yang  mempunyai  kebiasaan  mengkonsumsi  alkohol.  Namun  pada  penelitian  lain yang  dilakukan  oleh  Baik  I,dkk  2000  menyatakan  tidak  ada  hubungan  yang
signifikan  secara  statistik  antara  kebiasaan  meminum  minuman  alkohol  terhadap pneumonia  komunitas.  Hal  ini  kemungkinan  terjadi  karena  penggunaan  statistik
yang  lemah  atau  adanya  kriteria  inklusi  untuk  peminum  alkohol  yang rendah.
76,79,96
4.6.    Karakteristik Penyakit Penyerta
Tabel 4.11. Karakteristik penyakit penyerta
Variabel Frekuensi n=77
Persentase Ya
Tidak Ya
Tidak
Asma 2
75 2,6
97,4 Diabetes melitus DM
10 67
13,0 87
Congestive heart failure 2
75 2,6
97,4 Renal diseases
3 74
3,9 96,1
Penyakit paru obstruktif kronik PPOK
1 76
1,3 98,7
Dari  tabel  4.11.  didapatkan  karakteristik  penyakit  penyerta  yang  menyertai pasien pneumonia komunitas pada usia lebih dari 60 tahun yang terbanyak adalah
DM sebanyak 10 pasien 13, lalu gangguan ginjal renal diseases sebanyak 3 pasien 3,9, asma sebanyak 2 pasien 2,6, congestive heart failure sebanyak
2  pasien  2,6,  dan  PPOK  sebanyak  1  pasien  1,3.  Menurut  Torres  A,dkk 2013  frekuensi  dari  penyakit  penyerta  secara  umum  lebih  besar  pada  pasien
yang  berusia ≥65  tahun  dibandingkan  pasien  yang  berusia  65  tahun.  Penyakit
penyerta  yang  paling  sering  diderita  adalah  penyakit  saluran  napas  kronik mencapai  68, penyakit  jantung mencapai  47, diabetes mellitus  dan demensia
mencapai  33,  gangguan  ginjal  kronik  mencapai  27  dan  gangguan  hati smencapai  20.  Torres  menyatakan  bahwa  terdapat  hubungan  antara  penyakit
penyerta pasien dengan risiko kejadian pneumonia komunitas. Pasien pneumonia komunitas  yang  mempunyai  penyakit  penyerta  diabetes  melitus  mempunyai
hubungan  dalam  meningkatkan  risiko  kejadian  pneumonia  komunitas,  penyakit
saluran napas kronik termasuk PPOK dan asma meningkatkan risiko 2 kali sampai 4  kali  lebih  besar  terhadap  risiko  terjadinya  pneumonia  komunitas,  penyakit
penyerta  kardiovaskular  kronik  meningkatkan  risiko  terjadinya  pneumonia komunitas  hingga  3  kali  lebih  besar,  gangguan  fungsi  hepar  dan  ginjal  juga
meningkatkan risiko terjadinya pneumonia komunitas 2 kali lebih besar.
79
4.7.    Karakteristik Hasil Radiologi Toraks
Tabel 4.12. Karakteristik hasil radiologi toraks
Variabel Frekuensi n=77
Persentase
Ada radiologi 61
79,2 Tampak infiltrat
50 82
Tidak tampak infiltrat 11
18
Tidak ada radiologi 16
20,8
Pada  tabel  4.12.  diketahui  dari  77  pasien  yang  di  diagnosis  pneumonia terdapat  61  pasien  79,2  yang  memiliki  data  foto  radiologi  toraks.  Dari  61
pasien yang memliki data foto toraks sebanyak 50 pasien 82 memperlihatkan hasil  foto  toraks  berupa  infiltrat  dan  sebanyak  11  pasien  18  tidak  tampak
infiltrat.  Sejalan  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Viegi  G,dkk    2006  di Italia  bahwa  sebanyak  413  subyek  77,2  melakukan  pemeriksaan  radiologi
toraks  dan  yang  tidak  melakukan  pemeriksaan  radiologi  sebanyak  121  subyek 22,8  yang  diantaranya  sebanyak  50,8  dikarenakan  alasan  logistik,  8,2
menolak untuk melakukan pemeriksaan, dan 41 pasien tidak direkomendasikan dokter  untuk  melakukan  pemeriksaan.  Keputusan  ini  mengindikasikan  kurang
aplikatifnya  guideline  diagnosis  dan  manajemen  dari  pneumonia  komunitas  dari ketetapan  Infectious  Disease  Society  of  America  IDSA,  American  Thoracic
Society  ATS,  dan  British  Thoracic  Society  BTS  yang  merekomendasikan pemeriksaan  radiologi  paru  sebagai  prosedur  diagnosis  pasien  yang  diduga
menderita  pneumonia  komunitas.  Meskipun  demikian,  guideline  Canadian Infectious  Disease  Society  dan  Canadian  Thoracic  Society  memperbolehkan
untuk  melakukan  terapi  pneumonia  komunitas  tanpa  konfirmasi  radiologi  bagi pasien yang mempunyai kesulitan untuk melakukan pemeriksaan.
77
4.8. Karakteristik Lama Rawat Inap