Karakteristik Surimi Patin Pengaruh Pencucian
31
Lampiran 6a. Perlakuan yang berbeda diberikan antara daging lumat dengan surimi yang dicuci. Perlakuan frekuensi pencucian satu, dua, tiga dan empat tidak
menghasilkan perbedaan kadar protein Lampiran 6b. Penelitian yang dilakukan Suryanti 2009 menghasilkan kadar protein
daging lumat, daging lumat dengan pencucian satu kali dalam air dingin dan surimi yang besarnya masing-masing 83,81, 87,25 dan 81,65 bk.
Penelitian Siddaiah et al. 2001 menunjukkan kadar protein daging lumat ikan silver carp
Hypophthalmichthys molitrix sebesar 87,65 bk, sedangkan Weber et al.
2008 melaporkan kadar protein silver catfish Rhamdia quelen sebesar 75,98 bk.
d Kadar lemak
Kadar lemak dalam daging ikan sangat mempengaruhi mutu surimi yang dihasilkan. Proses pencucian yang dilakukan terhadap daging lumat dapat
mengurangi kadar lemak surimi yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan seperti disajikan pada Gambar 8.
A
B
Gambar 8 Histogram kadar lemak surimi, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
27. 37
27. 37
27. 37
26. 69
6. 66
7. 35
6. 85
5. 41
5. 34
5. 73
5. 83
6. 17
5. 54
4. 43
4. 64
3. 81
3. 53
3. 86
6. 93
3. 22
5 10
15 20
25 30
3 5
7
Kadar lemak
bk
Konsentrasi NaHCO
3
27. 37
26. 07
27. 37
27. 37
6. 20
12. 67
11. 85
14. 48
5. 34
5. 56
12. 05
12. 47
5. 78
6. 95
12. 01
7. 93
3.38 7.58
6.65 7.34
5 10
15 20
25 30
3 5
7
Kadar lemak
bk
Konsentrasi Na
2
HPO
4
32
Penurunan kadar lemak merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan surimi terbaik dalam penelitian ini. Hasil pengamatan menunjukkan
kadar lemak surimi patin lebih rendah dari daging lumat. Pencucian dengan air 0 telah dapat menghilangkan lemak yang nilainya tidak jauh berbeda dari
pencucian dengan alkali 3, 5 dan 7. Hasil penelitian menunjukkan kadar lemak menurun cukup tinggi hanya dengan pencucian air dingin sebanyak satu
kali. Hal ini karena karakteristik lemak patin yang berbeda dengan kebanyakan ikan berlemak lainnya, meskipun dalam penelitian ini masih belum dilakukan
karakterisasi lemak patin. Hasil analisis ragam kadar lemak bk menunjukkan bahwa jenis pelarut,
konsentrasi pencuci dan frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada surimi yang dihasilkan p0,05 Lampiran 7a. Konsentrasi yang
memberikan pengaruh yang berbeda nyata adalah antara 0 dengan 5 dan 7, serta antara 3 dengan 5. Frekuensi pencucian menunjukkan bahwa hanya
surimi dengan pencucian tiga kali yang tidak berbeda dari surimi dengan dua dan empat kali pencucian. Perlakuan frekuensi pencucian lainnya menunjukkan hasil
yang berbeda Lampiran 7b dab 7c. Penelitian Suryanti 2009 yang menggunakan ikan patin siam sebagai
bahan baku surimi diperoleh kadar lemak 5,94 bk. Karayannakidis et al. 2007 melaporkan pencucian ikan sardin Sardina pilchardus dengan alkali
efektif untuk menghilangkan lemak. Bledso et al. 2000 menyatakan bahwa pada pengolahan surimi dari ikan yang banyak mengandung lemak digunakan natrium
bikarbonat NaHCO
3
sebanyak 0,5 yang berfungsi untuk membantu mengurangi kandungan lemak. Benjakul et al. 2003b melaporkan bahwa proses
pencucian dapat menghilangkan sebagian lemak dalam daging dan berpengaruh pada kemampuan membentuk gel.
4.1.2 Karakteristik fisik
Sifat fungsional protein yang berperan penting dalam pengolahan daging meliputi sifat emulsi, water holding capacity WHC dan kekuatan gel Fennema
1985. Mao dan Wu 2007 menyatakan bahwa atribut warna dan tekstur yaitu kekuatan gel merupakan faktor utama dalam penerimaan produk-produk olahan
pangan berbasis surimi. Pada penelitian ini pengamatan dilakukan terhadap kedua
33
atribut tersebut dan menjadi parameter penentu untuk menetapkan surimi terbaik dalam penelitian ini.
a Rendemen
Penghitungan rendemen merupakan hal yang perlu dilakukan untuk dapat memperkirakan bahan baku yang dibutuhkan dalam produksi. Penghitungan
rendemen dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan jumlah surimi yang dihasilkan dengan berat utuh ikan yang digunakan.
Data yang diperoleh dari penghitungan rendemen menunjukkan bahwa frekuensi pencucian berbanding terbalik dengan rendemen yang dihasilkan, yaitu
semakin tinggi frekuensi pencucian maka akan semakin rendah rendemen yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena pencucian menyebabkan leaching beberapa
komponen dari daging ikan. Siklus pencucian yang meningkat akan meningkatkan jumlah komponen larut air yang leaching. Hasil pengamatan
disajikan dalam Gambar 9.
A
B
Gambar 9
Histogram rendemen surimi, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
39. 74
38. 11
38. 58
37. 71
29. 65
28. 06
28. 12
28. 83
34. 12
28. 77
25. 25
26. 16
23. 63
31. 16
22. 71
28. 30
22. 76
23. 34
17. 72
26. 32
10 20
30 40
50
3 5
7
Rendemen surimi
Konsentrasi NaHCO
3
36. 31
33. 30
37. 12
37. 79
30. 43
26. 74
27. 75
37. 36
33. 43
27. 59
31. 31
30. 15
23. 69
25. 07
28. 18
25. 42
22. 76
27. 17
27. 04
22. 01
10 20
30 40
50
3 5
7
Rendemen surimi
Konsentrasi Na
2
HPO
4
34
Konsentrasi pencuci dan frekuensi pencucian berpengaruh nyata terhadap rendemen surimi Lampiran 8a. Pencucian dengan konsentrasi pencuci 5
memberikan hasil yang berbeda nyata dengan konsentrasi pencuci 7, sedangkan perlakuan yang lain tidak berpengaruh nyata. Pada frekuensi pencucian, hampir
semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata, kecuali pencucian satu dan dua kali p0,05 Lampiran 8b dan 8c.
b Derajat putih surimi
Warna merupakan salah satu atribut penting yang diamati dalam penelitian ini, karena pada umumnya daging patin memiliki warna yang agak kekuningan.
Penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki warna surimi patin menjadi lebih pucat. Hasil pengamatan yang diperoleh disajikan pada Gambar 10.
A
B
Gambar 10 Histogram derajat putih surimi, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
Derajat putih surimi yang dihasilkan dari masing-masing perlakukan lebih tinggi dari daging lumatnya. Chen et al. 1997 melaporkan bahwa proses
53. 67
57. 51
57. 69
56. 44
59. 14
64. 48
62. 44
59. 11
64. 14
62. 52
59. 72
64. 26
63. 54
64. 02
62. 00
65. 65
66. 60
64. 82
63. 90
68. 81
10 20
30 40
50 60
70 80
3 5
7
Derajat putih
surimi
Konsentrasi NaHCO
3
52. 04
53. 75
54. 20
54. 36
67. 75
57. 57
64. 91
66. 97
67. 66
65. 40
64. 01
66. 23
67. 18
61. 19
62. 97
65. 05
68. 37
66. 34
64. 66
65. 92
10 20
30 40
50 60
70 80
3 5
7
Derajat putih
surimi
Konsentrasi Na
2
HPO
4
35
pencucian menghilangkan sebagian lemak dan pigmen dalam daging ikan. Derajat putih tertinggi diperoleh dari pencucian 4 kali.
Perlakuan pencucian yang diberikan pada daging lumat patin mampu meningkatkan derajat putih surimi yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena
pencucian yang dilakukan dapat mengeluarkan darah, lemak dan senyawa lain yang dapat menyebabkan warna yang kurang menarik pada daging patin. Hal ini
terlihat dari air sisa pencucian yang berwarna merah dan terdapat banyak buih lemak yang mengapung pada air sisa pencucian. Derajat putih surimi semakin
baik dengan siklus pencucian yang meningkat. Hal ini menunjukkan lebih banyak senyawa yang leaching karena pencucian yang berulang.
Hasil analisis ragam terhadap warna menunjukkan bahwa jenis pencuci, konsentrasi pencuci dan frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang nyata
terhadap derajat putih surimi yang dihasilkan p0,05 Lampiran 9a. Semua perlakuan konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap derajat putih
surimi, kecuali pada konsentrasi 0 dengan 7 dan konsentrasi 3 dengan 5 Lampiran 9b. Frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang nyata, kecuali
antara pencucian tiga kali dengan pencucian satu dan dua kali Lampiran 9c. Kim et al. 1996 menyatakan bahwa warna surimi dari daging gelap dapat
diperbaiki dengan meningkatkan siklus pencucian. Penelitian Santoso et al. 2009 menunjukkan hal yang sama. Surimi yang dibuat dari tetelan beku ikan
kakap dan ikan layang dengan tiga kali pencucian memiliki derajat putih yang lebih tinggi dari surimi dengan dua kali pencucian.
Karayannakidis et al. 2007 melakukan pencucian terhadap daging ikan sardin Sardina pilchardus dengan kondisi asam dan alkali dan menghasilkan
indeks kecerahan dan derajat putih yang lebbih baik. Bledso et al. 2000 menyatakan bahwa pada pengolahan surimi dari ikan yang banyak mengandung
lemak dengan natrium bikarbonat NaHCO
3
sebanyak 0,5 dapat mengubah warna menjadi lebih baik. Santoso et al. 2008 melakukan penelitian pembuatan
surimi dari ikan cucut pisang Carcharinus falciformis dan ikan pari kelapa Trygon sephen yang dibuat dengan pencucian air dingin sebanyak tiga kali.
Hasilnya menunjukkan derajat putih warna surimi cucut pisang dan pari kelapa masing-masing 41,1 dan 32,5.
36
c Kekuatan gel
Ikan dengan kadar lemak tinggi seperti patin umumnya memiliki kemampuan membentuk gel yang rendah. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengurangi kadar lemak adalah dengan melakuan perlakuan pencucian terhadap daging lumat. Hasil penelitian pengaruh pencucian terhadap kekuatan gel
disajikan pada Gambar 11.
A
B
Gambar 11 Histogram kekuatan gel kamaboko, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
Hasil analisis ragam kekuatan gel p0,05 menunjukkan bahwa jenis pelarut dan frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kekuatan gel kamaboko yang dihasilkan Lampiran 10a. Pada faktor frekuensi pencucian diperoleh data bahwa semua perlakuan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap kekuatan gel kamaboko yang dihasilkan, kecuali antara pencucian dua kali dengan pencucian satu dan empat kali Lampiran 10b.
Surimi dari pencucian satu kali dengan air 0 menghasilkan kamaboko dengan kekuatan gel tertinggi yaitu 230,43 g.cm. Kekuatan gel tertinggi menjadi
179. 00
172. 33
157. 37
163. 33
230. 43
185. 50
182. 13
164. 60
183. 17
206. 07
185. 47
215. 50
134. 27
160. 07
153. 53
153. 10
83. 63
118. 83
129. 03
113. 87
50 100
150 200
250
3 5
7
Kekuatan gel
g cm
Konsentrasi NaHCO
3
172. 60
172. 33
169. 03
165. 00
230. 43
158. 33
177. 90
176. 73
183. 17
172. 87
176. 93
184. 53
134. 27
154. 97
143. 10
169. 60
83. 63
128. 30
125. 47
127. 43
50 100
150 200
250
3 5
7
Kekuatan gel
g cm
Konsentrasi Na
2
HPO
4
37
dasar penentuan surimi terbaik pada penelitian sehingga pencucian dengan air dingin dan frekuensi pencucian satu kali ditetapkan menjadi perlakuan terbaik.
Pencucian empat kali menghasilkan kekuatan gel terendah. Ini menunjukkan bahwa siklus pencucian yang meningkat cenderung menurunkan kekuatan gel.
Chen et al. 1997 menyatakan bahwa penambahan siklus pencucian dengan waktu yang lama akan meningkatkan hidrasi daging lumat dan degradasi protein
miofibril, yang akhirnya menghambat kemampuan membentuk gel. Santoso et al.
2009 melaporkan bahwa kekuatan gel surimi yang dibuat dari tetelan ikan kakap dan ikan layang dengan pencucian air dingin sebanyak dua kali lebih tinggi dari
pencucian tiga kali. Liu et al. 2010 melaporkan pembentukan gel pada daging ikan silver carp
Hypophthalmichthys molitrix terjadi pada pH 5,5-7,5. Peningkatan nilai pH menyebabkan penurunan tingkat gelasi dan kekuatan gel. Phatcharat et al. 2006
melaporkan bahwa pencucian dengan NaOCl 20 ppm dapat memperbaiki sifat gel surimi bigeye snapper Priacanthus tayenus. Penelitian lain dilaporkan oleh
Karayannakidis et al. 2007 yang melakukan pencucian daging ikan sardin Sardina pilchardus pada pH 5,5 dan dihasilkan kamaboko dengan mutu gel
terbaik. Santoso et al. 2008 melaporkan kekuatan gel surimi dari ikan cucut pisang Carcharinus falciformis dan pari kelapa Trygon sephen dengan
pencucian air dingin sebanyak tiga kali adalah 276,24 g.cm dan 339,82 g.cm. 4.1.3
Karakteristik sensori Penilaian sensori surimi dilakukan terhadap penampakan. Penilaian sensori
kamaboko meliputi uji lipat, uji gigit, penampakan, warna, tekstur, aroma, dan rasanya.
a Penampakan surimi
Uji sensori dilakukan dengan menilai penampakan surimi. Skor minimal surimi dengan grade A adalah 7 BSN 2006. Hasil penelitian menunjukan surimi
dari satu kali pencucian dengan air dingin telah memenuhi syarat tersebut. Hasil rata-rata skor sensori untuk penampakan surimi disajikan dalam Gambar 12.
Hasil pengamatan sensori terhadap penampakan surimi diperoleh hasil rata- rata tertinggi yaitu 7,8 untuk pencucian dengan NaHCO
3
3 dengan dua kali
38
pencucian, sedangkan pada pencucian dengan Na
2
HPO
4
skor tertinggi pada pencucian 0 dengan satu kali pencucian. Skor 7 menunjukkan bahwa surimi
yang dihasilkan murni daging tanpa tulang, duri, sisik, dan benda asing namun terdapat sedikit serat 5. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis Lampiran 11a dan
uji perbandingan berganda diperoleh hasil bahwa hanya perlakuan pencucian dua kali dengan satu dan empat kali yang menghasilkan pengaruh berbeda pada
penampakan surimi. Konsentrasi pencuci tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap penampakan surimi Lampiran11b dan 11c.
A
B
Gambar 12 Histogram skor penampakan surimi, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
b Uji lipat kamaboko
Kemampuan membentuk gel surimi menentukan kekuatan gel kamaboko yang dihasilkannya. Kekuatan gel secara sensori dapat dinilai dengan melakukan
uji lipat kamaboko. Kamaboko yang dibuat dari surimi hasil pencucian satu kali dengan
konsentrasi 0 air memperoleh skor 7,3 yang berarti masih masuk dalam kategori grade A berdasarkan BSN 2006. Hasil uji lipat menunjukkan
6.3 6.3
6.0 6.0
7.5 4.5
7.0 5.5
6.3 7.8
6.5 5.5
7.0 5.5
6.0 6.0
6.3 5.5
5.5 6.3
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
3 5
7
Skor penampakan
Konsentrasi NaHCO
3
6.0 6.0
6.0 6.0
7.5 5.5
5.5 5.8
6.5 7.3
6.3 6.5
7.0 6.8
6.5 6.8
6.0 5.0
5.3 5.3
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
3 5
7
Skor penampakan
Konsentrasi Na
2
HPO
4
39
kamaboko dari surimi terbaik hanya sedikit retak bila dilipat 4. Hasil pengamatan sensori terhadap uji lipat kamaboko diperoleh hasil rata-rata terendah dan tertinggi
yaitu 4,3 dan 8,3 dan disajikan pada Gambar 13.
A
B
Gambar 13 Histogram skor uji lipat kamaboko, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis Lampiran 12a dan uji perbandingan berganda diperoleh hasil bahwa konsentrasi bahan pencuci 0 menghasilkan skor
penampakan yang berbeda dengan konsentrasi yang lainnya. Konsentrasi yang juga memberikan skor berbeda yaitu antara konsentrasi 5 dengan 3 dan 7
serta antara konsentrasi 7 dengan 5 Lampiran 12b. Hasil uji sensori sejalan dengan pengukuran kekuatan gel kamaboko dimana
frekuensi pencucian yang meningkat menghasilkan kamaboko dengan skor uji lipat yang semakin rendah. Hal ini karena frekuensi pencucian yang lebih banyak
menyebabkan kekuatan gel yang menurun. Uji lipat terhadap daging lumat menunjukkan hasil yang berbeda dengan
surimi hasil pencucian satu, dua, dan tiga kali namun tidak berbeda dengan pencucian empat kali. Pencucian empat kali berbeda dengan pencucian satu, dua
dan tiga kali Lampiran 12c.
6.0 6.0
6.0 6.0
7.3 8.3
7.8 8.3
7.8 7.5
7.5 8.3
5.3 7.1
7.0 7.5
4.3 5.0
4.3 4.8
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
3 5
7
Skor uji
lipat
Konsentrasi NaHCO
3
6.0 6.0
6.0 6.0
7.3 7.5
8.3 8.5
7.5 8.3
7.5 6.5
4.8 7.3
8.3 8.0
4.3 5.5
6.5 5.0
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
3 5
7
Skor uji
lipat
Konsentrasi Na
2
HPO
4
40
c Uji gigit kamaboko
Kekuatan gel kamaboko dapat juga dinilai dengan uji gigit. Kamaboko yang dibuat dari surimi hasil pencucian satu kali dengan air dingin memperoleh
skor 7,1 yang berarti masih masuk dalam kategori grade A berdasarkan BSN 2006. Pada uji gigit diperoleh hasil bahwa kamaboko dari surimi terbaik
memiliki kekenyalan yang agak kuat. Hasil pengamatan penelitian dapat dilihat dari Gambar 14.
A
B
Gambar 14 Histogram skor uji gigit kamaboko, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
Hasil pengamatan sensori terhadap uji gigit kamaboko diperoleh hasil rata- rata antara 5,0 hingga 7,9 yang artinya kamaboko yang dihasilkan memiliki
kekenyalan agak lunak sampai agak kuat. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis Lampiran 13a dan uji perbandingan berganda diperoleh hasil bahwa semua
faktor memberikan pengaruh berbeda terhadap skor uji gigit kamaboko. Skor uji gigit kamaboko dari surimi yang dicuci dengan konsentrasi 7 tidak berbeda
dengan 0 dan 3. Hasil yang tidak berbeda juga diperlihatkan antara konsentrasi 3 dan 5 Lampiran 13b. Skor uji gigit kamaboko dari surimi
6.6 6.9
6.9 6.9
7.1 7.5
6.9 7.6
6.4 7.0
7.4 6.9
6.1 6.8
6.9 6.1
5.5 5.9
6.9 6.1
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
3 5
7
Skor uji
gigit
Konsentrasi NaHCO
3
6.6 6.9
6.9 6.9
6.9 5.9
7.6 7.0
6.1 6.6
7.1 6.0
5.6 6.5
7.9 6.8
5.9 6.0
7.1 5.0
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
3 5
7
Skor uji
gigit
Konsentrasi Na
2
HPO
4
41
yang dicuci dengan frekuensi pencucian satu kali berbeda dengan pencucian dua dan tiga kali yang berbeda Lampiran 13c.
d Penampakan kamaboko
Penampakan merupakan atribut pertama yang dinilai konsumen dalam memilih produk. Penilaian penampakan kamaboko meliputi bentuk kamaboko,
permukaan, ketebalan serta struktur yang berpori. Hasil pengamatan penelitian dapat dilihat dari Gambar 15.
A
B
Gambar 15 Histogram skor penampakan kamaboko, A: dengan NaHCO
3
, B:
dengan Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian
2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
Hasil pengamatan sensori terhadap penampakan kamaboko diperoleh hasil rata-rata antara 3,0 hingga 5,6. Skor 3 menunjukkan kamaboko yang dihasilkan
memiliki penampakan yang utuh tetapi kurang rapi, permukaan dan ketebalan kurang rata, berpori serta kurang mengkilat. Kamaboko dengan skor tertinggi
memiliki spesifikasi utuh, rapi, permukaan rata, ketebalan kurang rata, sedikit berpori, dan agak mengkilat. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis Lampiran 14a dan
uji perbandingan berganda diperoleh hasil bahwa semua faktor memberikan pengaruh yang berbeda terhadap penampakan kamaboko. Penampakan kamaboko
yang tidak berbeda ditunjukkan antara kamaboko dari daging lumat dan
3.8 3.8
3.8 3.8
5.1 3.6
5.1 5.1
4.9 4.0
4.5 5.5
4.8 3.3
5.0 5.5
3.0 3.6
4.4 3.6
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
3 5
7
Skor penampakan
Konsentrasi NaHCO
3
3.8 3.8
3.8 3.8
4.9 4.3
4.6 5.1
4.5 5.0
5.3 5.4
4.8 5.6
4.4 5.1
3.0 4.3
4.3 4.1
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
3 5
7
Skor penampakan
Konsentrasi Na
2
HPO
4
42
kamaboko dari surimi dengan konsentrasi pencuci 3 serta antara konsentrasi 5 dan 7 Lampiran 14b. Perlakuan frekuensi pencucian yang berbeda
ditunjukkan oleh kamaboko dari daging lumat dengan kamaboko dari surimi hasil pencucian satu, dua dan tiga kali. Hasil yang berbeda juga ditunjukkan oleh
kamaboko dari surimi dengan pencucian empat kali dengan pencucian satu, dua, dan tiga 3 kali Lampiran 14c.
e Warna kamaboko
Warna merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam produksi surimi. Jenis ikan yang mengandung lemak tinggi serta komposisi daging merah
yang tinggi umumnya tidak dijadikan bahan baku untuk pembuatan surimi. Jika akan digunakan, diperlukan perlakuan untuk memperbaiki warna surimi, misalnya
dengan pencucian. Hasil pengamatan terhadap warna kamaboko disajikan pada Gambar 16.
A
B
Gambar 16 Histogram skor warna kamaboko, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
Warna kamaboko dari daging lumat memperoleh skor paling rendah yaitu 1,5. Nilai ini menunjukkan kisaran warna kamaboko yang kuning sampai
1.6 1.5
1.5 1.6
3.5 3.1
4.1 3.3
3.5 4.1
4.6 4.0
3.1 4.9
4.9 4.8
4.4 4.5
4.8 4.5
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
3 5
7
Skor warna
Konsentrasi NaHCO
3
1.6 1.6
1.6 1.5
4.1 3.4
4.0 3.6
4.0 4.0
4.4 3.8
3.5 4.3
4.0 3.8
4.5 4.0
4.3 4.3
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
3 5
7
Skor warna
Konsentrasi Na
2
HPO
4
43
kecoklatan. Skor tertinggi diperoleh dari perlakuan pencucian 3 kali dengan konsentrasi NaHCO
3
3 yaitu 4,9 dengan kisaran warna hampir putih. Hasil uji Kruskal-Wallis Lampiran 15a dan uji perbandingan berganda
diperoleh hasil bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna kamaboko. Kamaboko dari surimi dengan konsentrasi pencuci
0 berbeda dengan konsentrasi 5 dan 7. Pencucian dengan konsentrasi pencuci 3 dan 5 juga memberikan pengaruh yang berbeda Lampiran 15b,
sedangkan pada faktor frekuensi pencucian, hampir semua perlakuan berpengaruh nyata, kecuali antara pencucian dua dengan tiga kali Lampiran 15c.
f Tekstur kamaboko
Tekstur merupakan atribut penting pada produk olahan surimi selain warna. Tekstur kamaboko yang dinilai adalah kekenyalan, kekompakan dan kepadatan
kamaboko. Tekstur kamaboko hasil pengamatan disajikan pada Gambar 17.
A
B
Gambar 17 Histogram skor tekstur kamaboko, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
Tekstur kamaboko dari daging lumat memperoleh skor paling rendah yaitu 4,8 tekstur kamaboko tergolong kenyal, agak kompak dan agak padat. Nilai
4.9 4.9
4.8 4.8
5.6 5.3
5.3 5.9
5.0 4.9
5.6 5.5
4.8 5.0
5.9 4.9
4.1 4.3
4.3 4.4
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
3 5
7
Skor tekstur
Konsentrasi NaHCO
3
4.8 4.9
4.9 4.8
5.6 5.1
5.5 5.5
5.1 4.9
5.4 5.4
4.6 4.8
5.8 5.5
4.0 4.1
4.1 3.4
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
3 5
7
Skor tekstur
Konsentrasi Na
2
HPO
4
44
tertinggi adalah 5,9 NaHCO
3
dan 5,8 Na
2
HPO
4
yang berarti kenyal, kompak dan padat. Umumnya daging lumat patin yang diolah menjadi produk gelasi
memiliki tekstur yang kurang kenyal, kurang kompak dan tidak padat. Tekstur kamaboko menjadi lebih baik pada surimi yang dicuci, namun pencucian empat
kali menghasilkan skor tekstur yang lebih rendah dari pencucian yang lainnya. Hasil uji perbandingan berganda yang dilakukan antar perlakuan konsentrasi dan
frekuensi pencucian menunjukkan bahwa hanya perlakuan 3 dan 5 yang berbeda nyata Lampiran 16a serta perlakuan empat kali pencucian berbeda
dengan pencucian yang lain Lampiran 16b dan 16c. g
Aroma kamaboko Penilaian terhadap aroma dilakukan dengan menilai terciumnya aroma ikan
dari kamaboko. Perlakuan pencucian terhadap daging lumat patin berpengaruh terhadap aroma ikan pada kamaboko seperti disajikan pada Gambar 18.
A
B
Gambar 18 Histogram skor aroma kamaboko, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
Aroma ikan pada kamaboko umumnya berkurang dengan adanya proses pencucian. Aroma ikan paling tercium pada kamaboko yang dibuat dari daging
6.1 5.6
5.6 5.5
5.5 5.4
5.8 5.4
5.0 5.1
5.1 5.3
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
3 5
7
Skor aroma
Konsentrasi NaHCO
3
5.6 5.8
5.8 5.6
4.6 5.6
5.3 5.1
4.8 5.6
5.4 4.6
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
3 5
7
Skor aroma
Konsentrasi Na
2
HPO
4
45
lumat. Aroma kamaboko dari surimi terbaik memperoleh skor 4,6-5,5. Kisaran ini menunjukkan kamaboko yang dihasikan tercium aroma ikan sampai agak kuat.
Hasil uji Kruskal-Wallis Lampiran 17a menunjukkan adanya perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap aroma ikan pada kamaboko patin.
Hasil uji perbandingan berganda yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya pada taraf konsentrasi 0 dengan 3 serta antara 0 dengan 5 yang berbeda nyata
Lampiran 17b. Pencucian daging dapat menghilangkan trimetil amin oksida TMAO,
selain darah, sarkoplasma, dan enzim Shimizu et al. 1992. Skor tertinggi penilaian aroma pada penelitian ini diperoleh kamaboko dari daging lumat. Hal
ini karena tidak terjadi leaching komponen pembentuk aroma seperti senyawa- senyawa nitrogen termasuk di dalamnya asam amino bebas, peptida dengan bobot
molekul rendah dan nukleotida. h
Rasa kamaboko Penilaian rasa meliputi rasa ikan serta rasa gurih pada kamaboko. Hasil
pengamatan terhadap aroma ikan pada kamaboko disajikan pada Gambar 19.
A
B
Gambar 19 Histogram skor rasa kamaboko, A: dengan NaHCO
3
, B: dengan
Na
2
HPO
4
, : daging lumat,
: pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali,
: pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.
5.6 5.5
5.5 5.5
5.3 5.3
5.1 5.4
5.1 5.0
5.1 5.5
4.4 4.9
5.3 5.0
4.8 5.4
5.4 5.0
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
3 5
7
Skor rasa
Konsentrasi NaHCO
3
5.4 5.4
5.5 5.5
4.9 5.4
5.1 4.5
5.1 5.0
5.0 4.4
4.9 4.4
5.0 5.1
4.9 4.9
5.4 4.5
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
3 5
7
Skor rasa
Konsentrasi Na
2
HPO
4
46
Rasa kamaboko dari surimi yang tidak melalui proses pencucian memperoleh skor paling tinggi yaitu 5,5 dan 5,6 untuk pencuci NaHCO
3
dan Na
2
HPO
4
. Nilai skor tersebut berarti kamaboko terasa ikan dan agak gurih. Hasil uji Kruskal-Wallis Lampiran 18a menunjukkan adanya perlakuan
yang meberikan pengaruh nyata terhadap aroma ikan pada kamaboko patin. Hasil uji perbandingan berganda menunjukkan bahwa tidak ada perlakuan konsentrasi
yang berbeda nyata Lampiran 18b. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada frekuensi pencucian dua dan tiga kali yang berbeda dengan daging lumat
Lampiran 18c.