11
dilakukan pada pencampuran bahan. Tapioka ditambahkan untuk mendapatkan
adonan yang kalis dan dapat dibentuk Komariah 1995. Penambahan garam dapat melarutkan protein miofibril, sehingga secara
simultan miosin yang larut akan berkombinasi dengan filamen aktin dan menghasilkan makromolekul aktomiosin. Miofibril larut dalam larutan garam
encer 1-8, Lanier 2000. Proses ini menghasilkan pasta yang lengket atau disebut sol Niwa 1992.
Tapioka digunakan untuk bahan pengikat air dan pembentuk struktur yang kuat Widowati 1987. Tapioka digunakan karena tidak berbau, tidak berasa,
memiliki warna yang terang, dan daya gel yang baik Radley 1976. Formulasi pempek umumnya hampir sama pada semua jenis pempek, hanya
cara pembuatan dan penambahan bahan lain yang berbeda. Pempek yang dimasak dengan perebusan adalah pempek kapal selam, pempek lenjer, pempek telur,
pempek tahu, pistel, dan pempek keriting. Jenis pempek yang langsung digoreng adalah adaan, sedangkan yang dipanggang yaitu pempek bakar dan pempek
lenggang. Jenis pempek lain adalah pempek kulit yang dibuat dengan memanfaatkan limbah kulit ikan Komariah 1995.
Pempek kapal selam, telur dan pistel memiliki bentuk setengah bulat dengan isi di dalamnya. Pempek kapal selam ukurannya lebih besar karena diisi dengan
telur utuh yang tidak dikocok, sedangkan pempek telur lebih kecil dan berisi telur yang sudah dikocok. Pistel berisikan tumisan pepaya muda. Pempek lenjer
berbentuk bulat panjang. Pempek keriting adalah pempek yang berbentuk seperti kue putu mayang Rosdiana 2002.
Adonan pempek yang dibentuk bulat pipih lalu dipanggang disebut dengan pempek panggang, sedangkan lenggang dibuat dengan mencampur adonan
pempek dengan telur kemudian dipanggang diatas api dengan alas daun pisang. Adaan adalah pempek yang dibuat dengan mencampur adonan dengan bawang
merah goreng dan langsung digoreng setelah diadoni Rosdiana 2002. Pempek dapat dibuat dengan beberapa formulasi. Formulasi yang umum
dipakai oleh masyarakat Palembang terdiri atas: 1 kg ikan gabus giling, 1 kg tapioka, air satu bagian air dari dua bagian ikan, dan garam secukupnya
Winarno et al. 2000. Sifat sensori pempek ikan patin yang paling disukai
12
berdasarkan Pasaribu 2007 terdiri atas: 1 kg daging ikan patin, 400 ml telur ayam, 200 ml minyak sayur, 200 ml air, 30 g garam, dan 10 g MSG. Formulasi
ini masih menghasilkan warna pempek yang agak kekuningan. Formulasi pempek oleh Rosdiana 2002 menggunakan perbandingan daging ikan tenggiri :
tapioka : air : garam = 15:10:5:1.
2.5 Pati
Pati merupakan cadangan makanan dalam bentuk granula yang ditemukan hampir pada semua tanaman hijau dan jenisnya bervariasi pada jaringan dan organ
tanaman seperti pada daun, akar umbi, tunas, buah, bulir dan batang Preiss 2000. Pati mempunyai susunan kimia yang sederhana, terdiri atas amilosa dan
amilopektin. Keduanya dibedakan atas granula patinya. Molekul amilopektin terdapat sekitar 70 dari granula pati dalam bentuk bercabang dengan ikatan
glikosida sekitar 4-5. Amilosa ditemukan dalam bentuk rantai linear dan terdiri atas 840-22.000 unit residu
α-D-glukopiranosil. Berat molekul polimer ini sekitar 1,36 x 10
5
sampai 3,5 x 10
6
Da Preiss 2000. Sunarti 2004 melaporkan bahwa sumber pati lokal yang banyak dijadikan
sumber karbohidrat di Indonesia adalah tapioka. Tapioka merupakan pati yang dihasilkan dari umbi akar pada tanaman ubi kayu Manihot utillisima.
Tapioka memiliki bentuk granul bulat dengan ukuran 5-40 µm. Panjang rantainya sekitar 20-30 unit, hampir sama dengan pati sereal dan kentang.
Gelatinisasi terjadi pada suhu 95
o
C dengan kelarutan 40-60. Kandungan amilosanya sekitar 18-25 Moorthy 2000. Sumber lain menyebutkan ukuran
granul tapioka 4-35 µm, kandungan amilosa 17, suhu gelatinisasi 52-65 °C, dan tidak berbau BeMiller dan Whistler 1996.
