Faktor-faktor yang Mendukung dan Menghambat Strategi Pengelolaan Kelas pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
4. Faktor-faktor yang Mendukung dan Menghambat Strategi Pengelolaan Kelas pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Dalam pelaksanaan pengelolaan kelas akan ditemui berbagai faktor yang mendukung dan menghambat dalam proses pembelajaran.
a. Faktor pendukung strategi pengelolaan kelas
Salah satu aspek penting keberhasilan yang dilaksanakan oleh guru adalah kondisi pembelajaran yang efektif, yaitu kondisi yang benar-benar kondusif, benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta
93 Ibid., hlm. 183.
kelangsungan proses pembelajaran. Faktor-faktor yang mempunyai peran penting dalam penciptaan kondisi pembelajaran adalah: 1.) lingkungan belajar
Lingkungan belajar adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini
mencakup tiga hal utama: 94
a) Lingkungan fisik Lingkungan fisik mampu memberi peluang gerak dan segala aspek
yang berhubungan dengan upaya penyegaran pikiran bagi siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi sarana-prasarana yang cukup dan memadai untuk proses pembelajaran secara tuntas dipastikan dapat membawa siswa pada kondisi pembelajaran yang kondusif.
b) Lingkungan social Lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi antar
personil yang ada dilingkungan sekolah secara umum. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran
c) Lingkungan budaya Lingkungan budaya merupakan suatu kondisi pola kehidupan yang
sesuai dengan pola kehidupan pada warganya, yakni siswa. Mereka adalah pribadi yang masih labil dan masih membutuhkan proses adaptasi untuk
94 Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah - Kiat menjadi Pendidik yang Kompeten, (Jogjakarta, Ar-Ruzz, 2006), hlm. 82.
setiap lingkungan dimana ia berada. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif, maka yang terutama harus dilakukan adalah menyamakan persepsi dan pola pikir tentang pola pergaulan. 2.) Kurikulum yang cocok
Kurikulum merupakan batasan yang harus diberikan kepada siswa pada proses pembelajaran yang dilakukan guru dikelasnya. Seorang guru agar dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif diharapkan mampu menerjemahkan kurikulum dan menyesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang berhubungan dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Kondisi proses pembelajaran dapat kondusif jika isi dari kurikulum yang diterapkan dapat mengakomodasi segala yang diharapkan oleh siswa dan guru, siswa dan guru dapat mengikuti langkah-langkah penerapannya
tanpa perasaan tertekan atau terpaksa. 95 3.) Visi dan misi yang jelas
Pembelajaran yang kondusif mengisyaratkan adanya visi dan misi yang jelas dan terukur serta dapat dicapai sesuai kemampuan yang ada. Visi dan misi proses pembelajaran tidak lain adalah visi dan misi pendidikan secara umum, yaitu peningkatan kualitas dengan mengupayakan proses yang mampu membawa siswa pada penguasaan materi, baik pengetahuan, sikap, maupun psikomotor yang dapat dipakai
sebagai bekal hidup. 96
95 Ibid., hlm. 86. 96 Ibid., hlm. 88.
4.) Kemauan yang kuat Kemauan yang kuat adalah berusaha untuk memenuhi segala kemauannya secara intensif dan terus menerus diusahakan. Dengan kemauan yang kuat inilah seseorang guru akan terdorong untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif yang mengacu pada
kepentingan siswa dalam pengusaan materi pembelajaran. 97 Strategi pengelolaan kelas memerlukan dukungan dari kondisi
pembelajaran yang kondusif di kelas. Untuk memepelajari Pendidikan Agama Islam siswa membutuhkan dukungan dari diri siswa itu sendiri dan lingkungannya, seperti motivasi, kemauan belajar dan lingkungan kelas.
b. Faktor Penghambat strategi pengelolaan kelas
Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar merupakan kegiatan yang dialami dan dihayati oleh siswa sendiri dan merupakan kegiatan mental dalam mengolah bahan belajar atau pengalaman yang lain. Masalah-masalah intern yang dialami oleh siswa dan berpengaruh pada proses belajar adalah:
1.) Sikap terhadap belajar Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau belajar tersebut. Hal ini berpengaruh pada perkembangan kepribadian. Oleh karena itu
97 Ibid., 97 Ibid.,
oleh siswa itu sendiri. Seberapa besar siswa dapat menerima atau menolak dirinya untuk belajar. Jika siswa itu menolak atau masih menunda waktu belajar, maka hal ini masalah yang mengganggu proses belajarnya. 2.) Motivasi belajar
Motivasi merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
Motivasi siswa mengikuti proses pembelajaran merupakan faktor keberhasilan belajarnya. Jika siswa tidak semangat untuk mengikuti pelajaran, hal ini, juga menjadi masalah yang harus ditangani. 3.) Konsentrasi belajar
Merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran, yang tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. 99
Materi pelajaran yang dibahas dikelas diperoleh dengan baik, apabila siswa mampu merekam materi itu untuk disimpan di otak. Siswa memikirkan sesuatu selain bahasan materi di kelas itu, dapat mengganggu konsentarasi belajarnya.
98 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm.
99 Ibid., 238.
4.) Mengolah bahan belajar Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa menerima isi dan cara memproleh ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Kemampuan ini, bila siswa mengolah bahan menjadi makin baik dan
berpeluang aktif belajar. 100 Jadi mengolah bahan ajar dan pemerolehannya ini membutuhkan konsentrasi belajar.
5.) Menyimpan perolehan hasil belajar Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan pesan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek (cepat dilupakan)
dan waktu yang lama (hasil belajar mudah/tetap dimiliki siswa). 101 Siswa mampu menyimpan hasil materi yang dipelajari, sehingga
dia tidak mudah melupakan pelajaran yang dipelajari. Jika siswa mudah lupa hasil belajarnya, hal ini merupakan masalah dalam mangaplikasikan hasil belajarnya dikemudian hari 6.) Menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yan tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah terterima. Dalam hal baru, siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkan dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, siswa akan membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Penggalian
Ibid., 240. 101 Ibid.
hasil yang tersimpan ada hubungannya dengan baik atau buruknya penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan pesan. 102
7.) Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil balajar Kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mempu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar.
Kemampuan berprestasi berpengaruh oleh proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi. 8.) Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian ”perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Begitu juga sebaliknya.
Guru harus mampu mendorong keberanian terus menerus, memberikan penguatan, memberikan pengakuan dan kepercayaan bila
102 Ibid. hlm. 242.
siswa telah berhasil. Siswa akan meresa percaya diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugasnya. 9.) Intelegensi dan keberhasilan belajar
Menurut wechler, intelegensi adalah kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari. Intelegensi dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan belajar. Perolehan hasil belajar yang rendah dapat disebabkan oleh intelegensi yang rendah. Begitu juga sebaliknya. 10.) Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Misalnya balajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bergaya minta belas kasihan tanpa belajar. Untuk sebagian kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidakmengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri. 11.) Cita-cita siswa
Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan sejak sekolah dasar. Cita-cita merupakan merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke semakin sulit. Dengan mengaitkan pemilikian cita-cita dengan Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan sejak sekolah dasar. Cita-cita merupakan merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke semakin sulit. Dengan mengaitkan pemilikian cita-cita dengan
Masalah belajar yang dialami dari diri siswa dapat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas dan juga akan menghambat dalam penciptaan kondisi pembelajaran yang kondusif dikelas. Apabila proses pembelajaran terganggu, maka keberhasilan belajar dikhawatirkan juga terhambat.
Ditinjau dari segi siswa, faktor ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar adalah: 103
1) Peran guru sebagai pembina aktifitas belajar Guru sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar yang merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah. Dalam menciptakan dan mempertahankan kondusi kelas agar tetap kondusif, guru sebagai pembina aktifitas belajar juga menjadi penghambat dalam pelaksanaan pengelolaan
kelas itu sendiri. Diantaranya dalam hal : 104
a) Tipe kepemimpinan guru Tipe mengajar yang terlalu otoriter, kurang demokratis, sehingga menumbuhkan sikap pasif atau agresif peserta didik
b) Format belajar yang monoton Format belajar mengajar monoton akan menimbulkan kebosanan belajar. Hendaknya perlu dikembangkan format belajar bervariasi
Ibid., hlm. 249. 104 Ahmad Rohani H.M. dan Abu Ahmadi, Op.Cit., hlm. 146-148.
