2.1 Tinjauan Pustaka
Keberadaan lahan sawah memberi manfaat yang sangat luas secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat
dikonversi ke penggunaan non pertanian akan mengurangi manfaat dari lahan. Namun, itu hanya dinilai secara ekonomi karena ada pasarnya tangible and
marketabel goods, sedangkan lahan sawah sulit dinilai karena lebih mengedepankan pada manfaat lingkungan dan sosial, bukan semata ekonomi
Sitorus, 2001. Penggunaan konversi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi
secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan sektor ekonomi akan
membutuhkan lahan yang lebih luas. Apabila lahan sawah letaknya lebih dekat dengan sumber ekonomi maka akan menggeser penggunaannya kebentuk lain,
untuk perumahan real estate, industri manufaktur dan fasilitas infrastruktur. Hal ini terjadi karena land rent per satuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih
tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Namun konversi lahan sawah yang terjadi ditentukan juga oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan Ashari, 2003.
Disini internal sektor pertanian, berbagai karakteristik dari usaha tani sendiri belum sepenuhnya mendukung kearah pelaksanaan pelestarian lahan
pertanian yang ada. Sempitnya rata-rata luas lahan yang diusahakan petani karena proses pragmentasi. Sempitnya lahan berakibat pada tidak tercukupinya hasil
kegiatan usaha pertanian teknologi baru untuk peningkatan produktivitas, yang terjadi kemudian bukan moderenisasi tapi penjualan lahan sawah untuk
penggunaan lainnya konversi lahan sawah. Hal ini yang memperparah adalah
Universitas Sumatera Utara
dengan adanya desentralisasi maka daerah berlomba-lomba untuk meningkatkan pertumbuhan untuk pendapatan daerah yang lebih besar. Selanjutnya daerah
mengutamakan pengembangan sarana dan prasarana fisik yang juga berakibat pada penggunaan lahan sawah secara langsung atau peningkatan nilai lahan land
rent karena penawaran yang lebih baik Fauzi, 2002. Sektor lain, pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan
infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri dan perumahan real estate. Dengan kondisi demikian, diduga permintaan lahan untuk penggunaan berbagai
sektor itu semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan banyak lahan sawah, terutama yang berada di sekitar perkotaan, mengalami konversi ke penggunaan
lain. Di samping itu, dalam sektor pertanian itu sendiri, kurangnya insentif pada usahatani lahan sawah diduga akan menyebabkan terjadi konversi lahan ke
tanaman pertanian lainnya. Permasalahan di atas diperkirakan akan mengancam kesinambungan produksi beras nasional. Karena beras merupakan bahan pangan
utama, oleh karena itu isu konversi lahan perlu mendapat perhatian. Jika tidak ketergantungan pada impor akan semakin meningkat. Sementara itu pasar beras
internasional sifatnya thin market. Artinya ketergantungan terhadap impor sifatnya tidak stabil dan akan menimbulkan kerawanan pangan dan pada
gilirannya akan mengancam kestabilan nasional Ilham, dkk, 2003. Tujuan pembangunan pangan adalah menyediakan pangan yang cukup
bagi masyarakat baik dari segi jumlah , mutu dan keragamannya. Kecukupan tersebut juga meliputi ketersediaan pangan secara terus menerus, merata di setiap
daerah dan terjangkau daya beli masyarakat. Bertitik tolak dari tujuan
Universitas Sumatera Utara
pembangunan pangan dan sifat penanganannya maka ada 4 sukses yang perlu dicapai yaitu :
1. Sukses peningkatan ketahanan pangan 2. Sukses diversifikasi konsumsi pangan
3. Sukses peningkatan keamanan pangan dan 4. Sukses pengembangan kelembagaan.
Dengan demikian peningkatan ketahanan pangan merupakan salah satu sukses pembangunan pangan Aritonang, 2000.
Masalah pangan adalah keadaan kelebihan pangan, kekurangan pangan danatau ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Masih adanya penduduk miskin, daerah rawan pangan, produksi pangan dihasilkan tidak merata antar wilayah dan sepanjang waktu, potensi SDA yang
berbeda di masing-masing daerah akan berpengaruh terhadap distribusi dan pasokan bahan pangan. Kondisi ini, pada akhirnya akses pangan bagi setiap
individu rumah tangga akan semakin menjadi rendah apabila ketersediaan pangan setempat terbatas, pasar tidak tersedia, transportasi terbatas, pendapatan rendah,
pendidikan terbatas, pengangguran tinggi, budaya setempat belum memadai. Oleh sebab itu, peranan distribusi pangan yang terjangkau dan merata sepanjang waktu
kiranya akan berpengaruh terhadap peningkatan akses pangan bagi setiap rumah tangga di dalam memenuhi kecukupan pangannya Anonimus, 2011.
