Optimasi Formulasi Sosis Berbahan Baku Surimi Ikan Patin (Pangasius Pangasius) Dengan Penambahan Karagenan (Eucheuma Sp.) dan Susu Skim Untuk Meningkatkan Mutu Sosis

(1)

SKRIPSI

OPTIMASI FORMULASI SOSIS BERBAHAN BAKU SURIMI IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN

(Eucheuma sp.) DAN SUSU SKIM UNTUK MENINGKATKAN MUTU SOSIS

Oleh:

NI WAYAN TRI WULANDHARI F24103016

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

OPTIMASI FORMULASI SOSIS BERBAHAN BAKU SURIMI IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN

(Eucheuma sp.) DAN SUSU SKIM UNTUK MENINGKATKAN MUTU SOSIS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

NI WAYAN TRI WULANDHARI F24103016

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

OPTIMASI FORMULASI SOSIS BERBAHAN BAKU SURIMI IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN

(Eucheuma sp.) DAN SUSU SKIM UNTUK MENINGKATKAN MUTU SOSIS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

NI WAYAN TRI WULANDHARI F24103016

Dilahirkan pada tanggal 3 Maret 1985 di Jakarta

Tanggal lulus : 30 Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, September 2007

Ir. Budi Nurtama, M.Agr Ir. Elvira Syamsir, M.Si Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Ketua Depertemen ITP


(4)

Ni Wayan Tri Wulandhari. F24103016. Optimasi Formulasi Sosis Berbahan Baku Surimi Ikan Patin (Pangasius pangasius) dengan Penambahan Karagenan (Eucheuma sp.) dan Susu Skim untuk Meningkatkan Mutu Sosis. Di bawah bimbingan Budi Nurtama dan Elvira Syamsir.

RINGKASAN

Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi perikanan yang cukup tinggi, termasuk potensi budidaya ikan patin. Tetapi, potensi perikanan ini baru dimanfaatkan sekitar 20 persen. Ikan patin ini dapat diolah menjadi sosis yang merupakan salah satu produk olahan daging yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia. Permasalahan yang muncul adalah karena daya pembentukan gel ikan patin yang merupakan ikan air tawar lebih rendah daripada ikan air laut dan rendemen surimi yang cukup rendah, yaitu 26% dari bobot ikan utuh. Karagenan merupakan salah satu potensi alternatif yang melimpah di Indonesia, yang berfungsi sebagai bahan pengisi sekaligus pembentuk tekstur pada sosis yang belum termanfaatkan.

Penelitian ini bertujuan mengoptimasi penggunaan surimi, air, karagenan, dan susu skim dalam pembuatan sosis ikan patin sehingga diperoleh respon biaya (RM cost), respon subyektif (tekstur dan rasa) serta respon obyektif (air bebas yang dikeluarkan, cooking loss, daya iris, dan kekenyalan yang optimal. Selain itu, penelitian ini bertujuan mengetahui posisi produk sosis ikan patin formula optimum jika dibandingkan produk sosis ikan komersil yang berada di pasaran.

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan penelitian pendukung. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk penetapan bumbu, penentuan jenis karagenan, range maksimum dan minimum surimi, air, karagenan, dan susu skim. Penelitian utama dilakukan untuk menentukan optimasi formula menggunakan program Design Expert version 7 dengan range maksimum dan minimum yang diperoleh pada penelitian pendahuluan. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian pendukung dengan melakukan uji proksimat, uji mikrobiologi terhadap sosis formula optimum, dan uji hedonik sosis formula optimum dengan sosis ikan komersil yang beredar di pasaran. Dilakukan perhitungan harga jual sosis ikan formula optimum secara kasar dan dibandingkan dengan harga jual sosis ikan komersil.

Formula sosis ikan patin optimum yang terpilih melalui program Design Expert version 7 adalah sosis dengan komposisi surimi sebanyak 37.08%, air sebanyak 27.92%, karagenan (campuran 25% kappa-karagenan dengan 75% iota-karagenan) sebanyak 2%, dan susu skim sebanyak 5% dengan nilai desirability sebesar 0.602. Sosis formula optimum menghabiskan biaya (RM cost) sebesar Rp. 7307.93 (350 g), dengan nilai kesukaan terhadap tekstur sebesar 9.2 (berkisar antara netral hingga agak suka), nilai kesukaan terhadap rasa sebesar 9.8 (berkisar antara netral hingga agak suka), nilai air bebas yang dikeluarkan sebesar 79.55 mg H2O, nilai cooking loss sebesar 3.74%, nilai daya iris sebesar 483.0 gf, dan nilai kekenyalan sebesar 409.7 gf.

Berdasarkan hasil uji hedonik, sosis ikan K1 memiliki nilai kesukaan tertinggi untuk atribut tekstur, rasa, aroma, dan overall, tapi tidak untuk atribut warna.


(5)

Sosis ikan K3 memiliki nilai kesukaan terendah untuk semua atribut, yaitu atribut tekstur, rasa, aroma, warna, dan overall. Secara statistik dari segi tekstur, kesukaan sosis ikan formula optimum sama dengan sosis ikan K1 dan K2. Kesukaan terhadap aroma sosis ikan formula optimum tidak berbeda dengan sosis K1 dan berada di atas sosis ikan komersil lainnya, sedangkan dari segi rasa dan overall, kesukaan terhadap sosis ikan formula optimum berada pada posisi kedua setelah sosis K1. Kesukaan terhadap warna sosis ikan formula optimum tidak berbeda dengan warna sosis ikan komersil lainnya. Secara keseluruhan jika dilihat dari segi atribut tekstur, rasa, aroma, warna, dan overall, kesukaan sosis ikan patin formula optimum berada pada kisaran antara netral hingga agak suka.

Dilihat dari atribut organoleptik (tekstur, rasa, aroma, warna dan overall) maupun harga jualnya sebesar Rp. 4729.07 (100g pada skala lab), maka sosis ikan patin formula optimum cukup bersaing dengan sosis ikan komersil K1, K2, dan K3.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ni Wayan Tri Wulandhari, dilahirkan pada tanggal 3 Maret 1985 sebagai anak pertama dari Bapak I Wayan Budiastra dan Ibu Ni Nyoman Suyodhari. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Polisi 4 Bogor pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Bogor dan selesai pada tahun 2000. Penulis mengikuti pendidikan tingkat menengah atas di SMU 1 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Bulan Juli 2003, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB melalui jalur USMI.

Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Komunitas Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) IPB (2003-2007), anggota Brahmacarya Bogor (2003-2007), Anggota Remaja Hindu Dharma (Rehida) Bogor (2005-2007), anggota Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia, anggota dari Music Agricultural Expression (MAX) (2005-2006).

Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan diantaranya menjadi Penanggung Jawab Keluarga (PJK) Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Angkatan 41 IPB (2004), Koordinator Acara Penerimaan Anggota Baru Brahmacarya Bogor (2004), menjadi anggota Tata Tertib (Tatib) Kegiatan Pengenalan Departemen ITP kepada mahasiswa angkatan 41 (2005), Koordinator Acara Bazar yang diselenggarakan Brahmacarya Bogor (2005), anggota panitia National Student’s Paper Competition (NSPC 2006). Penulis juga mengikuti beberapa seminar dan pelatihan, diantaranya adalah Konferensi Internasional IDF yang diselenggarakan FGW Student Forum for Milk and Milk Products tahun 2005, Seminar Buah Merah tahun 2005, Presenter dalam National Student’s Paper Competition (NSPC 2006), dan Pelatihan Auditor Hazzard Analytical Critical Control Point (HACCP) tahun 2006.

Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Kimia TPB alih semester 2005-2006 dan menjadi Administator Keuangan Sekolah Pasraman Giri


(7)

Kusuma Bogor Tahun 2005-sekarang. Tahun 2005-2007 penulis berkesempatan menerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.


(8)

Persembahan berupa ilmu pengetahuan lebih mulia

daripada persembahan materi. Tak ada sesuatupun di

dunia ini yang dapat menyamai kesucian ilmu

pengetahuan.Walau seandainya engkau paling berdosa

diantara manusia yang memikul dosa, dengan perahu

ilmu pengetahuan ini, lautan dosa akan engkau

seberangi (Bhagawad gita IV-33, 36, 38)


(9)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas segala nikmat, kemudahan, petunjuk, dan berbagai hal yang telah dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimasi Formulasi Sosis Berbahan Baku Surimi Ikan Patin (Pangasius pangasius) dengan Penambahan Karagenan (Eucheuma sp.) dan Susu Skim untuk Meningkatkan Mutu Sosis. Skripsi ini penulis susun dibawah bimbingan Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Ir. Elvira Syamsir, M.Si. Penulis sadar dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Papa, Mama, Yuko, Ayu, atas segala dukungan, kasih sayang, perhatian, dan

doa kepada penulis selama ini. Penulis bersyukur telah dilahirkan dalam keluarga ini.

2. Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Ir. Elvira Syamsir, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Dr. Ir. Sukarno, M.Si selaku dosen penguji atas kesediaannya menguji, memberikan masukan, saran, dan koreksinya kepada penulis.

4. Bu Rubiyah, Pak Gatot, Mbak Ari, Mas Edi, Teh Ida, Pak Wahid, Bu Antin, Pak Sidik, Pak Rozak, Pak Sobirin, Pak Nurwanto, Bi Cacih, Pak Taufik, dan teknisi serta laboran Departemen ITP dan SEAFAST atas segala bantuan, kesediaan untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan penulis selama penelitian.

5. Bli Juli, yang telah memberikan dukungan, kasih sayang, perhatian, doa, dan bantuan selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan kebesaran cintanya dalam menghadapi sifat ego dari penulis.

6. Sahabat-sahabat terbaikku “Genta”; Ade, Chietra, Mona, Aan, Widhi, dan Zano yang setia menemaniku dengan sabar dalam suka dan duka selama 4 tahun ini. Hidup penulis jadi lebih bermakna karena kalian.


(10)

ii 8. Bi Mumun, Ira, Teh Nia, Iis, Mbak Melvi, Bu Hernius, Mbah, Om Jamal, Umi

Ade, yang banyak memberikan bantuan tenaga serta moril.

9. Mbak Asih, Martin, Dion, Lasty, Rina, Tathan, Kaninta, Oneth, Andrea, Rahmat, Meiko, Agnes, Fena, Dennya, Gilang, Angel, Hendi, Noor, Agus, Aji, Vina, Ari, Bos Lita, Dini, Herher, Mbak Dhani, Mbak Dorkas, Mbak Leni yang berjuang bersama-sama menyelesaikan penelitian dalam lab yang sama. 10. Teman-teman ITP 40; Idham, Tya, Jeng Yeni, Susanto, Yoga, Gading, Iin,

Astuti, Helmi, Paula, Erick, Eneng, Aca, Ados, Hanifah, Mitoel, Arga, Ekus, Hayuning, Andini, yang telah memberikan dorongan dan semangat.

