2. Fungsi Parenting Parenting mempunyai fungsi yang penting dalam tumbuh kembang
anak sehingga anak merasa bahwa orang tua selalu ada di saat anak membutuhkan. Ada empat fungsi utama parenting, yakni membentuk
kepribadian anak, membentuk karakter anak, membentuk kemandirian anak, dan membentuk akhlak anak.
16
Ke empat fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Membentuk Kepribadian Anak
Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak akan mempengaruhi proses pembentukan kepribadian anak. Anak yang hidup di dalam
keluarga dengan pola asuh demokratis akan membentuk kepribadian anak yang baik sedangkan anak yang hidup dengan pola asuh otoriter
akan terbentuk dengan kepribadian keras dan pemberontak.
b. Membentuk Karakter Anak
Pembentukan karakter anak sangat dipengaruhi pola asuh yang diberikan orang tua. Anak yang berkarakter baik tunbuh di dalam
lingkungan keluarga yang harmonis dan memiliki jalinan komunikasi dua arah.
c. Membentuk Kemandirian Anak
Anak yang tumbuh dengan kemandirian diperoleh dari cara pengasuhan orang tua yang mengasah kemandiriannya sejak dini. Misalnya di saat
balita diperbolehkan makan sendiri meskipun makanan berceceran.
16
Baumrind, Current Patterns of Parental Authority; Developmental Psychology Monographs, America: American Psychological Association, 1971 , h. 54.
Anak-anak juga dapat diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya di dalam keluarga.
d. Membentuk Akhlak Anak
Akhlak anak yang baik dapat terbentuk dari cara pengasuhan orang tua yang memperkenalkan agama, kesopanan, budi pekerti dan tingkah laku
yang baik sejak dini. Anak cenderung memperhatikan tingkah laku orang tua sehari-hari dan menirunya.
17
3. Pola Pengasuhan Pola asuh anak akan mempengaruhi Self Esteem atau harga dirinya di
kemudian hari. Self Esteem adalah penilaian seseorang terhadap dirinya yang berkembang dari feeling of belonging perasaan diterima oleh
kelompok sosialnya, feeling competent perasaan efisien, produktif, dan feeling worthwhile perasaan berharga, cantik, pandai, baik.
18
Menurut Baumrind, terdapat 4 macam pola asuh orang tua, yaitu pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh
penelantar.
a. Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu
mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan
anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan
17
Baumrind, D, Current Patterns of Parental Authority; Developmental Psychology Monographs, h. 67.
18
Minah Sirait, M.M, Hubungan Antara Harga Diri dengan Konformitas dalam Hal Fesyen pada Remaja, Jakarta: Fakultas Psikologi UI, 2002, h. 95.
anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya
kepada anak bersifat hangat.
b. Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang
mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman- ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan
diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa
yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal
kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya
untuk mengerti mengenai anaknya.
c. Pola asuh Permisif atau pemanja biasanya memberikan
pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup
darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit
bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun, orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak.
d. Pola asuh tipe yang terakhir adalah tipe Penelantar. Orang tua tipe
ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk
keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala
biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang
depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
19
C. Pemberdayaan Keluarga
1. Pengertian Pemberdayaan Keluarga Pemberdayaan mempunyai makna harfiah membuat seseorang
berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah penguatan. Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan, yakni mendorong orang untuk menampilkan
dan merasakan hak-hak asasinya. Pemberdayaan berasal dari bahasa asing “empowerment”, secara leksikal pemberdayaan berarti penguatan dan secara
teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah pengembangan.
20
Pemberdayaan berarti upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat, dengan menyediakan sebuah ruang bagi masyarakat untuk mengadakan
pilihan-pilihan dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam art
i lain, pemberdayaan diartikan sebagai “pemberkuasaan” dalam arti pemberian atau peningkatan kekuasaan power kepada masyarakat
yang lemah atau tidak beruntung disadvantaged. Sedangkan Rappaport memberikan pengertian pemberdayaan sebagai suatu cara dimana rakyat,
organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai berkuasa atas
19
Baumrind, Current Patterns of Parental Authority; Developmental Psychology Monographs, h. 88.
20
Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, h. 42.
kehidupanya.
21
Dapat diartikan juga sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh sosial individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-
hak menurut undang-undang. Payne mengemukakan bahwa pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan
sosial dalam melakukan tindakan.
22
Edi Suharto
mengemukakan bahwa
pemberdayaan berarti
menyediakan sumber daya, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat guna meningkatkan keterampilan mereka dalam pengambilan keputusan dan
berpartisipasi dalam kegiatan yang mempunyai dampak pada kehidupan dimasa depan.
23
Sementara keluarga, berdasarkan asal-usul kata yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, berasal dari bahasa Jawa yang terbentuk dari dua
kata yaitu kawula dan warga. Di dalam bahasa Jawa kuno kawula berarti hamba dan warga artinya anggota. Secara bebas dapat diartikan bahwa
keluarga adalah anggota hamba atau warga saya. Artinya setiap anggota dari kawula merasakan sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai bagian dari dirinya
dan dirinya juga merupakan bagian dari warga yang lainnya secara keseluruhan.
24
21
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: Refika Aditama, 2005, h. 59.
22
Isbandi rukminto Adi, Intervensi Komunitas Pembangunan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: Rajawali Pers, 2008, h. 78.
23
Edi Suharto, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004, h. 29.
24
Ahmadi Abu dan Uhbiyati Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Rieneka Cipta, h. 176.
Menurut Soerjono keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan
sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan atau hubungan darah karena perkawinan,
kelahiran, adopsi dan lain sebagainya.
25
Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang
berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Adapun ciri-ciri umum keluarga yang dikemukakan oleh Mac Iver dan Page, yaitu:
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan. 2. Susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan
yang sengaja dibentuk dan dipelihara. 3. Suatu sistim tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-
kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah terhadap
kelompok kelompok keluarga.
26
Pemberdayaan keluarga berarti segala upaya bimbingan dan pembinaan agar keluarga dapat hidup sehat, sejahtera, maju, dan mandiri.
Pemberdayaan keluarga juga dapat diartikan sebagai segala upaya fasilitas
25
Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali 2004, h. 23.
26
Khairudin, Sosiologi Keluarga, Jakarta: Nur Cahaya, 1985, h, 12.
yang bersifat non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan
mengambil keputusan untuk melakukan pemecahanya dengan benar, tanpa atau dengan bantuan dari pihak lain.
Ketidakmampuan keluarga dalam menangani masalah yang ada di dalamnya mendorong adanya sebuah pemberdayaan agar fungsi keluarga yang
tidak berjalan dengan baik dapat berjalan dengan semestinya.
D. Anak Jalanan
1. Pengertian Anak dan Anak Jalanan Definisi anak menurut UU Kesejahteraan, Perlindungan, dan
Pengadilan anak menyrbutkan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan,
pengertian anak menurut UU RI No. 4 tahun 1979 Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas 21
tahun ditentukan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia
tersebut.
27
Istilah anak jalanan sudah menjadi sebuah kesatuan sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di
jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Istilah anak jalanan pertama kali sebenarnya diperkenalkan di Amerika Serikat dan Brazil.
Istilah itu digunakan pada kelompok anak-anak yang hidup di jalan yang
27
Departemen Sosial Propinsi DIY, Populasi Anak Jalanan di DI Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Sosial Propinsi DIY, 2010, h. 1.