I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gula merupakan salah satu komoditi pangan pokok yang memiliki arti dan posisi strategis di Indonesia. Permintaan gula cenderung meningkat dari tahun ke
tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat pendapatan perkapita. Permintaan gula yang tinggi ini tidak dapat diimbangi oleh penawaran
gula domestik akibat menurunnya produksi gula domestik. Kekurangan supply gula di pasar domestik dipenuhi pemerintah dengan
melakukan impor gula oleh Bulog. Menghadapi krisis ekonomi dan tekanan dari IMF International Monetary Fund, pemerintah kemudian mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 1998 tentang pelaksanaan liberalisasi perdagangan gula, artinya impor gula tidak lagi dimonopoli oleh Bulog.
Kebijakan ini sekaligus mengawali terjadinya persaingan antara gula lokal dan gula dunia, serta keterkaitan antara harga gula di pasar domestik dengan harga
gula di pasar dunia.
1.2. Perumusan Masalah
Kebijakan pemerintah Indonesia dalam pemberlakuan liberalisasi perdagangan gula telah menimbulkan peningkatan volume impor gula yang cukup
tajam, bahkan sering menimbulkan kelebihan impor gula yang mencapai puncaknya pada tahun 1999 yaitu sebesar 1,259,304 ton Lampiran 1. Hal ini
disebabkan oleh pemberlakuan liberalisasi perdagangan yang tidak diikuti oleh penetapan tarif impor.
1000 2000
3000 4000
5000 6000
Ja n-
9 7 ME I
SE P
Ja n-
9 8 ME I
SE P
Ja n-
9 9 ME I
SE P
Ja n-
0 0 ME I
SE P
Ja n-
0 1 ME I
SE P
Ja n-
0 2 ME I
SE P
Ja n-
0 3 ME I
SE P
Ja n-
0 4 ME I
SE P
B ulan R
p K
g P dom 1
P raw 2 P white 3
Tingginya volume gula impor di pasar domestik menyebabkan harga gula domestik cenderung menurun pada saat itu Gambar 1. Peningkatan impor ini
diatasi pemerintah dengan menerapkan tarif impor gula sejak Januari 2000, dengan harapan dapat menurunkan laju volume impor gula dan meningkatkan
harga gula domestik agar tidak terlalu rendah akibat rendahnya harga gula impor.
Monopoli Era Liberalisasi
Bulog Perdagangan
1 3
2
zero tariffs advalorem tariffs
specific tariffs
Keterangan : Pdom = harga gula domestik; Praw = harga gula dunia jenis raw sugar; Pwhite = harga gula dunia jenis white sugar.
zero tariffs = 0; advalorem tariffs = 20-25 persen per Kg; specific tariffs = Rp 500 - Rp700 per Kg.
Gambar 1. Fluktuasi Harga Gula Domestik dan Harga Gula Dunia, Tahun 1997-2004.
Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2005 diolah.
Keterkaitan pasar gula domestik dengan pasar gula dunia menyebabkan adanya transmisi harga diantara kedua pasar, sehingga fluktuasi harga yang terjadi
di pasar gula dunia akan segera direspons oleh pasar gula domestik. Fluktuasi harga gula domestik dan harga gula dunia dapat dilihat pada Gambar 1. Terlihat
bahwa setelah Indonesia meliberalisasi pasar gulanya sejak tahun 1998, pergerakan harga gula domestik cenderung mengikuti pergerakan harga gula
dunia. Hal ini berbeda dengan kondisi pada era monopoli Bulog sebelum liberalisasi perdagangan gula.
Apabila diamati perkembangan harga gula domestik dan harga gula dunia pada era liberalisasi perdagangan, marjin harga yang terjadi menunjukkan tren
yang meningkat. Tren marjin yang meningkat ini disebabkan oleh peningkatan harga gula domestik dan penurunan harga gula dunia. Selama marjin antara gula
domestik dan gula dunia tetap tinggi, volume impor gula akan tetap tinggi, dan dapat memacu terjadinya penyelundupan. Tren marjin yang meningkat ini juga
signifikan dengan peningkatan tarif impor yang terjadi di pasar gula domestik. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana sebenarnya integrasi pasar
gula domestik dengan pasar gula dunia? Pertanyaan ini muncul dengan melihat harga gula domestik yang menunjukkan tren meningkat, berbeda dengan harga
gula dunia yang cenderung menurun, padahal Indonesia telah meliberalisasi perdagangan gulanya. Apakah tarif impor berperan dalam hal ini? Dengan
demikian, perlu diketahui bagaimana pengaruh penetapan tarif impor gula terhadap integrasi pasar yang terjadi.
1.3. Tujuan Penelitian