11. Teman-teman ITP 41; Hans, Sucen, Tomi, Yuke, Shinta, atas kesediaannya membantu menyelesaikan penelitian ini dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas semua kenangan indah selama ini.

Bogor, Agustus 2007


(11)

SKRIPSI

OPTIMASI FORMULASI SOSIS BERBAHAN BAKU SURIMI IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN

(Eucheuma sp.) DAN SUSU SKIM UNTUK MENINGKATKAN MUTU SOSIS

Oleh:

NI WAYAN TRI WULANDHARI F24103016

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

OPTIMASI FORMULASI SOSIS BERBAHAN BAKU SURIMI IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN

(Eucheuma sp.) DAN SUSU SKIM UNTUK MENINGKATKAN MUTU SOSIS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

NI WAYAN TRI WULANDHARI F24103016

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

OPTIMASI FORMULASI SOSIS BERBAHAN BAKU SURIMI IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN

(Eucheuma sp.) DAN SUSU SKIM UNTUK MENINGKATKAN MUTU SOSIS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

NI WAYAN TRI WULANDHARI F24103016

Dilahirkan pada tanggal 3 Maret 1985 di Jakarta

Tanggal lulus : 30 Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, September 2007

Ir. Budi Nurtama, M.Agr Ir. Elvira Syamsir, M.Si Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Ketua Depertemen ITP


(14)

Ni Wayan Tri Wulandhari. F24103016. Optimasi Formulasi Sosis Berbahan Baku Surimi Ikan Patin (Pangasius pangasius) dengan Penambahan Karagenan (Eucheuma sp.) dan Susu Skim untuk Meningkatkan Mutu Sosis. Di bawah bimbingan Budi Nurtama dan Elvira Syamsir.

RINGKASAN

Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi perikanan yang cukup tinggi, termasuk potensi budidaya ikan patin. Tetapi, potensi perikanan ini baru dimanfaatkan sekitar 20 persen. Ikan patin ini dapat diolah menjadi sosis yang merupakan salah satu produk olahan daging yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia. Permasalahan yang muncul adalah karena daya pembentukan gel ikan patin yang merupakan ikan air tawar lebih rendah daripada ikan air laut dan rendemen surimi yang cukup rendah, yaitu 26% dari bobot ikan utuh. Karagenan merupakan salah satu potensi alternatif yang melimpah di Indonesia, yang berfungsi sebagai bahan pengisi sekaligus pembentuk tekstur pada sosis yang belum termanfaatkan.

Penelitian ini bertujuan mengoptimasi penggunaan surimi, air, karagenan, dan susu skim dalam pembuatan sosis ikan patin sehingga diperoleh respon biaya (RM cost), respon subyektif (tekstur dan rasa) serta respon obyektif (air bebas yang dikeluarkan, cooking loss, daya iris, dan kekenyalan yang optimal. Selain itu, penelitian ini bertujuan mengetahui posisi produk sosis ikan patin formula optimum jika dibandingkan produk sosis ikan komersil yang berada di pasaran.

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan penelitian pendukung. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk penetapan bumbu, penentuan jenis karagenan, range maksimum dan minimum surimi, air, karagenan, dan susu skim. Penelitian utama dilakukan untuk menentukan optimasi formula menggunakan program Design Expert version 7 dengan range maksimum dan minimum yang diperoleh pada penelitian pendahuluan. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian pendukung dengan melakukan uji proksimat, uji mikrobiologi terhadap sosis formula optimum, dan uji hedonik sosis formula optimum dengan sosis ikan komersil yang beredar di pasaran. Dilakukan perhitungan harga jual sosis ikan formula optimum secara kasar dan dibandingkan dengan harga jual sosis ikan komersil.

Formula sosis ikan patin optimum yang terpilih melalui program Design Expert version 7 adalah sosis dengan komposisi surimi sebanyak 37.08%, air sebanyak 27.92%, karagenan (campuran 25% kappa-karagenan dengan 75% iota-karagenan) sebanyak 2%, dan susu skim sebanyak 5% dengan nilai desirability sebesar 0.602. Sosis formula optimum menghabiskan biaya (RM cost) sebesar Rp. 7307.93 (350 g), dengan nilai kesukaan terhadap tekstur sebesar 9.2 (berkisar antara netral hingga agak suka), nilai kesukaan terhadap rasa sebesar 9.8 (berkisar antara netral hingga agak suka), nilai air bebas yang dikeluarkan sebesar 79.55 mg H2O, nilai cooking loss sebesar 3.74%, nilai daya iris sebesar 483.0 gf, dan nilai kekenyalan sebesar 409.7 gf.

Berdasarkan hasil uji hedonik, sosis ikan K1 memiliki nilai kesukaan tertinggi untuk atribut tekstur, rasa, aroma, dan overall, tapi tidak untuk atribut warna.


(15)

Sosis ikan K3 memiliki nilai kesukaan terendah untuk semua atribut, yaitu atribut tekstur, rasa, aroma, warna, dan overall. Secara statistik dari segi tekstur, kesukaan sosis ikan formula optimum sama dengan sosis ikan K1 dan K2. Kesukaan terhadap aroma sosis ikan formula optimum tidak berbeda dengan sosis K1 dan berada di atas sosis ikan komersil lainnya, sedangkan dari segi rasa dan overall, kesukaan terhadap sosis ikan formula optimum berada pada posisi kedua setelah sosis K1. Kesukaan terhadap warna sosis ikan formula optimum tidak berbeda dengan warna sosis ikan komersil lainnya. Secara keseluruhan jika dilihat dari segi atribut tekstur, rasa, aroma, warna, dan overall, kesukaan sosis ikan patin formula optimum berada pada kisaran antara netral hingga agak suka.

Dilihat dari atribut organoleptik (tekstur, rasa, aroma, warna dan overall) maupun harga jualnya sebesar Rp. 4729.07 (100g pada skala lab), maka sosis ikan patin formula optimum cukup bersaing dengan sosis ikan komersil K1, K2, dan K3.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ni Wayan Tri Wulandhari, dilahirkan pada tanggal 3 Maret 1985 sebagai anak pertama dari Bapak I Wayan Budiastra dan Ibu Ni Nyoman Suyodhari. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Polisi 4 Bogor pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Bogor dan selesai pada tahun 2000. Penulis mengikuti pendidikan tingkat menengah atas di SMU 1 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Bulan Juli 2003, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB melalui jalur USMI.

Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Komunitas Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) IPB (2003-2007), anggota Brahmacarya Bogor (2003-2007), Anggota Remaja Hindu Dharma (Rehida) Bogor (2005-2007), anggota Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia, anggota dari Music Agricultural Expression (MAX) (2005-2006).

Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan diantaranya menjadi Penanggung Jawab Keluarga (PJK) Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Angkatan 41 IPB (2004), Koordinator Acara Penerimaan Anggota Baru Brahmacarya Bogor (2004), menjadi anggota Tata Tertib (Tatib) Kegiatan Pengenalan Departemen ITP kepada mahasiswa angkatan 41 (2005), Koordinator Acara Bazar yang diselenggarakan Brahmacarya Bogor (2005), anggota panitia National Student’s Paper Competition (NSPC 2006). Penulis juga mengikuti beberapa seminar dan pelatihan, diantaranya adalah Konferensi Internasional IDF yang diselenggarakan FGW Student Forum for Milk and Milk Products tahun 2005, Seminar Buah Merah tahun 2005, Presenter dalam National Student’s Paper Competition (NSPC 2006), dan Pelatihan Auditor Hazzard Analytical Critical Control Point (HACCP) tahun 2006.

Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Kimia TPB alih semester 2005-2006 dan menjadi Administator Keuangan Sekolah Pasraman Giri


(17)

Kusuma Bogor Tahun 2005-sekarang. Tahun 2005-2007 penulis berkesempatan menerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.


(18)

Persembahan berupa ilmu pengetahuan lebih mulia

daripada persembahan materi. Tak ada sesuatupun di

dunia ini yang dapat menyamai kesucian ilmu

pengetahuan.Walau seandainya engkau paling berdosa

diantara manusia yang memikul dosa, dengan perahu

ilmu pengetahuan ini, lautan dosa akan engkau

seberangi (Bhagawad gita IV-33, 36, 38)


(19)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas segala nikmat, kemudahan, petunjuk, dan berbagai hal yang telah dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimasi Formulasi Sosis Berbahan Baku Surimi Ikan Patin (Pangasius pangasius) dengan Penambahan Karagenan (Eucheuma sp.) dan Susu Skim untuk Meningkatkan Mutu Sosis. Skripsi ini penulis susun dibawah bimbingan Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Ir. Elvira Syamsir, M.Si. Penulis sadar dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Papa, Mama, Yuko, Ayu, atas segala dukungan, kasih sayang, perhatian, dan

doa kepada penulis selama ini. Penulis bersyukur telah dilahirkan dalam keluarga ini.

2. Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Ir. Elvira Syamsir, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Dr. Ir. Sukarno, M.Si selaku dosen penguji atas kesediaannya menguji, memberikan masukan, saran, dan koreksinya kepada penulis.

4. Bu Rubiyah, Pak Gatot, Mbak Ari, Mas Edi, Teh Ida, Pak Wahid, Bu Antin, Pak Sidik, Pak Rozak, Pak Sobirin, Pak Nurwanto, Bi Cacih, Pak Taufik, dan teknisi serta laboran Departemen ITP dan SEAFAST atas segala bantuan, kesediaan untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan penulis selama penelitian.

5. Bli Juli, yang telah memberikan dukungan, kasih sayang, perhatian, doa, dan bantuan selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan kebesaran cintanya dalam menghadapi sifat ego dari penulis.

6. Sahabat-sahabat terbaikku “Genta”; Ade, Chietra, Mona, Aan, Widhi, dan Zano yang setia menemaniku dengan sabar dalam suka dan duka selama 4 tahun ini. Hidup penulis jadi lebih bermakna karena kalian.


(20)

ii 8. Bi Mumun, Ira, Teh Nia, Iis, Mbak Melvi, Bu Hernius, Mbah, Om Jamal, Umi

Ade, yang banyak memberikan bantuan tenaga serta moril.

9. Mbak Asih, Martin, Dion, Lasty, Rina, Tathan, Kaninta, Oneth, Andrea, Rahmat, Meiko, Agnes, Fena, Dennya, Gilang, Angel, Hendi, Noor, Agus, Aji, Vina, Ari, Bos Lita, Dini, Herher, Mbak Dhani, Mbak Dorkas, Mbak Leni yang berjuang bersama-sama menyelesaikan penelitian dalam lab yang sama. 10. Teman-teman ITP 40; Idham, Tya, Jeng Yeni, Susanto, Yoga, Gading, Iin,

Astuti, Helmi, Paula, Erick, Eneng, Aca, Ados, Hanifah, Mitoel, Arga, Ekus, Hayuning, Andini, yang telah memberikan dorongan dan semangat.