Pada umumnya komoditi hasil pertanian memiliki beberapa sifat lemah dilihat dari sudut ekonomi pemasaran.
a. perishable goods product
Universitas Sumatera Utara
artinya produk yang mudah busuk, mudah rusak atau tidak tahan lama misalnya sayur-sayuran, buah-buahan, ikan yang ditangkap pada pagi hari hanya
beberapa jam saja sudah akan layu, layu berarti penurunan kualitas dan efeknya, harga jual jadi turun. Itu sebabnya pada pagi hari sayur-sayuran, ikan, daging
cenderung harga yang ditawarkan tinggi sebagai kompensasi penurunan harga di siang sore hari.
Sifat mudah rusak ini pun membuat hasil-hasil pertanian didalam pengangkutan banyak mengalami kerusakan dan hal ini oleh middlemen
diperhitungkan sebagai biaya susutrusak yang disebut marketing loss. Kedalamnya termasuk juga penyusutan dalam penyimpanan. Oleh sebab itu
masalah tingginya marketing loss ini sebagai akibat dari sifat produk pertanian yang mudah rusak, sehingga perlakuan atas hasil pertanian sangat penting sekali,
misalnya bahan pembungkus, alat transport khusus, tempat penyimpanan khusus seperti ruang pendingin, cara menyimpan, dan sebagainya.
b. Seasonal product Berproduksi Secara Musiman
Meskipun teknologi pemeliharaan tanaman dan teknologi klimatologi telah demikian maju, namun pengaruh musim terhadap tumbuhantanaman masih
belum dapat diatur sepenuhnya oleh manusia. Panjangnya masa penyinaran fotoperodisitas atas tanaman, banyaknya curah hujan, bulan-bulan hujan, suhu
udara, kelembaban, dll, belum dapat dikuasai teknologi sekarang. Oleh sebab itu kertergantungan produksi usahatani dan tumbuhan
budidaya masih terletak pada musim. Contoh, musim buah-buahan, musim panen padi yang serentak. Sehingga pada musimnya produk melimpah dan harga turun.
c. Bulky atau Voluminous product
Universitas Sumatera Utara
Yang berarti produk usaha tanipertanian sifatnya memakan ruangan atau tempat yang relatif besar sedangkan nilai produk itu sendiri relatif rendah.
Sihombing, 2010 . Pengelolaan distribusi dan akses pangan pada dasarnya diarahkan kepada
sistem pendistribusian bahan pangan secara efisien dan efektif guna menjamin pasokan bahan pangan, stabilitas harga, pemerataan akses pangan, serta
pemberdayaan peran aktif dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu, aspek distribusi pangan juga harus didukung oleh kelembagaan usaha ekonomi yang kuat dan
ditunjang dengan saranaprasarana yang memadai sehingga pada akhirnya dapat mendorong terwujudnya tingkat stabilitas harga bahan pangan. Dengan peran aktif
kelembagan dan didukung dengan sarana yang memadai dapat mendorong bahan pangan terdistribusikan dengan tepat waktu, terakses secara merata, dan stabilitas
harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat Anonimous, 2011. Saluran distribusipemasaran adalah rute dan status kepemilikan yang
ditempuh oleh suatu produk ketika produk ini mengalir dari penyedia bahan mentah melalui produsen sampai ke konsumen akhir. Saluran ini terdiri dari
semua lembaga atau pedagang perantara yang memasarkan produk atau barangjasa dari produsen sampai ke konsumen. Di sepanjang saluran distribusi
terjadi beragam pertukaran produk, pembayaran, kepemilikan dan informasi. Saluran distribusi diperlukan karena produsen menghasilkan produk dengan
memberikan kegunaan bentuk form utility bagi konsumen setelah sampai ke tangannya, sedangkan lembaga penyalur membentuk atau memberikan kegunaan
waktu, tempat dan pemilikan dari produk itu Dillon, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Swastha 2000 Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen
atau pemakai industri. Sedangkan menurut Assauri 2002 Distribusi adalah “ lembaga - lembaga yang memasarkan produk, yang berupa barang atau jasa dari
produsen sampai ke konsumen.” Menurut Sudiyono 2002 pemasaran pertanian termasuk komoditas
pangan olahan adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, tempat dan bentuk yang dilakukan oleh lembaga
pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi pemasaran. Kompleksitas permasalahan pemasaran komoditas pertanian menuntut
adanya suatu pendekatan approach. Pendekatan dapat diartikan sebagai cara pandang terhadap suatu masalah dari satu sisi sudut pandang tertentu, sehingga
masalah menjadi jelas dan mudah untuk diselesaikan Sudiyono, 2002. Selanjutnya dikatakan bahwa ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
untuk mempelajari sistem pemasaran yaitu pendekatan komoditi, pendekatan lembaga, pendekatan fungsi, pendekatan ekonomi dan pendekatan sistem.
