Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan Di Indonesia Ditinjau Dari Konvensi ILO Nomor 111 Dan Implementasinya Di Indonesia (Studi Penelitian Di PT. Telkom Divisi Regional I Sumatera Utara)

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA

PEREMPUAN DI INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI ILO

NOMOR 111 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

(STUDI PENELITIAN DI PT. TELKOM DIVISI REGIONAL I

SUMATERA UTARA)

TESIS

Oleh ENY DAMERIA

027005009/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA

PEREMPUAN DI INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI ILO

NOMOR 111 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

(STUDI PENELITIAN DI PT. TELKOM DIVISI REGIONAL I

SUMATERA UTARA)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

Dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh ENY DAMERIA

027005009/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA PEREMPUAN DI INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI ILO NOMOR 111 DAN IMPLEMENTASI- NYA DI INDONESIA (STUDI PENELITIAN DI PT. TELKOM DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA) Nama Mahasiswa : Eny Dameria

Nomor Pokok : 027005009 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Prof. Muhammad Abduh, S.H.) Ketua

(Dr.T. Keizerina Devi A.,S.H.,C.N.,M.Hum.) (Dr.Pendastaren Tarigan.,S.H.,M.S.)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr. Bismar Nasution,S.H.,M.A.) (Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc.)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 13 Agustus 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA

: Prof. Muhammad Abduh, S.H.

ANGGOTA : 1. Dr. T. Keizerina Devi A., S.H., C.N., M.Hum.

2. Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S.

3. Prof. Warsani, S.H.


(5)

ABSTRAK

Sejak dulu perempuan Indonesia selalu aktif dalam kegiatan ketenagakerjaan, tetapi kebanyakan perempuan sering mengalami tindakan diskriminatif, bahkan eksploitasi yang menjurus kepada pelecehan seksual dan prostitusi. Mengantisipasi keadaan ini, pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 111 melalui UU No. 21 Tahun 1999. Kenyataannya implementasi konvensi ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, artinya bahwa hak-hak tenaga kerja perempuan belum lagi mendapatkan perlindungan secara layak. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dan pengkajian yang lebih dalam guna mendapatkan informasi tentang kedudukan dan peranan tenaga kerja perempuan, bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan dan implementasi Konvensi ILO No. 111 di Indonesia.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan, terutama pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang hukum ketenagakerjaan dan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah serta praktisi hukum, khususnya di bidang perlindungan hukum tenaga kerja perempuan di Indonesia. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder. Lokasi penelitian adalah pada PT. Telkom Divisi Regional I Sumatera Utara dengan pertimbangan bahwa sebagai perusahaan yang go publik diyakini telah melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ILO No. 111. Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder yang alat pengumpulan datanya adalah melalui studi dokumen, sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis normatif kualitatif.

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh data bahwa kedudukan dan peranan perempuan di Indonesia dalam pembangunan secara maksimal dalam segala bidang, sehingga perempuan memiliki hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan. Untuk memberikan perlindungan hukum kepada pekerja perempuan, maka para pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil pada pukul 23.00 sampai pukul 07.00. Pengusaha diwajibkan menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja dan menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai pukul 05.00. Pengusaha diwajibkan memberikan cuti kepada pekerja yang melahirkan dan harus memberikan upah kepada pekerja perempuan untuk memenuhi kehidupan yang layak, serta mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja. Khususnya pada PT. TELKOM telah diimplementasikan Konvensi ILO No. 111, dan bila diperhatikan dari beberapa pasal PKB PT. TELKOM, yang selalu pertama kali diperhatikan adalah pihak perempuan. PT. TELKOM tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, terutama yang menyangkut penggajian, posisi jabatan serta kesempatan untuk menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya.

Perlu disarankan bahwa pemerintah hendaknya memberikan perhatian kepada pekerja perempuan dalam kaitannya dengan prinsip anti diskriminasi. Guna mewujudkan cita-cita tersebut maka segala ketentuan tentang anti diskriminasi


(6)

ter-hadap pekerja perempuan harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar maupun Anggaran Rumah Tangga Serikat Pekerja. Para Pengusaha diharapkan memberikan perhatian yang sama pada pekerja perempuan. Perempuan harus diberikan hak yang sama dalam memperoleh pendidikan keterampilan, sehingga mampu untuk bersaing pada jabatan/kedudukan yang sama dengan pekerja laki-laki. Untuk memperjuangkan peran dan kedudukan yang sama, maka pekerja perempuan harus diberi hak yang sama untuk ikut serta dalam organisasi Serikat Pekerja, bahkan diberi kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin pada Serikat Pekerja. Agar perjuangan pekerja perempuan dapat berjalan dengan maksimal maka perlu adanya Divisi Pemberdayaan Perempuan dalam struktur organisasi Serikat Pekerja, yang akan memperjuangkan nasib pekerja perempuan dalam posisi yang sama dengan pekerja laki-laki.


(7)

ABSTRACT

Indonesian women has been always active in labor activity since long time ago, but most of them often experienced discriminative action, even exploitation led to sexual harassment and prostitution. To anticipate this condition, the Indonesian Government has ratified the Convention of ILO No. 111 through Law No. 21/1999. In fact, the implementation of this convention does not accord with what we expect.. It means that woman laborer’s rights have not received proper protection. Therefore, it is necessary to study hard to obtain the information pertaining to woman laborer’s role and position, the shape of her legal protection and implementation of the Convention of ILO No. 111 in indonesian.

This research is expected to provide input in scientific development particularly in labor law, government and legal prctitioners, especially legal protection field for woman laborer in Indonesian. This research uses descriptive analysis with juridical normative approaches. The research location is PT. Telkom Divisi Regional I Sumatra Utara with view point that as go-public company, it has applied the regulations accord with the Convention of ILO No. 111. The secondary data collected from legal documents, library research and the data were analyzed normatively and qualitatively.

The result of this research indicates that the role of Indonesian woman in development is line with man in al levelof development activity. It is expected that the employers do not employ the pregnant woman from 11 p.m. to 7 a.m. the employers should keep morality and safety in their workplaces, providing transport women who work from 11 p.m. to 5 a.m. They also should give a leave for woman who gives the birth and laborer’s guarantee. The Company is expected not to discriminate between woman and man in salary, position an opportunity in worshipping according to their beliefs.

It is suggested to Government that all regulations on anti-discrimination must be inserted to Statute and Budget of Labor Union. The employer should give the women laborer equal position like men whether in Labor Union organization and struggling for similar positions with man laborers.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat Rahmat dan Karunia-Nya yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul; “Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan Di Indonesia Ditinjau Dari Konvensi ILO No. 111 Dan Implementasinya Di Indonesia (Studi Penelitian di PT. Telkom Divisi Regional I Sumatera Utara)”. Salawat dan salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat, karena berkat bimbingan Beliaulah kita dapat keluar dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang, kemudian dari yang awalnya tidak mengetahui menjadi mengetahui, amin.

Sebagai manusia yang tidak luput dari salah, tidak terhindar dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, masukan dan dorongan serta semangat yang memotivasi penulis dari semua pihak yang dengan tulus memberikan dorongan dan semangat baik secara langsung maupun tidak langsung hingga tesis ini selesai. Untuk itu, dalam kesempatan ini dengan rasa kerendahan hati izinkanlah penulis


(9)

menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Muhammad Abduh, S.H., semoga selalu dalam keadaan sehat dalam naungan Allah SWT. Sebagai ketua komisi pembimbing Beliau telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini, yang dengan ketulusan, kesabaran, perhatian, dan pengertian, di sela-sela waktu Beliau yang padat, masih tetap meluangkan waktu dalam membimbing penulis selama penelitian dan penulisan materi tesis ini. 2. Guruku Dr. T. Kaizerina Devi A., S.H., M.Hum yang telah begitu banyak

memberi semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini dengan caranya sendiri yang penulis anggap terbilang unik. Satu kalimat bijak dari Beliau yang tidak pernah terlupakan oleh penulis hingga saat ini adalah; “Teruslah berfikir maju, ambil S3, Muslimah intelektual dibutuhkan negara ini”. Terima kasih kepada Ibu yang telah memberikan dorongan yang begitu besar.

3. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S yang tidak bosan-bosan memberikan arahan, masukan dan dorongan dalam menyelesaikan tesis ini. Nasihat, perhatian dan ilmu yang telah Beliau berikan dengan tulus dan penuh kesabaran merupakan hal yang paling berharga bagi penulis.

Tiada kata yang cukup untuk mewakili rasa terima kasih penulis atas jasa-jasa yang telah komisi pembimbing berikan dengan tulus dan ikhlas. Hanya do’a yang dapat dipanjatkan semoga apa yang telah diberikan


(10)

mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Selain itu, ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya tidak lupa penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi berarti kepada penulis selama menempuh S2 ini, seperti:

1. Bapak Rektor UNIMAL, terima kasih atas bantuannya dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat melanjutkan sekolah.

2. Orang tuaku Bapak Jamaluddin, S.H., M.Hum yang telah memberikan semangat dan bantuan moriil yang luar biasa hingga penulis bisa seperti ini, semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada Bapak, amin. 3. Dekan Fakultas Hukum UNIMAL Bapak Sulaiman, S.H., M.Hum, berkat

semangat dan dorongan yang Beliau berikan sehingga penulis terpacu dan semangat dalam menyelesaikan S2 ini.

4. Kepada sahabat-sahabat semuanya di Fakultas Hukum UNIMAL, PPS USU teristimewa saudari Aflah my best friend yang sudah memberi perhatian dan kekuatan luar biasa hingga penulis bisa berdiri tegak, dan seluruh pihak terkait yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu karena keterbatasan sebagai manusia.

Kepada Almarhumah Ibu dan Bapak, yang karenanya penulis hadir ke dunia ini, yang dengan penuh kedisiplinan telah menempa dan mendidik penulis untuk lebih jeli dalam memaknai hidup, semoga amal ibadah Beliau diterima disisi Allah SWT, amin. Abang Rudi, adikku serta walau jauh mereka


(11)

selalu mendoakan dan memberikan dukungan penuh pada penulis, pelukan hangat dan sayang untuk kalian semua.

Akhirnya untuk yang sangat tercinta A. Hadi Arifin suamiku, yang dengan kesabarannya telah membimbingku kejalan yang seharusnya di mana aku berjalan. Tantangan, terpaan masalah yang datang silih berganti dalam kehidupan kami selama penulisan tesis ini berjalan telah mampu dilewati berkat kasih dan sayang keluarga yang begitu besar maknanya bagi penulis. Semoga Allah memberikan kesehatan dan kekuatan agar suamiku dapat terus membimbingku untuk semangkin dekat kepada Allah. Putriku yang cantik dan sudah beranjak dewasa, terima kasih ya putriku karena sudah membantu bunda menjaga adik-adikmu hingga bunda menyelesaikan kuliah. Sihitam manis Fika yang tomboy, terima kasih juga karena sudah patuh dan tidak nakal pada kakak ketika bunda pergi sekolah, mudah-mudahan bisa sekolah sampai S2 juga seperti bunda. Dan terakhir si kecil bunda, permata dirumah kami si bungsu Arisdhia Zufar yang telah memberi sinar kebahagiaan di rumah, keceriaan yang selalu hadir setiap hari dan kerinduan ingin selalu cepat pulang kalau bunda dan ayah pergi. Terima kasih yang tidak terhingga, kalian sudah memberi bunda semangat cinta yang luar biasa.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini sangatlah jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis berharap kedepan bisa terus mengasah diri.


(12)

Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi siapapun yang membacanya.

Anakku, nafas adalah hidup,

hidup adalah perjuangan agar tetap hidup. Nafas adalah milik sang maha pemilik hidup, Karenanya hiduplah sambil terus belajar untuk mengolah alam fikir, dan

teruslah melafazkan zikir sampai batas akhir.

(Tesisku ini kupersembahkan untuk orang-orang yang sangat kukasihi, kedua putriku dan pangeran kecilku).

Lhokseumawe, Agustus 2008

ENY DAMERIA NP: 027005009


(13)

RIWAYAT HIDUP

A.

Identitas

1. Nama Lengkap

: Eny Dameria, S.H., M.Hum.

2. Tempat/Tgl. Lahir : Pangkalan Susu, 19 Juni 1970

3.

NIP

:

132

301

624

4. Pangkat/Gol. Ruang : Penata Muda/III.a

5. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

6.

Jabatan

Struktural

:

Kepala

Pusat Study Perempuan (PSP) LPPM

Unimal

7.

Bidang

Keahlian :

Hukum

Administrasi

Negara

8.

Status

:

Menikah

9.

Jenis

Kelamin :

Perempuan

10.

Agama

: Islam

11.

Instansi

: Fakultas

Hukum Universitas Malikussaleh

12.

Alamat

Rumah

: Jln. Darussalam Gg. Damai Lrg. Sosial

Kampung

Jawa Lama Lhokseumawe

13.

HP

: 0811675970


(14)

B.

Pendidikan

NO

JENJANG

NAMA SEKOLAH

TEMPAT

TAHU

N

LULUS

1

SD

SDN 2 Pangkalan

Susu

Pangkalan

Susu

1983

2

SMP

SMPN Pangkalan

Susu

Pangkalan

Susu

1986

3

SMA

Raksana Medan

Medan

1989

4

Strata Satu

(S1)

Univ. Malikussaleh

Lhokseumawe

1996


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

DAFTAR SINGKATAN... xii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 7

F. Kerangka Teori ... 8

G. Metode Penelitian ... 21

1. Sifat dan materi penelitian ... 21


(16)

3. Sumber data ... 23 4. Alat pengumpul data... 24 5. Analisis data ... 25

BAB II : KEDUDUKAN DAN PERANAN TENAGA KERJA

PEREMPUAN DI INDONESIA... 26 A. Pengertian Diskriminasi Terhadap Perempuan ... 26

B. Kedudukan Tenaga Kerja Perempuan Di Indonesia... 28 C. Peranan Tenaga Kerja Perempuan Indonesia dalam

Pembangunan ... 34

BAB III : BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA

KERJA PEREMPUAN DI INDONESIA... 42 A. Bentuk-bentuk Perlindungan yang Dapat Diberikan

Kepada Pekerja Perempuan Indonesia ... 42 B. Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan

Di Indonesia... 49 1. Perlindungan upah bagi pekerja perempuan Indonesia

51

2. Perlindungan terhadap hak pekerja perempuan selain

pengupahan ... 68 C. Perlindungan Tenaga Kerja Perempuan Indonesia di Luar

Negeri ... 84

BAB IV : IMPLEMENTASI KONVENSI ILO NO. 111 DI

INDONESIA... 86 A. Beberapa Konvensi PBB yang Telah Diratifikasi

Indonesia ... 86 B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 93 C. Bentuk-bentuk Perlindungan Terhadap Karyawan Di


(17)

PT. TELKOM Devisi Regional I Sumatra ... 104

1. Waktu kerja ... 108

2. Penggajian ... 110

3. Perjalanan dinas... 115

4. Pengembangan karir dan pembinaan karyawan .. 118

5. Jaminan sosial dan kesejahteraan ... 121

6. Keselamatan dan kesehatan kerja ... 134

7. Cuti, hari libur dan meninggalkan pekerjaan ... 135

8. Jaminan terhadap karyawan dalam mempertahankan haknya... 141

BAB V : PENUTUP... 147

A. Kesimpulan ... 147

B. Saran ... 148


(18)

Lampiran I

TABEL PERSENTASE SANTUNAN TUNJANGAN

CACAT TETAP SEBAGIAN DAN CACAT-CACAT LAINNYA

NO MACAM CACAT TETAP SEBAGIAN % x UPAH

1 Lengan kanan dari sendi bahu kebawah 40

2 Lengan kiri dari sendi bahu ke bawah 35

3 Lengan kanan dari atau dari atas siku ke bawah 35

4 Lengan kiri dari atau dari atas siku ke bawah 30

5 Tangan kanan dari atau dari atas pergelangan ke bawah 32

6 Tangan kiri dari atau dari atas pergelangan ke bawah 28

7 Kedua belah kaki dari pangkal paha ke bawah 70

8 Sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah 35

9 Kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah 50

10 Sebelah kaki dari mata kaki ke bawah 25

11 Kedua belah mata 70

12 Sebelah mata atau diplopia pada penglihatan dekat 35

13 Pendengaran pada kedua belah telinga 40

14 Pendengaran pada sebelah telinga 20

15 Ibu jari tangan kanan 15

16 Ibu jari tangan kiri 12

17 Telunjuk tangan kanan 9

18 Telunjuk tangan kiri 3

19 Salah satu jari lain tangan kanan 4

20 Salah satu jari lain tangan kiri 3

21 Ruas pertama telunjuk tangan 4,5 22 Ruas pertama telunjuk kiri 3,5 23 Ruas pertama jari lain tangan kanan 2

24 Ruas pertama jari lain tangan kiri 1,5 25 Salah satu ibu jari kaki 5

26 Salah satu jari telunjuk kaki 3


(19)

No CACAT-CACAT LAINNYA % x UPAH

1 Terkelupasnya kulit kepala 10-30

2 Impotensi 30

3 Kaki memendek sebelah: - kurang dari 5 cm.

- 5 - 7,5 cm. - 7,5 cm atau lebih

10 20 30 4 Penurunan daya dengar kedua sebelah teliga setiap

10 desibel 6

5 Penurunan daya dengar sebelah telinga setiap 10 desibel

3

6 Kehilangan daun telinga sebelah 5

7 Kehilangan kedua belah daun telinga 10

8 Cacat hilangnya cuping hidung 30

9 Perforasi sekat rongga hidung 15

10 Kehilangan daya penciuman 10

11 Hilangnya kemampuan kerja fisik - 50 - 70 %

- 25 - 50 % - 10 - 25 %

40 20 5 12 Hilangnya kemampuan kerja mental tetap 70 13 Kehilangan sebagia fungsi penglihatan

Setiap kehilangan efisiensi tajam penglihatan 10% (sepuluh persen). Apabila efisiensi penglihatan kanan dan kiri berbeda, maka efisiensi penglihatan binokuler dengan rumus kehilangan efisiensi penglihatan : (3x % efisiensi penglihatan terbaik) + % efisiensi penglihatan terburuk. Setiap kehilangan efisiensi tajam penglihatan 10% (sepuluh persen).

Kehilangan penglihatan warna.

Setiap kehilangan lapangan pandang 10% (sepuluh persen)

7

7 10 7


(20)

Lampiran II

DAFTAR KELOMPOK IURAN JAMINAN

KECELAKAAN KERJA

Kelompok I Jenis usaha, terdiri dari:

1. Penjahitan/konveksi. 2. Pabrik topi.

3. Industi pakaian lainnya (payung kulit, ikat pigang, gantungan celana/bretel).

4. Pembuatan layar dan krey dari tekstil.

5. Pabrik keperluan rumah tangga (sprei, selimut, terpal, gorgen, dan lain-lain yang ditentukan).

6. Perdagangan ekspor impor.

7. Perdagangan besar lainnya (agen-agen perdagangan besar, distributor, makelar, dan lain-lain).

8. Toko-toko koperasi konsumsi, dan lain-lain. 9. Bank dan kantor-kantor dagang.

10. Perusahaan pertanggungan.

11. Jasa pemerintahan (organisasi tentara, polisi, Departemen-departemen). 12. Pengobatan dan kesehatan lainnya.


(21)

13. Organisasi-organisasi keagamaan. 14. Lembaga kesejahteraan.

15. Persatuan perdagangan dan organisasi buruh. 16. Balai penyelidikan yang berdiri sendiri.

17. Jasa-jasa umum lainnya, seperti museim, perpustakaan, kebun binatang, perkum-pulan sosial.

18. Pemangkas rambut dan salon kecantikan. 19. Peternakan.

KELOMPOK II

Jenis usaha, terdiri dari: 1. Pertanian rakyat. 2. Perkebunan gula. 3. Perkebunan tembakau.

4. Perkebunan bukan tahunan, terkecuali gula dan tembakau. 5. Perkebunan tahunan, seperti karet, cokelat, kelapa dan lain-lain. 6. Pabrik teh.

7. Penggorengan dan pembuatan kopi bubuk. 8. Pabrik gula.

9. Pabrik sigaret. 10. Pabrik cerutu.


(22)

12. Perusahaan tembakau lainnya. 13. Pabrik cat dan lak.

14. Pabrik tinta dan lem. 15. Pabrik kina.

16. Pabrik alat-alat pengangkutan lainnya.

17. Industri alat-alat pekerjaan, pengetahuan pengukuran dan pemeriksaan labora-torium.

18. Reparasi arloji dan lonceng. 19. Industri alat-alat musik. 20. Pabrik alat-alat olahraga. 21. Pabrik mainan anak.

22. Perdagangan barang tidak bergerak. 23. Jasa perhubungan seperti PTT, radio.

24. Perusahaan pembuatan film dan pengedar film. 25. Bioskop.

26. Sandiwara, komedi, opera, sirkus, band, dan lain-lain. 27. Jasa hiburan selain sandiwara dan bioskop.

28. Perusahaan binatu, celup. 29. Perusahaan potret.

KELOMPOK III Jenis usaha, terdiri dari:


(23)

1. Pelayanan pengairan. 2. Perusahaan kehutanan. 3. Pengumpulan hasil hutan. 4. Pembakaran arang (di hutan). 5. Perburuan.

6. Pemeliharaan ikan tawar. 7. Pemeliharaan ikan laut. 8. Penangkapan ikan tawar. 9. Pembantaian.

10. Pemotongan dan pengawetan daging. 11. Pengolahan susu dan mentega.

12. Pabrik pengawetan sayuran dan buah. 13. Pabrik pengawetan ikan.

14. Penggilingan padi.

15. Pabrik tepung (beras, tapioka, dan lain-lain).

16. Perusahaan pengupasan (kacang tanah, dan lain-lain). 17. Pabrik roti dan kue.

18. Pabrik biskuit. 19. Pabrik gula.

20. Pabrik kembang gula, cokelat, dan lain-lain. 21. Pabrik mie dan bihun.


(24)

23. Pabrik tahu. 24. Pabrik kecap.

25. Pabrik es krim dan es lilin.

26. Pabrik margarine, minyak goreng dan lemak. 27. Industri makanan lainnya.

28. Pabrik alkohol dan spiritus. 29. Pabrik minuman dan alkohol. 30. Pabrik anggur.

31. Pabrik bir.

32. Pabrik air soda, sari buah dan limun. 33. Pabrik pemintalan.

34. Pemintalan tali sepatu, perban. 35. Pertenunan.

36. Permadani.

37. Pabrik triko (kaus, kaus kaki dan pabrik rajut). 38. Pabrik tali-temali.

39. Industri tekstil lainnya.

40. Pabrik keperluan kaki, terkecuali sepatu karet, sandal plastik, dan lain-lain termasuk pabrik barang-barang plastik.

41. Reparasi barang-barang keperluan kaki. 42. Pabrik kayu gabus.


(25)

44. Pabrik peti dan gentong kayu.

45. Pembuatan barang-barang kayu lainnya (triplek). 46. Pembuatan mebel dari rotan dan bambu.

47. Pabrik mebel dari kayu dan bahan-bahan lainnya. 48. Pabrik kertas koran dan karton.

49. Pabrik barang-barang dari kertas dan karton. 50. Perusahaan percetakan, penerbitan.

51. Penyamaan kulit dan pekerjaan lanjutan.

52. Pabrik barang dari kulit seperti kopor, tas, dan lainnya. 53. Remling karet.

54. Pabrik barang-barang dari karet (ban kenderaan luar dan dalam, mainan anak-anak, dan lain-lain).

55. Perusahaan vulkanisir. 56. Asam garam.

57. Pabrik gas/zat asam arang dan sebagainya.

58. Industri kimia pokok lainnya (pencelupan warna bahan sintetis, dan lain-lain).

59. Terpentin dan damar. 60. Industri minyak kelapa. 61. Industri minyak kelapa sawit.

62. Industri minyak dan gemuk dari tumbuh-tumbuhan. 63. Minyak dan gemuk dari hewan.


(26)

64. Pabrik sabun.

65. Pabrik obat-obatan/farmasi.

66. Pabrik wangi-wangian dan kecantikan/kosmetik. 67. Pabrik barang-barang untuk mengkilap.

68. Pabrik kimia lainnya (lilin gambar, obat nyamuk, DDT, dan lain-lain) 69. Cakes oven (distribisi gas).

70. Pabrik bahan bangunan dari tanah liat. 71. Pabrik gelas dan barang-barang dari gelas. 72. Pabrik barang-barang dari tanah liat dan porselin. 73. Pabrik semen.

74. Pembakaran gamping.

75. Pabrik tegel, ubin, pipa beton.

76. Pabrik pengecoran besi dan pembuatan baja.

77. Pabrik barang-barang dari logam (batangan besi, kisi-kisi, lembaran besi, pipa, corong).

78. Pabrik timbangan.

79. Pabrik klise dan huruf cetak. 80. Pabrik galvanisir (pernikel).

81. Pabrik barang-barang logam lainnya. 82. Pabrik dan reparasi mesin-mesin listrik. 83. Pembuatan dan reparasi kapal dari kayu. 84. Reparasi sepeda dan becak.


(27)

85. Industri potret dan optik. 86. Industri arloji dan lonceng. 87. Perusahaan perak

88. Industri barang-barang dari logam mulia. 89. Pabrik es.

90. Industri-industri lain, seperti perusahaan plastik, perusahaan bulu-bulu burung, pipa tembakau.

91. Perusahaan listrik/pembangkit, pemindahan dan distribusi tenaga listrik. 92. Pabrik gas, gas bumi, dan distribusi untuk rumah tangga dan

pabrik-pabrik.

93. Industri uap untuk tenaga.

94. Perusahaan air (pengumpulan penyaringan dan distribusi). 95. Pembersihan (sampah dan kotoran)

96. Jasa pengangkutan seperti ekspedisi laut dan udara 97. Penyiaran radio.

98. Rumah makan dan minuman. 99. Hotel, penginapan dan ruang sewa.

KELOMPOK IV Jenis usaha, terdiri dari:

1. Pabrik dari hasil minyak tanah.


(28)

3. Pabrik bata merah dan genteng.

4. Pabrik dan reparasi dan mesin-mesin (bengkel motor, mobil, dan mesin). 5. Pembuatan dan reparasi kapal dari baja.

6. Pembuatan dan reparasi alat-alat perhubungan kereta api. 7. Pabrik kendaraan bermotor dan bagian-bagiannya.

8. Reparasi kendaraan bermotor (mobil, truk, dan sepeda motor). 9. Pabrik dan reperasi kapal udara.

10. Perusahaan kereta api. 11. Perusahaan trem dan bus.

12. Pengangkutan penumpang di jalan selain bus. 13. Penimbunan barang/veem.

KELOMPOK V Jenis usaha, terdiri dari:

1. Penebangan dan pemotongan kayu/panglong. 2. Penangkapan ikan laut.

3. Penangkapan ikan laut lainnya.

4. Pengumpulan hasil laut, terkecuali ikan. 5. Asam belerang.

6. Pabrik pupuk. 7. Pabrik kaleng.


(29)

8. Perbaikan rumah, jalan-jalan, terusan-terusan konstruksi berat, pipa air, jembatan kereta api dan instalasi listrik.

9. Pengangkutan barang-barang dan penumpang di laut. 10. Pengangkutan barang-barang dan penumpang di udara. 11. Pabrik korek api.

12. Pertambangan minyak mentah dan gas bumi. 13. Penggalian batu.

14. Penggalian tanah liat. 15. Penggalian pasir. 16. Penggalian gamping. 17. Penggalian belerang.

18. Tambang intan dan batu perhiasan. 19. Pertambangan lainnya.

20. Tambang emas dan perak. 21. Penghasilan batu bara. 22. Tambang besi merah. 23. Tambang timah. 24. Tambang bauksit. 25.Tambang mangan. 26.Tambang logam lainnya. 27.Lori perkebunan.


(30)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran I : Tabel Persentase Santunan Tunjangan Cacat Tetap

Sebagian dan Cacat-cacat Lainnya ... 157 Lampiran II : Daftar Kelompok Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja 159


(31)

DAFTAR SINGKATAN

ABRI : Aangkatan Bersenjata Republik Indonesia

CEDAW : Convention on the Elimination of All Forms of Discriminati- on Againts Women

CLTP : Cuti Di Luar Tanggungan Perusahaan

DPLK : Dana Pensiun Lembaga Keuangan

DIKLAT : Pendidikan Pelatihan

GBHN : Garis-garis Besar Haluan Negara

HAM : Hak Asasi Manusia

KBRI : Kedutaan Besar Republik Indonesia

KANDATEL : Kantor Daerah Telekomunikasi KOPEGTEL : Koperasi Pegawai Telekomunikasi

KOPTEL : Koperasi Primer Telekomunikasi

KKB : Kesepakatan Kerja Bersama

LKS : Lembaga Kerjasama

PHK : Pemutusan Hubungan Kerja

PKB : Perjanjian Kerja Bersama

P4JSTK : Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Program Jaminan

STK : Sosial Tenagakerja

PJTKI : Perusahaan Jasa Tenagakerja Indonesia

PERUMTEL : Perusahaan Umum Telekomunikasi

RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham SEKAR : Serikat Karyawan

TKI : Tenagakerja Indonesia

THR : Tunjangan Hari Raya

TWP : Tabungan Wajib Perusahaan

UUJSTK : Undang-undang Jaminan Sosial Tenagakerja

UUKK : Undang-undang Ketenagakerjaan

UMP : Upah Minimum Propinsi

UMS : Upah Minimum Sektoral

YAKES : Yayasan Kesehatan Karyawan WITEL : Wilayah Usaha Telekomunikasi


(32)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Perempuan sebagai warga negara Indonesia sejak dahulu aktif dalam kegiatan ekonomi dan sosial sebagai petani, pedagang, pekerja (di sektor informal) dan sebagai ibu rumah tangga. Namun, kebanyakan perempuan belum menikmati penghargaan dan penghormatan yang sama dengan laki-laki sesuai dengan sumbangannya dan beban kerjanya sebagai dampak dari diskriminasi1 yang terus menerus terjadi.2

Keterlibatan perempuan Indonesia di dalam keseluruhan kehidupan per-juangan bangsa dan negara merupakan petunjuk bahwa kaum perempuan di Indonesia pada dasarnya sejak dulu sudah merupakan bagian dari pembangunan nasional, bangsa dan negara. Dengan demikian pertumbuhan pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dari keberadaan perempuan sebagai pembangunan dan eksistensinya sebagai manusia yang memiliki keluhuran harkat dan martabat seperti halnya pria.

1

Diskriminasi adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama warga negara, seperti dengan memandang asli/tidak asli, perbedaan warna kulit dan sebagainya. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm. 254. Selanjutnya diskriminasi diartikan juga sebagai perbedaan perlakuan dan atau pengakuan terhadap wanita (dibandingkan dengan pria) baik dalam budaya, hukum maupun masyarakat. Warsani, “Diskriminasi Terhadap Wanita Problema Dan Tantangannya Di Indonesia”, dalam Tan Kamello (Penyunting), Butir-Butir Pemikiran Hukum Guru Besar Dari Masa Ke Masa Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Hukum USU 1979-2001, (Medan: Pustaka Bangsa, 2003), hlm. 367. Dan berdasarkan Pasal 1 angka 1 Konvensi Nomor 111 tentang Diskriminasi Dalam Hal Pekerjaan Dan Jabatan menyebutkan istilah diskriminasi meliputi: (a) Setiap pembedaan, pengecualian, atau pengutamaan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul sosial yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan; (b) Perbedaan, pengecualian atau pengutamaan lainnya yang berakibat meniadakan atau mengu-rangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan sebagaimana ditentukan oleh anggota yang bersangkutan setelah berkonsultasi dengan wakil organisasi pengusaha dan pekerja, jika ada, dan dengan badan lain yang sesuai.

2

Saparinah Sadli, “Pemberdayaan Perempuan Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia”, dalam Tapi Omas Ihromi, et.al., Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Cet. I (Bandung: Alumni, 2000), hlm. 3.


(33)

Perkembangan industrialisasi merupakan tahapan suatu perkembangan bangsa. Keterlibatan perempuan sebagai tenaga kerja memberi masukan yang tidak sedikit bagi negara. Hal ini dapat dimaklumi karena perbandingan jumlah penduduk adalah lebih banyak perempuan dari pada laki-laki. Namun disisi lain kita tidak dapat menutup mata masih banyak terjadi diskriminasi terhadap tenaga kerja perempuan, seperti diskriminasi upah, pelanggaran terhadap ketentuan keselamatan kerja, peng-abaian hak-hak wanita, seperti cuti haid, cuti hamil, dan sebagainya.3

Data di Indonesia menunjukkan bahwa pendidikan perempuan pada umumnya masih rendah dari pada laki-laki. Angka kematian ibu masih tinggi, bahkan bila dibandingkan dengan perempuaan di negara-negara ASEAN maka angka kematian ibu di Indonesia lebih tinggi. Dan sebagai pekerja perempuan Indonesia masih mengalami berbagai diskriminasi dan belum mendapat perlindungan hukum yang selayaknya diperoleh.4

Perbaikan nasib pekerja perempuan Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri kerap menimbulkan banyak kontroversial dan merupakan isu yang tak pernah habisnya dibicarakan terutama dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Ketika perempuan masuk dunia kerja, sering mengalami pola diskriminasi dan peminggiran yang didasari pada keyakinan

3

Warsani, dalam Tan Kamello (Penyunting), Op.Cit., hlm. 368.

4


(34)

dan perilaku yang menetapkan perempuan dalam posisi lebih rendah dari laki-laki.

Nasib pekerja perempuan Indonesia bergantung kepada kepedulian pemerintah untuk lebih serius memikirkan serta memberi perlindungan terhadap warganya. Adanya diskriminasi bahkan menjurus kepada eksploitasi terhadap perempuan Indonesia hingga saat ini merupakan bukti nyata bahwa kurang terlindunginya hak-hak perempuan di Indonesia.

ILO sebagai organisasi buruh internasional bertujuan memperbaiki kondisi pekerja sebagai upaya mewujudkan keadilan sosial di seluruh dunia. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 111 mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan Dan Jabatan, menyebutkan bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pncasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap pekerjaan harus dihapuskan.5

Ketidaksensitifan pemerintah Indonesia bukan merupakan suatu kecelakaan. Presiden Megawati dalam progress reportnya di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat pada bulan November 2001 menyatakan bahwa telah banyak kemajuan yang dialami dalam upaya perlindungan tenaga kerja Indonesia, mencakup hak-hak tenaga kerja

5

H. Bomer Pasaribu, “Membangun Politik Ketenagakerjaan Dari Aspek Hak Asasi Manusia”, http: www. Google.com/temp/804800.htm., diakses pada tanggal 29 April 2004, hlm. 5.


(35)

perempuan dan hak-hak anak. Pernyataan ini tentu sangat diharapkan jika memang realitasnya memang demikian. Apabila pernyataan tersebut dihadapkan pada kondisi sebenarnya pada tenaga kerja di Indonesia, khususnya kaum perempuan dan anak-anak, sangatlah bertolak belakang. Maka pernyataan itu lebih tepat dianggap sebagai retorika politik belaka.6

Meskipun perempuan Indonesia masa kini dapat dikatakan lebih maju dibanding dengan generasi sebelumnya, isu-isu perempuan seperti diskriminasi terhadap perempuan masih tetap menjadi prioritas kedua ditingkat nasionaal sehingga tetap dinggap sebagai masalah perempuan saja dan bukan masalah bersama laki-laki dan perempuan.

Dari perspektif hak asasi manusia, diskriminasi melanggar HAM. Sedangkan diskriminasi terhadap perempuaan melanggar hak asasi perempuan, sehingga pem-berdayaan perempuan diperlukan agar perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar.7

Pemberdayaan perempuan dan tercapainya kesetaraan gender merupakan masalah hak asasi manusia dan ketidakadilan sosial tidak dapat dikatakan sebagai isu perempuan saja. Kesetaraan gender tidak berarti bahwa perempuan harus sama seperti laki-laki. Kesetaraan gender perlu dipahami dalam arti bahwa perempuan dan laki-laki menikmati status yang

6

Ibid.

7


(36)

sama, berada dalam kondisi dan kesempatan yang sama untuk dapat merealisasikan potensinya sebagai hak-hak asasinya.

Seiring dengan perkembangan tekhnologi yang ada sekarang, persoalan tenaga kerja perempuan sering tampak kepermukaan dari berbagai daerah di Indonesia, yang mencerminkan tanda-tanda banyaknya permasalahan terutama per-lindungan yang kurang memadai.

Diskriminasi yang berlaku sekaligus menyebabkan bahwa perempuan pekerja yang bagaimanapun beratnya selalu dianggap hanya sebagai membantu suami dengan konsekuensi bahwa perempuan selalu dianggap sebagai pencari nafkah kedua yang selanjutnya berakibat bahwa beban perempuan yang juga bekerja di luar rumah harus menanggung beban kerja yang lebih lama.8

Permasalahan tenaga kerja perempuan tidak hanya diskriminasi di bidang pekerjaan saja yang meliputi antara lain, tingkat upah yang rendah, kurangnya istirahat, pemanfaatan cuti baik cuti hamil maupun cuti haid, kedudukan serta motivasi kerja, dan pemutusan hubungana kerja oleh perusahaan, tetapi juga eksploitasi terhadap tenaga kerja perempuan. Eksploitasi ini bahkan menjurus kepada pelecehan seksual dan yang lebih parah lagi kepada prostitusi.

Anggapan bahwa perempuan adalah komunitas kedua setelah laki-laki di dunia tenaga kerja di Indonesia dan di belahan dunia lain sekalipun


(37)

menyebabkan peng-implementasian undang-undang tenaga kerja baik yang lama atau yang baru ditambah dengan Konvensi ILO Nomor 111, tidak dilaksanakan sehingga tidak dapat memenuhi harapan serta melindungi hak-hak tenaga kerja perempuan yang seharusnya bisa lebih baik dari yang ada sekarang. Untuk hal tersebut sangatlah perlu perhatian dan pengkajian yang lebih dalam agar semua undang-undang maupun peraturan pelaksananya dapat diimplementasikan dengan baik.

Perselisihan perburuhan yang ada selama ini terutama tentang pekerja perempuan, mengindikasikan bahwa perlindungan hukum terhadap pekerja perem-puan sangat kurang diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah kurang sensitif menyikapi permasalahan yang ada.

B.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan dan peranan tenaga kerja perempuan di Indonesia.

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan di Indonesia.

3. Bagaimana implementasi Konvensi ILO Nomor 111 di Indonesia.

8


(38)

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kedudukan dan peranan tenagakerja perempuan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi tenagakerja perempuan di Indonesia.

3. Untuk mengetahui implementasi Konvensi ILO Nomor 111 di Indonesia.

D.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada para akademisi, terutama bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang hukum ketenagakerjaan, khususnya tenagakerja perempuan.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah serta praktisi hukum, khususnya di bidang perlindungan hukum tenagakerja perempuan di Indonesia, agar dapat melakukan penyempurnaan peraturan-peraturan hukum dan pelaksanannya di Indonesia.


(39)

E.

Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, dari hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai masalah Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan di Indonesia (Ditinjau Dari Konvensi ILO Nomor 111 dan Implementasinya di Indonesia), belum pernah dilakukan penelitian dalam topik dan permasalahan yang sama.

Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa penelitian yang berkaitan dengan perlindungan buruh perempuan pernah dilakukan oleh Agusmidah pada tahun 1999 di Universitas Sumatera Utara, dengan judul; “Fungsi Pengawasan Pemerintah Terhadap Perlindungan Buruh Perempuan Pada Perusahaan Industri Di Kabupaten Deli Serdang”. Jadi, penelitian ini dapat disebut asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat saya pertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

F.

Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan pendukung dalam membangun atau berupa jelasan dari permasalahan yang dianalisis. Teori dengan demikian memberikan pen-jelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang


(40)

dibicarakan.9 Menurut M. Solly Lubis, kerangka teori merupakan pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dapat menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Hal ini dapat menjadi masukan eksternal bagi penulis.10

Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah untuk membuat jelas nilai-nilai hukum dan postulat-postulat hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.11 Sehingga teori tentang ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian yang dijelaskan untuk men-dapat verifikasi, maka harus didukung oleh data empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.12

Fungsi teori mempunyai maksud dan tujuan untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan.13 Teori juga berfungsi untuk memberikan petunjuk atas gejala-gejala yang timbul dalam penelitian

9

Satjipto Rahardjo, Mengejar Keteraturan Menemukan Ketidakteraturan (Teaching Order Finding Disorder), Pidato mengakhiri masa jabatan sebagai guru besar tetap pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 15 Desember 2000, hlm. 8.

10

M. Solly Lubis menyebutkan teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dunia fisik, juga merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. M. Solly Lubis (selanjutnya disebut M. Solly Lubis I), Filsafat Hukum dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm. 80. Lihat juga W. Friedman (selanjutnya disebut W.Friedman I), Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kritis atas Teori-teori Hukum (Susunan 1), (Jakarta: Grafindo Persada, 1996), hlm. 157. Soerjono Soekanto menyebutkan lima macam kegunaan teori yaitu: Pertama, teori berguna untuk lebih mem-pertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diteliti atau diuji kebenaranya. Kedua, teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan difinisi-difinisi. Ketiga, teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. Keempat, teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan kemungkinan faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. Kelima, teori memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan penelitian. Lihat Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosio Yuridis danMasyarakat, (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 111-112.

11

W. Friedman (selanjutnya disebut W.Friedman II), Legal Theory, (New York: Columbia University Press, 1967), hlm. 3-4

12

M. Solly Lubis I, Op.Cit., hlm. 27.

13

Duanne R. Monette Thomas & J. Sullivan Cornell R. Dejoms, Applied Social Research, (Chicago San Fransisco: Halt Reinhart and Winston Inc., 1989), hlm. 31.


(41)

dan disain penelitian serta langkah penelitian yang berhubungan dengan kepus-takaan, issue kebijakan maupun nara sumber penting lainnya.14

Penelitian dapat memberikan jawaban terhadap pengujian teori yang menggunakan teknik pengumpulan data maupun alternatif terhadap timbulnya teori baru melalui observasi atau partisipasi aktif dalam prosesnya.15 Suatu teori umumnya mengandung tiga elemen, yaitu:

1. Penjelasan tentang hubungan antara unsur dalam suatu teori.

2. Teori menganut sistem deduktif, yaitu sesuatu yang bertolak dari suatu yang umum (abstrak) menuju suatu yang khusus dan nyata.

3. Teori memberikan penjelasan atas gejala-gejala yang dikemukakan, dengan demikian untuk kebutuhan penelitian maka teori mempunyai maksud/tujuan untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan.16

Beranjak dari tema sentral penelitian ini, maka sebagai teori yang digunakan adalah teori negara sejahtera (walfare state) yang pada intinya menyatakan bahwa semua negara dimanapun dibentuk bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Mc. Iver menyatakan bahwa negara kesejahteraan modren pada hakekatnya merupakan bentuk campur tangan

14

Robert K. Yin, Application of Case Study Research, (New Delhi: Sage Publication International Eduational and Professional Publisher New Bury Park, 1993), hlm. 4-7. Bandingkan dengan Catherine Marshall & Gretchen R. Rossman, Designing Qualitative Research, (London: Sage Publications, 1994), hlm. 17-21.

15

Derek Layder, New Strategic In Social Policy, (Corn Wall: Tj. Press/Padstow Ltd., 1993), hlm. 2- 8.

16


(42)

pemerintah. Ia merupakan perpaduan antara negara hukum formil dengan negara kesejahteraan (klasik). Perpaduan indivudualisme dengan kolektifisme. Lebih lanjut Mc. Iver menyatakan, bahwa fungsi negara mencakup tiga hal, yaitu:

1. Berfungsi dalam kebudayaan;

2. Berfungsi dalam bidang kesejahteraan umum; dan 3. Berfungsi dalam bidang perekonomian.

Berdasarkan teori kesejahteraan yang dikemukakan Mc. Iver bahwa ketiga fungsi negara tersebut sangat relevan sekali dengan persoalan yang menyangkut dengan perburuhan. Hal ini tentunya dapat dilihat bahwa fungsi kesejahteraan umum (termasuk buruh yang merupakan bagian dari kelompok masyarakat) memang harus dikedepankan oleh setiap negara di manapun, termasuk Indonesia yang menjamin hal tersebut di dalam konstitusinya.

Kesejahteraan masyarakat (termasuk buruh) merupakan kontrak negara dengan warganya yang harus dipenuhi dalam situasi apapun. Selain itu, untuk dapat mewujudkan kesejahteraan, negara harus dapat menjamin stabilitas pertumbuhan per-ekonomiannya. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang stabil, tidak mungkin kesejahteraan dapat terwujud. Berkaitan dengan fungsi perekonomian, buruh sangat mempunyai peranan yang besar dalam rangka peningkatan pertumbuhan per-ekonomian suatu negara. Sehingga terhadap buruh seharusnya pemerintah (negara) memiliki perhatian khusus, selain sebagai bagian dari warga negara, persoalan buruh juga


(43)

menentukan tentang tinggi rendahnya pertumbuhan perekonomian dari negara tersebut. Dengan demikian antara fungsi perekonimian dan kesejahteraan sangat terkait sekali dan bersinergi antara fungsi yang satu dengan fungsi yang lainnya. Namun demikian dari kedua fungsi tersebut, fungsi negara yang pertama adalah merupakan inti perwujudan tiga fungsi negara, sehingga untuk mewujudkan fungsi ekonomi dan fungsi kesejahteraan, maka faktor budayalah (culture) yang menentu-kannya.

Tidak adanya budaya masyarakat (termasuk buruh) yang mendukung, maka jangan harap peningkatan perekonomian dan kesejahteraan dapat terwujud. Hal ini dapat dilihat dari sikap, prilaku dan kepribadian anggota masyarakat (termasuk buruh) sangat mempengaruhi kepada tingkat perekonomian dari suatu negara, yang tentunya kan mempengaruhi kepada fungsi kesejahteraan.

Menurut Bentham bahwa baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan. Sebaliknya dinilai buruk, jika penerapannya mengahasilkan akibat-akibat yang tidak adil, kerugian yang hanya memperbesar penderitaan.17 Oleh karena itu, masyarakat mengharapkan

17

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm. 117.


(44)

mamfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberikan mamfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai, justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.18

Maksud kesejahteraan adalah tercapainya kebutuhan primer atau kebutuhan jasmaniah yang mencakup kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan. Kebutuhan akan kexejahteraan ini untuk menjaga eksistensi atau keberadaan manusia baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hukum sebagai institusi sosial mempunyai peranan untuk tercapainya kebutuhan jasmani dan rohani manusia secara seimbang, selaras dan serasi. Dengan tercapainya keseimbangan kebutuhan jasmani dan rohani, maka tercipta suasana bahagia yang didambakan setiap orang dan karena hukum harus mampu mewujudkan tujuan akhirnya yaitu kebahagiaan manusia.19

Untuk mewujudkan kebahagian kepada manusioa maka salah satu dari tujuan hukum itu adalah harus diterapkan dengan adil. Artinya dalam penerapan hukum tidak boleh pilih bulu, baik pengusaha maupun buruh apabila melakukan kesalahan yang bertentangan dengan peraturan

18

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 1988), hlm. 134-135.

19

Sedangkan menurut Bentham hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan, karenanya maksud manusia dilakukan tindakan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Lihat Lili Rasyidi dan I.B. Wyasa Putra, Op.Cit., hlm. 116.


(45)

perundang-undangan harus mendapat sanksi yang tegas dan nyata secara adil.

Di dalam kehidupannya, manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja, baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Jika bekerja dengan usaha sendiri maka ia bekerja dengan modal dan tunggung jawab sendiri, sedangkan bekerja pada orang lain maka ia harus tunduk dan patuh pada orang yang memberikan pekerjaan tersebut.

Pada hukum perburuhan semata-mata hanya mengatur mengenai orang yang bekerja pada orang lain atau badan hukum, di mana peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya adalah untuk melindungi hak dan kewajiban para pihak yang bekerja dan yang memberi pekerjaan.

Hubungan antara buruh dan majikan secara yuridis buruh adalah bebas, karena negara kita melarang adanya perbudakan maupun diperhamba. Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.


(46)

buruh itu tidak bebas sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya dan kadang-kadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan bagi buruh itu sendiri.20

Hal ini sangat beralasan karena masa sekarang jumlah pekerja yang sangat banyak tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Akibatnya sering kali buruh diperas oleh majikan bahkan diperlakukan tidak adil, misalnya mengenai upah, masa kerja, PHK, dan lain-lain. Oleh sebab itu pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan untuk melindungi pihak buruh dari kekuasaan majikan guna menempatkan kaum buruh pada kedudukan yang layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.

Pasal 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa pem-bangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional untuk sektoral pusat dan daerah. Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, asas adil dan merata.

Pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multidimensi dan terkait dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja buruh. Oleh karenanya, pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung. Asas hukum

20


(47)

ketenagakerjaan adalah asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.21

Selain itu pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk:

1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi. Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan nasional, namun dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaanya.

2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan menyediakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah. Pemerataan kesem-patan kerja harus diupayakan diseluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenag kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan diseluruh sektor dan daerah.

2004), hlm. 5.

21

Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 7.


(48)

3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejah-teraan.

4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.22

Untuk melindungi buruh dari kekuasaan majikan akan terlaksana dengan baik apabila peraturan-peraturan dalam bidang ketenagakerjaan/perburuhan dalam per-undang-undangan ketenagakerjaan benar-benar dilaksanakan oleh semua pihak. Dalam pelaksanaannya peraturan-peraturan tersebut merupakan perintah yang mem-berikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan. Dengan demikian hukum perburuhan dapat bersifat privat/perdata karena hukum perburuhan mengatur antara orang perorangan dalam hal ini buruh dan majikan, namun hubungan tersebut dapat pula bersifat publik. Dikatakan bersifat publik karena:

1. Dalam hal-hal tertentu pemerintah turut campur tangan dalam menangani masalah-masalah perburuhan, misalnya dalam penyelesaian perselisihan per-buruhan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) antara buruh dengan pihak pengusaha.

2. Adanya sanksi pidana baik bagi pihak pengusaha maupun pekerja dalam setiap pelanggaran peraturan perundang-undangan perburuhan.23

Peran serta perempuan dalam pembangunan dewasa ini di Indonesia

22

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Kitab Undang Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), hlm. 14-15.

23


(49)

makin meningkat, terutama di bidang ketenagakerjaan baik di dalam maupun di luar negri. Hal ini bukan semata mata didorong karena terbukanya kesempatan kerja, tetapi juga oleh berbagai dorongan dari wanita itu sendiri.

Perkembangan industri dinegara kita juga dapat dianggap sebagai pemicu timbulnya keinginan perempuan untuk bekerja. Munculnya industri-industri di bumi Indonesia akan memberi dampak terhadap perubahan sosial pada masyarakat, perubahan sosial ini akan berpengaruh juga pada nilai-nilai dasar kehidupan manusia.24

Kebutuhan hidup yang semakin meningkat, keinginan untuk mengaktualisasi-kan diri merupakan sebagian kecil alasan mengapa perempuan ingin bekerja. Kenyataan ini memberi gambaran bahwa apapun alasannya perempuan untuk bekerja tetap saja tidak dapat dipungkiri, bahwa dengan bekerjanya perempuan memberi kontribusi yang tidak sedikit kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak ikut menikmati hasil kerja tersebut.

Pasal 27 UUD 1945 menjamin kesamaan hak bagi seluruh warga negara, baik laki-laki maupun perempuan. Namun masih banyak dijumpai materi-materi hukum yang mengandung diskriminatif terhadap perempuan Indonesia, terutama pekerja perempuan.

Di bidang lapangan pekerjaan masih banyak kita lihat

24

Loekman Soetrisno, Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan, (Jakarta: Kanisius, 1997), hlm. 78.


(50)

peraturan pada sebuah perusahaan yang masih diskriminatif terhadap pekerja perempuan. Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja, justru kurang mendapat perlindungan maupun perhatian pemerintah, sehingga tidak sedikit dari kaum perempuan yang mendapat perlakuan diskriminatif hingga pelecehan seksual.

Secara normatif, memang pemerintah tidak membedakan hak dan kesempatan antara pria dan wanita untuk berusaha. Bahkan dalam GBHN 1999 termaktub dua arahan kebijakan pemberdayaan perempuan. Pertama meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Kedua meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan.25

Pada kenyataannya, yang tidak dapat dipungkiri bahwa tenaga kerja perempuan di Indonesia pada umumnya bekerja di bidang domestik, baik di dalam maupun di luar negri. Globalisasi yang merupakan faktor pendorong perpindahan tenaga kerja melintasi batas batas negara, semakin meperluas dan memperkuat sistem pembagian kerja berbasis gender di mana

25

“Laporan Amerika Serikat tentang Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun 1997”, Http : www. Google.com.suara merdeka.or.id. htm., diakses pada tanggal 10 Maret 2005.


(51)

perempuan terkonsentrasi diranah domestik dan laki-laki diranah publik. Pekerja domestik atau pekerja rumah tangga adalah pekerjaan yang bersifat non formal yang paling tidak dilindungi oleh hukum, termasuk hukum ketenagakerjaan. Hal ini berlaku di dalam maupun di luar negeri, perundang-undangan ketenagakerjaan tidak secara jelas dan tegas mengatur hak-hak pekerja rumah tangga. Kerentanan buruh migran Indonesia ini ditambah lagi dengan besarnya jumlah tenaga kerja yang pergi tanpa dokumen-dokumen resmi yang lengkap. Ini berarti bahwa pemerintah Indonesia mempunyai beban dan tanggung jawab yang sangat besar untuk menciptakan sistem perlindungan bagi warga masyarakat yang bekerja di luar negeri terutama perempuan, terlepas apakah mereka memegang dokumen resmi atau tidak.

Diskriminasi terhadap pekerja perempuan dirasakan juga oleh perempuan yang bekerja diperusahaan-perusahaan dalam negri. Jadi bukan hanya pada bidang domestik saja perlakuan diskriminatif dialami oleh perempuan pekerja. Di bidang publik pun yang menuntut pendidikan yang tinggi dan memadai perempuan kerap merasakan diskriminasi.

Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Dalam Hal Pekerjaan Dan Jabatan yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1999, dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa untuk tujuan Konvensi ini istilah diskriminasi meliputi; setiap pembedaan, pengecualian, atau pengutamaan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal usul sosial yang berakibat meniadakan atau


(52)

mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan dan jabatan.

Di samping itu Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita mengatakan diskriminasi adalah pembedaan, pembatasan, atau pengucilan berdasar-kan jenis kelamin dan memberikan dampak kepada wanita untuk menikmati hak asasinya.

Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women) disingkat CEDAW, ruang lingkupnya cukup luas mencerminkan dalamnya pengucilan dan pembatasan terhadap wanita yang hanya didasarkan pada jenis kelamin. Pasal 11 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1984 mengatur dengan tetap upaya penghapusan diskriminasi di lapangan pekerjaan yang isinya; negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk mengahapus diskriminasi terhadap wanita dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara pria dan wanita, khususnya:

1. Hak untuk bekerja sebagai hak asasi manusia.

2. Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penetapan kriteria seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai.

3. Hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan, hak untuk promosi, jaminan pekerjaan dan semua tunjangan dan fasilitas kerja dan


(53)

hak untuk memperoleh latihan dan kejuruan dan latihan ulang, termasuk masa kerja sebagai magang, latihan kejuruan lanjutan dan latihan ulang. 4. Hak untuk menerima upah yang sama, termasuk tunjangan-tunjangan,

baik untuk perlakuan yang sama sehubungan dengan pekerjaan dengan nilai yang sama, maupun persamaan perlakuan dalam penilaian kualitas pekerjaan.

5. Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat, lanjut usia, serta lain-lain ketidak mampuan untuk bekerja maupun hak atas masa cuti yang dibayar.

6. Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha per-lindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.

Pada dasarnya hampir seluruh isi pasal-pasal konvensi tersebut sudah dijabar-kan dalam perundang-undangan perburuhan nasional, hanya saja kemungkinan perlu peninjauan guna penyempurnaan dari segi hukum, serta penjelasan dengan revisi yang diperlukan berkaitan dengan kemajuan ilu pengetahuan dan tekhnologi.26

Upaya perlindungan hukum yang dilakukan selama ini terhadap pekerja perempuan dirasakan belumlah efektif. Kesetaraan di bidang perlindungan hukum bagi pekerja perempuan masih jauh dari harapan. Diskriminmasi masih terjadi di mana-mana baik bagi pekerja perempuan yang

26

Suliati Rachmat, “Upaya Peningkatan Hukum Wanita Pekerja Diperusahaan Industri Swasta”, Disertasi, Program PascasarjanaUniversitas Indonesia, 1996, hlm. 203.


(54)

bekerja di luar negeri maupun yang di dalam negeri serta yang berpendidikan atau tidak berpendidikan. Berbagai sebab, baik itu dari diri perempuan itu sendiri, dari pemerintah serta persepsi masyarakat yang masih berakar pada gender melatar belakangi terjadinya diskriminasi selama ini.

G.

Metode Penelitian

1.

Sifat dan materi penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptip analisis. Bersifat deskriptif, karena peneliti berusaha mengetahui dan memaparkan informasi dan data secara faktual dengan cara sistematis dan akurat mengenai perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan di Indonesia dalam kaitannya dengan ratifikasi Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Dalam Hal Pekerjaan Dan Jabatan yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999.

Bersifat analisis karena peneliti akan melakukan analisa terhadap berbagai aspek hukum, baik dari segi peraturan maupun dari segi pelaksanaannya, guna mengetahui bagaimana pemerintah Indonesia melakukan perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan di Indonesia.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitia ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum


(55)

kepustakaan.27 Disebut juga penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder.28 Sedangkan Ronald Dworkin, mengatakan suatu penelitian doktrinal (doctrinal research) adalah suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it written in the book) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge through judicial process).29 Artinya bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen untuk melindungi para tenaga kerja perempuan di Indonesia.

Penelitian doktrinal dilakukan dan ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Termasuk dalam data sekunder, meliputi buku-buku, buku harian, surat-surat pribadi, dan dokumen-dokumen resmi dari pemerintah. Data skunder ini dapat bersifat pribadi, misalnya surat-surat, sejarah kehidupan seseorang, buku harian, dan

27

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet. IV, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 23.

28

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 10.

29

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Penelitian Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003, hlm. 1. Bandingkan dengan Bagir Manan, yang mengatakan penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap kaidah/ hukumnya itu sendiri (peraturan perundang-undangan, yurisfrudensi, hukum adat atau hukum tidak tertulis lainnya) dan asas-asas hukum. Bagir Manan, "Penelitian Bidang Hukum", dalam Jurnal Hukum Puslitbangkum, diterbitkan oleh Pusat Penelitian Perkembangan Hukum Lambaga Penelitian Universitas Padjajaran, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bandung, Nomor Perdana: 1-1999, hlm. 4.


(56)

lain-lain. Sedang yang bersifat publik meliputi data resmi pada instansi pemerintah, data arsip, yurispudensi Mahkamah Agung dan sebagainya.30 2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Telkom Divisi Regional I Sumatera Utara. Dipilihnya PT. Telkom Divisi Regional I Sumatera Utara, karena PT. Telkom merupakan salah suatu perusahaan yang sudah Go Publik dan sangat dikenal dekat oleh masyarakat. Selain itu PT. Telkom merupakan salah satu perusahaan terbesar dan bertarap internasional sehingga diyakini telah melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ILO 111 tersebut serta memberikan perlindungan dan keamanan kepada para karyawannya dengan baik.

3. Sumber data

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari perpustakaan31 dan dokumen pemerintah, melalui data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan merupakan landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, di antaranya Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, kemudian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum ter-hadap tenagakerja perempuan di Indonesia.

30

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 14.

31

Bahan pustaka di bidang hukum dari sudut kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yakni bahan hukum primer, sekunder, dan tertier (yang dinamakan juga bahan penunjang). Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hlm. 33. Sedangkan bahan hukum primer terdiri dari norma dasar Pancasila, peraturan dasar perundang-undangan, bahan hukum yang dimodifikasikan, misalnya bahan hukum adat, yuridis, traktat. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan-bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan-bahan hukum primer seperti rancangan peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah para sarjana, hasil-hasil penelitian. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang


(57)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum, dan penelitian lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan yang mem-berikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus, ensiklopedia, jurnal-jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, dan sebagainya yang dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitian.32

4. Alat pengumpul data

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen (documentary study). Data kepustakaan atau data sekunder ini dikumpulkan melalui studi literatur, yaitu dengan mempelajari ketentuan perundang-undangan tentang ketenaga kerjaan di Indonesia khususnya tenaga kerja perempuan. Demikian juga halnya dengan pendapat para ahli dan naskah-naskah hukum lainnya serta hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis literatur-literatur, laporan penelitian, dokumen-dokumen resmi, serta

memberikan informasi tentang bahan hukum sekunder dan primer, misalnya bibilografi. Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit., hlm. 12.


(58)

sumber bacaan lainnya dengan cara memfotocopy, menyalin atau memindah-kan data yang relevan dengan kebutuhan penelitian.

5. Analisis data

Analisis data adalah sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul melalui bahan hukum primer, sekunder dan tertier, dengan mem-pergunakan analisis normatif kualitatif. Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan kualitatif dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-infomasi yang dibutuhkan.

Setelah data dipilah-pilah dan dianalisis, selanjutnya akan diproses untuk mem-peroleh data tentang perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan dan peng-implementasiannya di Indonesia ditinjau dari Konvensi ILO No.111, dan kemudian disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan penelitian ini. Sehingga akan diperoleh kesimpulan yang memberi jawaban atas permasalahan yang ada.33

32

Lihat Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Cet. IV, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 194-195. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hlm. 13.

33


(59)

BAB II

KEDUDUKAN DAN PERANAN TENAGA KERJA PEREMPUAN DI INDONESIA

A.

Pengertian Diskriminasi Terhadap Perempuan

Sebelum kita sampai kepada pengertian diskriminasi alangkah baiknya kita melihat terlebih dahulu apa itu perempuan atau perempuan. Perempuan berasal dari kata empu. Isteri Raja masa lalu dalam bahasa melayu disebut

engku empuan. Dengan demikian perempuan berarti makhluk yang

diempukan, yaitu dihargai, tidak lagi sederajat dengan pria, tetapi lebih tinggi, kecuali bila pria itu sendiri adalah empu. Perempuan dari akar kata empu, pada hakekatnya adalah suatu pengertian yang dinamis dan kreatif dalam alam budaya Melayu Kuno yang melahirkan bahasa kita, dan turut membentuk cara kita mengenal serta menilai dunia dan kehidupan. Sehingga perempuan menjadi subyek yang turut membentuk dan menentukan sejarah dirinya maupun bangsanya, bukan obyek yang terperangkap dalam nasib yang tak kuasa diubahnya.34

Diskriminasi adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama warga negara, seperti dengan memandang asli/tidak asli, perbedaan warna kulit dan sebagainya.35 Selanjutnya diskriminasi diartikan juga sebagai perbedaan

34

Warsani,dalam Tan Kamello (Penyunting), Op.Cit., hlm. 366.

35

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm. 254.


(60)

perlakuan dan atau pengakuan terhadap perempuan (dibandingkan dengan pria) baik dalam budaya, hukum maupun masyarakat.36

Kemudian berdasarkan Pasal 1 Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, menyebutkan diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengesampingan atau pembatasan apa pun yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau meng-hapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang apa pun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka atas dasar persamaan antara lelaki dan perempuan.37

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Konvensi Nomor 111 tentang Diskriminasi Dalam Hal Pekerjaan Dan Jabatan menyebutkan istilah diskriminasi meliputi:

1. Setiap pembedaan, pengecualian, atau pengutamaan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul sosial yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan.

36

Warsani dalam Tan Kamello (Penyunting), Op.Cit., hlm. 367.

37

Dikutip dari Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, (Jakarta: Diterbitkan bersama LSPP, 1999), hlm. 4.


(61)

2. Perbedaan, pengecualian atau pengutamaan lainnya yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan sebagaimana ditentukan oleh anggota yang bersangkutan setelah ber-konsultasi dengan wakil organisasi pengusaha dan pekerja, jika ada, dan dengan badan lain yang sesuai.

Pada Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Mengenai Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, mengatakan diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-haak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan perempuan.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan diskriminasi adalah terjadinya ketidak seimbangan antara laki-laki dan perempuan yang menyakup diseluruh bidang kehidupan.


(62)

B.

Kedudukan Tenaga Kerja Perempuan Di Indonesia

UUD 194538 telah memuat beberapa ketentuan yang secara tidak langsung mengatur kedudukan perempuan di dalam hidup bernegara. Walaupun tidak secara tegas disebutkan kata perempuan, tetapi maksud dan tujuannya adalah semua penduduk Indonesia baik pria dan perempuan yang tinggal di Indonesia, maupun di luar negeri yang mempunyai kewarganegaraan Republik Indonesia.

Kedudukan perempuan ini juga diatur dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/ 1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) di bidang peranan perem-puan dalam pembangunan dan pembinaan bangsa, yang menyebutkan:

1. Pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikut sertanya pria maupun perempuan secara maksimal di segala bidang. Oleh karena itu perempuan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan.

38

Diantaranya adalah sebagaimana tercantum dalam; a. Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan segala warganegara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ayat (2) menyatakan tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. b. Pasal 29 ayat (2) menyebut-kan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. c. Pasal 30 ayat (1) menyebutkan tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. d. Pasal 31 ayat (1) menyebutkan tiap-tiap warganegara berhak mendapat pengajaran. Ayat (2) nya mengatakan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. e. Pasal 34 menyebutkan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.


(63)

2. Peranan perempuan dalam pembangunan tidak mengurangi peranannya dalam pembinaan keluarga sejahtera umumnya dan pembinaan generasi muda khusus-nya dalam rangka pembinaan manusia Indonesia sepenuhnya.

3. Untuk lebih memberikan peranan dan tanggung jawab kepada kaum perempuan dalam pembangunan, maka pengetahuan dan ketrampilan perempuan perlu ditingkatkan di berbagai bidang yang sesuai dengan kebutuhannya.

Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN, dalam Kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Keenam butir 32 kemudian menyebutkan; perempuan sebagai mitra sejajar pria harus dapat berperan dalam pembangunan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta ikut melestarikan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, perlu dikembangkan iklim sosial budaya yang mendukung agar mereka dapat menciptakan dan memanfaatkan seluas-luasnya kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya melalui peningkatan pengetahuan, keahlian dan keterampilan dengan tetap memperhatikan kodrat serta harkat dan martabat kaum perempuan.

Selanjutnya dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN secara tegas dinyatakan tentang Kedudukan dan Peranan Perempuan yang harus diperhati-kan, yaitu:


(64)

1. Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan jender.39

2. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan, dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

Untuk itu, dalam meningkatkan kedudukan tenaga kerja perempuan di Indonesia perlu dilakukan upaya pemberdayaan diberbagai bidang kehidupan, seperti:

1. Bidang pendidikan.

Beberapa masalah utama yang dihadapi perempuan di bidang pendidikan antara lain adalah adanya kesenjangan yang cukup signifikan antara laki-laki dan perem-puan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Angka buta huruf perempuan masih tinggi dibandingkan laki-laki dan angka putus sekolah perempuan yang juga masih cukup tinggi, sehingga kedudukan perempuan dan laki-laki digambar-kan secara tidak seimbang dan masih stereotype.

39

Istilah jender sering diartikan sebagai jenis kelamin. Maksudnya masing-masing jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) secara biologis berbeda dan sebagai perempuan dan laki-laki mem-punyai keterbatasan dan kelebihan tertentu berdasarkan fakta biologis masing-masing. Atau jender adalah hasil konstruksi sosial yang terdiri dari sifat, sikap, dan perilaku seorang yang ia pelajari.


(1)

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. IV, 2003.

Sedjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia,

Rineka Cipta, Jakarta, 1995.

T. Keizerina Devi, Poenale Sanctie: Studi Tentang Globalisasi Ekonomi Dan

Perubahan Hukum di Sumatera Timur (1870-1950), Program

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004.

Tapi Omas Ihromi, et.al., Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita,

Alumni, Bandung, Cet. I, 2000.

Tan Kamello (Penyunting), Butir-Butir Pemikiran Hukum Guru Besar Dari Masa Ke Masa Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas

Hukum USU 1979-2001, Pustaka Bangsa, Medan, 2003.

Utrech, Moh. Saleh Djinjang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, Cet. IX, 1990.

Y. W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Masalah PHK Dan Pemogokan, Bina Aksara, Jakarta, 1988.

Yayori Matsui, Perempuan Asia Dari Penderitaan Menjadi Kekuatan, Obor Indonesia, Jakarta, 2002.

Zainal Asikin, et.al., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Zulaini Wahab, Dana Pensiun Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, Cet.1, 2001.


(2)

B. Majalah/Jurnal

Bagir Manan ,” Penelitian Bidang Hukum”, dalam Jurnal Hukum

Puslitbangkum, diterbitkan oleh Pusat Penelitian Perkembangan

Hukum Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bandung, Nomor Perdana: 1-1999.

C. Makalah

Bismar Nasution, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, Makalah, disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Penelitian Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003.

Hj. R. Sabrina, “Tenaga Kerja Wanita”, Makalah, disampaikan pada acara seminar sehari tentang Peningkatan Kualitas Sumber Daya Perempuan Dalam Bidang Ketenagakerjaan, Medan, 25 September 2003.

D. Laporan Penelitian

Agusmidah, “Fungsi Pengawasan Pemerintah Terhadap Perlindungan Buruh Perempuan Pada Perusahaan Industri Di Kabupaten Deli Serdang”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2001.

Jones Oliver Richard, “Kedudukan Wanita Dalam Hukum Negara Dan Hukum Islam di RI Ditinjau Dari Hukum Internasional”, Laporan Program

Pengalaman Lapangan ACICIS, Universitas Muhammadiayah


(3)

Suliati Rachmat, “Upaya Peningkatan Perlindungan Hukum Wanita Pekerja Di Perusahaan Industri Swasta, Studi Kasus Tentang Wanita Pekerja Harian Di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta”, Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1996.

E. Peraturan-peraturan

UUD 1945 Hasil Amandemen dan Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap (Pertama 1999 – Keempat 2002), Redaksi Sinar Grafika, Jakarta, Cet. I, 2002.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Mengenai Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.


(4)

Undang-undang No. 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan, atau Perlakuan Lain Yang Kejam Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

Undang-undang No. 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Internasional Convention on the Elimination of all Froms of Racial Discrimination 1965.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Keputusan Menteri Tenagakerja Dan Transmigrasi Nomor: KEP-235/MEN/2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan, Kesela-matan Atau Moral Anak,

Keputusan Menteri Tenagakerja Dan Transmigrasi Nomor: KEP-224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor: KEP-226/MEN/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal3, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 Dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor: PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum.

Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri Perhubungan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Agama dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor: SKB. 05/A/SB/XII/2003/01, Nomor: M-86-Pro 903 Tahun 2003, Nomor: KM. 51 Tahun 2003, Nomor: KEP 247 A/MEN/2003, Nomor: MA/470/ 2003, Nomor: 33/KEP/MEN.PP/XI/2003 tentang Tim Advokasi, Pembela-an dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.


(5)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor: KEP-104 A/MEN/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No: KEP-231/MEN/2003.

Keputusan Menteri Tenagakerja Dan Transmigrasi Nomor: KEP-233/MEN/2003.

Surat Edaran Menteri Tenagakerja Nomor: SE-07/MEN/1990, tentang Komponen Upah dan Komponen Non Upah.

SE Menakertrans No. 1173. UM. 02. 23. 2002 jo. SE Dirjen Binawas No. SE.02/ DPHI/02.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Serikat Karyawan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk., dengan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk., tanggal 9 Desember 2004.

Peraturan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Nomor: KD.57/PS350/SDM-20/2003 tentang Travel Management.

Keputusan Direksi Nomor: KD. 43/PS 000/SDM-2/2000, tanggal 3 Nopember 2000 tentang Impelentasi Competency Based Human Resource Management (CBHRM).

Keputusan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Nomor: KD. 05/PR180/CTG-00/2005 tentang Etika Bisnis PT. TELKOM.


(6)

Keputusan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Nomor: KD. 28/PS560/SDM-20/2004 tentang Sistem Remunerasi.

F.

Situs Internet

Departemen Tenaga Kerja, “Tindaklanjut Pelaksanaan Deklarasi ILO Mengenai Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar dalam Pekerjaan”,

Seminar, dilaksanakan di Jakarta pada Tanggal 16 dan 17

Desember 1998, http: www. Google.com/temp/804800.htm, diakses pada tanggal 15 Oktober 2004.

“Feminisasi Migrasi dan Ketidakadilan Jender Dalam Sistem Pengiriman Buruh Migran”, http://www.komnas-perempuan. or. id., diakses pada tanggal 25 Februari 2004.

Lembaga Studi Dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Penderitaan Abadi

Buruh Migran Perempuan, file://C:\My Documents\faisal\Asasi

Newsletter edisi Oktober 2001-ELSAM Website. htm, diakses pada tanggal 2 Maret 2004.

“Ratusan TKW Diperkosa Menaker Bersikap Kepala Batu”, dalam Indonesia Media Online, file://C:\My Documents\faisal\Indonesia Media Online – Manca Negara 09-2000. htm, diakses pada tanggal 2 Maret 2004.