11. Teman-teman ITP 41; Hans, Sucen, Tomi, Yuke, Shinta, atas kesediaannya membantu menyelesaikan penelitian ini dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas semua kenangan indah selama ini.

Bogor, Agustus 2007


(21)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. IKAN PATIN (Pangasius pangasius) ... 4

B. SOSIS IKAN ... 7

C. BAHAN-BAHAN PEMBUATAN SOSIS IKAN ... 10

D. KARAGENAN ... 17

1. Karakteristik Karagenan... 17

2. Karagenan sebagai Bahan Pengisi dan Pembentuk Tekstur pada Sosis Ikan... 23

E. SUSU SKIM... 26

1. Karakteristik Susu Skim... 26

2. Susu Skim pada Pembuatan Sosis... 28

F. MIXTURE EXPERIMENT... 28

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. BAHAN DAN ALAT ... 32

B. METODE PENELITIAN ... 32

1. Penelitian pendahuluan ... 32

2. Penelitian Utama ... 35

3. Penelitian Pendukung... 39

C. PROSEDUR ANALISIS... 39

1. Analisis Proksimat... 39


(22)

iv b. Kadar Abu Total dengan Metode Pengabuan Kering ….. 40 c. Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl-mikro... 40 d. Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet …... 41 e. Kadar Karbohidrat dengan Metode By Difference.……... 41 2. Pengukuran Daya Iris dan Kekenyalan... 41 3. Penentuan Air Bebas yang Dikeluarkan ... 43 4. Penentuan Susut Masak (Cooking loss) ... 44 5. Penentuan Rendemen ... 44 6. Analisis Biaya Bahan Baku ... 45 7. Analisis Mikrobiologi terhadap Total Plate Count (TPC)... 45 8. Uji Organoleptik... 46 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47 A. PEMBUATAN SOSIS IKAN PATIN ... 47 B. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 53 1. Penetapan Bumbu ... 53 2. Penentuan Batas Minimum dan Maksimum Penambahan Surimi

dan Air... 54 3. Penentuan Perbandingan Kappa- dan Iota-Karagenan ... 55 4. Penentuan Batas Minimum dan Maksimum Penambahan Karagenan ... 56

5. Penentuan Batas Minimum dan Maksimum Penambahan Susu Skim... 57 C. PENELITIAN UTAMA... 58 1. Rancangan Formulasi... 58 2. Analisis Respon... . 59 a. Analisis Respon Biaya ... 61 b. Analisis Respon Tekstur ... 66 c. Analisis Respon Rasa ... 70 d. Analisis Respon Air Bebas yang Dikeluarkan ... 74 e. Analisis Respon Cooking loss ... 79 f. Analisis Respon Daya Iris... 83 g. Analisis Respon Kekenyalan ... 88


(23)

v 3. Optimasi Formula... 93 4. Uji Coba Formula Optimum ... 97 D. PENELITIAN PENDUKUNG ... 98 1. Uji Proksimat dan Uji Mikrobiologi ... 98 2. Uji Hedonik ... 101

a. Atribut Tekstur ... 102 b. Atribut Rasa ... 103 c. Atribut Aroma ... 104 d. Atribut Warna ... 105 e. Atribut Overall ... 106 3. Perkiraan Harga Jual Sosis Formula Optimum... 107 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110 A. KESIMPULAN ... 110 B. SARAN ... 111 DAFTAR PUSTAKA... 112 LAMPIRAN... 119


(24)

vi DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi kimia ikan patin... 6 Tabel 2. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak... 6 Tabel 3. Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995... 8 Tabel 4. Syarat mutu karagenan... 18 Tabel 5. Sifat-sifat karagenan... 20 Tabel 6. Kandungan protein pada susu skim... 27 Tabel 7. Nilai gizi susu skim... 27 Tabel 8. Formulasi bumbu... 33 Tabel 9. Formula sosis dengan variasi persentase surimi dan air... 33 Tabel 10. Formulasi perbandingan kappa- dan iota-karagenan... 34 Tabel 11. Setting kondisi pengukuran daya iris dan kekenyalan pada Texture

Analyzer TA-XT2i... 42 Tabel 12. Rendemen surimi... 48 Tabel 13. Hasil keseluruhan respon (biaya, tekstur, rasa, WHC, cooking

loss, daya iris, kekenyalan) pada 19 formula... 60 Tabel 14. Harga bahan baku sosis ikan patin………... 62 Tabel 15. Nilai respon yang diprediksikan program Design Expert version 7 98 Tabel 16. Hasil analisis proksimat dan uji TPC sosis formula optimum... 99 Tabel 17. Rincian biaya pembuatan sosis ikan patin formula optimum... 108 Tabel 18. Perbandingan harga jual sosis formula optimum dengan sosis


(25)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ikan patin (Pangasius pangasius)... 4 Gambar 2. Struktur Struktur kappa-, iota-, dan lambda-karagenan (Imeson,

2000)……….. 19 Gambar 3. Diagram alir pembuatan surimi (modifikasi dari Erdiansyah,

2006) ……… 37

Gambar 4. Diagram alir pembuatan sosis ikan patin (modifikasi dari Erdiansyah, 2006)………. 38 Gambar 5. Probe pisau dan probe tumpul... 43 Gambar 6. Grafik pengukuran daya iris dan kekenyalan dengan Texture

Analyzer TA-XT2i... 43 Gambar 7. Uji hedonik terhadap parameter rasa pada variasi persentase

bumbu... 54 Gambar 8. Uji penerimaan terhadap parameter tekstur pada variasi

persentase surimi dan air... 55 Gambar 9. Uji hedonik terhadap parameter tekstur pada variasi

perbandingan jenis karagenan... 56 Gambar 10. Uji penerimaan terhadap parameter tekstur pada variasi

persentase karagenan... 57 Gambar 11. Uji penerimaan terhadap parameter tekstur pada variasi

persentase susu skim... 58 Gambar 12. Grafik kenormalan Internally Student Residual respon biaya

(RM cost)………... 64 Gambar 13. Grafik countour plot hasil uji respon biaya (RM cost)………….. 65 Gambar 14. Grafik tiga dimensi hasil uji respon biaya (RM cost)……… 65 Gambar 15. Grafik kenormalan Internally Studentized Residual respon

tekstur………... 68 Gambar 16. Grafik countour plot hasil uji respon tekstur……… 69 Gambar 17. Grafik tiga dimensi hasil uji respon tekstur……….. 69 Gambar 18. Grafik kenormalan Internally Studentized Residual respon rasa.. 72 Gambar 19. Grafik countour plot hasil uji respon rasa………. 73


(26)

viii Gambar 20. Grafik tiga dimensi hasil uji respon rasa………... 73 Gambar 21. Grafik kenormalan Internally Studentized Residual respon air

bebas yang dikeluarkan ...………. 77 Gambar 22. Grafik countour plot hasil uji respon air bebas yang dikeluarkan 78 Gambar 23. Grafik tiga dimensi hasil uji respon air bebas yang dikeluarkan.. 78 Gambar 24. Grafik kenormalan Internally Studentized Residual respon

cooking loss………... 82 Gambar 25. Grafik countour plot hasil uji respon cooking loss………... 82 Gambar 26. Grafik tiga dimensi hasil uji respon cooking loss………. 83 Gambar 27. Grafik kenormalan Internally Studentized Residual respon daya

iris……….. 86 Gambar 28. Grafik countour plot hasil uji respon daya iris………. 87 Gambar 29. Grafik tiga dimensi hasil uji respon daya iris………... 88 Gambar 30. Grafik kenormalan Internally Studentized Residual respon

kekenyalan……… 91 Gambar 31. Grafik countour plot hasil uji respon kekenyalan………. 92 Gambar 32. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kekenyalan... 92 Gambar 33. Grafik countour plot desirability formula optimum………. 96 Gambar 34. Grafik tiga dimensi desirability formula optimum... 97 Gambar 35. Sosis ikan patin formula optimum (O) dengan sosis ikan

komersil (K1, K2, K3)... 101 Gambar 36. Hasil uji hedonik sosis formula optimum dan komersil untuk

atribut tekstur... 102 Gambar 37. Hasil uji hedonik sosis optimum dan komersil untuk atribut

rasa... 103 Gambar 38. Hasil uji hedonik sosis optimum dan komersil untuk atribut

aroma... 104 Gambar 39. Hasil uji hedonik sosis optimum dan komersil untuk atribut

warna... 105 Gambar 40. Hasil uji hedonik sosis optimum dan komersil untuk atribut


(27)

ix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil uji hedonik pada penetapan bumbu... 119 Lampiran 2. Hasil uji penerimaan pada penetapan kisaran maksimum dan

minimum penambahan surimi dan air... 119 Lampiran 3. Skor kesukaan pada penetapan perbandingan jenis karagenan... 119 Lampiran 4. Hasil uji penerimaan pada penetapan kisaran maksimum dan

minimum penambahan karagenan... 120 Lampiran 5. Hasil uji penerimaan pada penetapan kisaran maksimum dan

minimum susu skim... 120 Lampiran 6. Hasil perhitungan rendemen surimi ikan patin... 120 Lampiran 7. Hasil uji proksimat dan uji mikrobiologi sosis formula optimum 120 Lampiran 8. Fits summary, ANOVA, dan persamaan polinomial respon

biaya (RM cost)... 121 Lampiran 9. Fits summary, ANOVA, dan persamaan polinomial respon

tekstur... 122 Lampiran 10. Fit summary, ANOVA, dan persamaan polinomial respon rasa

respon rasa... 123 Lampiran 11. Fit summary, ANOVA, dan persamaan polinomial respon air

bebas yang dikeluarkan... 124 Lampiran 12. Fit summary, ANOVA, dan persamaan polinomial respon

cooking loss... 125 Lampiran 13. Fit summary, ANOVA, dan persamaan polinomial respon daya

iris... 126 Lampiran 14. Fit summary, ANOVA, dan persamaan polinomial respon

kekenyalan... 127 Lampiran 15. Numerical optimation sosis formula optimum……….. 128 Lampiran 16. Point Prediction sosis formula optimum……….. 129 Lampiran 17. Form uji hedonik sosis ikan patin pada tahap optimasi... 130 Lampiran 18. Form uji hedonik sosis ikan formula optimum dengan sosis


(28)

x Lampiran 19. Form uji hedonik sosis ikan formula optimum dengan sosis ikan

komersil untuk atribut overall... 132 Lampiran 20. Hasil uji hedonik sosis formula optimum dan sosis K1 untuk

atribut tekstur, rasa, aroma, dan warna... 133 Lampiran 21. Hasil uji hedonik sosis K2 dan sosis K3 untuk atribut tekstur,

rasa, aroma, dan warna... 134 Lampiran 22. Hasil uji hedonik atribut overall sosis optimum, sosis K1, sosis

K2, dan sosis K3... 135 Lampiran 23. Tabel ANOVA untuk atribut tekstur………. 136 Lampiran 24. Tabel ANOVA untuk atribut rasa………. 137 Lampiran 25. Tabel ANOVA untuk atribut aroma……….. 138 Lampiran 26. Tabel ANOVA untuk atribut warna……….. 139 Lampiran 27. Tabel ANOVA untuk atribut overall……… 140


(29)

1 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi perikanan yang yang cukup besar. Budidaya ikan air tawar, terutama ikan patin termasuk salah satu diantara sekian banyak potensi perikanan di Indonesia yang menyumbang produksi ikan yang cukup besar. Produksi total perikanan budidaya secara nasional pada 2004 mencapai 1.48 juta ton, di mana produksi ikan patin di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 24000 ton dari total produksi perikanan budidaya air tawar yang mencapai 488000 ton (Anonim, 2006 (c)).

Ikan patin merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidayakan sepanjang aliran sungai, danau dan perairan umum lainnya di Indonesia dan banyak di jumpai di daerah Jambi, Riau dan Sumatera Selatan. Dari hasil evaluasi di lapangan menunjukan bahwa ikan ini mempunyai karakter yang menguntungkan untuk budidaya dan bisa mencapai ukuran yang lebih besar dari 20 kg bobot badan. Oleh karenanya ikan patin mulai diproduksi massal sejak tahun 2002 sehingga budidaya patin jambal dapat dijadikan alternatif komoditi air tawar untuk di masa mendatang. Secara teknis pemeliharaan ikan ini tidak sulit, sehingga dapat dibudidayakan semua orang (Anonim, 2006 (b)).

Namun, produk yang melimpah ternyata belum dikelola dengan baik. Justru kecendrungan persaingannya makin ketat yang juga makin tak sehat karena segmen pasar ikan segar amat terbatas. Padahal, potensi perikanan budidaya maupun perikanan tangkap di Riau hingga saat ini baru dimanfaatkan sekitar 20 persen. Selama ini hasil budidaya ikan patin hanya dipasarkan di kota-kota di Riau dan terjauh hanya sampai Provinsi Jambi. Ikan patin dipasarkan berupa ikan segar sehingga daya tahan fisiknya amat terbatas (Anonim, 2006 (b)).

Pemilihan pengolahan ikan patin menjadi produk sosis karena sosis merupakan salah satu produk olahan daging yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia. Sosis merupakan produk olahan daging yang digiling atau dihaluskan kemudian dibungkus dengan casing (Pearson dan Tauber,


(30)

2 1984). Sosis yang digemari oleh masyarakat Indonesia adalah sosis segar yang dimasak (digoreng) dan disajikan panas sebelum dikonsumsi.

Sayangnya karakteristik daging ikan berbeda dengan daging sapi maupun daging ayam. Daging ikan memiliki tekstur yang lebih lembut sehingga sosis yang dihasilkan pun berbeda daripada sosis yang dikenal masyarakat. Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sosis yang baik. Sosis umumnya memiliki memiliki tekstur kenyal, cooking lost rendah, WHC yang tinggi sehingga memiliki juiceness yang baik, daya irisnya baik, dan memiliki rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Tekstur dan keempukan mempunyai tingkatan paling penting bagi konsumen dan dicari walaupun mengorbankan cita rasa, flavor, atau warna (Lawrie, 1961).

Karagenan merupakan salah satu potensi alternatif bahan pengisi sekaligus pembentuk tekstur pada sosis yang belum termanfaatkan. Karagenan adalah polisakarida berantai lurus yang diekstrak dari berbagai rumput laut merah (Rhodophycae). Jenis Rhodophycae yang umum digunakan dalam produksi komersial karagenan adalah Eucheuma sp. termasuk Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum (Imeson, 2000). Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas dengan potensi pertumbuhan rumput laut yang cukup besar. Daerah-daerah yang berpotensi menghasilkan rumput laut adalah Kepulauan Seribu, perairan pantai di Kepulauan Riau, Bengkulu, Bangka, Sumatera Barat, Kepulauan Sulawesi tenggara, Bali Selatan dan Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Maluku, Lombok dan Irian (Darmajana et al., 2007). Produksi rumput laut di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 1.07 juta ton (Anonim, 2007 (c)). Rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Eucheuma cottoni yang merupakan penghasil karagenan (Atmadja, 1988 yang dikutip Herminiati et al. 2007). Oleh karena itu, karagenan dapat diperoleh dalam jumlah melimpah dengan harga murah.

Karagenan banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan, minuman, farmasi, keramik, tekstil, dan kosmetik (Herminiati et al., 2007). Selain karena harganya yang murah, hanya dibutuhkan penambahan


(31)

3 yang sedikit untuk memperoleh efek yang besar sebagai bahan pengental maupun pembentuk gel (Nussinovitch, 1997).

Karagenan memiliki sifat yang unik, yaitu dapat membentuk gel yang baik bila berinteraksi dengan ion K+ dan Ca2+ sehingga banyak digunakan sebagai pengental, pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi dan penstabil pada berbagai makanan dan minuman, termasuk produk olahan daging (Imeson, 2000).

Pemilihan karagenan sebagai bahan pengisi sosis ikan patin dirasa tepat karena secara alami, ikan patin tersebut memiliki kandungan K+ dan Ca2+ yang cukup bagi karagenan untuk membentuk gel (Depkes RI, 2001). Penambahan susu skim dapat lebih memperkuat pembentukan gel sekaligus dapat meningkatkan nilai gizi, kehalusan, dan flavor dari sosis karena kandungan laktosa dalam susu bubuk skim dapat memperbaiki dan melengkapi aroma dari sosis sedangkan protein kasein dan albumin dari susu bubuk skim dapat meningkatkan nilai gizi dan aroma sosis (Karmas, 1976).

Jenis karagenan yang digunakan pada penelitian ini adalah dari golongan Eucheuma sp. yaitu kappa-karagenan dan iota-karagenan. Iota-karagenan bereaksi secara kuat dengan adanya kation kalsium membentuk gel elastis yang lunak dan tidak mengalami sineresis sedangkan kappa-karagenan dapat mengembang bila bereaksi dengan ion Ca2+ dan K+ (Fardiaz, 1989). Pemanfaatan sifat pengembangan ini dapat mengefisienkan penggunaan bahan baku ikan sehingga dapat mengurangi cost industri sekaligus meningkatkan mutu fisik dan mutu organoleptiknya.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan mengoptimasi penggunaan surimi, air, karagenan, dan susu skim dalam pembuatan sosis ikan patin sehingga diperoleh respon biaya (RM cost), respon subyektif (tekstur dan rasa), respon obyektif (air bebas yang dikeluarkan, cooking loss, daya iris, dan kekenyalan) yang optimal, serta mengetahui posisi produk formula optimum jika dibandingkan produk sosis ikan komersil.


(32)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

Ikan patin merupakan ikan berkumis air tawar yang terdapat di seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara. Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak agak di sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan golongan catfish atau keluarga lele. Pada sudut mulutnya terdapat terdapat dua pasang sungut yang berfungsi sebagai peraba (Susanto dan Amri, 1996).

Gambar 1. Ikan patin (Pangasius pangasius)

Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Terdapat sirip lemak pada punggungnya yang berukuran sangat kecil. Sirip ekornya berbentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak memiliki sisik. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13 jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil (Susanto dan Amri, 1996).


(33)

5 Menurut Susanto dan Amri (1996), ikan patin bersifat nokturnal (melakukan aktivitas di malam hari hari) sebagaimana umumnya ikan catfish lainnya. Selain itu, ikan patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya. Hal yang membedakan patin dengan ikan catfish pada umumnya yaitu sifat patin yang termasuk omnivora atau golongan ikan pemakan segala. Di alam, makanan ikan ini antara lain ikan-ikan kecil lainnya, cacing, detrifus, serangga, biji-bijian, udang-udang kecil, dan molusca. Ikan patin termasuk ikan dasar. Hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah.

Klasifikasi dan identifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Phyllum : Chordata

Sub Phyllum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius pangasius

Habitat dari ikan patin ini adalah di sungai-sungai besar dan muara-muara sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Menurut Khairuman dan Sudenda (2002), di Indonesia saat ini sedikitnya terdapat dua jenis ikan patin yang populer dan banyak dipelihara di kolam budidaya, yaitu patin lokal (Pangasius pangasius) dan patin siam (Pangasius hypotalamus). Patin lokal terdiri atas patin jambal (Pangasius djambal Bleeker) dan patin kunyit (ditemukan di sungai-sungai besar Riau).

Komposisi kimia ikan bervariasi tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur, musim penangkapan, kondisi ikan, dan habitat (Zaitsev et al.,1969). Komposisi kimia ikan patin per 100 gram daging ikan dapat dilihat pada Tabel 1.


(34)

6 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kandungan protein ikan patin sebesar 17% dan kandungan lemaknya 6.6%. Bila dilihat dari kandungan komposisi protein dan lemaknya, ikan patin tergolong ikan berprotein tinggi dan berlemak sedang. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi kimia ikan patin

Komposisi Kimia %bb

Air 74.4 Protein 17 Lemak 6.6 Abu 0.9 Sumber : Depkes RI, 2001

Tabel 2. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak Tipe Protein

(%)

Lemak (%)

Jenis ikan A. Protein tinggi, lemak rendah 15-20 <5 Cod B. Protein tinggi, lemak sedang 15-20 5-15 Salmon C. Protein rendah, lemak tinggi <5 >15 Trout D. Protein sangat tinggi, lemak rendah >20 <5 Tuna E. Protein rendah, lemak rendah <15 <5 Oyster Sumber : Junianto, 2003

Daging ikan patin memiliki karakteristik rasa yang sangat khas. Dari semua jenis ikan keluarga lele-lelean, rasa daging patin termasuk yang paling enak, sangat gurih, dan lezat sehingga digemari olah masyarakat. Penyebaran konsumen penggemar daging patin tidak hanya sebatas di Indonesia saja tetapi sudah sampai ke negara-negara Eropa, Amerika, dan beberapa negara Asia, sehingga ikan ini berpeluang untuk diekspor (Khairuman dan Sudenda, 2002).

Selama ini, untuk memenuhi permintaan konsumen di luar negeri hanya dipenuhi dari pasokan produksi peternak patin di Vietnam, yang memasoknya


(35)

7 dalam bentuk fillet (Khairuman dan Sudenda, 2002). Dengan menerapkan teknologi pengolahan pangan yang kita miliki, peluang tersebut dapat kita manfaatkan, tidak hanya dalam bentuk fillet, tetapi juga dalam bentuk produk olahan ikan patin lainnya.

