Tinjauan Pencahayaan Buatan pada Restoran Nelayan di Kota Medan Berdasarkan Pada Pendapat Pengunjung

(1)

PENGARUH PENCAHAYAAN BUATAN PADA RESTORAN

NELAYAN DI KOTA MEDAN TERHADAP PENGUNJUNG

SKRIPSI

OLEH

MELIA OKTIVA

100406026

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PENCAHAYAAN BUATAN PADA RESTORAN

NELAYAN DI KOTA MEDAN TERHADAP PENGUNJUNG

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

MELIA OKTIVA

100406026

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

TINJAUAN PENCAHAYAAN BUATAN PADA RESTORAN NELAYAN DI KOTA MEDAN BERDASARKAN

PADA PENDAPAT PENGUNJUNG

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 14 Juli 2014


(4)

Judul Skripsi : Tinjauan Pencahayaan Buatan pada Restoran Nelayan di Kota Medan Berdasarkan Pada Pendapat Pengunjung Nama Mahasiswa : Melia Oktiva

Nomor Pokok : 100406026 Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Ir. Basaria Talarosha, M.T.

Dosen Koordinator, Ketua Program Studi,

Dr. Ir. Dwira N. Aulia Ir. N. Vinky Rahman, M.T.


(5)

Tanggal : 14 Juli 2014

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir. Basaria Talarosha, M.T. Anggota Komisi Penguji : 1. Yulesta Putra, S.T., M.Sc.


(6)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana teknik Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ir. Basaria Talarosha, M.T., selaku dosen pembimbing yang telah memperhatikan, membimbing, dan memberikan waktu beliau kepada penulis selama masa penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. Yulesta Putra, S.T., M.Sc. dan Firman Eddy, S.T., M.T., selaku dosen penguji yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan yang berharga kepada penulis dalam penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini. 3. Ir. N. Vinky Rahman, M.T. dan Ir. Rudolf Sitorus, M.L.A, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.

4. Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc. dan Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D, selaku dosen koordinator, serta seluruf staf pengaar Departemen Arsitektur atas bimbingan selama masa perkuliahan.

5. Pihak pengelola Restoran Nelayan selaku pemilik restoran tempat penulis melakukan penelitian dan seluruh responden yang secara sukarela meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

6. Ayah, Ibu, dan seluruh anggota keluarga penulis yang selalu memotivasi dan mendukung penulis selama masa perkuliahan.


(7)

Wijaya yang telah mendukung dan membantu penulis melakukan survei di restoran nelayan (sampai bosan makan di restoran nelayan).

8. Sherly Chandra yang telah mendukung dan membantu penulis dalam mempelajari program SPSS ketika menganalisis hasil penelitian.

9. Teman – teman sekelompok dosen pembimbing. Shara Chintia, Jenny, dan Meliana sebagai teman senasib seperjuangan selama masa penelitian. 10.Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara moril maupun materiil,

yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, 14 Juli 2014 Penulis


(8)

Pencahayaan buatan merupakan salah satu aspek desain interior yang penting karena tanpa pencahayaan, arsitektur itu sendiri tidak dapat dilihat dan dinikmati. Pencahayaan buatan dapat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan cahaya dan menambah nilai estetika pada sebuah ruangan. Pencahayaan buatan yang dirancang dengan baik pada restoran dapat mempengaruhi perasaan psikologis dari orang yang berada di dalamnya seperti menarik minat datang pengunjung ke restoran, menghasilkan suasana yang nyaman, menambah keindahan, dan mempengaruhi komunikasi pengunjung selama berada di dalam restoran. Peninjauan desain pencahayaan buatan pada Restoran Nelayan di kota Medan menghasilkan kesimpulan bahwa desain pencahayaan memiliki pengaruh kepada pengunjung restoran selama berada di dalam restoran tersebut. Pengunjung dengan umur yang bervariasi dari muda hingga tua cenderung lebih memilih restoran dengan tingkat pencahayaan yang terang. 50 – 100 Lux adalah tingkat pencahayaan yang paling cocok untuk restoran keluarga.


(9)

Artificial lighting is one of the interior design important aspect because

without it, the architecture itself can’t be seen and enjoyed. Artificial lighting

functionates in fulfilling the needs of light and increasing aesthetic value to a certain room. A well designed artificial lighting in a restaurant can affect the psychological feelings of people who are in it such as attracting visitors to the restaurant, generating the comfortable atmosphere, increasing aesthetic value,

and influencing the visitor’s communication. The lighting design observation in Nelayan Restaurant in Medan gives result that lighting design has effects on the people who are inside the restaurant. The visitors with different age variation usually prefer a high illumination level lighting in a restaurant. 50 – 100 Lux is the most suitable illumination level in family type restaurant.


(10)

1.1. Latar Belakang

Masyarakat di kota Medan yang memiliki perilaku hidup konsumtif menyebabkan perkembangan ekonomi di kota Medan semakin meningkat. Perkembangan ekonomi ini menyebabkan semakin banyaknya muncul restoran – restoran dengan berbagai menu makanan, harga, dan desain yang menarik. Banyaknya restoran baru yang didirikan menyebabkan konsumen memiliki banyak pilihan dan pertimbangan dalam memilih tempat makan. Dengan pilihan yang beragam ini, ekspektasi konsumen untuk menikmati makanan dan minuman dengan suasana dan pengalaman yang nyaman dan berbeda meningkat secara signifikan. Hal ini membuat setiap restoran yang ada di kota Medan bersaing dalam menciptakan daya tarik tersendiri dalam menarik minat pengunjung untuk datang dan menikmati makanan di restoran tersebut.

Daya tarik di sebuah restoran dapat dibentuk dengan berbagai cara seperti desain interior ataupun desain eksterior restoran. Sistem pencahayaan merupakan salah satu poin yang terdapat di dalam desain interior. Di dalam dunia arsitektur, pencahayaan adalah salah satu elemen yang penting karena tanpa pencahayaan, arsitektur itu sendiri tidak dapat dilihat dan dinikmati. Pencahayaan pada arsitektur memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan ruang akan cahaya dan juga dapat menambah nilai estetika di ruangan tersebut. Pencahayaan yang dirancang dengan baik dapat menciptakan suasana ruangan yang dapat memainkan perasaan psikologis dari orang yang berada di dalamnya.

Menurut Langrehr (1991), aspek desain dan fisik dapat menciptakan suasana dan presentasi visual dari ruang komersial yang akan mempengaruhi pengunjung dan keputusan pengunjung dalam membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Aspek desain dan fisik interior terdiri dari beberapa macam aspek seperti bentuk desain, penggunaan material, dimensi ruang, kebisingan di dalam ruangan, dll.


(11)

mempengaruhi suasana dan mood sehingga dapat menimbulkan minat pengunjung dalam membeli dan membentuk pengalaman secara umum (Christiaans dkk, 2008). Dalam penelitian Setiawan (2012) pada pusat perbelanjaan di kota Jakarta, beliau mengemukakan bahwa pencahayaan buatan pada pusat perbelanjaan dapat menciptakan minat beli pada konsumen yang berada di sekitarnya. Pengaruh pencahayaan buatan pada konsumen juga diteliti oleh Meldarianda (2010) yang menyatakan bahwa pencahayaan buatan sebagai salah satu poin yang terdapat pada instore atmosphere dapat mempengaruhi minat beli konsumen. Kurniawati (2008) juga melakukan penelitian tentang pencahayaan buatan pada cafe dan restoran, dan menghasilkan kesimpulan bahwa penggunaan pencahayaan buatan pada cafe dan restoran dapat menghasilkan suasana yang atraktif dan dinamis pada cafe dan restoran tersebut. Dari pernyataan di atas, hal ini menghasilkan kesimpulan bahwa penggunaan desain pencahayaan buatan pada restoran dapat mempengaruhi preferensi pengunjung dalam memilih restoran.

1.2. Perumusan Masalah

Pencahayaan buatan pada restoran yang dirancang dengan baik akan membuat tampilan restoran menjadi lebih atraktif dan mengundang perhatian pengunjung. Penelitian ini akan mengkaji berapa besar pengaruh desain pencahayaan buatan pada restoran nelayan di kota Medan terhadap pengunjung berdasarkan umur dan jenis kelamin.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas pencahayaan buatan terhadap pengunjung restoran nelayan di kota Medan berdasarkan umur dan jenis kelamin.

1.4. Manfaat Penelitian


(12)

1.5. Kerangka Berfikir

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berfikir

METODE PENELITIAN

 Metode penelitian kualitatif : menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara kepada responden TUJUAN PENELITIAN

 Mengetahui pengaruh kualitas pencahayaan buatan yang dirasakan pengunjung restoran di kota Medan berdasarkan umur dan jenis kelamin.

PERUMUSAN MASALAH

 Seberapa besar pengaruh desain pencahayaan buatan pada pengunjung restoran nelayan di kota Medan berdasarkan umur dan jenis kelamin?

DATA

 Desain layout restoran nelayan yang dijadikan sampel  Dokumentasi restoran nelayan yang dijadikan sampel  Data mengenai sistem pencahayaan yang digunakan di

restoran

 Hasil kuesioner dan hasil wawancara mengenai desain pencahayaan yang dirasakan oleh pengunjung restoran

TEORI

 Sistem Pencahayaan Buatan

 Kualitas Pencahayaan Buatan

 Macam – macam Sumber Cahaya

 Tipe – tipe Armatur Lampu

 Store Atmosphere pada Restoran

 Jenis Pencahayaan pada Restoran ANALISA

 Hasil survei lokasi dihubungkan dengan teori – teori yang berkaitan

 Hasil wawancara dihitung dengan menggunakan skala Likert untuk

menghasilkan interpretasi jawaban rata – rata HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN

LATAR BELAKANG

 Pencahayaan merupakan salah satu aspek desain dan fisik yang dapat mempengaruhi pengunjung dalam membeli barang atau jasa yang ditawarkan (Langrehr, 1991)

 Pencahayaan buatan dapat menghasilkan suasana ruangan yang atraktif dan dinamis (Kurniawati, 2008)

 Desain pencahayaan buatan di pusat perbelanjaan dapat menicptakan minat membeli (Setiawan, 2012)

 Pencahayaan buatan sebagai salah satu aspek instore atmosphere dapat mempengaruhi minat beli konsumen (Meldarianda, 2010)


(13)

2.1. Dasar Teori Pencahayaan

2.1.1. Definisi Cahaya

Menurut IESNA (2000), cahaya adalah pancaran energi dari sebuah partikel yang dapat merangsang retina manusia dan menimbulkan sensasi visual. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, cahaya merupakan sinar atau terang dari suatu benda yang bersinar seperti bulan, matahari, dan lampu yang menyebabkan mata dapat menangkap bayangan dari benda – benda di sekitarnya.

