Karakteristik responden Hasil Penelitian

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.

1. Hasil Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 13 Februari sampai dengan 25 April 2014 di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Jumlah sampel yang diteliti adalah 103 orang.

1.1 Karakteristik responden

Berdasarkan hasil penelitian bahwa karakteristik responden berdasarkan umur mayoritas berumur 41-60 tahun dewasa madya sejumlah 59 orang 57,3, berdasarkan jenis kelamin mayoritas laki-laki sejumlah 78 orang 75,7, berdasarkan pendidikan mayoritas SMP sejumlah 42 orang 40,8, berdasarkan lama menjadi petani jeruk pengguna pestisida mayoritas 5-10 tahun sejumlah 53 orang 51,5 dan berdasarkan pernahtidaknya mengikuti pelatihan atau penyuluhan tentang pestisida mayoritas responden tidak pernah mengikuti pelatihan atau penyuluhan tentang pestisida yakni sejumlah 80 orang 77,7. Hasil karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 5.1 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Petani Jeruk Pengguna Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo n=103 Orang Umur 18-40 dewasa dini 39 37.9 41-60 dewasa madya 59 57.3 60 dewasa lanjut 5 4.9 Total 103 100.0 Jenis Kelamin Laki-laki 78 75.7 Perempuan 25 24.3 Total 103 100. Pendidikan Tidak tamat SD 2 1.9 SD 11 10.7 SMP 42 40.8 SMA 35 34.0 Akademi Perguruan Tinggi 13 12.6 Total 103 100.0 Lama menjadi Petani Jeruk Pengguna Pestisida Tahun 5-10 53 51.5 11-15 26 25.2 16-20 17 16.5 21-25 4 3.9 26-30 3 2.9 Total 103 100.0 Penyuluhan tentang Pestisida Pernah 23 22.3 Tidak pernah 80 77.7 Total 103 100.0 1.2 Pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Karakteristik Frekuensi Persentase Universitas Sumatera Utara Kabupaten Karo mayoritas kategori cukup sejumlah 40 orang 38,8, kategori kurang sejumlah 36 orang 35,0, dan kategori baik sejumlah 27 orang 26,2. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo n=103 orang Pengetahuan Jumlah responden n Persentasi Baik 27 26.2 Cukup 40 38.8 Kurang 36 35.0 Total 103 100.0 2. Pembahasan Pada pembahasan ini peneliti akan mendeskripsikan gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Berdasarkan hasil analisis data, peneliti mendapat gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo masih cukup, dimana dari 103 responden mayoritas pengetahuan cukup 40 orang 38,8, kemudian pengetahuan kurang 36 orang 35,0, dan pengetahuan baik 27 orang 26,2. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sukmawati dan Maharani 2004 dimana juga didapatkan hasil mayoritas pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida dan pengelolaannya adalah cukup yakni sejumlah 35 orang 57,4 dari 61 orang. Hasil penelitian Sukmawati dan Maharani 2004 mengatakan ada hubungan antara pengetahuan tentang pengelolaan pestisida dengan kejadian keracunan pestisida. Hal ini didukung oleh pernyataan Notoadmojo 2003, pengetahuan merupakan faktor penunjang dalam bersikap dan melaksanakan aktivitas praktik karena Universitas Sumatera Utara pengetahuan adalah salah satu faktor pertama perilaku. Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behavior. Oleh karena itu, pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat pengunaan pestisida berdampak pada kejadian keracunan pestisida dimana kurangnya pengetahuan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida akan memberi andil yang besar dalam sikap dan tindakan negatif yang dilakukan petani saat menggunakan pestisida. Pengetahuan petani yang cukup dan kurang mungkin disebabkan karena petani tidak memiliki informasi yang akurat dan jujur tentang penggunaan pestisida yang benar dan bijak sehingga kasus keracunan pada petani sering terjadi Djojosumarto, 2004. Pernyataan ini juga didukung oleh Notoatmodjo 2003 yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah kesempatan untuk mendapat informasi, selain dari pendidikan, pengalaman, budaya, kepercayaanagama dan faktor sosial ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas umur responden berada pada rentang 41-60 tahun yaitu sejumlah 59 orang 57,3 kemudian diikuti umur 18-40 tahun sejumlah 39 orang 37,9, dan 60 sejumlah 5 orang 4,8. Pembagian umur ini berdasarkan psikologi perkembangan manusia Hurlock 1999. Karena menurut Siagian 1995, dalam Napitupulu, 2007 pengetahuan dalam bekerja dipengaruhi oleh umur yang dapat dilihat dari maturasi kedewasaan psikologis artinya semakin dewasa seseorang diharapkan menunjukkan kematangan jiwa sehingga semakin bijaksana, semakin mampu berpikir secara rasional dan menunjukkan kematangan intelektual. Jika dilihat dari Universitas Sumatera Utara segi umur mayoritas responden adalah dewasa madya. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pengetahuan responden adalah cukup 38,8, hal ini didukung oleh penyataan Hurlock 1999 dimana masa dewasa madya adalah masa menurunnya kemampuan fisik dan psikologis, yang berarti juga kemampuan berpikir secara rasional dan intelektual menurun. Namun, pada penelitian ini pertambahan umur tidak menjadi tolak ukur mutlak terhadap pengetahuan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida karena setiap rentang umur sama-sama memiliki pengetahuan yang cukup. Sejalan dengan hasil penelitian Wahyuni dan Krianto 2011, dalam Pangesti, 2012 dimana tidak ada perbedaan pengetahuan yang bermakna diantara perbedaan usia responden p0.05; α=0,05. Terdapat faktor lain dalam menentukan level pengetahuan responden seperti pengalaman dan jumlah informasi yang dimiliki Notoatmodjo, 2003. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki yaitu 78 orang 75,5 sedangkan perempuan 25 orang 24,3. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marsaulina dan Wahyuni 2007 tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani, dimana proporsi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, dimana masing-masing 83,3 dan 16,7 dari total responden 72 orang. Kemungkinan penyebabnya adalah karena mayoritas yang bekerja mengaplikasikan pestisida adalah laki-laki sehingga responden yang paling banyak ditemui adalah laki-laki. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui pendidikan karena tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor terjadinya pengetahuan dan pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik pula pengetahuannya Universitas Sumatera Utara dan sebaliknya semakin rendah pendidikan umumnya semakin rendah juga pengetahuan yang dimilikinya Notoadmojo, 2003. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pendidikan responden adalah SMP 42 orang 40,8, SMA 35 orang 34,0, AkademiPerguruan Tinggi 13 orang 12,6, SD 11 orang 10,7, tidak tamat SD 2 orang 1,9. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mayoritas pengetahuan cukup 38,8, kemudian diikuti pengetahuan kurang 35,0. Hasil penelitian seperti ini mungkin dikarenakan mayoritas pendidikan responden adalah SMP. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Herawani 2002 bahwa pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Jika pendidikan rendah maka pengetahuan tentang kesehatan cenderung kurang terutama kemampuan hidup sehat untuk diri sendiri Resti, 2005 dalam Rangkuti, 2007. Sekartini, dkk. 2002, dalam Rangkuti, 2007 berpendapat dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan makin besar kesempatannya untuk memperoleh pengetahuan, berpikir logis dan memahami informasi yang diperolehnya. Namun responden dengan pendidikan formal yang lebih rendah bisa mempunyai pengetahuan yang baik jika responden tersebut rajin mencari informasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lama responden menjadi petani jeruk pengguna pestisida mayoritas 5-10 tahun sejumlah 53 orang 51,5, 11-15 tahun sejumlah 26 orang 25,2, 16-20 tahun sejumlah 17 orang 16,5, 21-25 sejumlah 4 orang 3,9, dan 26-30 tahun sejumlah 3 orang 2,9. Banyak petani jeruk menggunakan petisida dalam jangka waktu yang lama. Berhubung karena dengan penggunaan petisida, hama-hama yang merusak Universitas Sumatera Utara tumbuhan pertanian dapat diatasi sehingga petani terus menggunakan senyawa pestida untuk menuntaskan hama-hama pertanian Palar, 2008. Tetapi ini beresiko bagi kesehatan penggunanya sehingga penting untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang keracunan akibat penggunaan pestisida dan penggunaan pestisida yang baik dan bijaksana. WHO 1986, dalam Afryanto, 2008 mengungkapkan penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik sehingga penggunaan pestisida harus dilakukan dengan benar. Notoatmodjo 2003 menyatakan informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang, semakin banyak terpapar dengan sumber informasi, maka pengetahuan juga akan bertambah. Salah satu sumber informasi dapat diperoleh melalui penyuluhan atau pendidikan. Pada penelitian ini mayoritas pengetahuan cukup yakni sejumlah 40 orang 38,8, kemudian diikuti pengetahuan kurang 36 orang 35,0 dan hanya 27 orang 26,2 berpengetahuan baik. Kemungkinan penyebabnya adalah karena masih banyak responden yang belum pernah mengikuti penyuluhan. Kondisi ini dibuktikan dari hasil penelitian, dimana sebagian besar responden tidak pernah mengikuti penyuluhan tentang pestisida yaitu sejumlah 80 orang 77,7 dan hanya 23 orang 22,3 yang pernah mengikuti penyuluhan tentang pestisida. Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian bekerjasama dalam memantau dan melaksanakan penyuluhan tentang keracunan akibat pestisida serta menemukan solusi dari masalah tersebut. Dinas Kesehatan menangani masalah keracunan akibat penggunaan pestisida dan dampak yang dapat ditimbulkannya. Sedangkan Universitas Sumatera Utara Dinas Pertanian berkewajiban menangani tentang bagaimana prosedur yang benar dalam penggunaan pestisida. Pemerintah telah berusaha mengantisipasi berbagai kemungkinan yang timbul akibat penggunaan pestisida sehingga dikeluarkan PP No. 7 tahun 1973 sebagai peraturan dan pelaksanaan UU No. 11 tahun 1962 tentang Higiene, yang pada intinya ditujukan untuk mencegah dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan, serta agar pestisida dapat digunakan dengan benar Munaf, 1995. Menteri Kesehatan RI juga mengeluarkan peraturan tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Pestisida dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 258MENKESPERIII1992 Munaf, 1995. Mengingat pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya penggunaan pestisida yang benar, maka sangatlah perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan pengetahuan para petani pengguna pestisida sehingga tingkat keracunan yang diakibatkannya dapat dihindari. Salah satu usaha tersebut adalah penyuluhanpendidikan kesehatan oleh pihak yang terkait, salah satunya adalah petugas kesehatan Sianturi, 2009. Perawat sebagai petugas kesehatan memiliki peran penting dalam usaha memberi serta meningkatkan pengetahuan tentang keracunana akibat penggunaan pestisida serta tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida kepada para petani pengguna pestisida. Hal tersebut dapat diwujudnyatakan melalui pemberian penyuluhanpendidikan kesehatan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida bagi para petani pengguna pestisida secara berkala dan kontinu serta melakukan pemeriksaan keracunan pestisida secara Universitas Sumatera Utara berkala untuk menemukan kasus keracunan yang terpendam dan memberi intervensi bagi petani yang terkena keracunan atau dampak keracunan. Selain itu, perawat juga bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya dalam merencanakan program penyuluhan atau pendidikan kesehatan bagi masyarakat, melaksanakan program tersebut, dan menilai hasil program pendidikan kesehatan tersebut Ali, 2010. Berdasarkan hasil percakapan dengan petugas kesehatan Puskesmas Tigapanah, penyuluhan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida belum pernah dilakukan, yang pernah dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolinesterase darah dan itu hanya dilakukan di beberapa desa saja yakni desa Aji Mbelang, desa Aji Buhara dan desa Aji Julu dengan hasil dari 54 responden, 2342,5 responden mengalami keracunan Dinkes Kab. Karo,2008 dan belum ada program penyuluhan berkala berfokus pada keracunan atau dampak keracunan akibat penggunaan pestisida. Padahal hal ini sangat dibutuhkan karena seperti yang telah diketahui tingkat keracunan pestisida di beberapa desa di Kecamatan Tigapanah yang sudah diperiksa kadar kolinesterasenya menunjukkan bahwa tingkat keracunan petani masih cukup tinggi dan sudah dijelaskan sebelumnya bahwa keracunan akibat penggunaan pestisida memberi dampak negatif bagi kesehatan. Raini 2007 mengatakan, kenyataan yang ada di masyarakat selama ini adalah umumnya masyarakat tidak menyadari gejala gangguan kesehatan yang dialaminya merupakan keracunan pestisida karena gejala yang ditimbulkan tidak spesifik, namun secara kronis dapat menimbulkan penyakit yang serius. Kebiasaan masyarakat yang telah menggunakan pestisida secara tidak benar dan Universitas Sumatera Utara turun temurun terkadang membuat mereka tidak peduli akan syarat-syarat keselamatan dalam penggunaan pestisida dan menganggap enteng resiko yang mungkin timbul dari pestisida sehingga tingkat keracunan pada petani masih cukup tinggi. Arisman 2009 menjelaskan keracunan kronik akibat penggunaan pestisida yang tidak sesuai prosedur yang benar akan menyebabkan mutagenik kemampuan untuk menyebabkan perubahan genetik, karsinogenik kemampuan untuk menimbulkan kanker, teratogenik kemampuan untuk menyebabkan kelainan janin, onkogenik kemampuan menginduksi pertumbuhan tumor, meningkatkan sensitifitas alergi, kerusakan hati kematian sel, ikterus, sirosis, fibrosis, dan kanker hati, serta gangguan sistem reproduksi jumlah sperma berkurang, kemandulan, dan aborsi. World Health Organization WHO 1990 memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 1-5 juta kasus keracunan pestisida tanpa disengaja pada pekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan tersebut terjadi di negara berkembang dengan tingkat kematian mencapai 20.000 korban jiwa. Sekitar 5000- 10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya WHO dalam Fikri, Setiani, Nurjazuli, 2012. Pestisida yang terakumulasi dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan kerusakan pada organ tubuh yang menjadi target bahan kimia tersebut. Salah satu target bahan kimia pestisida adalah hati karena hati merupakan pusat detoksifikasi zat beracun dalam tubuh. Kerusakan atau gangguan fungsi hati yang kronik dapat meningkatkan resiko kejadian sirosis hati. Universitas Sumatera Utara Gangguan terhadap fungsi hati dan penyakit hati seperti sirosis hati, akan mengganggu tugas hati dalam melakukan biotransformasi dan detoksifikasi. Tidak optimalnya biotransformasi dan detoksifikasi mengakibatkan makin besar efek buruk karena pajanan pestisida yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan meningkatkan resiko kejadian penyakit kanker, diantaranya kanker hati Bhalli, 2006 dalam Siwiendrayanti, Suhartono, Endah, 2012. Gangguan fungsi hati pada WUS Wanita Usia Subur selain berdampak pada kesehatannya sendiri juga akan berdampak pada janinnya ketika yang bersangkutan hamil. Gangguan fungsi hati dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme makanan dan detoksifikasi pada tubuh ibu sehingga akan berdampak pada jumlah zat makanan dan zat lain yang masuk ke sistem peredaran darah janin Irianto, 2004 dalam Fikri, Setiani, Nurjazuli, 2012. Wanita hamil yang banyak terpapar dengan pestisida, risiko anaknya mengalami polimorfisme pada otak adalah 1,6 kali lebih tinggi dibanding yang tidak terpapar. Pestisida juga berbahaya bagi pertumbuhan janin dan paparannya dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah dan bayi lahir premature Isnawati, 2009; Salameh, 2006 dalam Wigati Susanti, 2012 Soemirat 2003, dalam Milala, 2005 mengatakan apabila wanita yang sedang menyusui terpapar pestisida, maka bayi yang minum Air Susu Ibu ASI tersebut juga akan terpapar. Hal ini dibuktikan pada tahun 1975 dimana negara Eropa, Kanada, Amerika Serikat dan Jepang melaporkan bahwa susu sapi yang memakan makanan yang mengandung pestisida maka di dalam susu sapi tersebut Universitas Sumatera Utara mengandung pestisida antara 19-50 microgram per kg, sedangkan di dalam ASI didapat 25 kali lipat daripada susu sapi. Beberapa jenis pestisida juga telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan Khalid Ali, 2009. Menyadari bahwa pestisida adalah racun dan dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya jika tidak digunakan dengan benar, serta pengetahuan responden pada umumnya adalah cukup, maka penyuluhan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida sangat penting diadakan. Hasil penelitian juga menunjukkan dari 23 orang yang mengikuti penyuluhan tidak semuanya berpengetahuan baik, terdapat 6 orang berpengetahuan cukup. Kemungkinan penyebabnya adalah penyuluhan belum berjalan secara efektif sehingga belum semua petani yang mengikuti penyuluhan memiliki pengetahuan yang baik. Oleh karena itu, peranan faktor pendukung penyuluhan seperti karakteristik penyuluh, karakteristik sasaran, ketepatan materi penyuluhan dan teknik atau metode yang digunakan termasuk media yang digunakan, serta pengaturan waktu dan tempat yang sesuai situasi dan kondisi masyarakat perlu diperhatikan karena hal-hal tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan kegiatan penyuluhan Setiana, 2005. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Pengetahuan Petani tentang Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk (Studi Etnografi Petani Jeruk di Desa Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo)

3 59 152

Pengetahuan Petani Jeruk Dalam Pengolahan dan Penggunaan Pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

6 68 126

Pengaruh Penyuluhan Pestisida Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Petani Jeruk Dalam Menyemprot Pestisida Di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Tahun 2011

8 62 102

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Jeruk Di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Tahun 2010

5 63 122

Strategi Pencegahan Keracunan Pestisida Berdasar Pada Perilaku Petani di Kabupaten Karo

0 23 3

Analisis Pendapatan Petani Jeruk (Cytrus sinensis L.) di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Sumatera Utara

2 11 89

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 5 12

STUDI TENTANG PERTANIAN JERUK DI DESA KUBU SIMBELANG KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO.

0 1 25

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PETANI BAWANG MERAH DALAM PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN KEJADIAN KERACUNAN PADA PETANI DI KECAMATAN KERSANA KABUPATEN BREBES (Studi Kasus di Desa Kersana dan Desa Limbangan)

0 3 71

Pengetahuan Petani tentang Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk (Studi Etnografi Petani Jeruk di Desa Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo)

0 1 26