B. SOSIS IKAN

Sosis atau sausage awalnya berasal dari kata Latin ”salsus” yang berarti menggiling dengan garam. Istilah tersebut sesuai dengan tujuan awal pembuatan sosis yaitu untuk mengawetkan daging segar. Sosis adalah daging cincang atau daging giling yang diberikan sedikit pengawet berupa garam lalu ditambahkan bahan-bahan lainnya seperti bumbu-bumbu, bahan pengikat, dan air yang kemudian dibentuk dengan ukuran yang sama dengan menggunakan casing sehingga membentuk silinder (Bull, 1951).

Menurut Kramlich et al.(1973) sosis adalah produk daging olahan yang diberi garam dan kadang-kadang ditambahkan bumbu. Menurut Bukle et al. (1987) sosis adalah bahan pangan yang berasal dari potongan kecil-kecil daging yang digiling dan diberi bumbu, yang dapat langsung disiapkan dan segera dimasak untuk dimakan. Menurut BSN (1995), yang dimaksud dengan sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 3.

Sosis dapat dibuat dari berbagai macam daging, antara lain daging sapi, babi, dan ayam (Pawitan, 1974), ikan tongkol (Ismargini, 1975), ikan cucut (Effie, 1980) yang digiling, ditambah lemak, air, dan bumbu sehingga membentuk emulsi sosis. Hampir semua jenis ikan dapat dibuat sosis. Ikan-ikan ini dipilih karena kemampuannya untuk dijadIkan-ikan sosis dan jumlahnya yang banyak. Daging ikan yang biasa digunakan berbentuk lempengan atau lembaran yang biasa disebut fillet, daging lumat, dan surimi (Erdiansyah, 2006). Sosis yang dibuat pada penelitian ini adalah sosis ikan yang terbuat dari bahan baku surimi ikan patin.


(36)

8 Tabel 3. Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan :

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal

1.3 Warna - Normal

1.4 Tekstur - Bulat panjang

2 Air %b/b Maks 67.0

3 Abu %b/b Maks 3.0

4 Protein %b/b Min 13.0

5 Lemak %b/b Maks 25.0

6 Karbohidrat %b/b Maks 8

7 Bahan tambahan makanan

Sesuai dengan SNI 01-0222-1995

7.1 Pewarna 7.2 Pengawet

8 Cemaran logam :

8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 2.0

8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 20.0

8.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 40.0

8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks 40.0

8.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0.03

9 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 0.1

10 Cemaran mikroba :

10.1 Angka total lempeng koloni/g Maks 105 10.2 Bakteri pembentuk koli APM/g Maks 10

10.3 Eschericia coli APM/g <3

10.4 Enterococci Koloni/g 102

10.5 Clostridium perfringens - Negatif

10.6 Salmonella - Negatif

10.7 Staphilococcus aureus Koloni/g Maks 102 Sumber : BSN, 1995


(37)

9 Menurut Departemen Pertanian dan Kehutanan Jepang, yang disebut sosis ikan adalah daging ikan giling atau campuran daging ikan giling dengan daging babi, sapi, domba, kuda, kelinci, atau ayam, dengan penambahan lemak, bumbu, pati, dimasukkan ke dalam casing kemudian dikukus atau direbus, dapat diasap atau tidak diasap (Tanikawa, 1971).

Soeparno (1994) membagi sosis menjadi beberapa jenis, yaitu (1) sosis segar yang dibuat daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman), dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong serta harus dimasak sebelum dimakan, (2) sosis masak yang dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap, dan setelah dibuat harus segera dimakan, (3) sosis spesialis daging masak yang dibuat dari daging khusus, dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf, dan biasa dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus, dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin, (4) sosis kering dan agak kering yang dibuat dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan, serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah masak.

Menurut Taylor (2002) yang dikutip Erdiansyah (2006) sosis ikan dibuat menyerupai pembuatan sosis yang terbuat dari daging. Pada dasarnya pencampuran daging ikan yang didapat dari lembaran fillet ikan, ditambahkan dengan bumbu dan bahan-bahan aditif ke dalam casingnya.

Sosis merupakan salah satu produk emulsi minyak dalam air (o/w) dengan protein sebagai emulsifier. Pada suatu emulsi, biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang dikenal sebagai continous phase, biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tadi tetap tersuspensi di dalam air. Molekul-molekul emulsifier mempunyai afinitas terhadap kedua cairan tersebut. Daya afinitasnya harus parsial dan tidak sama terhadap kedua cairan tersebut (Winarno, 1979).


(38)

10 Pada sistem emulsi daging ikan, protein yang paling berperan sebagai emulsifier adalah protein larut garam dan protein larut air. Protein yang larut garam pada daging ikan adalah protein miofibril yang terdiri atas protein struktural (aktin, miosin, dan aktomiosin) dan protein regulasi (troponin, tropomiosin, dan aktinin). Protein miofibril merupakan bagian terbesar protein ikan yaitu sekitar 66-77% dari total protein ikan dan bila dibandingkan daging mamalia dan unggas, daging ikan mengandung protein miofibril yang terbanyak. Miofibril ini sangat berperan dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan (Suzuki, 1981).

Sedangkan menurut Suzuki (1981), protein yang larut air adalah sarkoplasma yang mengandung miogen. Kandungan protein sarkoplasma pada ikan tergantung pada jenis ikan dan biasanya terdapat dalam jumlah sekitar 10% dari total protein ikan. Protein ini harus dihilangkan karena dapat menghambat pembentukan gel.

Setiap globula lemak dalam emulsi daging diselimuti protein daging yang terlarut. Protein akan membentuk suatu matriks yang menyelubungi butiran lemak sehingga globula lemak tidak mudah terpisah dari sistem (Wilson et al., 1981).

C. BAHAN-BAHAN PEMBUATAN SOSIS IKAN PATIN

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis ikan adalah daging ikan patin, es batu, garam, lemak nabati, bahan pengikat (isolat protein kedelai, susu skim), bahan pengisi (tepung tapioka, tepung kappa- dan iota-karagenan), fosfat (STPP), bumbu-bumbu (bawang putih, bawang merah, jahe, pala, merica, dan MSG) dan casing.

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan sosis ikan adalah daging ikan. Berbagai ikan tuna banyak digunakan karena warna dagingnya yang tetap bertahan pada produk akhir (Suzuki, 1981). Tapi sayangnya ikan tuna relatif mahal sehingga pembuatannya dapat menghabiskan banyak cost.

Sebagai pengganti tuna, dapat digunakan ikan patin yang tersedia cukup melimpah dengan harga terjangkau dan memiliki rasa daging yang enak, gurih, dan lezat. Bagian ikan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah


(39)

11 daging ikan putih yang telah dipisahkan dan dibersihkan dari kepala, kotoran, sirip, dan tulang (Erdiansyah, 2006).

Daging ikan merupakan bahan utama dalam pembuatan sosis sehingga peranannya sangat menentukan produk sosis yang dihasilkan. Protein daging ikan yang larut dalam larutan garam (protein miofibril) lebih berperan dalam pembentukan emulsi dibandingkan protein yang larut dalam air murni.

Pembuatan sosis ikan didahului pembuatan surimi yang merupakan produk antara yang kemudian akan diolah lebih lanjut menjadi sosis ikan. Menurut BSN (1992), surimi adalah produk olahan perikanan berupa sayatan daging ikan yang telah mengalami proses pencucian (leaching), pengurangan kandungan air, penambanahan bahan tambahan, dan umumnya mengalami proses pengepakan, pembekuan, dan penyimpanan beku. Menurut Suzuki (1981) , surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari daging ikan lumat yang telah diekstrak dengan air dan diberi bahan anti denaturasi, lalu dibekukan. Surimi dapat dibuat dengan menggunakan bahan mentah hampir dari semua jenis ikan, sehingga sangat bermanfaat dalam pengolahan ikan-ikan bernilai ekonomi rendah (Koswara, 2006).

Surimi merupakan produk antara atau bahan baku untuk pembuatan produk selanjutnya, antara lain bakso, sosis, kamaboko, ham ikan, “chikuwa”, “fish stick”, “agemono”, “detemaki”, dan beberapa produk imitasi seperti telur, kaki atau daging kepiting, udang, daging kerang, daging sapi dan lain-lain (Koswara, 2006). Sebagai bahan penyusun produk olahan, surimi merupakan sumber protein bernutrisi yang berkualitas dan sangat fungsional (Lee et al., 1988). Surimi juga merupakan sumber protein yang murah (Anonim, 2006 (a)). Menurut Suzuki (1981), ada dua tipe surimi yang biasa dibuat, yaitu surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en surimi) dan surimi yang dibuat dengan penambahan garam (ka-en surimi). Pembuatan surimi terlebih dahulu sebelum diolah menjadi sosis ikan sangat penting karena mampu menekan cooking loss hingga 0.21-0.27%, meningkatkan nilai kekerasan hingga 17.89-16.53%, dan meningkatkan nilai kekenyalan hingga 15.27-15.42%. Bahkan setelah surimi mengalami penyimpanan beku sampai 60 hari, masih mampu mempertahankan nilai cooking loss, kekerasan, dan


(40)

12 kekenyalan, yang tidak dapat dipertahankan oleh fillet dan daging giling (Erdiansyah, 2006).

Surimi yang dikehendaki adalah yang berwarna putih, mempunyai flavor (cita rasa) yang baik dan berelastisitas tinggi (Koswara, 2006). Kemampuan pembentukan gel dari ikan merupakan sifat yang paling penting dalam pemilihan bahan baku surimi (Claus et al., 1994).

Meskipun semua jenis ikan dapat diolah menjadi surimi, tetapi ada beberapa syarat bahan baku ikan yang disarankan, yaitu hidup diperairan dingin, ikan demersal lebih baik digunakan, dan ikan air tawar pada umumnya tidak sesuai untuk dibuat surimi, dan lebih baik jika digunakan daging putih ikan (Koswara, 2006).

Selain itu makin segar ikan yang digunakan, elastisitas teksturnya makin tinggi. Nilai pH ikan yang terbaik untuk surimi adalah 6.5 – 7.0 dan sebaiknya ikan tersebut berlemak rendah. Untuk ikan yang berlemak tinggi, lemak tersebut harus diekstrak atau dikeluarkan lebih dulu karena akan berpengaruh terhadap daya gelatinisasi dan menyebabkan produk mudah tengik (Koswara, 2006 ).

Hasil-hasil perikanan mudah mengalami kerusakan disebabkan terjadinya autolisis dan akibat adanya pertumbuhan mikroba. Aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya menurun. Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk mempertahankan kesegaran serta mempertahankan sifat-sifat asli dari ikan (Hadiwiyoto, 1993). Oleh karena itu, surimi yang juga merupakan hasil olahan produk perikanan perlu dilakukan penyimpanan suhu rendah untuk menjaga kesegaran, terutama untuk surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk akhir.

Surimi yang tidak langsung diolah dan mengalami penyimpanan beku yang lama, protein miofibrilarnya mudah terdenaturasi yang menyebabkan kerusakan kemampuan gel. Maka dari itu perlu ditambahkan bahan antidenaturasi (kryoprotektan). Umumnya bahan antidenaturasi yang digunakan pada pembuatan surimi yang cukup lama disimpan untuk diolah menjadi sosis berupa sukrosa, sorbitol, dan polifosfat. Penambahan sukrosa dan sorbitol dapat mencegah terjadinya denaturasi protein. Pemberian


(41)

13 polifosfat berfungsi mengurangi drip, mengurangi penyusutan pemasakan dan menstabilkan emulsi. Jumlah bahan antidenaturasi yang biasa ditambahkan adalah 4-5% sorbitol, 4-5% sukrosa, dan 0.2-0.3% Na-Polifosfat (Suzuki, 1981).

Bahan lain yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ikan adalah garam. Garam merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan sosis untuk menghasilkan emulsi, di mana protein daging berupa miosin dilarutkan dan dikeluarkan dari serat-serat daging sehingga dapat mempertinggi daya ikat pertikel daging. Menurut Wilson et al. (1981), larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Tanpa penambahan garam, tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis mengandung garam 1-5% atau 3% (Kramlich, 1971). Garam pada konsentrasi yang cukup juga bersifat sebagai pengawet, membentuk tekstur produk, menambah cita rasa dan flavour yang diinginkan (Soeparno, 1994).

Air merupakan salah satu komponen dalam pembuatan sosis dengan kandungan sekitar 45-55% dari berat total sosis, tergantung jumlah cairan yang ditambahkan dan macam daging (Soeparno, 1994). Penambahan air atau es berfungsi menurunkan suhu adonan selama proses cutter, sehingga mencegah denaturasi protein akibat suhu yang meningkat saat cutting. Selain itu, air atau es juga berfungsi melarutkan protein miosin yang merupakan pembentuk emulsi sehingga dihasilkan emulsi yang stabil (Lawrie, 1961). Protein miosin ini hanya dapat larut pada suhu 4-5 oC sehingga sangat penting menggunakan air dingin atau air es (Kramlich et al., 1973) . Air atau es juga berfungsi melarutkan bumbu-bumbu dan garam sehingga dapat tersebar lebih merata. Air akan banyak mempengaruhi tekstur produk, keawetan, dan penampakan (Winarno, 1979).

Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan membentuk sosis yang kompak, meningkatkan keempukan sosis, melembutkan tekstur sosis dan meningkatkan flavor. Menurut Swift et al. (1968) yang dikutip Hapsari (2002) penambahan lemak secara perlahan-lahan dapat memperbaiki stabilitas emulsi yang dihasilkan. Minyak nabati maupun minyak hewani dapat ditambahkan dalam pembuatan sosis. Lemak nabati lebih mudah membentuk


(42)

14 emulsi daripada lemak hewani karena lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (oleat, linoleat) daripada lemak hewani.

Jumlah lemak yang ditambahkan harus seimbang. Lemak yang terlalu banyak akan menghasilkan sosis yang tidak enak dengan permukaan sosis menjadi keriput setelah dimasak karena sebagian lemak terpisah dari emulsi sedangkan penggunaan lemak yang terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering. Menurut Romans et al. (1994), jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% bobot daging. Penambahan lemak untuk pembuatan sosis ikan rata-rata 5 % (Amano, 1965) sedangkan menurut Tanikawa (1971) lemak yang dapat ditambahkan dalam pembuatan sosis ikan antara 7-10 %. Menurut penelitian Hapsari (2002), penggunaan kadar minyak nabati (10%, 15%, 20%) pada sosis ikan patin berpengaruh nyata terhadap warna dan rasa sosis tapi tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur dan aroma. Sosis patin terbaik menurut penilaian panelis adalah sosis patin dengan kadar minyak 15%.

Karena biasanya daging ikan yang digunakan untuk membuat sosis ikan pada umumnya daging kurus yang mempunyai kandungan lemak rendah maka lemak biasa ditambahkan ke dalam emulsi daging (Amano, 1965). Penahanan lemak selama sosis dimasak tergantung dari komposisi sosis dan cara pembuatannya dan bukan akibat dari fosfat yang ditambahkan (Sherman, 1961 yang dikutip Effie, 1980). Penambahan minyak ke dalam pasta ikan akan menurunkan elastisitas pasta ikan (Tanikawa, 1971) dan juga dapat menurunkan elastisitas sosis ikan yang dihasilkan.

Maksud penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi dalam pembuatan sosis adalah untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan flavor, mengurangi pengerutan selama pemasakan, meningkatkan karakteristik irisan produk, dan mengurangi biaya produksi (Kramlich et al., 1973). Bahan pengisi yang biasa digunakan adalah tepung tapioka, tepung jagung, tepung terigu, dan tepung beras sedangkan bahan pengikat yang biasa digunakan adalah kasein, albumin, susu skim, dan tepung kedelai (Wilson, 1960). Menurut Kramlich (1971), perbedaan antara


(43)

15 bahan pengikat dan bahan pengisi terletak pada kemampuannya mengemulsi lemak. Bahan pengikat mengandung protein lebih besar dibandingkan dengan bahan pengisi yang mengandung lebih banyak kerbohidrat.

Bahan pengisi berfungsi sebagai pengisi ruang antar globula lemak sehingga sistem emulsi akan menjadi lebih stabil. Bahan pengisi ini dalam proses gelatinisasi dapat mengikat lebih banyak air, sedangkan air dapat membantu melarutkan garam dan meningkatkan jumlah protein yang terekstrak. Dengan demikian, produk yang dihasilkan akan menjadi tampak lebih berisi, bertekstur baik, dan menarik perhatian konsumen (Soeparno, 1994).

Menurut Kramlich (1971) bahan pengikat dapat diklasifikasikan menurut asalnya, yaitu dari hewan serta dan tumbuhan. Bahan pengikat dari hewan antara lain susu bubuk tanpa lemak (skim), susu bubuk tanpa lemak tapi kalsiumnya dikurangi, sodium caseinat, tepung darah sedangkan bahan pengikat yang berasal dari tumbuhan biasanya adalah produk olahan kedelai. Menurut Soeparno (1994), produk-produk olahan kedelai tersebut terdapat dalam bentuk tepung kedelai, konsentrat protein, atau protein isolat. Bahan pengikat ini mengandung protein yang tinggi. Jumlah protein yang tinggi ini dapat menstabilkan emulsi sosis yang terbentuk.

Pemilihan bahan pengikat dan pengisi yang digunakan dilakukan berdasarkan daya serap yang baik terhadap air, rasanya yang enak, pembentukan warna yang baik, dan harga yang relatif murah (Wilson, 1960). Penambahan bahan pengisi dalam pembuatan sosis ikan sebanyak 10 % (Tanikawa, 1971) dan menurut Amano (1965) sebanyak 5-10 %. Tepung tapioka merupakan bahan pengisi yang paling umum digunakan dalam pembuatan sosis. Tapioka sering digunakan dalam pembuatan sosis karena di samping harganya yang murah juga memberikan citarasa netral serta warna terang pada produk sosis (Radley, 1976). Menurut Hermawan (2002), berdasarkan uji oeganoleptik, penambahan tepung tapioka sebanyak 5-10% tidak berpengaruh nyata terhadap semua karakteristik penampakan, warna, tekstur, aroma, dan rasa dari produk kamaboko ikan lele dumbo. Menurut Khafidhin (2003), perlakuan penambahan tepung tapioka pada konsentrasi


(44)

16 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, dan 10% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kekenyalan gel kamaboko ikan tambakan. Menurut Anggraini (2002), semakin tinggi konsentrasi tapioka yang ditambahkan belum tentu meningkatkan kekenyalan gel kamaboko. Baik perlakuan setting, konsentrasi tepung tapioka (0%, 5%, 15%) dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekenyalan produk kamaboko ikan bawal air tawar. Keberadaan granula pati yang mengembang selama gelatinisasi pati tidak meningkatkan elestisistas gel (Niwa, 1992).

Polifosfat (STPP) berfungsi memperbaiki stabilitas warna, mengurangi kehilangan cairan selama pemasakan, mengurangi waktu pemasakan, melarutkan protein larut garam sehingga memperbaiki sifat emulsifikasi, meningkatkan water holding capacity (WHC), dan memperbaiki pengikatan protein ketika pemanasan. Penambahan polifosfat pada gel ikan mentah bertujuan memperbaiki kekenyalan pada produk akhir. Konsentrasi polifosfat sebesar 0.2-0.5% dari berat daging ikan cukup efektif dalam memberikan efek terhadap tekstur sosis ikan (Amano, 1965). Polifosfat jika ditambahkan pada produk sosis akan meningkatkan daya ikat air dan daya ikat lemak dari gel yang terbentuk (Schmidt, 1988 yang dikutip Nussinovitch, 1997). Pengaruh penambahan polifosfat ini bervariasi tergantung pada suhu pemasakan. Kekenyalan meningkat bila suhu pemasakan di bawah 80oC dan menurun tajam pada suhu pemasakan 90oC akibat denaturasi protein daging pada suhu yang lebih tinggi (Amano, 1965).

Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis dimaksudkan untuk menambah cita rasa sesuai selera konsumen. Bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah merica, bawang putih, bawang merah, pala, jahe, dan MSG. Menurut Soeparno (1994), penambahan bahan penyedap dan bumbu, terutama ditujukan untuk menambah atau meningkatkan rasa, karena bahan penyedap dapat meningkatkan dan memodifikasi flavour yang berbeda. Beberapa bumbu ini bersifat sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat ketengikan serta memiliki aktivitas antimikroba sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba merugikan.


(45)

17 Casing berfungsi sebagai wadah pembentuk sosis dan menentukan bentuk dan ukuran sosis. Karakteristik casing akan berpengaruh terhadap kualitas sosis yang dihasilkan. Casing yang umum digunakan dalam industri adalah casing sintesis dan casing collagen. Penggunaan casing ini menggantikan casing alami dari usus hewan yang bersifat kurang awet dan keseragaman ukuran yang rendah. Casingcollagen terbuat dari agar-agar atau kulit hewan sehingga dapat dimakan sedangkan casing sintesis umumnya terbuat dari plastik polyamid sehingga tidak dapat dimakan. Ada juga casing sintesis yang terbuat dari film vinylidene kloroda dan rubber hidroklorida yang bisa tahan pada suhu pemasakan 100oC selama 1-2 jam. Film vinylidene kloroda bersifat kurang permeable, transparan, dan tidak bereaksi secara kimia tetapi kurang tahan terhadap kerusakan mekanik. Film rubber hidroklorida lebih elastis dan kuat tetapi tidak transparan dan kurang permeable terhadap gas (Suzuki, 1981). Penggunaaan casing-casing sintesis ini lebih menguntungkan karena karakteristiknya (pori, ketahanan panas) dapat diatur sesuai dengan kebutuhan, dapat diprinting atau diwarnai, dan keseragaman ukurannya tinggi.