c) Kepribadian guru Bersikap hangat, obyaektif, adil, dan fleksibel merupakan sikap yang harus dimiliki oleh guru untuk menciptakan suasana emosional yang menyenangkan dalam proses belajar-mengajar. Sikap yang bertentangan dengan kepibadian seperti pilih kasih akan menimbulkan masalah dalam pengelolaan kelas.
d) Pengetahuan guru yang terbatas dan lain-lain. Keterbatasan pengetahuan guru tentang masalah dan pendekatan pengelolaan kelas, baik yang bersifat teoritis maupun pengalaman praktis.
e) Pemahaman guru tentang peserta didik Keterbatasan kesempatan guru untuk memahami tingkah laku masing-masing siswa dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk memahami peserta didik dan latar belakangnya, atau mungkin karena beban mengajar guru yang padat.
2) Prasarana dan sarana pembelajaran Lengkapnya prasarana dan sarana merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Guru dan siswa dituntut dalam menggunakannya, baik dalam pemanfaatannya maupun pemeliharaannya.
3) Kebijakan penilaian Pada tujuan instruksional khusus mata pelajaran di kelas adalah peran guru yang secara profesional yang bersifat otonom. Pada tujuan instruksional tahap akhir, yang terkait dengan kenaikan kelas, muncul 3) Kebijakan penilaian Pada tujuan instruksional khusus mata pelajaran di kelas adalah peran guru yang secara profesional yang bersifat otonom. Pada tujuan instruksional tahap akhir, yang terkait dengan kenaikan kelas, muncul
Pada tujuan instruksional umum tingkat sekolah berlaku evaluasi tahap akhir yang muncul dari kebijakan penilaian tingkat nasional. Jadi peran guru menilai hasil belajar berorientasi pada ukuran-ukuran pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat sekolah, wilayah, dan tingkat nasional. Keputusan hasil belajar merupakan puncak harapan siswa. Secara kejiwaan, siswa terpengaruh atau tercekam tentang hasil belajarnya. Oleh karena itu, sekolah dan guru diminta berlaku arif dan bijak dalam menyampaikan keputusan hasil belajar siswa.
4) Kurikulum sekolah Perubahan kurikulum sekolah, mengakibatkan guru perlu mengadakan perubahan pembelajaran. Guru harus menghindarkan diri dari kebiasaan pembelajaran yang lama. Akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendekatan mengajar yang baru, sehingga kebiasaan belajar siswa juga akan mengalami perubahan.
5) Lingkungan sosial siswa di sekolah Pengaruh lingkungan sosial siswa dapat berupa: 105
a) Pengaruh kejiwaan dalam menerima atau menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah konsentrasi belajar
b) Lingkungan sosial mewujud dalam suasana akrab, gembira, rukun, dan damai; sebaliknya mewujud dalam suasana perselisihan
105 Dimyati dan Mudjiono, Op.Cit., hlm. 252.
bersaing, salah menyalahkan. Suasana kejiwaan tersebut berpengaruh pada semangat dan proses belajar.
c) Lingkungan sosial siswa di sekolah dan kelas dapat berpengaruh pada semangat belajar kelas.dan setiap guru akan disikapi secara tertentu oleh lingkungan sosial siswa. Sikap positif atau negatif terhadap guru akan berpengaruh pada kewibawaan guru
d) Lingkungan keluarga Tingkah laku peserta didik di kelas merupakan pencerminan keadaan keluarganya. Sikap otoriter orang tua akan tercermin dalam tingkah laku peserta didik yang agrasif dan apatis. Tingkah laku peserta didik dikelas mencerminkan tingkah laku dan kebiasaan yang kurang terkontrol dirumah. Di dalam kelas sering ditemukan peserta didik pengganggu dan pembuat ribut. Mereka
itu biasanya dari keluarga yang tidak utuh atau broken home. 106 Kebiasaan kurang baik di lingkungan keluarga seperti tata tertib
tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan atau terlampau dikekang akan merupakan latar belakang yang menyebabkan peserta didik melanggar disiplin di dalam kelas.
106 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Op.Cit., hlm. 151.