Pendekatan komoditi dilakukan dengan menetapkan komoditi yang diteliti dan diikuti aliran komoditi mulai dari produsen sampai konsumen akhir Sudiyono,
2002. Kelebihan utama dari pendekatan ini adalah proses penyederhanaan, sehingga hanya dengan menitikberatkan pada suatu komoditi saja kompleksitas
pemasaran pertanian dapat disederhanakan. Pendekatan serba fungsi mempelajari pemasaran dari segi penggolongan
kegiatan jasa atau fungsi-fungsi Swastha, 1990. Pendekatan ini dapat
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk membahas fungsi-fungsi tertentu, seperti pengolahan, jual eceran, transportasi, konsumsi, dll.
Pendekatan lembaga pemasaran mempelajari pemasaran dari segi lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran Swastha, 1990. Tujuan
lembaga ini adalah untuk mengetahui struktur yang berdaya guna dan berpengaruh terhadap biaya-biaya yang berkaitan dengan rugi laba. Pendekatan
teori ekonomi menelaah pemasaran pertanian dalam teori ekonomi yang menggunakan konsep-konsep penawaran serta permintaan, pergeseran permintaan
dan penawaran dan keseimbangan pasar. Pendekatan sistem diterapkan untuk menganalisa sistem pemasaran yang
memerlukan pemahaman karakteristik sistem dari yang sederhana sampai yang kompleks yang meliputi :
1. Pemasaran merupakan proses ekonomi yang sedang dan berkembang 2. Sistem mempunyai pusat kontrol guna mengendalikan aktivitas-aktivitas
Aliran produk dari produsen ke konsumen disertai dengan peningkatan nilai guna. Peningkatan nilai guna ini terwujud hanya apabila terdapat lembaga
pemasaran yang melaksanakan fungsi pemasaran atas komoditas tersebut. Fungsi- fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga pemasaran bermacam-macam
yang pada prinsipnya terdapat 3 tiga fungsi yaitu : 1 fungsi pertukaran, 2 fungsi fisik dan 3 fungsi penyediaan fasilitas Sudiyono, 2002.
Fungsi pertukaran dalam pemasaran produk meliputi kegiatan yang menyangkut kegiatan pengalihan pemilikan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari
fungsi penjualan dan pembelian. Fungsi fisik meliputi pengangkutan dan penyimpanan, sedangkan fungsi penyediaan fasilitas pada hakekatnya adalah
Universitas Sumatera Utara
untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi penyediaan fasilitas merupakan usaha-usaha perbaikan sistem pemasaran untuk meningkatkan
efisiensi operasional dan penetapan harga. Fungsi penyediaan fasilitas ini meliputi standarisasi, penanggungan resiko, informasi harga dan penyediaan dana
Sudiyono, 2002. Saluran distribusi produk-produk agroindustri terutama dibutuhkan karena
adanya perbedaan yang menimbulkan celah-celah atau kesenjangan gap diantara produksi dan konsumsi, yang terdiri dari:
1. Geographical gap : perbedaan jarak geografis yang disebabkan oleh perbedaan tempat pusat produksi dengan lokasi konsumen yang tersebar
dimana-mana, sehingga jarak yang semakin jauh menimbulkan peranan lembaga penyalur menjadi bertambah penting ;
2. Time gap : perbedaan jarak waktu yang disebabkan oleh celah waktu yang terjadi antara produksi dan konsumsi dari produk-produk yang dihasilkan
secara besar-besaran. Hal ini terjadi karena pembelian dan konsumsi produk timbul dalam waktu tertentu, sedangkan produksi dilakukan secara lebih
hemat dengan kegiatan produksi yang terus menerus, sehingga terdapat perbedaan waktu antara saat produksi dengan saat konsumsi atau
penggunaannya ; 3. Quantity gap : dimana produksi dilakukan dalam skala besar untuk
memperoleh biaya per unitsatuan rendah, sedangkan konsumsi dalam jumlah yang kecil-kecil untuk jenis produk pada saat tertentu ;
4. Variety gap
: sebagian besar produsenperusahaan agroindustri menspesialisasikan dirinya dalam memproduksi produk tertentu, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
konsumen menginginkan produk yang beraneka ragam, sesuai dengan selera atau cita rasanya.
5. communication information gap : konsumen sering tidak mengetahui sumber-sumber produksi dari produk-produk agroindustri yang dibutuhkan,
sedangkan produsen tidak mengetahui siapa dan dimana konsumen potensial berada. Akibatnya dibutuhkan fungsi distribusi yang dijalankan dalam saluran
distribusi yang ada Dillon, 1998.
2.2 Landasan Teori