Triwulan II 2009
101
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tingkat Gini Ratio Grafik V.10 juga memperlihatkan hal yang serupa,dimana terjadi ketimpangan pemerataan kesejahteraan antara
wilayah Banten Utara yang perekonomiannya relatif maju dengan Kabupaten Lebak dan Pandeglang di wilayah Banten Selatan. Hal ini
yang selayaknya diperhatikan. Pemerintah Daerah diharapkan dapat mendorong pembangunan ke arah selatan, dan perbankan juga
sebenarnya memiliki peluang dalam mendapatkan pasar sekaligus membantu pengembangan ekonomi di Banten Selatan. Dari Tabel V.11
terlihat bahwa di Kota Tangerang, satu bank melayani masyarakat rata- rata pada wilayah seluas 2 Km2, sedangkan di Lebak dan Pandeglang 1
bank melayani masyarakat dengan rata-rata luasan masing-masing sebesar 220 Km2 dan 274,7 Km2.
Tabel V.6 Sebaran Kantor Bank per Dati II di Banten
2006 2009
2006 2009
Kab. Pandeglang
2747 10
10 274.7
274.7 Kab.
Lebak 2860
5 13
572.0 220.0
Kota Tangerang
184 76
88 2.4
2.1 Kab.
Tangerang 2772
109 169
25.4 16.4
Kab. Serang
1724 25
43 69.0
40.1 Kota
Cilegon 176
29 13
6.1 13.5
Luas Wilayah per
Bank Km2
Jumlah Kantor Bank
Luas Wilayah
Km2
KABUPATEN KOTA
Sumber: BPS Propinsi Banten dan Bank Indonesia, diolah
E. KESEJAHTERAAN PETANI Secara umum tingkat kesejahteraan petani di Banten masih
belum mengalami banyak perubahan yang signifkan pada triwulan laporan namun cukup membaik dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Nilai Tukar Petani gabungan Propinsi Banten masih berada di bawah 100, yang berarti indeks harga
yang diterima oleh petani di Banten masih lebih rendah daripada yang indeks harga yang harus dibayar. Nilai Tukar Petani NTP
diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani dalam persentase. NTP merupakan
salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan petani. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian yang dihasilkan
petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun dengan biaya produksi. Semakin tinggi NTP, semakin kuat tingkat kemampuandaya
beli petani.
Triwulan II 2009
102
Kajian Ekonomi Regional Banten
88 90
92 94
96 98
100 102
104
Ja n
‐0 8
F e
b ‐0
8 Mar
‐0 8
A p
r‐ 8
May ‐0
8 Ju
n ‐0
8 Ju
l‐ 8
A u
g‐ 8
S e
p ‐0
8 Oc
t‐ 8
N o
v‐ 8
D e
c‐ 8
Ja n
‐0 9
F e
b ‐0
9 Mar
‐0 9
A p
r‐ 9
May ‐0
9 NTP
Banten
Sumber : BPS Propinsi Banten, diolah
Grafik V.12 NTP Gabungan Banten
20 40
60 80
100 120
140
Ju n
‐0 8
Ju l‐
8 A
u g
‐0 8
S e
p ‐0
8 Oc
t‐ 8
N o
v ‐0
8 D
e c
‐0 8
Ja n
‐0 9
F e
b ‐0
9 Mar
‐0 9
A p
r‐ 9
May ‐0
9
Padi dan Palawija
Hortikultura Perkebunan
Peternakan Perikanan
NTP
Sumber : BPS Propinsi Banten
Grafik V.13 NTP per Jenis Petani Propinsi Banten
NTP gabungan Propinsi Banten pada Mei 2009 adalah sebesar 96,87 meningkat sebesar 0,16 dibandingkan dengan akhir Triwulan I 2009
Grafik V.12. Namun demikian angka indeks yang masih di bawah 100 menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani Banten belum cukup
baik. Berdasarkan sub sektornya, hanya petani dari sub sektor perkebunan dan peternakan yang memiliki rata-rata NTP di atas 100
selama satu tahun terakhir. Petani padi dan palawija memiliki rata-rata NTP terkecil yaitu sebesar 92,04 Grafik V.13. Sistem agribisnis yang
terintegrasi direkomendasikan dapat menjadi solusi yang tepat. Namun demikian, untuk mewujudkannya dibutuhkan koordinasi yang kuat
antara Pemerintah Daerah beserta jajarannya sebagai perumus kebijakan, petani, perbankan, civitas akademika, LSM dan pihak-pihak
pendukung lainnya.
PETANI Penyediaan
Saprotan On – Farm
Pengolahan Hasil
Pertanian Pemasaran
Kebijakan Bid.
Pertanian
DPRD Pengusa
ha Inti Terkait
Perban kan
Pemerintah pusat,
Prop, KotaKab.
LN lainnya BUMN
Civitas Akade
mika
LSM
PPL Bank
Indonesia
Grafik V.14 Diagram Sistem Agribisnis
Kajian Ekonomi Regional Banten
BAB VI
Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi
A. PERTUMBUHAN EKONOMI Dampak krisis ekonomi dunia diperkirakan tidak separah yang