailand, Kuba dan Ukraina,
dimana rata-rata volume ekspornya di atas 2.5 juta ton per tahun. Hal ini menyebabkan harga gula dunia tidak stabil dan sangat rentan terhadap gejolak
penawaran dan permintaan. Keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi negara pengimpor gula seperti Indonesia. Karena dengan dibukanya pasar gula Indonesia
liberalisasi perdagangan gula, maka harga gula domestik akan mengikuti harga yang terjadi di pasar dunia.
Munculnya kebijakan liberalisasi perdagangan gula telah membawa perubahan baru dalam pergulaan Indonesia. Terutama dampaknya terhadap harga
gula domestik. Sebelum liberalisasi perdagangan gula, harga gula tidak dipengaruhi oleh harga gula di pasar dunia. Karena sepenuhnya dikendalikan oleh
pemerintah melalui BULOG. Pada masa itu impor dilakukan hanya sewaktu untuk menjaga kestabilan harga gula domestik disamping untuk memenuhi permintaan
yang berlebih. Pemberlakuan liberalisasi perdagangan gula telah menimbulkan fluktuasi
harga gula domestik. Fluktuasi harga gula yang terjadi di pasar domestik mengikuti fluktuasi harga gula yang terjadi di pasar dunia. Gambar 1
menunjukkan bahwa setelah tahun 1998 harga gula dunia berfluktuatif, sebagai dampak dari melemahnya kurs mata uang beberapa negara di Asia Tenggara
terutama Indonesia. Fluktuasi yang terjadi di pasar dunia tersebut direspons dengan kuat oleh pasar domestik.
Fluktusi harga gula domestik ternyata merugikan banyak pihak. Penentuan harga dasar gula menjadi suatu keputusan yang dilematis bagi pemerintah, apakah
akan berpihak kepada produsen atau kepada konsumen. Kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah menyangkut harga gula domestik diantaranya adalah
penetapan harga provenue, impor, operasi pasar sampai penetapan tarif impor gula. Hal ini menunjukkan bahwa harga gula domestik sangat mudah tergoncang
dalam era liberalisasi perdagangan, sehingga pemerintah harus melakukan hal tersebut.
Mencermati perkembangan harga gula dunia yang cenderung di bawah harga gula domestik dan dalam upaya peningkatan daya saing di pasar gula
domestik, pemerintah menerapkan strategi pembatasan impor melalui pemberlakuan tarif. Strategi ini diharapkan dapat mewujudkan kestabilan harga
gula dan mengurangi beban anggaran pemerintah dalam mengendalikan harga di tingkat konsumen.
Perdagangan dunia yang semakin terbuka, transparan dan mengurangi berbagai bentuk proteksi menyebabkan komoditi pangan pokok seperti gula
mengalami proses globalisasi sekaligus berhubungan erat dengan pasar global. Harga gula di pasar domestik berkorelasi kuat dengan perubahan nilai kurs dan
harga gula di pasar dunia.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN