diafragma hanya sedikit yang bisa didapatkan. Pengukuran kekuatan otot-otot pernapasan ditentukan oleh transdiapraghmatic pressure Pdi, maximum
voluntary ventilation MMV, dan maximum inspiratory pressure MIP. MIP merupakan indeks kekuatan untuk pengukuran fungsi kekuatan diafragma yang
dilakukan dengan pemberian tekanan mekanik dengan menutup mulut saat inspirasi. MIP merupakan indikator kekuatan otot-otot inspirasi dan determinan
dari kapasistas vital paru. Penurunan MIP dapat mengakibatkan ventilasi yang inadekuat dan gangguan fungsi sekret saluran napas yang biasa ditemukan pada
penyakit neuromuskular. MIP pada laki-laki 30 lebih besar dibandingkan dengan perempuan pada semua kelompok usia dan terjadi penurunan MIP sekitar
0,8-2,7 cm H
2
Otahun pada usia 65-85 tahun. Penurunan nilai MIP yang lebih besar terjadi pada laki-laki. Menurut penelitian Tolep dkk, terjadi penurunan nilai
Pdi sekitar 25 yang diukur menggunakan Mueller maneuver pada individu yang berusia 65-75 tahun pada 10 orang sampel.
39
Tabel 2.4. Perbedaan kekuatan otot diafragma pada usia lanjut dengan dewasa Tekhnik
Pdi cmH
2
O Penurunan
Dewasa Usia Lanjut
Mueller manuever 171 + 8
128 + 9 25
Sumber: Sharma G, Goodwin J. Effect of aging on respiratory system physiology and immunology. 2006.
Penurunan kekuatan otot diafragma pada usia lanjut berhubungan dengan proses penuaan yaitu terjadi karena atrofi otot dan penurunan fungsi serat saraf
akibat penuaan. Penurunan kekuatan diafragma akibat penuaan ini dapat menjadi predisposisi untuk terjadinya diapraghmatic fatigue dan gagal napas saat terjadi
peningkatan kebutuhan ventilasi pada sistem respirasi.
39
2.2.4. Perubahan pada Sistem Pencernaan Lanjut Usia
Banyak masalah sistem pencernaan yang dihadapi oleh usia lanjut berkaitan dengan gaya hidup. Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik
degeneratif, antara lain perubahan atrofi pada rahang, mukosa, kelenjar dan otot- otot pencernaan.
40
Air liursaliva disekresikan sebagai respon terhadap makanan yang yang telah dikunyah. Saliva memfasilitasi pencernaan melalui mekanisme sebagai
penyediaan enzim pencernaan, pelumasan dari jaringan lunak, remineralisasi pada gigi, pengaontrol flora pada mulut dan penyiapan makanan untuk dikunyah.
41,42
Proses penuaan membuat dilatasi esofagus dan penurunan refleks muntah sehingga menyebabkan peningkatan terjadinya risiko aspirasi.
2.2.5. Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal Lanjut Usia
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan
pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang
trabekular menjadi lebih berongga, mikro-arsitektur berubah dan sering patah baik akibat benturan ringan maupun spontan.
40
Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan diskus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal ini
adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan barrel-chest.
40
Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan. Implikasi dari hal ini
adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur. Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk
bereaksi dan pergerakan yang kurang aktif.
40
2.2.6. Perubahan pada Sistem Imun Lanjut Usia
Leukosit merupakan unit yang dapat bergerak dalam sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau
menyingkirkan benda asing atau sel abnormal yang berpotensi menginfeksi tubuh. Leukosit dan turunan-turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma,
membentuk sistem imun.
33
Di dalam darah terdapat lima jenis leukosit yang berbeda, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit masing-masing dengan struktur dan fungsi
khas tersendiri.
33
Pada usia lanjut akan mengalami perubahan imunitas sistemik, yaitu imunitas alami, dan imunitas adaptif. Imunitas alami adalah respon imun yang
terdiri dari makrofag, Natural killer cell sel NK, dan neutrofil yang menjadi sistem pertahanan lini pertama terhadap masuknya mikroorganisme patogen. Pada
usia lanjut fungsi sel-sel tersebut akan menurun, karena terdapat defek pada sumsum tulang individu yang mengalami penuaan sehingga menyebabkan
penurunan kemampuan makrofag, dan neutrofil untuk menghilangkan mikroba. Sel NK berperan dalam interaksi antara respons imun alami, dan adaptif. Produksi
sel NK terjadi penurunan pada usia lanjut yang dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi, dan kematian pada pasien usia lanjut.
43
Pada usia lanjut, timus mengalami involusi progresif sehingga output sel- sel baru berkurang secara signifikan sejak usia 40 tahun. Perubahan morfologi,
dan fungsional berupa perluasan ruang perivaskular. Penurunan timopoisis adalah proses aktif yang dimediasi oleh sitokin timosupresi, terutama IL-6, faktor
penghambat leukemia LIF, dan oncostatin M OSM. Produksi IL-7 yang diperlukan dalam timopoisis untuk menjamin kelangsungan hidup sel dengan
mempertahankan protein anti-apoptosis Bcl-2 secara signifikan menurun. Atrofi kronis timus disebabkan oleh kekurangan reseptor leptin, dan progenitor sel T
yang bertambah tua. Leptin berperan sebagai zat perlindungan terhadap bakteri endotoksin yang mengawali proses atrofi. Sedangkan sel T yang menua
mengakibatkan produksi sitokin timus menurun, seperti IL-1, IL-3, TGF- β, OSM
dan LIF yang berperan merangsang fase dini hematopoiesis serta IL-6, IL-7 yang berperan sebagai sitokin timosupresi.
43
Peningkatan kadar kolesterol yang umum terjadi pada dewasa tua berperan terhadap penurunan kemampuan T-cell signaling. Kolesterol tinggi dapat
mempengaruhi ketebalan lapisan lipid berupa berkurangnya cairan plasma membran sel T dibanding pada dewasa muda, sehingga mengakibatkan aktivasi
sel T terhambat. Dewasa tua mengalami penurunan kadar tirosin kinase yang penting untuk stimulasi sel T. Untuk membangun respons imun yang adekuat, T
cell receptor TCR harus dijaga keberadaannya secara terus-menerus pada populasi klon sel T yang beragam. Keragaman TCR masih terjaga baik hingga
usia 60-65 tahun, meskipun telah terjadi penurunan output timus yang
mengakibatkan rendahnya respons imun dalam menghadapi infeksi, dan vaksinasi.
44
Kualitas respons imun humoral menurun sesuai usia. Perubahan ini ditandai dengan respons antibodi yang lebih rendah, dan penurunan produksi antibodi
berafinitas tinggi. Penurunan proliferasi sel B karena usia menurunkan aktivasi sel B dan memberikan defek pada afinitas reseptor, dan sinyal permukaan sel B. Sel
Th CD4+ membantu secara tidak adekuat di pusat-pusat germinal, dan menghasilkan antibodi berafinitas rendah akibat penurunan pelepasan IL-2, dan
IL-4. Proses penuaan berperan pada perubahan sitokin dari Th1 ke Th2 sebagai respons terhadap rangsangan kekebalan tubuh. Kelebihan produksi sitokin Th2
dapat meningkatkan gangguan autoimun yang dimediasi sel B dengan meningkatkan produksi antibodi autoreaktif. Dengan penurunan imunitas
humoral, produksi antibodi berafinitas tinggi menjadi rendah sehingga melemahkan respons antibodi pasien usia lanjut.
43
2.2.6. Patofisiologi