Kelarutan dan Swelling Power pada suhu 70°C

33 Kemudian tapioka asam yang dihasilkan dengan fermentasi selama 10 hari sampai 50 hari diperoleh nilai kejernihan yang tidak berbeda signifikan. Nilai kejernihan pasta 1 pada tapioka asam lebih tinggi dibandingkan dengan tapioka alami. Granula pati terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi kristalin dan fraksi amorf. Fraksi kristalin sulit larut dalam air, sedangkan fraksi amorf mudah larut dalam air. Selama proses fermentasi, fraksi amorf pada granula tapioka asam terpotong sehingga semakin banyak bagian yang dapat larut dalam air. Dengan demikian, kejernihan pasta akan semakin tinggi. Balagopalan et al., 1988 menyatakan bahwa suspensi pati alami dalam air dapat berwarna buram opaque, namun proses gelatinisasi pada granula pati dapat meningkatkan transparansi larutan tersebut. Semakin tinggi nilai persen transmitten, maka semakin transparan suspensi yang dihasilkan. Kejernihan pasta 1 sangat bergantung dari sifat dispersi dan sifat retrogradasi bahan. Tapioka asam yang memiliki kejernihan pasta 1 yang tinggi menghasilkan pasta pati yang lebih bening atau transparan, sehingga jika digunakan sebagai bahan baku akan menghasilkan produk dengan warna yang jernih atau transparan.

4.3.4.2 Kelarutan dan Swelling Power pada suhu 70°C

Swelling power didefinisikan sebagai pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air Balagopalan et al.,1988. Swelling power dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Bila pati dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas hanya mencapai 30 Winarno, 2002. Ketika dipanaskan dalam air, granula pati mulai mengembang swelling. Swelling terjadi pada daerah amorf granula pati. Ikatan hidrogen yang lemah antar molekul pati pada daerah amorf akan terputus saat pemanasan, sehingga terjadi hidrasi air oleh granula pati. Granula pati akan terus mengembang, sehingga viskositas meningkat hingga volume hidrasi maksimum yang dapat dicapai oleh granula pati Swinkels, 1985. Faktor-faktor seperti rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat molekul dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya menentukan swelling power dan kelarutan Moorthy, 2004. Swelling merupakan sifat yang dipengaruhi oleh amilopektin Li dan Yeh, 2001. Proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin memiliki kontribusi dalam peningkatan nilai swelling. Selain itu, terdapat korelasi yang negatif antara swelling power dengan kadar amilosa, swelling power menurun seiring dengan peningkatan kadar amilosa Sasaki dan Matsuki, 1998 dalam Li dan Yeh, 2001. Amilosa dapat membentuk kompleks dengan lipida pada pati sehingga dapat menghambat swelling Charles et al., 2005. Pengukuran swelling power dapat dilakukan dengan membuat suspensi pati dalam botol sentrifusa lalu dipanaskan selama 30 menit pada suhu yang telah ditentukan. Kemudian bagian yang cair supernatan dipisahkan dari endapan. Swelling power diukur sebagai berat pati yang mengembang endapan per berat pati kering. Tepung tapioka memiliki swelling power yang besar Balagopalan et al., 1988. Ketika pati dipanaskan dalam air, sebagian molekul amilosa akan keluar dari granula pati dan larut dalam air. Persentase pati yang larut dalam air ini dapat diukur dengan mengeringkan supernatan yang dihasilkan saat pengukuran swelling power. Menurut Fleche 1985, ketika molekul pati sudah benar-benar terhidrasi, molekul-molekulnya mulai menyebar ke media yang ada di luarnya dan yang pertama keluar adalah molekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granula pati. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa. 34 Dari hasil ANOVA dan uji lanjut LSD pada Lampiran 5 maka diperoleh bahwa kelarutan pada tapioka alami berbeda signifikan dengan perlakuan lain pada taraf nyata 5. Nilai kelarutan pada perlakuan tersebut yaitu 21.18. Pada tapioka asam yang dihasilkan dengan fermentasi 10 hari sampai 50 hari tidak berbeda signifikan pada taraf nyata 5. Namun, kelarutan pada tapioka asam mengalami peningkatan dari tapioka alami. Tingginya nilai kelarutan menunjukkan semakin banyaknya pati yang terlarut dalam air. Selama proses fermentasi terjadi pengembangan granula sehingga ketika tapioka asam dipanaskan maka terjadi proses gelatinisasi yang semakin cepat yang menyebabkan banyak granula yang pecah. Pecahnya granula pati menyebabkan semakin banyaknya molekul pati yang keluar sehingga semakin banyak molekul pati yang larut dalam air dan menyebabkan kelarutan meningkat. Dari hasil ANOVA dan uji lanjut LSD pada Lampiran 5 diperoleh bahwa nilai swelling power tapioka alami dan tapioka asam yang dihasilkan pada fermentasi 20 hari berbeda signifikan pada taraf 5 dibandingkan dengan perlakuan lain. Tapioka alami memiliki swelling power yang paling rendah yaitu 0.45. Swelling power pada tapioka asam juga mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tapioka alami. Nilai swelling power tertinggi juga terdapat pada tapioka asam yang telah difermentasi selama 20 hari sebesar 1,71 dan berbeda nyata dibandingkan dengan tapioka asam lainnya. Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi pula kemampuan pati mengembang dalam air. Pada proses fermentasi fraksi amorf yang terdapat pada amilopektin akan terpotong sehingga akan terjadi hidrasi air dengan mudah saat pemanasan. Hal ini menyebabkan granula pati akan semakin mudah mengembang sehingga nilai swelling power akan meningkat. Perubahan nilai swelling power bergantung dari banyaknya fraksi amorf yang terpotong selama fermentasi. Nilai swelling power perlu diketahui untuk memperkirakan ukuran dan volume wadah yang digunakan dalam proses produksi sehingga ketika tapioka asam mengalami swelling maka wadah tersebut masih bisa menampung tapioka tersebut. Pengembangan granula pati swelling yang tinggi pada pati sangat diinginkan pada produk pati termodifikasi karena dapat menurunkan nilai viskositas. Hal ini berkaitan dengan aplikasi pati dalam industri, khususnya industri makanan. Viskositas yang rendah akan menghasilkan produk dengan tekstur yang lebih baik seperti kekenyalannya meningkat dan permukaannya lebih lembut. Disamping itu, kelarutan yang tinggi, juga sangat penting untuk mencapai homogenitas pasta pati ketika diproses. Dilihat dari data yang diperoleh, kelarutan dan swelling power tertinggi pada tapioka asam dicapai pada fermentasi 20 hari. Nilai tersebut dipengaruhi oleh jumlah bagian amorf yang mengalami kerusakan oleh asam laktat. Pada umur fermentasi 20 hari diduga jumlah optimal bagian amorf yang terpotong-potong untuk menghasilkan nilai kelarutan dan swelling power yang tinggi. Umur fermentasi yang semakin lama akan menghasilkan tapioka asam yang didominasi oleh bagian kristalin yang sulit larut dan kaku karena semakin banyaknya jumlah amorf yang terpotong-potong. Tapioka asam hanya terdapat bagian kristalin saja akan menghasilkan granula yang sulit mengembang dan larut dalam air.

4.3.4.3 Sifat Amilografi