amilopektin lebih besar dalam endospermnya. Kandungan amilopektin yang tinggi menyebabkan rasa pulen pada jagung Siswadi, 2006.
2.2.4. Singkong atau Ubi Kayu
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi
kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India dan Tiongkok. Ubi kayu
berkembang di negara – negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya
Purwono, 2009. Berdasarkan deskripsi varietas singkong, maka penggolongan jenisnya
dapat dibedakan menjadi 2 macam : 1. Jenis ubi kayu manis, yaitu jenis ubi kayu yang dapat dikonsumsi langsung.
Contoh varietasnya : gading, adira 1, mangi, betawi, mentega, randu, lanting dan kaliki.
2. Jenis ubi kayu pahit, yaitu jenis ubi kayu untuk diolah atau bila akan dikonsumsi harus melalui proses. Contoh varietasnya : karet, bogor, SPP dan
adira 2 Rukmana, 1997 . Bila rasa ubi kayu semakin pahit maka kandungan sianidanya tinggi Winarno,F. G, 2001 .
Dari segi ilmu gizi sebenarnya ubi kayu atau umbi-umbian lainnya tidaklah tepat digunakan sebagai pengganti beras, karena selain memberi
kandungan protein yang jauh lebih rendah juga kandungan energi kurang.
Rendahnya kadar protein di dalam ubi kayu atau gaplek yang digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
makanan pokok sering terkena penyakit busung lapar yang disebabkan
kekurangan protein Moehji, 1989. Ada jenis-jenis singkong yang mengandung racun asam sianida atau HCN.
Jenis singkong ini biasanya digunakan untuk membuat tapioka, karena kadar patinya sangat tinggi. Susunan hidangan yang berdasarkan singkong sebagai
bahan makanan pokok memerlukan suplementasi kebutuhan zat-zat gizi yang lebih banyak pada lauk-pauk dan sayuran, serta buah. Bila hal tersebut kurang
makan akan terjadi defisiensi. Kadar protein singkong sangat rendah, tidak mengandung vitamin A maupun vitamin C. Kuantitas dan kualitas lauk pauk
harus ditingkatkan termasuk sayuran hijau Sediaoetama, 1999.
2.2.5. Ubi jalar