2.3. Landasan Teori
Menurut Pratiwi dalam Sari 2007, pola konsumsi masyarakat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kondisi geografi, agama, tingkat sosial ekonomi,
pengetahuan akan pangan dan gizi, serta ketersediaan pangan. Menurut Kamus Istilah Ketahanan Pangan, pola konsumsi didefinisikan sebagai susunan makanan
yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dimakandikonsumsi penduduk dalam waktu tertentu. Secara khusus, pola
konsumsi menunjukkkan bagaimana makanan dikonsumsi, termasuk jumlah, jenis, keragaman dan frekuensi konsumsinya.
Pola konsumsi merupakan cara mengkombinasikan elemen konsumsi dengan tingkat konsumsi secara keseluruhan Magrabi et al., 1991. Dalam hal ini
konsumsi didefinisikan sebagai penggunaan komoditi-komoditi oleh rumah tangga. Menurut Kyrk 1933 sebagaimana dikutip oleh Magrabi et al. 1991,
terdapat 3 tiga cara untuk menjelaskan tigkat konsumsi, yaitu : 1 berdasarkan jenis atau macam dan jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga, 2
menurut pengelompokan penggunaan komoditi dan 3 menurut nilai pengeluaran dari komoditas yang dikonsumsi. Berdasarkan kategori
konvensional, barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga dikelompokkan ke dalam konsumsi pangan, perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan dan rekreasi.
Pola Konsumsi Pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsidimakan
penduduk dalam jangka waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh barang lain terhadap permintaan suatu barang dapat dibedakan menjadi dua sifat, yaitu memiliki sifat substitusi dan bersifat komplementer. Suatu
barang bersifat substitusi apabila memiliki fungsi yang sama dan kandungan yang sama dengan barang lain Manurung dan Prathama, 2002. Barang substitusi
adalah suatu barang langsung dipengaruhi oleh harga barang lain. Apabila suatu barang mengalami permintaan akan turun, maka permintaan akan barang
substitusi dari barang tersebut akan meningkat. Sedangkan barang komplementer adalah suatu barang yang permintaannya cateris paribus, dipengaruhi secara
terbalik oleh barang lain Miller dan Minner, 2000. Menurut suryana et al,1990 jagung adalah salah satu komoditi subtitusi
beras yang dapat dijadikan dengan berbagai olahan sehingga dengan meningkatnya produksi jagung dapat mengurangi ketergantungan konsumsi beras
dan juga dapat mengurangi impor beras di Sumatera Utara, sedangkan menurut Depertemen Kesehatan produksi kedelai setiap tahunnya di Sumatera Utara akan
mempengaruhi pola konsumsi pangan di Sumatera Utara karena kedelai adalah salah satu komoditi subtitusi konsumsi beras Depkes, 1998
Berbagai olahan jagung yang dapat dikembangkan menjadi berbagai produk olahan adalah kerupuk jagung, emping, cookies, kastengels, bolu kukus
jagung, susu jagung dan mie jagung Saptoningsih, 2011 Berbagai jenis olahan bahan baku singkong yang telah berkembang antara
lain ubi rebus, ubi goreng, keripik, crakers, tape, gethuk Litbang Deptan, 2011, sementara itu hasil olahan makanan berbahan baku kedelai yakni tempe, oncom,
tahu, kecap dan tauco Anonimous,2009
Universitas Sumatera Utara
Juanda et al 2000 menyatakan bahwa pengembangan produk ubi jalar segar umumnya merupakan produk olahan rumah tangga, misalnya ubi rebus, ubi
goreng, kolak, ubi bakar, getuk dan lain-lain. Pengembangan produk ubi jalar siap santap merupakan produk olahan ubi jalar dalam bentuk makanan. Contoh produk
siap santap antara lain timus, nagasari, petolo, kelepon, cenil, kue lumpang, keripik, selai dan asinan.
Menurut Husodo dalam Asis 2007 mengemukakan pada masa ini sedang terjadi berbagai perubahan mendasar dalam pola konsumsi pangan masyarakat
kita. Perubahan-perubahan penting tersebut antara lain: 1. Meningkatnya konsumsi pangan yang berasal dari gandum seiring dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat, terutama kelompok berpendapatan tinggi, juga oleh modernisasi dan globalisasi. Konsumsi roti dan mie
meningkat tinggi, sementara gandum tidak bisa kita produksi, menyebabkan impor gandum cenderung terus meningkat setiap tahunnya.
2. Menurun secara pesat tingkat konsumsi umbi-umbian ubi kayu dan ubi rambat untuk konsumsi manusia langsung. Namun untuk bahan baku industri,
permintaan umbi-umbian cenderung meningkat. 3. Konsumsi pangan olahan dan siap konsumsi meningkat dengan cepat dan
pangan jenis ini bahan bakunya sebagian berasal dari impor, khususnya untuk masyarakat kota yang berpendapatan tinggi.
4. Meningkatnya konsumsi jagung dan kedelai untuk pakan ternak. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat dan pola konsumsi
beras adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Tingkat Pendapatan Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan
cenderung membaik juga Suhardjo, 2008. Keluarga yang tergolong mampu dalam setiap masyarakat mempunyai persediaan pangan yang mencukupi bahkan
berlebih untuk sepanjang tahun, sedangkan pada keluarga kurang mampu pada masa-masa tertentu sering mengalami kurang pangan. Hal ini menyangkut dalam
peluang mencari nafkah Sajogyo dkk, 1994. Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan kualitas makanan yang diperoleh. Pada tingkat
pendapatan yang rendah sumber energi utama diperoleh dari padi-padian, umbi- umbian dan sayur Suhardjo, 2008. Pendapatan rumah tangga sangat besar
pengaruhya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tinggi tingkat pendapatan, tingkat konsumsi semakin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan
meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar. Atau mungkin juga pola hidup makan konsumtif, setidak -
tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik. Contoh yang amat sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah, biasanya beras yang
dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendahmenengah Khoirina, 2011. 2. Jumlah Anggota Keluarga
Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya
sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup
Universitas Sumatera Utara
untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut Suhardjo, 1996. Besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya.
3. Tingkat pendidikan Menurut Djauhari dan Friyanto dalam Cahyaningsih 2008, dalam
memilih menu makanan yang mempunyai kandungan energi dan protein yang memadai serta pemilihan komposisi jenis makanan yang tepat, diperlukan tingkat
pengetahuan yang relatif tinggi, terutama tingkat pengetahuan kepala keluarga dan istri yang berperan sangat tinggi dalam menentukan keputusan konsumsi rumah
tangga. 4.Umur
Umur mempunyai pengaruh dalam mengambil suatu keputusan. Dengan meningkatnya usia akan mempengaruhi kematangan dalam berpikir dan bertindak
sehingga dapat mengambil keputusan secara rasional. 5. Harga Beras
Menurut Sari 2007, harga beras adalah harga tertinggi setiap kilogram yang dibayar ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga pada pembelian rata-rata
dan dinyatakan dalam rupiah. 6. Frekuensi Konsumsi Makanan Pengganti Beras
Banyaknya mengkonsumsi makanan lain selain beras misalnya makanan cepat saji Fast Food maupun mie instan. Hal ini mengakibatkan konsumsi beras
menjadi turun terutama untuk kawasankelas atas dan menengah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Aswar dalam Asis 2007 mengemukakan pola pangan lokal seperti jagung dan ubi kayu telah ditinggalkan masyarakat, berubah ke pola beras
dan pola mie. Kualitas pangan juga masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat. Ketergantungan akan beras yang masih
tinggi di kalangan masyarakat dan meningkatnya tingkat konsumsi mie secara signifikan menjadikan upaya diversifikasi konsumsi pangan belum menunjukkan
keberhasilan, bahkan salah arah. Pola pangan masyarakat sebenarnya telah beragam, walaupun tingkatannya masih belum seperti yang diharapkan, terutama
dalam standar
kualitas dan
kuantitasnya. Dengan
demikian tingkat
keanekaragaman pangan akan berbeda menurut kelompok masyarakat. Pola makan yang beragam diduga lebih disebabkan karena peningkatan pendapatan dan
sebagai hasil komunikasi antara produsen industri pangan dan konsumen, yang disebabkan tidak ditunjukkan untuk mendorong keanekaragaman pangan
masyarakat tetapi untuk mempromosikan produk yang dihasilkan. Pola konsumsi masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir cenderung
mengalami perubahan dari nonberas ke beras Suryana, 2009, salah satunya ditandai dengan kebutuhan akan berastepung yang meningkat setiap tahunnya.
Berubahnya pola konsumsi masyarakat dari pangan lokal ke pangan beras dan pangan berbahan dasar terigu disebabkan kurang tersedianya bahan baku berbasis
pangan lokal dan harganya di pasaran yang cenderung lebih tinggi dibanding harga beras bila dilihat dari segi kuantitas. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi
dari tiga sumber yaitu: 1. Produksi dalam negeri, 2. Impor pangan dan 3. Pengelolaan cadangan makanan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu, Marini Lubis 2011 dalam judul Analisis Time Series Konsumsi Beras dan Jagung di Sumatera Utara mengatakan
konsumsi beras penduduk Sumatera Utara akan terus meningkat, sedangkan konsumsi jagung penduduk Sumatera Utara akan menurun. Untuk dapat menjaga
ketahanan pangan Sumatera Utara, maka alternative kebijakan pangan yang dapat diupayakan yakni Diversifikasi Pangan, khususnya Diversifikasi Konsumsi
Pangan. Kebijakan ini dilaksanakan, yakni dengan merubah pola konsumsi bahan pangan khususnya bahan pangan pokok yang semula terkonsentrasi pada beras
menjadi nonberas. Salah satunya dengan memanfaatkan jagung yang juga merupakan bahan pangan sumber karbohidrat.
Penelitian Gusti Setiavani dan Nurliana Harahap yang berjudul Analisis Ketersediaan Pangan Lokal Dalam Mendukung Diversifikasi Pangan di provinsi
Sumatera Utara diketahui bahwa produksi jagung, ubi jalar, kacang tanah dan kacang hijau diramal akan mengalami peningkatan sepuluh tahun ke depan,
sementara produksi ubi kayu dan kedelai diramal akan menurun sepuluh tahun ke depan. Dengan produksi jagung, ubi jalar, kacang tanah dan kacang hijau yang
meningkat dapat menjamin ketersediaan bahan baku bagi agroindustri berbasis komoditi tersebut. Semakin menurunnya produksi ubi kayu dan kedelai di
Provinsi Sumatera Utara dapat menganggu perkembangan diversifikasi pangan yang sudah mulai memasyarakat saat ini.
Penelitian Emma Regina Pinem 2008 yang berjudul Analisis Diversifikasi Pangan di Desa Samura Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan
Universitas Sumatera Utara
Pangan di Sumatera Utara menyatakan bahwa kendala-kendala yang dihadapi dalam diversifikasi pangan adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
diversifikasi pangan, apa tujuan dari diversifikasi pangan, masyarakat tidak mengerti pola pangan harapan dan pemenuhan gizi, adanya anggapan masyarakat
yang menyatakan bahwa makanan pokok hanya beras, teknologi yang kurang berkembang, pendidikan yang rendah dan masyarakat tidak tahu bagaimana cara
pengolahan bahan pangan nonberas. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara 2008 yang
berjudul Pangan SDA 4 menyatakan bahwa trend produksi beras di Provinsi Sumatera Utara dan beberapa kabupaten menunjukkan koefisien positif
meningkat kecuali Kabupaten Asahan, sementara itu produksi ubi kayu di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan, namun di beberapa kabupaten
mengalami penurunan yaitu di Kabupaten Langkat, Asahan, Karo, Tapanuli Utara Humbang Hasundutan TobasaSamosir dan NiasNias Selatan.
2.5. Kerangka Pemikiran