92
4.1.4 Solusi dalam menghadapi kendala yang ada
Tim Pengelola Kegiatan TPK sebagai pengelola program mempunyai alternative solusi untuk menghadapi kendala yang ada, untuk mensiasati kesulitan
lokasi maka pengelola kegiatan mengambil jalan yaitu dengan memanfaatkan tenaga manusia untuk mengangkut material-material yang dibutuhkan seperti
yang diungkapkan oleh Bapak Sakri “…Kalau kendala musim hujan ini tidak bisa ditanggulangi, yang penting
kita melaksanakan program ini dengan tekun, dilaksanakan tetapi memakan biaya yang lebih banyak, karena menggunakan tenaga orang
maka ada pembengkakan biaya…” wawancara, 23 juni 2009
Solusi dalam menghadapi rendahnya swadaya yang ada, pengelola melakukan pendekatan kepada warga sekitar proyek, dengan melibatkan mereka
dalam proyek tersebut untuk membantu mengangkut material-material, walaupun mereka ada yang dihitung sebagai pekerja dan mendapatkan upah. Diungkapkan
oleh Bapak Prio atmojo “..Swadaya yang rendah, untuk saluran air bersih dibutuhkan tenaga untuk
ngarug tanah saya mengambil sediktik tenaga swadaya dari kadus 04. Untuk air bersih ya sebatas membawa material ke lokasi…”
Solusi dalam kaitannya dengan pelaksanaan pelestarian hasil progam yang ada yaitu dengan melibatkan masyarakat lingkungan sekitar untuk menjaga
pemeliharaan. “…Dalam hal pelestarian hasil kedepan fasilitator dari kecamatan
mengharapkan ada dana pelestarian, untuk sementara ini ya dikembalikan kepada lingkuingan sekitar…”
Untuk irigasi, pihak pengelola menetapkan iuran untuk pemeliharaan yang ditujukan untuk para RTM penerima progam. Untuk air bersih nantinya
93
diterapkan iuran bagi warga pengguna sarana tersebut, yang besarnya disesuaiakan dengan kemampuan waraga. Bapak Sakri mengungkapkan
“…Pengunaan menggunakan dana lain-lain yang diambil dari iuran potongan dua panen sekali yang dipungut kepada para petani. Pelestarian
air bersih diserahkan pada lingkungan sekitar…”
4.2 Pembahasan
1. Kondisi Keluarga Miskin di Desa Lamuk
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai kondisi keluarga miskin di Desa Lamuk bahwa sebagian besar keluarga miskin masih jauh tingkat
kesejahteraannya, kemampuan keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan sandang pangan papan masih rendah.
Walaupun rata-rata telah mampu makan sehari tiga kali namun kemampuan dalam mengkonsumsi daging, susu, atau ayam rata-rata hanya satu kali dalam
seminggu serta hanya mampu membeli satu pasang pakaian baru dalam setahun. Hal itu tentunya kurang dapat memenuhi kebutuhan akan gizi. Dalam hal papan,
terlihat dari dinding tempat tinggal sebagian besar terbuat dari bambu. Tentu saja kurang bisa dianggap layak untuk sebuah kesejahteraan. Kondisi demikian
diperparah dengan rendahnya pendapatan keluarga miskin dengan rata-rata berpendapatan kurang dari Rp. 600.000 dalam sebulan. Jumlah yang rendah jika
dibandingkan dengan tingginya harga-harga kebutuhan pada masa sekarang ini dan banyaknya tanggungan keluarga yang mereka tanggung, kecilnya pendapatan
menyebabkan keluarga miskin akan selalu miskin. Menurut Ragnar Nurkse dalam Kuncoro 1997 : 107 penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran setan
kemiskinan “Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya