18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Produksi Tapioka Asam
Komponen utama karbohidrat dalam bahan pangan adalah pati. Ekstraksi basah dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen bahan pangan lainnya, sehingga diperlukan air yang cukup
banyak. Ekstraksi tersebut bertujuan untuk melepaskan granula pati sehingga diperoleh pati yang murni. Pengupasan kulit ubi kayu merupakan proses awal dalam pembuatan tapioka asam. Seperti
dalam pembuatan tapioka, kulit ubi kayu umumnya dikupas dengan pisau sehingga memerlukan waktu yang relatif lama. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mempercepat waktu pengupasan
dengan menggunakan alat pengupas kulit ubi kayu, namun mutu kupasannya masih kurang bagus. Hal ini dikarenakan hanya kulit bagian terluar yang berwarna coklat saja yang terbuang dan sebagian kecil
kulit bagian dalam yang berwarna putih. Hal ini menyebabkan kandungan asam sianida pada bubur ubi kayu yang diperoleh akan tinggi karena asam sianida banyak terkandung pada bagian kulit putih
tersebut. Ubi kayu yang telah dikupas secepatnya dicuci dengan air mengalir atau di dalam bak.
Tujuan pencucian ini untuk menghilangkan kotoran yang menempel selama pengupasan dan lendir pada permukaan sehingga dapat mengurangi kadar asam sianida. Pencucian dilakukan berulang kali
untuk memastikan ubi kayu yang akan diproses selanjutnya sudah bersih. Ubi kayu yang sudah dibersihkan kemudian diparut dengan alat pemarut ubi kayu. Pada tahap ini ditambahkan air untuk
memperlancar proses sehingga dihasilkan bubur ubi kayu. Pemarutan ini bertujuan untuk merusak jaringan dan sel-sel ubi kayu agar pati dapat terekstraksi.
Tahap selanjutnya adalah pemerasan bubur ubi kayu dengan menggunakan vibrating screen. Prinsip kerja alat ini adalah menahan padatan yang terdapat pada bubur ubi kayu sehingga dihasilkan
supernatan cairan yang mengandung pati. Pada alat tersebut terdapat dua saringan bertingkat dengan ukuran 200 mesh dan 100 mesh sehingga bisa dipastikan supernatan tidak mengandung ampas ubi
kayu. Pemerasan bubur ubi kayu ini dilakukan sebanyak dua kali hingga cairan yang dihasilkan agak jernih. Hal ini berarti kandungan pati dalam ampas ubi kayu tinggal sedikit. Pengendapan supernatan
yang diperoleh dilakukan dengan dekantasi selama 4-5 jam sehingga diperoleh endapan pati yang siap untuk difermentasi. Pengendapan cara ini memanfaatkan gaya grafitasi untuk menurunkan granula-
granula pati dan memisahkannya dari cairan. Proses fermentasi spontan dilakukan dalam wadah-wadah plastik yang telah disiapkan.
Endapan pati basah yang diperoleh dimasukkan kedalam wadah-wadah tersebut dengan volume yang sama. Kemudian ditambahkan air yang akan berfungsi sebagai cairan fermentasi. Pada fermentasi
spontan tidak ditambahkan starter bakteri asam laktat Cardena dan deBuckle, 1980. Hal ini dikarenakan fermentasi spontan merupakan teknik fermentasi yang memanfaatkan mikroba yang
tumbuh secara alami selama fermentasi. Pada bagian atas wadah fermentasi ditutup dengan kain yang bertujuan untuk menghindari debu atau kotoran masuk. Kain yang digunakan harus tipis atau memiliki
pori-pori yang cukup besar sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara. Fermentasi spontan dilakukan selama 50 hari dengan pengamatan setiap 10 hari. Selain waktu, proses fermentasi juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu, pH, aktivitas air dan ketersediaan oksigen. Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan dalam dua cara yang berlawanan. Pertama, apabila suhu naik, kecepatan metabolisme mikroorganisme akan naik dan pertumbuhan dipercepat dan
19 sebaliknya apabila suhu turun, kecepatan metabolismenya juga turun dan pertumbuhan diperlambat.
Kedua, apabila suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati. Suhu yang digunakan pada fermentasi spontan ini adalah suhu ruang
yang berkisar 25°C. Cardena dan de Buckle 1980 menyebutkan bahwa pada proses fermentasi spontan dilakukan pada kondisi suhu ruang dengan kisaran suhu 15-25° C.
Setiap organisme juga mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan masih memungkinkan dan masing-masing biasanya memiliki pH optimum. Kebanyakan mikroorganisme
dapat tumbuh pada kisaran pH 6.0-8.0 dan nilai pH diluar kisaran 2.0 dan 10 biasanya bersifat merusak. Ketersediaan oksigen juga mempengaruhi mikroorganisme yang tumbuh selama fermentasi.
Berdasarkan kebutuhan oksigen, mikroorganisme dikelompokkan menjadi mikroorganisme aerobik, anaerobik, anaerobik fakultatif dan mikroerofilik. Mikroorganisme aerobik membutuhkan
ketersediaan oksigen, sedangkan anaerobik merupakan mikroorganisme yang tidak dapat tumbuh jika adanya oksigen. Mikroorganisme anaerobik fakultatif akan mempergunakan oksigen jika tersedia dan
akan tetap hidup walaupun kondisi dalam anaerobik, sedangkan mikroerofilik yaitu mikroorganisme yang tumbuh pada kadar oksigen lebih rendah dari kadar oksigen di atmosfer. Mikroorganisme juga
membutuhkan water activity yang berbeda. Bakteri membutuhkan a
w
yang tinggi berkisar 0.91, sedangkan khamir membutuhkan nilai a
w
yang rendah sekitar 0.87 Buckle, 1985. Pati yang telah difermentasi kemudian dikeringkan dengan sinar matahari selama 7-9 jam
bergantung cuaca. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam bahan. Pengeringan dengan sinar matahari berpengaruh terhadap baking expanding capability tapioka asam
yang dihasilkan, khususnya pada panjang gelombang UV tertentu. Vatanasuchart et al., 2005 mengemukakan bahwa asam laktat dan energi UV dengan panjang gelombang 310-330 nm dapat
menyebabkan terjadinya depolimerisasi parsial pada struktur amilosa tapioka asam sehingga baking expansion yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan menggunakan oven. Dengan demikian, ketika
pasta pati dipanaskan maka molekul air lebih mudah terserap dan membentuk ikatan hidrogen sehingga akan mencapai viskositas yang lebih cepat. Tahapan terakhir adalah penghalusan tapioka
asam kasar dengan blender sehingga diperoleh tapioka dengan ukuran pati yang dikehendaki. Bentuk tapioka asam yang dihasilkan secara visual dapat dilihat pada Lampiran 6.
Secara visual tidak terlihat perbedaan pada tapioka asam yang dihasilkan berdasarkan umur fermentasinya. Akan tetapi, tekstur yang dimiliki oleh masing-masing tapioka tersebut berbeda. Umur
fermentasi yang lebih panjang akan menghasilkan tapioka asam dengan tekstur lebih halus yang diringi dengan peningkatan jumlah bakteri asam laktat yang tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa
granula-granula pati digunakan oleh bakteri asam laktat sebagai subsrat untuk metabolismenya sehingga dihasilkan asam laktat dan senyawa lainnya. Bakteri asam laktat juga memecah pati menjadi
molekul yang sederhana seperti glukosa. Granula pati yang awalnya memiliki ukuran yang lebih besar, perlahan akan menjadi kecil dan memiliki bentuk yang tidak teratur dan seragam. Hal ini
bergantung pada jumlah bakteri asam laktat yang tumbuh. Selain itu, flavour tapioka asam yang dihasilkan juga semakin baik seiring dengan makin lamanya fermentasi. Hal ini dikarenakan bakteri
asam laktat menghasilkan komponen aroma non volatil. Menurut Onyango et al., 2004, bakteri asam laktat menghasilkan komponen utama berupa asam laktat yang merupakan komponen aroma non
volatil utama disamping komponen flavor yang lain yaitu asam karboksilat, ester dan aldehida. Tapioka asam merupakan salah satu jenis pati termodifikasi. Proses modifikasi pada pati
dapat memperbaiki cooking properties sehingga pada aplikasi pengolahannya akan semakin mudah. Proses modifikasi yang terjadi pada tapioka asam terjadi disebabkan oleh hidrolisis asam laktat yang
dihasilkan dan thermal treatment dari pengeringan menggunakan sinar matahari yang memiliki panjang gelombang yang beragam.
20 Mekanisme modifikasi pati yang terjadi pada tapioka asam tidak lepas dari bagian yang
membentuk pati tersebut yaitu amilosa dan amilopektin. Pada bagian tersebut terdapat bagian amorf dan kristalin yang berpengaruh terhadap sifat pati yang dihasilkan, khususnya sifat fungsional. Bagian
amorf merupakan bagian yang dapat larut, sedangkan bagian kristalin tidak dapat larut. Pada tapioka asam bagian amorf akan mengalami kerusakan oleh asam laktat. Bagian amorf merupakan ikatan yang
lemah dan umumnya terdapat pada titik percabangan struktur pati sehingga mudah terputus oleh asam. Pada saat bagian tersebut dirusak oleh asam maka percabangannya akan terputus dan akan terbentuk
sebagian rantai yang lurus sesuai dengan jumlah kerusakan yang terjadi. Gambar 9 memperlihatkan mekanisme modifikasi pati pada bagian amorf tapioka asam.
Ket : A = bagian amorf
Gambar 9. Mekanisme modifikasi pati pada tapioka asam model cluster amilopektin oleh Hizukuri, 1986
Pada produksi tapioka asam, jumlah kerusakan pada bagian amorf yang diinginkan hanya sebagian. Hal ini terkait dengan pengaruh bagian tersebut pada cooking properties pati yang
dihasilkan. Jika seluruh bagian amorf terpotong-potong maka bagian yang tersisa pada pati yaitu bagian kristalin yang memiliki struktur yang kaku, sehingga cooking properties yang dihasilkan akan
menurun. Pengaruh ini dapat dilihat pada sifat fungsional tapioka asam yang dihasilkan.
4.2 Karakteristik Cairan Fermentasi