Pati banyak digunakan sebagai bahan pengisi karena memiliki kemampuan untuk memperbaiki kekuatan gel. Pati merupakan biopolimer yang biasa
ditambahkan pada surimi sebagai ingredient untuk memperbaiki sifat fungsional surimi Lee 2002. Pati dapat mengembang dan mengikat air sehingga dapat
mengurangi jumlah bahan baku surimi yang digunakan Park 2000.
13
3 BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2009 sampai dengan Maret 2011. Tempat penelitian adalah di Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan
Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan
Laboratorium Bioproses Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku, bahan tambahan dan pembantu, serta bahan kimia untuk analisa. Bahan baku yang
digunakan adalah ikan patin dengan ukuran 900-1.300 gramekor yang didapat dari Km. 5 Palembang dalam keadaan hidup. Bahan pembantu yang digunakan
adalah es, sodium hidrogen karbonatNaHCO
3
, disodium hidrogen fosfat Na
2
HPO
4
dan garam, sedangkan bahan tambahan yang digunakan adalah tapioka, garam dan air. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah air
destilata, akuades, K
2
SO
4
, H
2
SO
4
, H
2
O
2
, H
3
BO
4
4, metil merah, NaOH 40, Na
2
S
2
O
3
2,5, HCl 0,1 N, kloroform, larutan NaCl 3, larutan bufer pH 7,0 dan 4,0
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan surimi dan pempek antara lain timbangan, grinder, wadah pencuci, alat pengepres, kain kasa, food processor,
panci dan wajan. Analisis laboratorium dilakukan dengan menggunakan peralatan yaitu timbangan analitik, oven, alat destruksi dan destilasi Kjeldahl, alat ekstraksi
Soxhlet , pH meter, Colorimeter model JP7100F, tanur dan Texture Analyzer
model TA-TX2. Instrumen yang digunakan dalam penilaian sensori yaitu lembar penilaian mutu surimi, kamaboko dan uji pembeda pasangan.
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan jenis bahan pencuci, konsentrasi larutan alkali, dan frekuensi
14
pencucian yang menghasilkan mutu surimi terbaik dengan penekanan pada atribut warna dan kekuatan gel. Tahap kedua bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama
perendaman filet terhadap mutu surimi patin. Tahap selanjutnya bertujuan untuk mendapatkan formulasi yang menghasilkan pempek dengan mutu sensori yang
sama atau menyerupai pempek gabus. 3.3.1
Penelitian tahap pertama Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi larutan
0, 0,3, 0,5 dan 0,7 dan frekuensi pencucian 0, 1, 2, 3 dan 4 pada tiap kelompok bahan pencuci NaHCO
3
dan Na
2
HPO
4
yang menghasilkan mutu surimi terbaik. Bahan baku yang digunakan adalah ikan patin yang diperoleh dari
Km. 5, Palembang. Ikan ditimbang dan dicuci kemudian dilakukan pemisahan daging dari
tulang. Daging ikan lalu dilumatkan dengan grinder dan dilakukan pencucian sesuai dengan perlakuan jenis dan konsentasi garam alkali pada pencucian
pertama serta frekuensi pencucian. Pencucian selanjutnya menggunakan air. Pencucian terakhir pada frekuensi pencucian dua, tiga dan empat kali,
menggunakan larutan NaCl 0,3. Setiap tahap pencucian menggunakan rasio daging lumat dan bahan pencuci 1:3 bv dan dilakukan pengadukan selama 10
menit Karayannakidis et al. 2007 dengan modifikasi pada suhu 10 °C. Hasil pencucian kemudian disaring dengan kain blacu dan dilakukan pemerasan pada
setiap akhir pencucian. Surimi yang dihasilkan dilakukan pengujian yang meliputi karakteristik fisik derajat putih, kimia pH, kadar air, kadar lemak, dan
kadar protein dan sensori surimi penampakan, uji lipat, dan uji gigit. Diagram alir pembuatan surimi tahap pertama disajikan pada Gambar 1.
Pembuatan kamaboko dilakuan dengan penambahan garam 2,5 bb pada surimi dan dihomogenkan dengan food processor selama 1 menit. Pasta surimi
dimasukkan dalam selongsong kamaboko dan dilakukan pemanasan setting pada suhu 40 °C selama 20 menit serta dilanjutkan perebusan cooking pada suhu
90 °C selama 20 menit BSN 2006b. Pengujian yang dilakukan terhadap kamaboko meliputi karakteristik fisik kekuatan gel dan derajat putih dan sensori
uji skoring terhadap penampakan, warna, tekstur, aroma, dan rasa. Diagram alir pembuatan kamaboko disajikan pada Gambar 2. Surimi terbaik ditentukan