D. KARAGENAN

1. Karakteristik Karagenan

Karagenan adalah polisakarida berantai lurus dari D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang mengandung sulfat yang diekstrak dari berbagai rumput laut merah (Fardiaz, 1989). Menurut Towle (1973) yang dikutip Nussinovitch (1997), karagenan dihasilkan dari rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali panas yang diikuti proses dekolorisasi dan pengeringan. Karagenan diekstrak dari spesies tertentu kelas Rhodophyceae (alga merah), umumnya dari marga Eucheuma, yaitu Eucheuma cottonii, Eucheuma spinosum, dan Chondrus crispus.

Menurut Hellebust et al. (1978) yang dikutip Mukti (1987), karagenan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karagenan merupakan bagian penyusun yang terbesar dari berat kering rumput laut dibandingkan dengan komponen lain.


(46)

18 Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae. Karagenan yang boleh diaplikasikan dalam makanan adalah ekstrak dari Rhodophyceae dengan kandungan ester sulfat sebanyak sama atau lebih dari 20%, dengan ikatan α-(1,3) dan -(1,4) glikosidik (Nussinovitch, 1997). Food Chemical Codex III (1981) yang dikutip Mukti (1987) menyatakan bahwa karagenan seharusnya mempunyai sifat-sifat seperti yang tercantum pada Tabel 4.

Karagenan serta garam-garamnya diklasifikasikan dalam kategori GRAS (21 CFR 182.7255) dan telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai bahan tambahan pangan (21 CFR 172.620). Karagenan ini digunakan pada taraf GMP (Good Manufacturing Practice) yaitu suatu jumlah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan tidak lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk mendapatkan pengaruh yang diinginkan (Nussinovitch, 1997).

Tabel 4. Syarat mutu karagenan

Kandungan Batas Arsenik (As) Tidak boleh lebih dari 3 ppm (0.0003%)

Abu (tidak larut asam) Tidak lebih dari 1.0%

Abu (total) Tidak lebih dari 35.0%

Logam berat (Pb) Tidak boleh lebih dari 40 ppm (0.004%) Timah hitam Tidak boleh lebih dari 10 ppm (0.001%) Kehilangan pada pengeringan Tidak lebih dari 12%

Sulfat Antara 18 dan 40% (berat kering)

Kekentalan dari larutan 1.5% Tidak kurang dari 5 cps pada 75o Sumber : Food Chemical Codex III, 1981 yang dikutip Mukti, 1987

Karagenan terutama terdiri dari ester-ester kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan amonium sulfat dari polimer galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa. Heksosa-heksosa ini secara bergantian terikat dalam polimer melalui ikatan α-1,3 dan -1,4 (Fardiaz, 1989).

Karagenan terdiri dari tiga fraksi utama, yaitu Kappa-karagenan, Iota-karagenan, dan Lambda-karagenan. Perbedaan kandungan fraksi


(47)

19 karagenan ini tergantung pada sumber rumput laut yang digunakan untuk ekstraksi karagenan. Spesies Chondrus crispus yang hidup di perairan dingin menghasilkan tipe kappa- dan lambda-karagenan, Eucheuma sp. yang hidup di perairan hangat menghasilkan kappa- dan iota-karagenan, dan Gigartina sp. yang hidup di perairan dingin menghasilkan kappa- dan lambda-karagenan. Rumput laut yang hidup di perairan dingin dipanen setahun sekali sedangkan rumput laut yang hidup di perairan hangat dipanen tiga bulan sekali (Thomas, 1992 yang dikutip Nussinovitch, 1997).

Karagenan yang diekstrak dari berbegai spesies rumput laut merah secara prinsipil berbeda satu sama lainnya dalam jumlah 3,6-anhydro-D-galaktosa (3,6-AG) yang dikandung, serta nomor, dan posisi grup ester sulfat. Kandungan rata-rata grup ester sulfat dan 3,6-anhidrogalaktosa pada kappa-karagenan berturut-turut adalah 25% dan 34% sedangkan untuk iota-karagenan berturut-turut adalah 32% dan 30% (Imeson 2000). Kappa-karagenan mempunyai ikatan glikosidik α-1,3-D-galaktosa-4-sulfat yang berikatan dengan (1,4)-3,6-anhydro-D-galaktosa. Iota-karagenan mempunyai ikatan α-1,3-D-galaktosa-4-sulfat yang berikatan dengan (1,4)-3,6-anhydro-D-galaktosa-2-sulfat. Lambda- karagenan (λ -karagen-an) mempunyai ikatan α-1,3-D-galaktosa-2-sulfat yang berikatan dengan

(1,4)-D-galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman, 1969). Lambda-karagenan merupakan tipe karagenan yang tidak dapat membentuk gel dari ketiga tipe karagenan (Fardiaz, 1989). Struktur kappa-, iota-, dan lambda- karagenan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Struktur kappa-, iota- , dan lambda-karagenan (Imeson, 2000)


(48)

20 Semua karagenan larut dalam air panas, susu panas, sedangkan dalam air dingin dan larutan garam Na, hanya kappa- dan iota-karagenan yang larut. Dan dalam susu dingin, hanya Lambda- karagenan yang mempunyai kelarutan yang tinggi. Lambda- karagenan larut sepenuhnya dalam air dingin dan larutan garam tidak tergantung pada kation yang hadir. Iota- karagenan peka terhadap ion-ion kalsium dan membentuk dispersi thixotropic, yang membuatnya sangat baik sebagai pensuspensi (Glicksman, 1969). Sifat-sifat ketiga fraksi karagenan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat-sifat karagenan

Sifat Karagenan

Kappa- Iota- Lambda-

Pembentukan gel Kasar Elastis -

Efek terhadap kation

Gel kuat dengan K+

Gel kuat dengan Ca++ Tidak membentuk gel Shear reversible gel

Tidak Ya -

Sineresis Ya Tidak -

Freeze thaw stable Tidak Ya Ya

Stability in acid Hidrolisis larutan, didukung panas ; Gelnya stabil

Hidrolisis

Sinergi dengan pati Tidak Ya Tidak

Reaktivitas protein Spesifik dengan kappa-kasein

- Interaksi kuat

saat asam

Salt tolerance Tidak Ya Ya

Susu dingin (20oC) dengan TSPP

Thickens/gels Thickens/gels Meningkatkan pengentalan Air dingin (20oC) K+ dan Ca2+

mengembang, sukar larut pada Na+

Ca2+ membentuk sol thixotropic, larut Na+

Larut dalam air

Air hangat (80oC) Larut Larut Larut


(49)

21 Kappa- dan iota-karagenan tidak larut dalam larutan garam dari kation-kation lain seperti K+ atau Ca2+, dan hanya menunjukkan pembengkakan mulai dari pembengkakan terbatas sampai pembengkakan besar. Hal ini tergantung dari tipe dan tingkat kation yang ada, densitas partikel karagenan, suhu, pH, adanya ion penghambat dan lain-lain (Glicksman, 1969).

Larutan iota- dan lambda- karagenan dapat mentolerir elektrolit kuat berkonsentrasi tinggi, misalnya NaCl 20-25% sementara kappa-karagenan akan mengalami salting out. Kappa- dan iota-karagenan mempunyai kemampuan untuk membentuk gel pada saat larutan panas mendingin. Proses ini bersifat reversibel, artinya gel mencair pada pemanasan dan cairan membentuk gel kembali pada pendinginan (Glicksman, 1969).

Karagenan yang membentuk gel dalam sistem aqueous terjadi karena adanya formasi “double helix”. Baik kappa- maupun iota-karagenan tidak akan membentuk gel atau formasi “double helix” dengan ion Na+ (Imeson, 2000).

Konsistensi gel karagenan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan tipe karagenan, konsentrasi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid (Towle, 1973 yang dikutip Nussinovitch, 1997). Kappa- dan iota-karagenan hanya akan membentuk gel bila terdapat ion-ion tertentu. Kappa-karagenan akan membentuk gel yang tegar dan keras bila terdapat salah satu ion seperti NH4+, K+ , Rb+, dan Cs+ (Towle, 1973 yang dikutip Nussinovitch, 1997). Gel kappa-karagenan akan mengalami getas dan sineresis karena pengkerutan bila bertemu dengan kation kalsium (Fardiaz, 1989).

Sedangkan iota- karagenan bereaksi secara kuat dengan adanya kation kalsium membentuk gel elastis yang lunak dan tidak mengalami sineresis. Bentuknya hampir sama dengan gel gelatin tetapi dengan suhu pembentukan gel dan titik cair yang lebih tinggi, dan tidak membutuhkan refrigerasi untuk pembentukan dan mempertahankan gelnya. Dengan ion kalium atau amonium, iota karagenan juga akan membentuk gel tapi lebih lemah daripada gel yang dibuat dengan ion-ion kalsium (Fardiaz, 1989).


(50)

22 Iota- karagenan tidak mengalami sineresis bila ada ion Ca2+ (Glicksman 1969).

Menurut Imeson (2000) dengan menaikkan konsentrasi kation dalam larutan akan menaikkan suhu pembentukan gel. Gel kappa-karagenan selama pembentukan gel dan thawing kurang stabil dibandingkan gel iota-karagenan karena mengalami perubahan tekstur gel dengan membebaskan sejumlah air.

Larutan karagenan bersifat viscous dan viskositasnya tergantung pada konsentrasi, suhu, adanya molekul-molekul lain, tipe karagenan, dan berat molekulnya. Pembentukan gel terjadi pada konsentrasi karagenan 0.5%, 1%, dan 1.5% pada suhu 25oC, 40oC, atau 75oC dengan adanya ion seperti ion kalium. Jika konsentrasi larutan karagenan meningkat, maka viskositasnya akan meningkat secara logaritmik (Towle, 1973 yang dikutip Nussinovitch, 1997).

Garam-garam kation monovalen mempunyai efek kecil terhadap viskositas larutan karagenan sedangkan kation-kation divalen mempunyai kecenderungan mengurangi viskositas secara nyata pada konsentrasi yang lebih tinggi tetapi meningkatkan viskositas pada konsentrasi yang lebih rendah (Towle, 1973 yang dikutip Nussinovitch,1997).

Karagenan paling stabil pada pH netral dan alkalis. Penurunan pH menyebabkan hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan potensi untuk membentuk gel. Hidrolisa dipercepat oleh panas pada pH rendah (Imeson, 2000).