2.1.2. Definisi Pencahayaan

Pencahayaan didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang jatuh pada sebuah bidang permukaan. Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata – rata pada bidang kerja, dengan bidang kerja yang dimaksud adalah sebuah bidang horisontal imajiner yang terletak setinggi 0,75 meter di atas lantai pada seluruh ruangan (SNI Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, 2000). Pencahayaan memiliki satuan lux (lm/m²), dimana lm adalah lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan. Pencahayaan dapat mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar. Pencahayaan yang baik menyebabkan manusia dapat melihat objek – objek yang dikerjakannya dengan jelas.

2.2. Sumber Pencahayaan

Menurut sumber cahaya, pencahayaan dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu : 1. Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang memiliki sumber cahaya yang berasal dari alam, seperti matahari, bintang, dll. Matahari adalah sumber


(14)

tergantung kepada waktu (siang hari atau malam hari), musim, dan cuaca (cerah, mendung, berawan, dll).

Pencahayaan alami memiliki beberapa keuntungan yaitu :

 hemat energi listrik,

 dapat membunuh kuman penyakit,

 variasi intensitas cahaya matahari dapat membuat suasana ruangan memiliki efek yang berbeda – beda, seperti pada hari mendung, suasana di dalam ruangan akan memiliki efek sejuk, dan hari cerah menyebabkan suasana bersemangat, dan

Kelemahan dari pencahayaan alami yaitu :

 tidak dapat mengatur intensitas terang cahaya matahari sehingga jika cuaca terik akan menimbulkan kesilauan,

 sumber pencahayaan alami yaitu matahari dapat menghasilkan panas, dan

 distribusi cahaya yang dihasilkan tidak merata. 2. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang berasal dari sumber cahaya selain cahaya alami, contohnya lampu listrik, lampu minyak tanah, lampu gas, dll. Pencahayaan buatan diperlukan ketika :

 pencahayaan alami tidak tersedia di ruangan pada saat matahari terbenam,

 pencahayaan alami tidak mencukupi kebutuhan cahaya seperti pada saat hari mendung,

 pencahayaan alami tidak dapat menjangkau tempat tertentu yang jauh dari jendela dalam sebuah ruangan,

 pencahayaan merata pada ruangan yang lebar diperlukan,

 pencahayaan konstan diperlukan seperti pada ruangan operasi,

 diperlukan pencahayaan yang arah dan warnanya dapat diatur, dan

 diperlukan pencahayaan untuk fungsi tertentu seperti menyediakan kehangatan bagi bayi yang baru lahir.


(15)

 dapat menghasilkan pencahayaan yang merata,

 dapat menghasilkan pencahayaan khusus sesuai yang diinginkan,

 dapat menerangi semua daerah pada ruangan yang tidak terjangkau oleh sinar matahari, dan

 dapat menghasilkan pencahayaan yang konstan setiap waktu.

Pencahayaan buatan memiliki beberapa kelemahan seperti :

 memerlukan energi listrik sehingga menambah biaya yang dikeluarkan, dan

 tidak dapat digunakan selamanya karena lampu dapat rusak.

2.3. Pencahayaan Buatan

2.3.1. Sejarah Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan diperlukan ketika sumber cahaya alami yaitu matahari tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pencahayaan. Setelah matahari terbenam, api adalah sumber pencahayaan buatan pertama yang dikenal oleh manusia. Menurut Binggeli (2003), lampu minyak dari batu adalah lampu pertama buatan manusia yang dibuat oleh suku Cro-Magnon 50.000 tahun yang lalu. Sumber pencahayaan buatan pertama yang paling terang ditemukan oleh Leonardo da Vinci yang memasukkan lampu minyak ke dalam silinder kaca berisi air dan air di dalamnya memperlipatgandakan pencahayaan yang dihasilkan. Bangsa Romawi adalah penemu lilin pertama yang menggunakan lemak binatang sebagai bahan pembuat lilin. Pencahayan buatan terus berevolusi hingga Thomas Alva Edison menemukan lampu pijar pertama pada tahun 1879 yang berusia hanya 15 jam.


(16)

2.3.2. Sistem Pencahayaan Buatan

Sistem pencahayaan buatan secara umum terbagi menjadi 3 yaitu: 1. Sistem Pencahayaan Merata

Pada sistem ini, pencahayaan tersebar pada semua area di ruangan secara merata (Ganbar 2.1). Sistem pencahayaan merata digunakan pada ruangan yang tidak memerlukan ketelitian dalam melihat seperti pada koridor atau jalan.

2. Sistem Pencahayaan Setempat

Pada sistem ini, cahaya hanya dikonsentrasikan pada objek yang membutuhkan cahaya secara optimal seperti pada area kerja (Gambar 2.2). Sistem pencahayaan jenis ini cocok untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi dan mengamati benda yang membutuhkan cahaya.

3. Sistem Pencahayaan Gabungan

Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menggabungkan sistem pencahayaan setempat dan sistem pencahayaan merata (Gambar 2.3). Sistem pencahayaan ini cocok untuk memenuhi pencahayaan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan tinggi.

Gambar 2.1 Sistem Gambar 2.2 Sistem Gambar 2.3 Sistem Pencahayaan Merata Pencahayaan Setempat Pencahayaan Gabungan


(17)

Kualitas pencahayaan yang baik dapat memaksimalkan performa visual, komunikasi interpersonal, dan mempengaruhi perilaku manusia di dalam ruangan, sedangkan kualitas pencahayaan yang buruk akan menyebabkan ketidaknyamanan dan memusingkan performa visual. Menurut IESNA (2000), kualitas pencahayaan dapat dikategorikan melalui tiga pendekatan yaitu dari bidang arsitektur, ekonomi dan lingkungan, dan kebutuhan manusia.

 Arsitektur

Pencahayaan terdapat di dalam konteks arsitektur baik itu interior maupun eksterior. Menurut Setiawan (2012), pencahayaan bukan berperan sebagai pelengkap arsitektur, namun telah menjadi bagian dari arsitektur itu sendiri. Keberadaan pencahayaan dapat mempengaruhi pengalaman ruang, estetika bangunan, dan visualisasi ruang.

 Ekonomi dan Lingkungan

Pemilihan pencahayaan sangat dipengaruhi dari bidang ekonomi. Investasi pada lampu harus sebanding dengan biaya yang dikeluarkan demi mendapat tingkat efektifitas dan performa lampu yang sesuai.

 Kebutuhan Manusia

Dari segi aspek kebutuhan manusia, untuk mendapatkan kualitas pencahayaan yang baik perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut:

1. Jarak Pandang (Visibility)

Peran pencahayaan sangat penting dalam mengatur kemampuan untuk menangkap informasi sudut pandang visual dan juga jarak untuk melihat daerah di sekeliling.

2. Performa Aktivitas (TaskPerformance)

Salah satu peran utama pencahayaan adalah memfasilitasi aktivitas yang dilakukan manusia agar performa kerja mereka dapat optimal.


(18)

3. Perasaan dan Suasana (MoodandAtmosphere)

Pencahayaan dapat mempengaruhi mood manusia di dalam ruangan dan menghasilkan bermacam suasana seperti suasana ruangan yang santai pada cafe, suasana produktif pada perkantoran, ataupun suasana angker di suatu tempat.

4. Kenyamanan Visual (VisualComfort)

Aktivitas dan tipe tempat dapat mempengaruhi kenyamanan visual dari ruangan tersebut. Pegawai di perkantoran akan merasa tidak nyaman dengan cahaya yang menyilaukan dari instalasi peencahayaan, namun cahaya yang berkilauan di dalam diskotik justru dapat membuat orang di dalamnya semakin bersemangat.

5. Penilaian Estetika (AestheticJudgement)

Pencahayaan dapat memiliki fungsi seperti mengkomunikasikan suatu pesan, memperkuat pola dan ritme dalam arsitektur, memaksimalkan warna, dan membentuk sosial hirarki dari suatu tempat. Pencahayaan dapat menjadi elemen yang membantu mencipatakan estetika dari sebuah elemen lain dan juga dapat menjadi estetika itu sendiri.

6. Health, Safety, andWell-Being

Pencahayaan dapat mempengaruhi kesehatan manusia seperti pada pencahayaan berlebih pada kamar tidur dapat menyebabkan gangguan tidur. Aspek kesehatan sering diabaikan oleh para desainer pencahayaan.

7. Komunikasi Sosial (SocialCommunication)

Kondisi pencahayaan dari suatu ruang dapat menyebabkan komunikasi antara sesama penghuni ruangan dengan mengatur pola pencahayaan dan jumlah bayangan.

2.4. Sumber Cahaya dan Armatur Lampu

Menurut Manurung (2009), pemahaman mengenai sumber cahaya dalam desain pencahayaan arsitektural (architectural lighting design) sangat penting mengingat tiap – tiap sumber cahaya memiliki karakteristik, tingkat efficacy (perbandingan daya yang dibutuhkan dengan kuat cahaya yang dihasilkan),


(19)

dalam memilih lampu bagi desain pencahayaan terdapat beberapa faktor yang sangat penting untuk diperhatikan , yaitu intensitas, ukuran fixture, besaran watt, tipe lampu (dalam variasi beamspread dan watt), dan warna.

2.4.1. Macam – Macam Sumber Cahaya

Menurut Manurung (2009) sumber cahaya yang beredar di pasaran dibagi menjadi empat kelompok, yaitu : incandescent lamp (lampu pijar), fluorescent lamp (lampu fluoresens), HighIntensityDischarge, dan LED.

2.4.1.1. Lampu Pijar (Incandescent Lamp)

Lampu pijar merupakan salah satu lampu yang paling tua usianya sejak pertama kali dikembangkan oleh Thomas Alfa Edison. Lampu yang di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan bohlam karena bentuknya yang menyerupai bola. Dari total energi listrik yang digunakan oleh lampu pijar, hanya sekitar 10% saja yang diubah menjadi cahaya, sedangkan sekitar 90% lainnya dibuang sebagai energi panas. Kondisi ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan usia lampu pijar menjadi pendek (sekitar 1000 jam). Warna kekuningan (warm light) yang dihasilkan lampu pijar mampu menciptakan suasana hangat, akrab, lebih alami, dan teduh sehingga lampu pijar sering digunakan sebagai lampu utama pada hunian.

Gambar 2.4 Lampu pijar Gambar 2.5 Lampu halogen Sumber : LightingDesignBasic (2004) Sumber : LightingDesignBasic (2004)


(20)

2.4.1.2. Lampu Fluoresens (Fluorescent Lamp)

Lampu fluoresens di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan yang sesungguhnya keliru, yaitu lampu “neon”. Pada hakikatnya, lampu neon ditujukan pada sumber cahaya yang menggunakan gas neon. Sebutan lain untuk lampu fluoresens adalah lampu TL (Tubular Lamp) karena berbentuk tabung, walaupun variasi bentuk lampu jenis ini sesungguhnya sangat banyak.

Pada desain pencahayaan ruang, lampu fluoresens banyak digunakan untuk menghasilkan cahaya yang merata untuk memenuhi kebutuhan fungsional berbagai aktivitas. Cahaya putih jernih yang merata yang dihasilkan dengan kecenderungan untuk tidak mempengaruhi warna benda, membuat lampu fluoresens mampu menampilkan objek visual dengan sangat baik.

Gambar 2.6 Lampu fluoresens Gambar 2.7 Compact Fluoresens Lamp (CFL) Sumber : Lighting Design Basic (2004) Sumber : Lighting Design Basic (2004)

2.4.1.3. High Intensity Discharge

Seperti yang tergambar dari namanya, lampu High Intensity Discharge (HID) adalah lampu – lampu discharge yang mampu menghasilkan cahaya dengan intensitas tinggi. Lampu HID dibagi menjadi tiga jenis yang paling umum, yaitu metal halida (Gambar 2.8), merkuri, dan sodium bertekanan tinggi (HighPressure Sodium/HPS) (Gambar 2.9). Lampu – lampu HID sangat baik dalam pencahayaan ruang luar karena mampu menghasilkan cahaya dengan intensitas tinggi.


(21)

Gambar 2.8 Lampu metal halida Gambar 2.9 Lampu sodium bertekanan tinggi

Sumber : LightingDesignBasic (2004) Sumber : LightingDesignBasic (2004)

2.4.1.4. LED (Light Emitting Diode)

Perkembangan teknologi lampu yang pesat telah mengantar penciptaan jenis lampu baru, yaitu LED (LightEmmiting Diode). Lampu LED memiliki usia yang sangat panjang, mencapai 100.000 jam, dengan konsumsi daya listrik yang sangat kecil. Kelemahan LED adalah intensitas cahaya yang dihasilkannya lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis sumber cahaya lainnya.

Lampu LED sangat menunjang desain pencahayaan karena memiliki variasi warna, yaitu putih dingin (coolwhite), kekuningan, merah, hijau, dan biru. Variasi warna ini memungkinkan penciptaan suasana ruang maupun objek yang senantiasa berubah (color changing) dengan memainkan warna – warna yang berbeda pada waktu – waktu tertentu. Warna – warna tersebut juga dapat digunakan sebagai elemen pengarah pada jalur sirkulasi maupun sebagai penanda ruang – ruang fungsional.

Gambar 2.10 Light Emitting Diode (LED) Sumber : Lighting Design Basic (2004)


(22)

2.4.2. Tipe Armatur Lampu

Setiap lampu memiliki karakter, spesifikasi, kebutuhan daya, dan daya tahan sumber cahaya yang berbeda antara satu dengan lainnya. Namun tanpa perlengkapan lampu (armatur lampu/luminair), semua sumber cahaya hampir terlihat sama kecuali pada renderasi warna yang dihasilkan. Tanpa armatur lampu (rumah lampu, soket, ballast, pengatur kemiringan), sumber cahaya terdiri atas dua jenis yaitu sumber cahaya titik (sumber cahaya berbentuk bola) dan sumber cahaya linear (sumber cahaya lampu fluoresens).

Armatur lampu memiliki peran dalam mengarahkan/membelokkan cahaya, menyebarkan cahaya, dan juga memusatkan konsentrasi cahaya. Pengaturan distribusi cahaya ini memiliki tujuan untuk menciptakan pola cahaya yang beragam dalam desain pencahayaan dan mengurangi ketidaknyamanan visual akibat kesilauan. Tanpa armatur lampu, setiap sumber cahaya cenderung menghasilkan cahaya yang datar dan menyebar sehingga akan menciptakan suasana ruang yang monoton. Selain itu, armatur lampu juga sering dilengkapi dengan berbagai elemen reflektor yang menyebabkan intensitas cahaya yang dihasilkan oleh sumber cahaya menjadi lebih terang beberapa kali lipat.

Menurut Manurung (2009), armatur lampu dikelompokan menjadi beberapa kategori yaitu : armatur berdasarkan distribusi cahaya, armatur berdasarkan arah cahaya, armatur berdasarkan sudut cahaya, dan armatur berdasarkan peletakan armatur.

2.4.2.1. Berdasarkan Distribusi Cahaya

Berdasarkan distribusi cahaya, armatur lampu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Pencahayaan Langsung (DirectLighting)

Pencahayaan langsung merupakan pencahayaan dengan distribusi sumber cahaya langsung menuju ke sasaran yang dituju. Pencahayaan langsung biasanya merupakan cahaya yang ditujukan secara fungsional untuk


(23)

bidang kerja.

Gambar 2.11 Pencahayaan Langsung Sumber : google images

2. Pencahayaan Semilangsung/tak Langsung (Semi-direct/indirect)

Pencahayaan semilangsung atau tak langsung merupakan pencahayaan yang pendistribusiannya terbagi pada dua arah distribusi, yaitu sebagian cahaya yang berasal dari sumber cahaya langsung dan sebagian lagi dipantulkan pada bidang permukaan. Pencahayaan jenis ini sering digunakan karena dapat diaplikasikan untuk memenuhi kebutuhan kuantitas cahaya dan juga dapat diaplikasikan untuk menciptakan kualitas visual suatu objek arsitektural. Pencahayaan semilangsung atau tak langsung sering diaplikasikan pada pencahayaan untuk mendefinisikan dinding, kolom, dan bidang vertikal lainnya.

Gambar 2.12 Pencahayaan semi langsung/tak langsung Sumber : google images


(24)

3. Pencahaaan Tak Langsung (IndirectLighting)

Pencahayaan tak langsung diaplikasikan dengan memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya pada bidang pemantul atau reflektor. Pencahayaan tak langsung biasanya digunakan untuk mengurangi tingkat kesilauan yang dihasilkan oleh sumber cahaya sehingga pencahayaan tersebut dapat menghasilkan cahaya yang lebih lembut. Pencahayaan jenis ini sering diaplikasikan pada ruangan dengan aktivitas yang memiliki tingkat pergerakan serta ketelitian yang rendah.

Gambar 2.13 Pencahayaan tak langsung Sumber : google images

2.4.2.2. Berdasarkan Arah Cahaya

Berdasarkan arah cahaya, armatur lampu dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu:

1. Uplight (Arah Cahaya ke Atas)

Uplight merupakan kelompok armatur yang mendistribusikan cahaya dari bawah ke arah atas dengan sudut tertentu (Gambar 2.14). Lampu uplight sering diletakkan di lantai, trotoar, ataupun di dinding dan kolom untuk memberikan aksentuasi pada kedua elemen arsitektur tersebut. Menurut Karlen (2004), contoh aplikasi yang paling sering digunakan dalam teknik uplight adalah cove lighting (Gambar 2.15). Cove lighting merupakan teknik menyinari langit – langit ruangan dari sisi langit – langit ruangan.


(25)

Gambar 2.14 Uplight

Sumber : Desain Pencahayaan Arsitektural (2009)

Gambar 2.15 Cove Lighting Sumber : Lighting Design Basic (2004)

2. Downlight (Arah Cahaya ke Bawah)

Downlight merupakan kelompok armatur yang mendistribusikan cahaya dari atas ke bawah dengan sudut tertentu. Lampu ini biasanya diletakkan di langit – langit untuk penerangan umum (general lighting) dan untuk menciptakan kesan yang bersih pada langit – langit. Lampu downlight dapat diletakkan di dinding dan kolom untuk menciptakan aksentuasi maupun variasi pola cahaya. Untuk tujuan tersebut, berbagai variasi armatur dapat digunakan agar menghasilkan pola cahaya yang diinginkan. Beberapa armatur lampu dapat menampung lebih dari satu sumber cahaya agar intensitas cahaya yang dihasilkan menjadi semakin besar.


(26)

Gambar 2.16 Downlight

Sumber : Desain Pencahayaan Arsitektural (2009)

3. Diffuse (Arah Cahaya Menyebar)

Cahaya dengan arah menyebar merupakan pencahayaan yang paling sering diaplikasikan terutama pada hunian. Arah cahaya yang menyebar secara merata atau baur sesungguhnya dapat dicapai langsung dari sumber cahaya tanpa menggunakan rumah lampu. Meskipun begitu, rumah lampu tetap dibutuhkan untuk memaksimalkan intensitas cahaya agar dapat menyebar dalam jangkauan yang lebih luas. Biasanya material yang digunakan pada rumah lampu agar dapat menghasilkan cahaya yang lembut adalah kaca susu, plastik semitransparan, dan kaca kristal.

Untuk menciptakan distribusi cahaya yang merata, armatur lampu biasanya akan digantung. Penggunaan lampu gantung untuk menunjang pencahayaan dengan arah merata berfungsi untuk menghindari bayangan yang ditimbulkan oleh perlengkapan lampu yang berada dibawahnya. Dengan menggantung lampu, bidang – bidang permukaan yang berada di sekitarnya dapat diterangi secara merata.

Pencahayaan dengan arah cahaya menyebar digunakan untuk menciptakan ruang dengan kesan datar dan terkadang monoton.


(27)

Gambar 2.17 Diffuse light

Sumber : Desain Pencahayaan Arsitektural (2009)

2.4.2.3. Berdasarkan Sudut Cahaya

Berdasarkan sudut cahaya, armatur lampu dapat dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu :

1. Armatur Spotlight (Lampu Sorot)

Lampu sorot digunakan untuk memberikan aksentuasi pada sebuah objek atau detail yang spesifik dan memiliki dimensi yang kecil. Lampu sorot memiliki sudut cahaya yang kecil ( ≤ 30°) dan sering diaplikasikan pada pencahayaan eksterior dengan tujuan menonjolkan objek – objek eksterior.

Gambar 2.18 Spotlight Sumber: google images

Gambar 2.19 Aplikasi penggunaan spotlight Sumber : google images


(28)

2. Armatur Floodlight

Floodlight merupakan lampu sorot dengan sudut cahaya yang lebih besar jika dibandingkan dengan spotlight. Untuk menghasilkan cahaya dengan sudut lebar, rumah lampu yang digunakan biasanya berbentuk kotak.

Gambar 2.20 Floodlight Sumber : google images

Gambar 2.21 Aplikasi penggunaan floodlight Sumber : google images

3. Armatur Wallwasher

Sesuai dengan namanya, wallwasher atau ”penyiram dinding” digunakan untuk memberikan aksentuasi pada permukaan bidang vertikal. Wallwasher memiliki sudut cahaya yang sangat lebar dan lebih besar jika dibandingkan dengan floodlight, namun mempunyai pola cahaya yang sama yaitu segiempat.

Gambar 2.22 Wallwasher Gambar 2.23 Aplikasi penggunaan wallwasher Sumber: google images Sumber: google images


(29)

Armatur lampu dapat dikelompokkan berdasarkan tempat peletakan armatur lampu yang berupa bidang horizontal (lantai dan langit – langit), bidang vertikal (dinding dan kolom), maupun di elemen arsitektural.

Berdasarkan peletakannya, armatur lampu dikelompokkan menjadi beberapa macam yaitu :

1. Armatur WallLight/ Lampu Dinding

Wall light merupakan lampu yang dirancang agar dapat diletakkan di permukaan dinding maupun kolom.

Gambar 2.24 Lampu dinding Sumber : google images

2. Armatur StepLight/ Lampu Tangga

Steplight atau lampu tangga digunakan untuk menerangi anak tangga dengan membentuk pola cahaya tertentu agar tangga dapat diakses dengan baik.

Gambar 2.25 Lampu tangga


(30)

3. Armatur Suspension/ Lampu Gantung

Lampu gantung sering menjadi bagian dalam desain pencahayaan interior, baik sebagai pencahayaan fungsional maupun sebagai pencahayaan dekorasi. Pada ruang luar, lampu gantung lebih sering digunakan sebagai pencahayaan fungsional yang diletakkan pada bagian teras bangunan, maupun digantungkan pada balok – balok kantilever.

Gambar 2.26 Lampu gantung Sumber : google images

4. Armatur PoleLighting/ Lampu Tiang

Lampu tiang merupakan lampu eksterior yang sering digunakan pada penerangan jalan, jalur pejalan kaki, maupun taman. Penggunaan tiang ditujukan untuk mengatur letak lampu agar mampu menghasilkan cahaya dengan jangkauan yang lebih luas.

Gambar 2.27 Lampu tiang Sumber : google images

5. Armatur Bollard

Pada dasarnya bollard merupakan salah satu bentuk dari lampu tiang namun dengan dimensi yang lebih kecil. Bollard sering difungsikan pada pencahayaan jalur pejalan kaki dan taman.


(31)

Gambar 2.28 Bollard Light Sumber : google images

6. Armatur Underwater/ Lampu Bawah Air

Lampu bawah air didesain sebagai elemen pencahayaan pada water feature dan kolam. Secara fisik, armatur lampu harus dapat menjamin keamanan sumber cahaya agar air tidak dapat masuk ke dalam rumah lampu.

Gambar 2.29 Lampu bawah air Sumber : google images

2.5. Pencahayaan Buatan pada Interior Restoran

2.5.1. Pengertian dan Jenis Restoran

Menurut Marsum (2005), restoran adalah sebuah tempat atau bangunan yang memberikan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum dan tempat ini terorganisasi secara komersial. Restoran dapat berada di dalam suatu hotel, kantor, pabrik, maupun berdiri sendiri di luar bangunan itu. Marsum (2005) menyatakan bahwa tujuan dari operasi restoran adalah untuk bisnis, mencari untung, dan membuat puas para tamu yang datang ke restoran tersebut.


(32)

Menurut Marsum (2005), terdapat bermacam jenis restoran yaitu : 1. A’la Carte Restaurant

Restoran a’la carte adalah restoran yang menjual makanan lengkap dan memiliki banyak variasi untuk dipilih tamu sesuai yang mereka inginkan. Tiap makanan yang ada di restoran ini memiliki harga tersendiri sesuai jenisnya.

2. Cafetaria atau Cafe

Restoran jenis ini mengutamakan penjualan cake, sandwich, kopi, dan teh. Restoran ini biasanya tidak menjual minuman berakohol dan pilihan makanannya terbatas.

3. Canteen

Restoran jenis ini biasanya berada di kantor, pabrik, atau sekolah dimana para pekerja dan pelajar bisa mendapatkan makan siang.

4. NightClub/SuperClub

Night Club adalah restoran yang dibukan menjelang larut malam dengan dekorasi yang mewah dan pelayanan yang megah. Para tamu yang mengunjungi restoran ini dituntut untuk berpakaian resmi dan rapi.

5. SpecialtyRestaurant

Restoran jenis ini biasanya menyesuaikan tipe khas makanan yang disajikan dengan suasana dan dekorasi restoran. Restoran ini menyediakan masakan Cina, Jepang, India, Italia, dan sebagainya.

2.5.2. Jenis Pencahayaan pada Restoran

Menurut The IESNA (2000), pencahayaan pada restoran dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu :

a. Tipe Restoran Intim (Intimate Restaurant)

Tipe restoran ini menampung kegiatan dimana para pengunjungnya berkumpul, bersantai, dihibur, dan mendapatkan makanan dan minuman. Restoran ini memiliki pencahayaan yang lembut dengan luminance yang


(33)

restoran tipe ini adalah cocktaillounge dan nightclub.

Gambar 2.30 Restoran intim Sumber : google images b. Tipe Restoran Santai (Leisure Restaurant)

Tipe restoran ini mengutamakan aktivitas makan sebagai yang paling penting. Pencahayan pada restoran ini biasanya menggunakan sistem pencahayaan merata dan memiliki iluminance yang sedang antara 50 sampai 100 lux.

Gambar 2.31 Restoran santai Sumber : google images c. Tipe Restoran Cepat (QuickService Restaurant)

Pada tipe restoran ini, kecepatan adalah hal yang diutamakan. Pencahayaan di restoran ini biasanya memiliki tingkat iluminance yang tinggi yaitu antara 500 sampai 1000 lux dengan distribusi cahaya yang seragam. Contoh tipe restoran ini adalah kafetaria dan snackbars.


(34)

Menurut Karlen (2004), berdasarkan sistem pencahayaannya, restoran dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu fast food restaurant dan fine dining restaurant. Fast food restaurant merupakan restoran cepat saji yang lebih banyak menggunakan lampu fluoresens yang murah dan merata pada area makan restorannya. Fine dining restaurant merupakan restoran yang lebih mahal dan lebih mewah dibanding fast food restaurant. Restoran jenis ini lebih mengutamakan penggunaan lampu halogen dan lampu pijar sebagai sumber pencahayaannya. Pada fine dining restaurant, pencahayaan pada meja makan adalah sangat penting. Pencahayaan pada meja makan biasanya menggunakan lampu sorot dengan voltase yang rendah. Pencahayaan ini digunakan untuk tujuan fungsional yaitu menerangi aktivitas yang dilakukan di meja makan dan juga untuk menghasilkan suasana dramatis.

Karlen (2004) juga membagi restoran berdasarkan pengunjung yang mengunjungi restoran tersebut menjadi beberapa restoran yaitu restoran yang dikunjungi keluarga (family type restaurant), restoran yang dikunjungi sekelompok teman (group type restaurant), dan restoran yang dikunjungi oleh pasangan (couple type restaurant). Family type restaurant dan group type restaurant biasanya lebih banyak menggunakan pencahayaan yang menyinari seluruh area makan secara terang dan menyeluruh karena lebih disukai oleh pengunjungnya. Pada kedua restoran ini, digunakan general lighting yang menerangi meja makan, kursi, dan seluruh area di restoran tersebut. Hal ini berbeda pada coupletype restaurant yang memiliki suasana yang lebih dramatis. Menurut Karlen (2004), pasangan lebih menyukai restoran yang redup atau gelap dengan penggunaan lampu yang lebih memfokuskan meja makan di restoran tersebut.

2.6. Studi Kasus Penelitian – Penelitian Terkait

Studi kasus penelitian-penelitian ini berasal dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul penelitian „Pengaruh Pencahayaan Buatan pada Restoran terhadap Minat Pengunjung‟. Studi kasus ini dilakukan untuk menentukan


(35)

pembahasan berupa pencahayaan buatan dalam kaitannya dengan restoran.

2.6.1. Peran Pencahayaan Buatan dalam Membentuk Selling PointTenant di Pusat Perbelanjaan (Setiawan, 2012)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: (1)peran pencahayaan buatan pada beberapa tipe tenant yang ada di pusat perbelanjaan terkait kolerasinya dengan selling point; (2)bagaimana aplikasi pencahayaan buatan yang dapat mencipatakan selling point tenant; dan (3)seberapa besar peran pencahayaan di tiap contoh tenant. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: (1) survei langsung ke lokasi site yang dipilih untuk pendataan, dokumentasi, dan pengukuran nilai illuminance; (2)wawancara pada penjaga/pengelola tenant dan pengunjung tenant; dan (3)penyebaran kuesioner pada pengunjung tenant. Hasil dari penelitian ini adalah pencahayaan buatan yang tepat dapat menarik pengunjung dan pencahayaan yang terang, merata, dan memiliki CRI yang tinggi membuat tampilan produk menjadi lebih menarik.

2.6.2. Effects of Interior Colors, Lighting and Decors on Perceived Sociability, Emotion and Behaviour Related to Social Dining (Wardono, 2012)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana warna, pencahayaan, dan dekorasi dapat mempengaruhi manusia dari aspek sosial (makan bersama keluarga, pasangan, atau teman), emosi (keadaan psikologis manusia pada saat melakukan kegiatan), dan perilaku (interaksi sosial) pada saat makan. Penelitian ini dilakukan dengan simulasi digital terhadap delapan buah gambar suasana restoran yang memiliki warna dinding, langit – langit, lantai, warna kain meja, lampu gantung, dan dekorasi yang berbeda dan para objek survei akan memilih gambar simulasi digital mana yang paling disukai mereka. Hasil dari penelitian ini adalah restoran dengan warna monokromatik, pencahayaan remang, dan dekorasi yang sederhana lebih disukai oleh para objek survei yang merupakan mahasiswa dengan kisaran umur 19 – 22 tahun.


(36)

2.6.3. Pengaruh Store Atmosphere terhadap Minat Beli Konsumen pada Resort CafeAtmosphere Bandung (Meldarianda, 2010)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh store atmosphere terhadap minat beli konsumen pada Atmosphere ResortCafe Bandung. Penelitian dilakukan dengan survei langsung ke lokasi untuk pendataan,dokumentasi, dan pembagian kuesioner kepada responden secara langsung. Hasil dari penelitian ini adalah instoreatmosphere (suara, bau, tekstur, dan desain interior) mempengaruhi minat beli konsumen sedangkan outstoreatmosphere (layout eksternal dan desain eksterior bangunan) tidak memepengaruhi minat beli konsumen.

2.6.4. Peran Pencahayaan Buatan dalam Pembentukan Suasana dan Citra Ruang Komersial (Savitri, 2007)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran pencahayaan terhadap pembentukan suasana dan citra pada cafe dan restoran di kota Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus secara literatur dan pembagian kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah : (1) segmen pasar masyarakat muda lebih fleksibel dalam menerima pencahayaan berintensitas tinggi maupun rendah, sedangkan segmen pasar masyarakat tua lebih memilih pencahayaan dengan intensitas tinggi; dan (2) penggunaan lampu pijar lebih disukai oleh responden karena berkesan hangat dan nyaman secara visual.

2.6.5. Pengaruh Pencahayaan LED terhadap Suasana Ruang Cafe dan Restoran (Kurniawati, 2008)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh lampu LED pada pencahayaan buatan pada cafe dan restoran. Penelitian ini dilakukan dengan metode empiris yang berupa studi kepustakaan dan analisa terhadap studi kasus yang dipilih peneliti. Hasil dari penelitian ini adalah pencahayaan LED dapat menghasilkan suasana ruang cafe dan restoran yang lebih atraktif dan dinamis. Lampu LED juga dapat menjadikan pencahayaan dalam ruangan menjadi efektif karena satu macam luminaire dapat menghasilkan berbagai macam suasana yang menarik perhatian pengunjung restoran.


(37)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini memanfaatkan landasan teori sebagai pemandu dalam melakukan penelitian dan disesuaikan dengan fakta yang ditemukan di lapangan. Hasil yang ditemukan dari lapangan akan dianalisis dan dihasilkan sebuah kesimpulan dengan memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas.

3.2 Populasi atau Sampel

Populasi adalah seluruh objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu yang akan diteliti (Silaen dan Widiyono, 2013). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pengunjung restoran nelayan di kota Medan. Sampel adalah pengambilan sebagian dari populasi yang dianggap mewakili dengan cara tertentu untuk diukur atau diamati dan ditarik kesimpulan (Silaen dan Widiyono, 2013). Studi yang melakukan penyebaran kuesioner biasanya menggunakan teknik sampling karena data yang dibutuhkan tidak dapat diperoleh hanya dari survei dan observasi. Penelitian ini menggunakan metode probability sampling dengan teknik proportionalrandomsampling. Karena keterbatasan waktu, dibagikan 200 kuesioner untuk mewakili keempat restoran nelayan dengan proporsi yang sama untuk tiap restoran yaitu 50 responden untuk tiap restoran.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data – data awal yang perlu dikumpul untuk penelitian ini antara lain berupa data lengkap lokasi restoran Nelayan yang dipilih untuk dijadikan lokasi penelitian. Setelah lokasi ditentukan, diperlukan data dan dokumentasi restoran – restoran nelayan yang dipilih dan data lampu yang digunakan dalam tiap restoran.


(38)

Untuk pengumpulan data – data umum dari setiap restoran nelayan dilakukan dengan survei langsung di lokasi daerah tempat restoran berada. Adapun data – data detail seperti jenis lampu yang digunakan dilakukan dengan observasi di lokasi penelitian (survei awal).

Data – data yang didapat dari penelitian ini antara lain :

a. Data lengkap restoran Nelayan tempat penelitian, beserta denah layout restoran tersebut.

b. Data mengenai jenis lampu dan sistem pencahayaan yang diaplikasikan pada restoran tersebut.

c. Data mengenai pengaruh pencahayaan yang dirasakan oleh pengunjung. Pada penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pembagian kuesioner kepada responden secara langsung untuk melihat pengaruh pencahayaan buatan terhadap preferensi pengunjung restoran.

3.4 Kawasan Penelitian

Restoran nelayan merupakan restoran yang dikelola oleh Nelayan Corporation Medan. Restoran ini menjual makanan utamanya yaitu dimsum yang berasal dari kata “yum cha” yang berarti minum teh dalam bahasa kanton. Terdapat total ... restoran nelayan di kota Medan, yaitu; (1) Restoran Nelayan Mie Jaring, Sun Plaza lantai 3, (2) Restoran Nelayan Sanghai Kitchen, Sun Plaza lantai 4, (3) Restoran Nelayan Jala – Jala, Plaza Medan Fair lantai 3, (4) Restoran Nelayan Jala – Jalan, Cambridge City Square lantai LG, (5) Restoran Nelayan Suki, Cambridge City Square lantai 1, (6) Restoran Nelayan Sari Laut, Jalan Merak Jingga, (7) Restoran Nelayan Liu‟s Garden, Thamrin Plaza lantai 3, (8) Restoran Nelayan Sanghai Kitchen, Merdeka Walk Jalan Putri Hijau.

Pemilihan kawasan penelitian di restoran nelayan dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Menurut Marsum (2005), specialtyrestaurant adalah restoran yang memiliki tema dan makanan yang sesuai. Hal ini dapat dilihat dari restoran nelayan yang memiliki tema Cina dan makanan utama yaitu dimsum. Menurut


(39)

makanan dan minuman, lebih banyak dikunjungi oleh pengunjung yang berkeluarga, memiliki suasana restoran yang nyaman dan betah, memiliki sistem pencahayaan yang menyinari baik di area makan dan juga elemen dekoratif. Hal ini sangat sesuai dengan restoran nelayan yang memiliki sifat – sifat seperti yang diuraikan oleh IESNA mengenai sifat leisure restaurant. Restoran nelayan merupakan restoran yang lebih banyak dikunjugi oleh pengunjung berkeluarga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karlen (2004) yang menyatakan bahwa family typerestaurant mengutamakan pengunjung restoran yang berkeluarga.

Dengan pertimbangan dan landasan teori yang telah dikumpulkan, peneliti memilih empat restoran nelayan dari delapan restoran nelayan yang ada di kota Medan. Restoran nelayan yang dipilih sebagai kawasan penelitian adalah; (1) Restoran Nelayan Mie Jaring, Sun Plaza lantai 3 (Gambar 3.1), (2) Restoran Nelayan Liu‟s Garden, Thamrin Plaza lantai 3 (Gambar 3.2), (3) Restoran Nelayan Jala – Jala, Plaza Medan Fair lantai 3 (Gambar 3.3), dan (4) Restoran Nelayan Jala – Jala, Cambridge City Square lantai LG (Gambar 3.4). Pemilihan empat lokasi restoran nelayan ini dilakukan dengan pertimbangan makanan dan minuman yang ditawarkan adalah sama dan keempat restoran berada di dalam mall.

Gambar 3.1 Restoran Nelayan Sun Plaza Gambar 3.2 Restoran Nelayan Thamrin Plaza Sumber : Dokumentasi Pribadi


(40)

3.5 Metode Analisa Data

Setelah selesai melakukan survei, dokumentasi, dan pembagian kuesioner kepada responden, hasil dari kuesioner akan dihitung dengan metoda skala Likert yang merupakan skala untuk mengukur sikap atau pendapat masyarakat. Perhitungan skala ini dilakukan dengan memberikan nilai satu sampai lima kepada jawaban yang diisi oleh responden lalu semua jawaban kuesioner akan disusun dalam sebuah tabel dan dihitung sesuai nilai yang ditentukan untuk menghasilkan analisis interpretasi rata – rata skor. Hasil dari analisis interpretasi skor ini akan dikaitkan dengan desain pencahayaan buatan pada lokasi penelitian untuk diambil kesimpulan.

Pertanyaan kuesioner dihasilkan dari teori yang berasal dari IESNA (2000). Berikut adalah langkah – langkah penghasilan pertanyaan kuesioner yang diambil dari teori – teori terkait.

Menurut IESNA –Illuminating Engineering Society of North America (2000), kualitas pencahayaan dapat dikategorikan menjadi :

1. Mood and Atmosphere ( Pencahayaan mempengaruhi suasana dan perilaku manusia di dalam ruangan)

 Tingkat pencahayaan dapat mempengaruhi manusia agar lebih berselera dalam menyantap makanan.

Apakah pencahayaan di restoran ini membuat makanan terlihat lebih lezat?

 Pencahayaan dapat mempengaruhi atmosfir restoran sehingga menarik minat pengunjung untuk datang.

Apakah pencahayaan di restoran membuat pengunjung tertarik untuk masuk ke restoran?

 Pencahayaan dapat membuat manusia merasa nyaman dan betah di restoran.


(41)

sendiri seperti memaksimalkan warna dan tekstur dalam ruangan)

 Pencahayaan yang baik dapat meningkatkan nilai estetika dari suatu tempat.

Apakah pencahayaan di restoran membuat restoran tampak lebih indah? 3. Social Communication ( Pencahayaan dapat mengatur komunikasi kepada

manusia)

 Pencahayaan dapat menyebabkan manusia lebih intim sehingga dapat berkomunikasi lebih baik.

Apakah pencahayaan di restoran menyebabkan pengunjung merasa lebih santai mengobrol dengan teman atau keluarganya?

4. Visibility ( Pencahayaan mempengaruhi jarak pandang ke sekeliling)

 Pencahayaan menyebabkan manusia dapat melihat dengan jelas seluruh ruangan.

Apakah pencahayaan di restoran sudah cukup terang?

Kuesioner yang dibagikan akan dihitung dengan metode skala Likert. Responden akan menyatakan jawaban dari setiap pertanyaan yang memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Skala Likert yang digunakan dibagi atas lima kategori dengan jawaban yang menunjukkan derajat kepentingan. Nilai tertinggi akan diberikan pada jawaban yang paling positif dan nilai terendah diberikan pada jawaban yang paling negatif. Nilai – nilai yang diberikan adalah sebagai berikut :

a. Jawaban sangat setuju mendapat nilai 5. b. Jawaban setuju mendapat nilai 4. c. Jawaban biasa saja mendapat nilai 3. d. Jawaban tidak setuju mendapat nilai 2.


(42)

Data – data yang diperoleh dari hasil kuesioner akan dihitung jawaban interpretasi rata – rata nya. Perhitungan pembagian kelas jawaban interpretasi dihitung dengan cara berikut :

Cl =

=

= 0,8

Cl = class (nilai antar kelas) Range = nilai tertinggi – nilai terendah C = banyak kelas

Tabel 3.1 Kategori Interpretasi Jawaban Skala Likert dari Interval Kelas

No Interval Kelas Kategori

1 1,00 – 1,79 Sangat tidak setuju

2 1,80 – 2,59 Tidak setuju

3 2,60 – 3,39 Biasa saja

4 3,40 – 4,19 Setuju


(43)

Pencahayaan di restoran adalah salah satu poin utama dalam menghasilkan suasana di restoran tersebut (Karlen, 2004). Restoran yang dijadikan lokasi penelitian merupakan empat buah restoran nelayan yang terletak di dalam pusat perbelanjaan di kota Medan. Berikut merupakan hasil analisa dari kuesioner yang dibagikan ke setiap restoran yang dijadikan lokasi penelitian.

4.1 Analisis Responden Pengunjung Restoran Nelayan

Agar dapat memberikan gambaran keadaan populasi ataupun sampel yang dianggap mewakili penelitian ini, maka peneliti menganalisis para responden yang menerima kuesioner pada saat penelitian dilakukan. Adapun hasil analisis yang didapatkan yaitu (1) restoran yang paling sering dikunjungi oleh responden, (2) frekuensi responden dalam mengunjungi restoran nelayan, (3) alasan responden mengunjungi restoran nelayan, (4) teman yang dipilih oleh responden ketika mengunjugi restoran nelayan, dan (5) waktu yang dihabiskan oleh responden selama berada di restoran nelayan. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih rinci, peneliti menjabarkan hasil analisis dengan memperhatikan aspek umur dan jenis kelamin responden penerima kuesioner. Gambaran hasil analisis dari setiap poin yang dijawab oleh responden disajikan dalam bentuk statistik berupa diagram, tabel, ataupun piechart untuk memudahkan pembacaan dan pemahaman hasil analisis.

4.1.1. Restoran yang Paling Sering Dikunjungi

Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh kuesioner yang dibagikan, diketahui distribusi tingkat restoran yang paling sering dikunjungi diantara ke empat restoran yang dijadikan lokasi penelitian pada diagram batang frekuensi (Gambar 4.1) dan diagram bulat yang menggambarkan persentase (Gambar 4.2).


(44)

Gambar 4.1 Diagram batang restoran – restoran yang sering dikunjungi Sumber : Hasil Analisis, 2014

Gambar 4.2 Diagram bulat persentase restoran yang sering dikunjungi Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat di gambar 4.2 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa responden lebih sering mengunjungi restoran nelayan sun plaza (44%) dan restoran nelayan thamrin plaza (33%). Responden yang mengunjungi restoran nelayan cambridge lebih sedikit dibanding kedua restoran nelayan lainnya (14%), dan restoran nelayan medan fair merupakan restoran yang memiliki nilai persentase dikunjungi yang paling kecil (9%).

Hasil kuesioner mengenai restoran yang paling sering dikunjungi dianalisis lagi lebih lanjut dan dibagi menurut usia responden yang mengunjungi restoran, jenis kelamin, dan pekerjaan responden. Hasil analisis restoran yang sering dikunjungi oleh responden menurut usianya dapat dilihat dari diagram batang frekuensi (Gambar 4.3) dan diagram bulat persentase (Gambar 4.4). Usia responden dibagi menjadi tiga kelompok yaitu usia remaja (< 20 tahun), usia dewasa (20 – 30 tahun) dan usia golongan lanjut (>30 tahun).


(45)

Gambar 4.3 Diagram batang usia responden yang memilih restoran yang paling sering dikunjungi

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Gambar 4.4 Diagram bulat persentase usia responden yang sering mengunjungi restoran nelayan

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.4 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa responden yang mengunjungi restoran nelayan di kota Medan lebih didominasi oleh pengunjung yang berusia 20 – 30 tahun (60%). Responden yang berusia di bawah 20 tahun memiliki nilai persentase 21%. Nilai persentase yang paling kecil adalah responden yang berusia di atas 30 tahun (19%).

Hasil analisis restoran yang sering dikunjungi oleh responden menurut jenis kelaminnya dapat dilihat dari diagram batang frekuensi (Gambar 4.5) dan diagram bulat persentase (Gambar 4.6). Jenis kelamin responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu laki – laki dan perempuan.


(46)

Gambar 4.5 Diagram batang jenis kelamin responden yang memilih restoran yang paling sering dikunjungi

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Gambar 4.6 Diagram bulat persentase jenis kelamin responden yang sering mengunjungi restoran nelayan

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.6 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa pengunjung responden nelayan yang berjenis kelamin laki – laki dan perempuan adalah setara yaitu 51% untuk responden berjenis kelamin perempuan dan 49% untuk responden berjenis kelamin laki – laki.

Hasil analisis restoran yang sering dikunjungi menurut pekerjaannya dapat dilihat dari diagram batang frekuensi (Gambar 4.7) dan diagram bulat persentase (Gambar 4.8). Jenis pekerjaan dibagi menjadi enam kelompok yaitu mahasiswa, wiraswasta, ibu rumah tangga, pegawai, pelajar, dan lainnya.


(47)

Gambar 4.7 Diagram batang pekerjaan responden yang memilih restoran yang paling sering dikunjungi

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Gambar 4.8 Diagram bulat persentase pekerjaan responden yang sering mengunjungi restoran nelayan

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.8 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa responden yang sering mengunjungi restoran nelayan didominasi oleh responden yang masih merupakan mahasiswa (57%). Responden yang lain memiliki nilai persentase yang lebih tinggi yaitu 16% untuk responden yang bekerja sebagai wiraswasta, 11% untuk responden yang merupakan wiraswasta, 7% untuk responden yang merupakan ibu rumah tangga, 6% untuk responden yang merupakan pelajar, dan 3% untuk lainnya.


(48)

4.1.2. Frekuensi Mengunjungi Restoran

Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh kuesioner yang dibagikan, diketahui distribusi frekuensi kunjungan restoran nelayan di empat restoran yang dijadikan lokasi penelitian. Adapun frekuensi kunjungan restoran nelayan dibagi menjadi empat kelompok yaitu mengunjungi restoran beberapa kali dalam seminggu, beberapa kali dalam sebulan, beberapa kali dalam setahun, dan lainnya. Hasil analisis frekuensi kunjungan restoran nelayan dapat dilihat dari diagram batang frekuensi (Gambar 4.9) dan diagram bulat persentase (Gambar 4.10).

Gambar 4.9 Diagram batang frekuensi mengunjungi restoran nelayan Sumber : Hasil Analisis, 2014

Gambar 4.10 Diagram bulat persentase frekuensi responden dalam mengunjungi restoran nelayan


(49)

diperoleh kesimpulan bahwa responden paling banyak mengunjungi restoran nelayan beberapa kali dalam sebulan (41%). Responden yang mengunjungi beberapa kali dalam setahun memiliki nilai persentase 35%. Responden yang memilih lainnya memiliki persentase 13%. Pilihan „lainnya‟ dipilih oleh responden yang menjelaskan bahwa responden mengunjungi restoran bila diajak teman, bila ada uang, dan bila sedang ingin makan. Nilai persentase paling kecil adalah responden yang mengunjungi restoran nelayan beberapa kali dalam seminggu (11%).

Hasil kuesioner mengenai frekuensi dalam mengunjungi restoran dianalisis lagi lebih lanjut dan dibagi menurut usia responden yang mengunjungi restoran dan jenis kelamin responden. Hasil analisis frekuensi dalam mengunjungi restoran oleh responden dapat dilihat dari diagram batang frekuensi menurut usia (Gambar 4.11) dan diagram batang frekuensi menurut jenis kelamin (Gambar 4.12)).

Gambar 4.11 Diagram batang frekuensi mengunjungi restoran menurut usia responden Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.11 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa responden yang didominasi oleh pengunjung dewasa paling banyak mengunjungi restoran nelayan dengan frekuensi beberapa kali dalam sebulan. Responden dewasa dengan umur antara 20 – 30 tahun juga yang paling banyak dalam frekuensi mengunjungi restoran nelayan dengan frekuensi


(50)

Gambar 4.12 Diagram batang frekuensi mengunjungi restoran menurut jenis kelamin responden

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.12 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa responden dengan jenis kelamin laki – laki dan perempuan mengunjungi restoran dengan frekuensi yang hampir sama. Responden laki – laki dan perempuan paling banyak mengunjungi restoran nelayan dengan frekuensi beberapa kali dalam sebulan.

4.1.3. Alasan Mengunjungi Restoran

Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh kuesioner yang dibagikan, diketahui alasan responden dalam mengunjungi restoran nelayan di empat restoran yang dijadikan lokasi penelitian. Adapun alasan mengunjungi restoran nelayan dibagi menjadi empat pilihan yaitu lokasi restoran yang dekat dengan rumah atau tempat kerja responden, responden sedang berada di mall tempat restoran berada, servis atau pelayanan di restoran yang dikunjungi lebih baik dibanding restoran nelayan yang lain, dan interior restoran yang lebih nyaman dibanding restoran nelayan yang lain.

Hasil analisis alasan responden dalam mengunjungi ke empat restoran nelayan dapat dilihat dari diagram batang frekuensi (Gambar 4.13) dan diagram bulat yang menggambarkan persentase (Gambar 4.14).


(51)

Gambar 4.13 Diagram batang alasan responden mengunjungi restoran Sumber : Hasil Analisis, 2014

Gambar 4.14 Diagram bulat persentase alasan responden dalam mengunjungi restoran

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dilihat dari gambar 4.14 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa alasan responden dalam mengunjungi restoran didominasi oleh alasan responden sedang berada di mall tempat restoran berada (57%). Responden yang mengunjungi restoran dengan alasan lokasi restoran berada dekat dengan rumah atau tempat kerjanya memiliki nilai persentase 21%. Terdapat nilai persentase sebesar 14% untuk responden yang mengunjungi restoran karena alasan servis restoran yang lebih baik dibanding restoran nelayan yang lain. Nilai persentase yang paling kecil adalah responden yang mengunjungi restoran dengan alasan interior restoran yang lebih nyaman dibanding restoran nelayan yang lain (8%).


(52)

Hasil kuesioner mengenai alasan responden dalam mengunjungi restoran dianalisis lagi lebih lanjut dan dibagi menurut usia responden yang mengunjungi restoran dan jenis kelamin responden. Hasil analisis alasan responden dalam mengunjungi restoran dapat dilihat dari diagram batang frekuensi menurut usia (Gambar 4.15) dan diagram batang frekuensi menurut jenis kelamin (Gambar 4.16).

Gambar 4.15 Diagram batang alasan mengunjungi restoran menurut usia responden Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.15 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa ketiga kategori usia responden mengunjungi restoran dengan alasan sedang berada di mall tempat restoran berada. Interior restoran merupakan alasan yang paling sedikit dipilih oleh ketiga kategori usia.

Gambar 4.16 Diagram batang alasan mengunjungi restoran menurut jenis kelamin responden


(53)

diperoleh kesimpulan bahwa responden dengan jenis kelamin laki – laki dan perempuan paling banyak mengunjungi restoran dengan alasan sedang berada di mall tempat restoran berada. Responden paling sedikit memilih mengunjungi restoran dengan alasan interior restoran yang lebih nyaman dibanding restoran lain.

4.1.4. Teman yang Dipilih Ketika Mengunjungi Restoran

Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh kuesioner yang dibagikan, diketahui teman yang dipilih responden untuk menemani responden mengunjungi restoran nelayan di empat restoran yang dijadikan lokasi penelitian. Adapun teman yang dipilih responden ketika mengunjungi restoran nelayan dibagi menjadi empat kelompok yaitu keluarga, teman, pasangan, dan rekan kerja.

Hasil analisis teman yang dipilih responden ketika mengunjungi restoran nelayan dapat dilihat dari diagram batang frekuensi (Gambar 4.17) dan diagram bulat persentase (Gambar 4.18).

Gambar 4.17 Diagram batang teman yang dipilih responden ketika mengunjungi restoran Sumber : Hasil Analisis, 2014

Gambar 4.18 Diagram bulat persentase teman yang dipilih responden ketika mengunjungi restoran


(54)

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.18 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa responden paling banyak mengunjungi restoran bersama dengan keluarganya (48%). Responden yang datang bersama teman memiliki persentase 33% dan responden yang datang bersama pasangan memiliki persentase 11%. Nilai persentase paling kecil adalah responden yang datang bersama rekan kerja (8%).

Menurut Karlen (2004), family type restaurant merupakan restoran yang paling banyak dikunjungi oleh pengunjung berkeluarga. Hal ini menunjukkan bahwa restoran nelayan yang memiliki persentase pengunjung bersama keluarga paling besar (48%) merupakan family type restaurant. Karlen (2004) juga menyatakan bahwa pengunjung yang berkeluarga lebih menyukai pencahayaan yang menyinari seluruh area makan secara terang dan menyeluruh dan sistem pencahayaan yang digunakan biasanya adalah general lighting yang menerangi meja makan, kursi, dan seluruh area makan di restoran tersebut. Sistem pencahayaan seperti ini dapat ditemukan pada ke empat restoran nelayan yang semuanya menggunakan lampu downlight yang menyinari seluruh area makan secara terang dan menyeluruh pada area makannya (Gambar 4.19). Lampu downlight menurut Manurung (2009) adalah lampu yang mendistribusikan cahaya dari atas ke bawah dengan sudut tertentu dan biasanya diletakkan di langit – langit ruangan sebagai penerangan umum (general lighting). Lampu downlight dapat menciptakan kesan yang bersih pada langit – langit ruangan.

Gambar 4.19 Lampu downlight pada area makan restoran nelayan sun plaza (kiri) dan pada restoran nelayan medan fair (kanan)


(55)

mengunjungi restoran dianalisis lagi lebih lanjut dan dibagi menurut usia responden yang mengunjungi restoran dan jenis kelamin responden. Hasil analisis teman yang dipilih responden ketika mengunjungi restoran dapat dilihat dari diagram batang frekuensi menurut usia (Gambar 4.20) dan diagram batang frekuensi menurut jenis kelamin (Gambar 4.21).

Gambar 4.20 Diagram batang teman yang dipilih responden ketika mengunjungi restoran menurut usia responden

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.20 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa ketiga kategori usia responden mengunjungi restoran paling banyak bersama dengan keluarga responden. Responden usia lanjut paling sedikit datang bersama dengan teman sedangkan responden usia remaja tidak ada yang datang bersama dengan pasangan maupun rekan kerja.

Gambar 4.21 Diagram batang teman yang dipilih responden ketika mengunungi restoran menurut jenis kelamin responden

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.21 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa kedua responden dengan jenis kelamin laki – laki dan perempuan paling banyak mengunjungi restoran bersama keluarga dan paling


(56)

4.1.5. Waktu yang Dihabiskan di Restoran

Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh kuesioner yang dibagikan, diketahui waktu yang dihabiskan responden selama berada di restoran nelayan di empat restoran yang dijadikan lokasi penelitian. Adapun waktu yang dihabiskan responden di dalam restoran nelayan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kurang dari 30 menit, 30 menit hingga satu jam, dan satu hingga dua jam.

Hasil analisis waktu yang dihabiskan responden ketika berada di restoran nelayan dapat dilihat dari diagram batang frekuensi (Gambar 4.22) dan diagram bulat persentase (Gambar 4.23).

Gambar 4.22 Diagram batang waktu yang dihabiskan responden di restoran nelayan Sumber : Hasil Analisis, 2014

Gambar 4.23 Diagram bulat persentase waktu yang dihabiskan responden di restoran nelayan

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.23 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa waktu yang dihabiskan oleh responden di restoran nelayan paling banyak adalah 30 menit hingga 1 jam (66%). Responden yang menghabiskan waktu satu hingga dua jam memiliki persentase sebesar 27%. Nilai


(57)

kurang dari 30 menit di restoran nelayan.

Hasil kuesioner mengenai waktu yang dihabiskan responden ketika berada di restoran dianalisis lagi lebih lanjut dan dibagi menurut usia responden yang mengunjungi restoran dan jenis kelamin responden. Hasil analisis waktu yang dihabiskan responden ketika berada di restoran dapat dilihat dari diagram batang frekuensi menurut usia (Gambar 4.24) dan diagram batang frekuensi menurut jenis kelamin (Gambar 4.25).

Gambar 4.24 Diagram batang waktu yang dihabiskan responden di restoran menurut usia responden

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.24 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa ketiga kelompok usia responden paling banyak menghabiskan waktu 30 menit hingga satu jam di restoran nelayan. Ketiga kelompok usia responden paling sedikit menghabiskan waktu kurang dari 30 menit di restoran tersebut.

Gambar 4.25 Diagram batang waktu yang dihabiskan responden di restoran menurut jenis kelamin responden


(58)

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada gambar 4.25 di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa responden dengan jenis kelamin laki – laki dan perempuan memiliki kesamaan dalam waktu yang dihabiskan di restoran nelayan, yaitu paling dominan menghabiskan waktu 30 menit hingga satu jam dan paling sedikit menghabiskan waktu kurang dari 30 menit.

4.2 Analisis Kualitas Pencahayaan pada Restoran Nelayan

Untuk mendapatkan hasil penelitian pengaruh pencahayaan buatan pada restoran nelayan, peneliti membagikan kuesioner dengan pertanyaan yang berhubungan dengan pengaruh pencahayaan pada restoran. Pertanyaan yang diajukan berupa enam buah pertanyaan yang disajikan dalam bentuk pernyataan positif dan responden akan menjawab pertanyaan dengan pilihan jawaban yang memiliki gradiasi dari sangat setuju, setuju, biasa saja, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Hasil dari setiap soal pertanyaan yang dijawab responden akan dihitung dengan skala Likert untuk menghasilkan jawaban interpretasi rata – rata responden. Adapun pertanyaan yang diajukan adalah enam buah pertanyaan yang dikembangkan dari teori tentang kualitas pencahyaan dari IESNA (2000). Pertanyaan yang berupa kalimat positif yang ditanyakan yaitu: (1) pencahayaan di restoran tempat responden berada sudah cukup terang, (2) pencahayaan di restoran tempat responden berada membuat responden tertarik untuk masuk ke dalam restoran, (3) pencahayaan di restoran tempat responden berada membuat makanan terlihat lebih lezat, (4) pencahayaan di restoran tempat responden berada membuat responden merasa nyaman dan betah, (5) pencahayaan di restoran tempat responden berada membuat restoran tampak lebih indah, dan (6) pencahayaan di restoran tempat responden berada menghasilkan suasana yang menyebabkan responden merasa lebih santai ketika mengobrol dengan teman atau keluarganya. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih rinci, peneliti menjabarkan hasil analisis dengan memperhatikan aspek umur dan jenis kelamin responden penerima kuesioner. Gambaran hasil analisis dari setiap pertanyaan yang dijawab oleh responden disajikan dalam bentuk statistik berupa diagram, tabel, ataupun pie chart untuk memudahkan pembacaan dan pemahaman hasil analisis.


(59)

Untuk mengetahui preferensi tingkat pencahayaan yang disukai oleh responden ke empat restoran nelayan yang dijadikan lokasi penelitian, peneliti memberikan kuesioner dengan pernyataan “Pencahayaan di restoran ini sudah cukup terang” kepada para responden penerima kuesioner.

Berikut adalah analisis jawaban responden pada ke empat restoran nelayan yang diteliti.

4.2.1.1. Restoran Nelayan Medan Fair

Gambar 4.26 Denah lampu pada restoran nelayan medan fair

Pada area makan restoran nelayan medan fair, digunakan lampu downlight berisi lampu halogen 50 Watt/12 Volt sebanyak 50 buah armatur, lampu gantung berisi lampu LED 6Watt sebanyak 4 buah pada area makan VIP, dan lampu TL 21 Watt berwarna biru pada sekeliling area makan dengan sistem pencahayaan cove lighting.

Berikut adalah perhitungan tingkat pencahayaan yang dihasilkan oleh penggunaan lampu downlight pada area makan restoran nelayan medan fair. Area makan


(60)

50Watt (690lumen), dengan ukuran restoran sekitar 132m². Nilai efisiensi dan depresiasi yang digunakan adalah nilai standar menurut SNI 2001 yaitu Kp = 0,6 dan Kd = 0,8.

n

=

50

=

E = 123,4 Lux

Berikut adalah jawaban responden pengunjung restoran nelayan medan fair atas pernyataan “Pencahayaan di restoran ini sudah cukup terang”.

Gambar 4.27 Diagram frekuensi jawaban tingkat pencahayaaan pada restoran nelayan medan fair Sumber : Hasil Analisis, 2014

Perhitungan interpretasi jawaban dengan skala Likert dilakukan sesuai dengan cara yang telah dijelaskan pada halaman 35 pada Bab Metodologi Penelitian.

M = =

=

3,48

Sesuai dengan tabel 3.1, hasil perhitungan 3,48 merupakan kategori setuju. Hal ini menghasilkan kesimpulan bahwa pengunjung restoran nelayan medan fair merasa setuju bahwa pencahayaan di restoran tersebut yang secara teoritis sebesar 123 Lux telah cukup terang.


(61)

dianalisis lagi lebih lanjut dan dibagi menurut usia responden dan jenis kelamin responden. Hasil analisis tingkat pencahayaan restoran dapat dilihat dari diagram batang frekuensi menurut usia (Gambar 4.28) dan diagram batang frekuensi menurut jenis kelamin (Gambar 4.29).

Gambar 4.28 Diagram batang jawaban tingkat pencahayaan yang dirasakan pengunjung nelayan medan fair menurut usia responden

Sumber : Hasil Analisis, 2014

Berikut adalah perhitungan skala Likert untuk kategori usia remaja.

M = =

=

3,2

Sesuai dengan tabel 3.1, hasil perhitungan 3,2 merupakan kategori biasa saja. Berikut adalah perhitungan skala Likert untuk kategori usia dewasa.

M = =

=

3,37

Sesuai dengan tabel 3.1, hasil perhitungan 3,37 merupakan kategori biasa saja. Berikut adalah perhitungan skala Likert untuk kategori usia lanjut.

M = =

=

3,91

Sesuai dengan tabel 3.1, hasil perhitungan 3,91 merupakan kategori setuju.

Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa tingkat pencahayaan yang dihitung secara teoritis 123 Lux sudah cukup terang untuk kategori usia


(1)

145

Pengaruh pencahayaan pada restoran terhadap pengunjung berdasarkan usia : Pengunjung remaja (<20 tahun)

 Pengunjung remaja menyukai restoran dengan tingkat pencahayaan lebih dari 50 Lux.

 Desain pencahayaan tidak menarik minat datang pengunjung remaja.

 Menurut pengunjung remaja, desain pencahayaan tidak mempengaruhi makanan tampak lebih lezat.

 Desain pencahayaan tidak mempengaruhi pengunjung remaja agar merasa nyaman dan betah selama berada di restoran.

 Menurut pengunjung remaja, sistem pencahayaan cove lighting dan lampu gantung dapat mempengaruhi restoran agar tampak lebih indah.

 Pengunjung remaja dapat berkomunikasi paling baik di restoran dengan tingkat pencahayaan 50 – 100 Lux.

Pengunjung dewasa (20 – 30 tahun)

 Pengunjung dewasa fleksibel dalam menerima tingkat pencahayaan yang berbeda – beda pada tiap restoran nelayan. Pengunjung dengan usia 20 – 30 tahun ini menyukai setiap tingkat pencahayaan yang berbeda.

 Desain pencahayaan tidak menarik minat datang pengunjung dewasa.

 Menurut pengunjung dewasa, desain pencahayaan dapat mempengaruhi makanan agar tampak lebih lezat.

 Desain pencahayaan dapat mempengaruhi pengunjung dewasa agar merasa lebih nyaman dan betah.

 Menurut pengunjung dewasa, sistem pencahayaan cove lighting, lampu gantung, dan lampu sorot dapat mempengaruhi restoran agar tampak lebih indah.

 Pengunjung dewasa dapat berkomunikasi dengan baik dengan teman atau anggota keluarganya pada tingkat pencahayaan yang berbeda – beda.


(2)

Pengunjung lanjut (>30 tahun)

 Pengunjung berusia lanjut menyukai restoran dengan tingkat pencahayaan lebih dari 120 Lux.

 Pengunjung berusia lanjut tertarik untuk datang ke restoran dengan tingkat pencahayaan lebih dari 120 Lux.

 Menurut pengunjung berusia lanjut, desain pencahayaan dapat mempengaruhi agar makanan tampak lebih lezat.

 Desain pencahayaan dapat mempengaruhi pengunjung berusia lanjut agar merasa lebih nyaman dan betah.

 Menurut pengunjung berusia lanjut, sistem pencahayaan cove lighting dan lampu gantung dapat mempengaruhi restoran agar tampak lebih indah.

 Pengunjung berusia lanjut dapat berkomunikasi dengan baik dengan teman atau anggota keluarganya pada tingkat pencahayaan yang berbeda – beda.

Pengaruh pencahayaan pada restoran terhadap pengunjung berdasarkan jenis kelamin :

Pengunjung laki – laki

 Pengunjung dengan jenis kelamin laki – laki menyukai restoran dengan tingkat pencahayaan lebih dari 50 Lux.

 Desain pencahayaan tidak mempengaruhi minat datang pengunjung berjenis kelamin laki – laki.

 Menurut pengunjung laki – laki, desain pencahayaan dapat mempengaruhi makanan agar tampak lebih lezat.

 Pengunjung laki – laki merasa nyaman dan betah pada restoran dengan tingkat pencahayaan di atas 80 Lux.

 Menurut pengunjung laki – laki, restoran yang indah adalah restoran yang terang dengan tingkat pencahayaan di atas 120 Lux.

 Pengunjung laki – laki berkomunikasi lebih baik pada restoran dengan tingkat pencahayaan di atas 50 Lux.


(3)

147

Pengunjung perempuan

 Pengunjung berjenis kelamin perempuan menyukai restoran dengan tingkat pencahayaan di atas 120 Lux.

 Desain pencahayaan tidak dapat menarik minat datang pengunjung dengan jenis kelamin perempuan.

 Menurut pengunjung perempuan, desain pencahayaan tidak dapat mempengaruhi makanan agar tampak lebih lezat.

 Desain pencahayaan dapat mempengaruhi pengunjung perempuan agar merasa lebih nyaman dan betah.

 Menurut pengunjung perempuan, desain pencahayaan dapat mempengaruhi restoran agar tampak lebih indah.

 Pengunjung perempuan dapat berkomunikasi dengan baik dengan teman atau anggota keluarganya pada tingkat pencahayaan yang berbeda – beda.


(4)

148 Binggeli, Corky. (2003). Building Systems for Interior Designers. New Jersey:

John Wiley & Sons.

Christiaans, Henri, Cleempoel Van, Katelijin, Koenraad, Quartier. (2008). Retail Design: Lighting as an Atmospheric Tool, Creating Experiences which

Influence Consumers’ Mood and Behaviour in Commercial Spaces.

Sheffiel: Design Research Society Conference, Sheffield Hallam University.

Karlen, Mark, James R. Benya (2004). Lighting Design Basic. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Kotler, Philip. (2005). Manajemen Pemasaran, Edisi Kesebelas, Jilid 2, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Indeks.

Kurniawati, Lia. (2008). Pengaruh Pencahayaan L.E.D. terhadap Suasana Ruang Cafe dan Restoran. Skripsi Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Program Studi Teknik Arsitektur, Depok.

Langrehr, F. Retail Shopping Mall Semiotics and Hedonic Consumption, didalam : Setiawan, Santoso Adria. (2012). Peran Pencahayaan Buatan dalam Membentuk Selling Point Tenant di Pusat Perbelanjaan. Skripsi Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Program Studi Teknik Arsitektur, Depok.

LightingFundamentals. (1997). USA: EPA‟s Green Lights Program.

Manurung, Parmongan. (2009). Desain Pencahayaan Arsitektural Konsep Pencahayaan Artifisial Pada Ruang Eksterior. Andi: Yogyakarta.

Marsum, W.A. (2005). Restoran dan Segala Permasalahannya. Andi: Yogyakarta. Meldarianda, Resti, Henky Lisan. (2010). Pengaruh Store Atmoshpere terhadap

Minat Beli Konsumen pada Atmosphere Resort Cafe Bandung. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Bandung.

Peter, J. Paul & Jerry C. Olson. (1999). Consumer Behavior; Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, Edisi 4, Jilid 1, Jakarta: Penerbit Erlangga.


(5)

149

Schrank, Jeff, Gabriel Mckee, Jennifer Smith. (2008). Interior Lighting; Bringing Rooms to Life, (Online), (www.learningseed.com, diakses 3 Maret 2014) Setiawan, Santoso Adria (2012) Peran Pencahayaan Buatan dalam Membentuk

Selling Point Tenant di Pusat Perbelanjaan. Skripsi Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Program Studi Teknik Arsitektur, Depok.

Silaen, Sofar dan Widiyono. 2013. Metodologi Penelitian Sosial Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit IN MEDIA.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV Alfabeta: Bandung.

Sutisna dan Pawitra. (2001). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran.Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.

Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung (2001) SNI 03-6575-2001

The IESNA Lighting Handbook, Ninth Edition. (2000). USA: Illuminationg Engineering Society of North America.

Wardono, P., Hibino, H. , & Koyama, S. (2010). Effects of Interior Colors, Lighting and Decors on Perceived Sociability, Emotion and Behavior Related to Social Dining. Journal of Social and Behavioral Sciences. 38 (2012), pp. 363

Whitney, F. 1960. The Elements of Research (Asian Edition). Overseas Book Co., Osaka.


(6)

150

Umur : ... Tahun Jenis Kelamin : Laki – laki / Perempuan Pekerjaan : Mahasiswa / Wiraswasta / Ibu Rumah Tangga / Lainnya ...

(1). Restoran Nelayan manakah yang paling sering anda kunjungi ?

Restoran Nelayan Sun Plaza Restoran Nelayan Medan Fair Restoran Nelayan Thamrin Plaza Restoran Nelayan Cambridge (2). Seberapa sering anda mengunjungi restoran nelayan yang anda pilih di nomer (1) ?

... kali seminggu ... kali setahun ... kali sebulan Lainnya... (3). Alasan anda sering mengunjungi restoran nelayan yang dipilih di nomer (1) ?

Lokasi restoran dekat dengan rumah/tempat kerja Saya sedang berada di mall tempat restoran berada

Servis atau pelayanan di restoran nelayan ini lebih baik dibanding restoran nelayan yang lain

Interior restoran ( pencahayaan dan dekorasi) di restoran nelayan ini lebih nyaman dibandingkan dengan restoran nelayan yang lain

(4). Dengan siapa anda lebih sering datang ke restoran nelayan yang dipilih di nomer (1)?

Keluarga Teman Pasangan Rekan kerja Lainnya... (5). Berikut adalah pendapat anda mengenai pencahayaan restoran nelayan yang sedang anda kunjungi

(1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) Biasa saja (4) Setuju (5) Sangat setuju Pencahayaan di restoran ini sudah cukup terang

Pencahayaan di restoran ini membuat saya tertarik untuk masuk ke dalam restoran

Pencahayaan di restoran ini membuat makanan terlihat lebih lezat

Pencahayaan di restoran ini membuat saya merasa nyaman dan betah

Pencahayaan membuat restoran ini tampak lebih indah Suasana di restoran ini membuat saya lebih santai mengobrol dengan teman / keluarga saya

(6). Berapa lama waktu yang anda habiskan di restoran nelayan ini?

< 30 menit 30 menit – 1 jam 1 – 2 jam (7). Saran apa yang dapat anda anjurkan untuk pencahayaan di restoran ini?

Saya lebih suka pencahayaan yang lebih remang/gelap Saya lebih suka pencahayaan yang lebih terang Pencahayaan di restoran ini sudah cukup