Kemampuan karagenan untuk dapat bereaksi dengan protein dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi karagenan, tipe protein, suhu, pH, dan titik isoelektrik dari protein. Kemampuan ini juga dipengaruhi grup 3,6-anhydro-D-galaktosa. Glicksman (1969) melaporkan bahwa terdapat korelasi antara kekuatan menstabilkan dengan persentase dari 3,6-anhydro-D-galaktosa, pada percobaan stabilisasi susu.

Karagenan tidak mempunyai nilai gizi yang berarti karena strukturnya berupa polisakarida kompleks yang sukar dicerna. Hawkins dan Yaphe (1969) yang dikutip Mukti (1987) menyimpulkan bahwa daya


(1)

Lampiran 22.

Hasil uji hedonik atribut

overall

sosis optimum, sosis K1, sosis

K2, dan sosis K3

No.

Nama opt K1 K2 K3

1 Adie

M.R. 8.9

12.0

7.5

1.2

2 Idham

9.1

14.4

13.1

0.4

3 Paula

10.1

12.8

9.0

3.2

4 Angga

10.1

11.8

6.3

0.2

5 Mona

5.5

13.6

1.8

1.0

6 Hendy

8.2

9.7

1.9

0.0

7 Shinta

7.4

9.2

7.9

6.9

8 Eneng

9.8

11.1

9.0

0.3

9 Beti

9.6

12.4

12.5

10.5

10 Mardiati

13.7

13.9

3.3

0.2

11 Hanifah

6.7

5.7

4.1

1.1

12 Arie

13.5

14.2

10.2

1.2

13 Rina

8.5

11.8

6.4

0.0

14 Trifena

10.1

10.6

9.0

3.2

15 Rachmat

6.8

8.0

6.8

5.0

16 Yusmaneti 14.2

14.6

4.0

0.8

17 Shabrina

7.7

10.9

7.9

4.9

18 Dhieta

8.5

9.8

7.3

2.0

19 Erma

6.6

7.6

5.9

0.5

20 Andal

1.8

12.5

2.8

1.2

21 Denny

10.5

11

9.0

9.7

22 Edy

12.1

11.9

10.9

1.6

23 Aji

8.2

11.1

2.3

6.9

24 Lasty

12.8

11.3

9.1

1.2

25 Ade

9.9

13.5

12.4

1.9

26 Yoga

4.5

13.5

12.5

0.8

27 Iqbal

9.3

13.2

8.9

0.3

28 Arif

8.8

14.2

11.1

0.9

29 Yuke

6.5

13.5

5.4

3.4

30 Sucen

3.8

10.6

9.0

2.8

31 Asih

10.0

13.8

9.7

3.1

32 Kaninta

10.4

9.1

4.9

2.4

33 Jamal

7.8

11.6

5.2

3.7

34 Ame

12.5

11.1

5.1

1.7

35 Astuti

4.1

12.0

4.0

1.9


(2)

Lampiran 23.

Tabel ANOVA untuk atribut tekstur

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: TEKSTUR

10949.795

a

38

288.153

47.669

.000

596.470

34

17.543

2.902

.000

429.513

3

143.171

23.685

.000

616.575

102

6.045

11566.370

140

Source

Model

PANELIS

SAMPEL

Error

Total

Type III Sum

of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .927)

a.

Estimated Marginal Means

SAMPEL

Dependent Variable: TEKSTUR

9.309

.416

8.484

10.133

10.131

.416

9.307

10.956

8.726

.416

7.901

9.550

5.511

.416

4.687

6.336

SAMPEL

optimum

K1

K2

K3

Mean

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

95% Confidence Interval

Post Hoc Tests

SAMPEL

Multiple Comparisons

Dependent Variable: TEKSTUR LSD

-.823 .5877 .165 -1.989 .343

.583 .5877 .324 -.583 1.749

3.797* .5877 .000 2.631 4.963

.823 .5877 .165 -.343 1.989

1.406* .5877 .019 .240 2.571

4.620* .5877 .000 3.454 5.786

-.583 .5877 .324 -1.749 .583

-1.406* .5877 .019 -2.571 -.240

3.214* .5877 .000 2.049 4.380

-3.797* .5877 .000 -4.963 -2.631

-4.620* .5877 .000 -5.786 -3.454

-3.214* .5877 .000 -4.380 -2.049

(J) SAMPEL K1 K2 K3 optimum K2 K3 optimum K1 K3 optimum K1 K2 (I) SAMPEL optimum

K1

K2

K3

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.


(3)

Lampiran 24.

Tabel ANOVA untuk atribut rasa

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: RASA

10356.992

a

38

272.552

45.351

.000

468.804

34

13.788

2.294

.001

1442.197

3

480.732

79.990

.000

613.008

102

6.010

10970.000

140

Source

Model

PANELIS

SAMPEL

Error

Total

Type III Sum

of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

R Squared = .944 (Adjusted R Squared = .923)

a.

Estimated Marginal Means

SAMPEL

Dependent Variable: RASA

9.783

.414

8.961

10.605

11.414

.414

10.592

12.236

6.911

.414

6.090

7.733

2.960

.414

2.138

3.782

SAMPEL

optimum

K1

K2

K3

Mean

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

95% Confidence Interval

Post Hoc Tests

SAMPEL

Multiple Comparisons

Dependent Variable: RASA LSD

-1.631* .5860 .006 -2.794 -.469

2.871* .5860 .000 1.709 4.034

6.823* .5860 .000 5.660 7.985

1.631* .5860 .006 .469 2.794

4.503* .5860 .000 3.340 5.665

8.454* .5860 .000 7.292 9.617

-2.871* .5860 .000 -4.034 -1.709

-4.503* .5860 .000 -5.665 -3.340

3.951* .5860 .000 2.789 5.114

-6.823* .5860 .000 -7.985 -5.660

-8.454* .5860 .000 -9.617 -7.292

-3.951* .5860 .000 -5.114 -2.789

(J) SAMPEL K1 K2 K3 optimum K2 K3 optimum K1 K3 optimum K1 K2 (I) SAMPEL optimum

K1

K2

K3

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.


(4)

Lampiran 25.

Tabel ANOVA untuk atribut aroma

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: AROMA

10108.831

a

38

266.022

35.766

.000

602.315

34

17.715

2.382

.000

645.441

3

215.147

28.926

.000

758.669

102

7.438

10867.500

140

Source

Model

PANELIS

SAMPEL

Error

Total

Type III Sum

of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

R Squared = .930 (Adjusted R Squared = .904)

a.

Estimated Marginal Means

SAMPEL

Dependent Variable: AROMA

9.603

.461

8.688

10.517

10.443

.461

9.528

11.357

6.594

.461

5.680

7.509

5.183

.461

4.268

6.097

SAMPEL

optimum

K1

K2

K3

Mean

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

95% Confidence Interval

Post Hoc Tests

SAMPEL

Multiple Comparisons

Dependent Variable: AROMA LSD

-.840 .6519 .200 -2.133 .453

3.009* .6519 .000 1.715 4.302

4.420* .6519 .000 3.127 5.713

.840 .6519 .200 -.453 2.133

3.849* .6519 .000 2.555 5.142

5.260* .6519 .000 3.967 6.553

-3.009* .6519 .000 -4.302 -1.715

-3.849* .6519 .000 -5.142 -2.555

1.411* .6519 .033 .118 2.705

-4.420* .6519 .000 -5.713 -3.127

-5.260* .6519 .000 -6.553 -3.967

-1.411* .6519 .033 -2.705 -.118

(J) SAMPEL K1 K2 K3 optimum K2 K3 optimum K1 K3 optimum K1 K2 (I) SAMPEL optimum

K1

K2

K3

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound


(5)

Lampiran 26.

Tabel ANOVA untuk atribut warna

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: WARNA

9835.569

a

38

258.831

35.621

.000

534.598

34

15.723

2.164

.002

42.526

3

14.175

1.951

.126

741.161

102

7.266

10576.730

140

Source

Model

PANELIS

SAMPEL

Error

Total

Type III Sum

of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

R Squared = .930 (Adjusted R Squared = .904)

a.

Estimated Marginal Means

SAMPEL

Dependent Variable: WARNA

8.623

.456

7.719

9.527

8.329

.456

7.425

9.232

8.380

.456

7.476

9.284

7.197

.456

6.293

8.101

SAMPEL

optimum

K1

K2

K3

Mean

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

95% Confidence Interval

Post Hoc Tests

SAMPEL

Multiple Comparisons

Dependent Variable: WARNA LSD

.294 .6444 .649 -.984 1.572

.243 .6444 .707 -1.035 1.521

1.426* .6444 .029 .148 2.704

-.294 .6444 .649 -1.572 .984

-.051 .6444 .937 -1.330 1.227

1.131 .6444 .082 -.147 2.410

-.243 .6444 .707 -1.521 1.035

.051 .6444 .937 -1.227 1.330

1.183 .6444 .069 -.095 2.461

-1.426* .6444 .029 -2.704 -.148

-1.131 .6444 .082 -2.410 .147

-1.183 .6444 .069 -2.461 .095

(J) SAMPEL K1 K2 K3 optimum K2 K3 optimum K1 K3 optimum K1 K2 (I) SAMPEL optimum

K1

K2

K3

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.


(6)

Lampiran 27.

Tabel ANOVA untuk atribut

overall

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: OVERALL

10297.679

a

39

264.043

40.984

.000

354.352

35

10.124

1.571

.041

1621.326

3

540.442

83.886

.000

676.471

105

6.443

10974.150

144

Source

Model

PANELIS

SAMPEL

Error

Total

Type III Sum

of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

R Squared = .938 (Adjusted R Squared = .915)

a.

Estimated Marginal Means

SAMPEL

Dependent Variable: OVERALL

8.889

.423

8.050

9.728

11.686

.423

10.847

12.525

7.394

.423

6.556

8.233

2.439

.423

1.600

3.278

SAMPEL

optimum

K1

K2

K3

Mean

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

95% Confidence Interval

Post Hoc Tests

SAMPEL

Multiple Comparisons

Dependent Variable: OVERALL LSD

-2.797* .5983 .000 -3.983 -1.611

1.494* .5983 .014 .308 2.681

6.450* .5983 .000 5.264 7.636

2.797* .5983 .000 1.611 3.983

4.292* .5983 .000 3.105 5.478

9.247* .5983 .000 8.061 10.433

-1.494* .5983 .014 -2.681 -.308

-4.292* .5983 .000 -5.478 -3.105

4.956* .5983 .000 3.769 6.142

-6.450* .5983 .000 -7.636 -5.264

-9.247* .5983 .000 -10.433 -8.061

-4.956* .5983 .000 -6.142 -3.769

(J) SAMPEL K1 K2 K3 optimum K2 K3 optimum K1 K3 optimum K1 K2 (I) SAMPEL optimum

K1

K2

K3

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound