Pengertian Implementasi Kebijakan Model Implementasi Kebijakan

b. Perumusan Kebijakan policy formulation, yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. c. Pembuatan Kebijakan decision making, yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. d. Implementasi Kebijakan policy implementation, yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. e. Evaluasi Kebijakan policy evaluation, yakni proses untuk memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan.

1.5.2 Implementasi Kebijakan

1.5.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood, hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan ke dalam keputusan- keputusan yang bersifat khusus. Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky, implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Jones Tangkilisan, 2003:17-18 mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat, dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Tiga kegiatan yang paling penting dalam implementasi keputusan adalah : 1 Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dijalankan. 2 Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan. 3 Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.

1.5.2.2 Model Implementasi Kebijakan

Dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik, dikenal beberapa model sebagai berikut :

a. Model Goggin

Goggin Tangkilisan, 2003:20 mengimplementasikan kebijakan dengan mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan formal pada keseluruhan implementasi, yakni : 1 Bentuk dan isi kebijakan, termasuk di dalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi 2 Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif 3 Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.

b. Model Grindle

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle Subarsono, 2005:93 dipengaruhi oleh dua variabel besar, yaitu : 1 Variabel Isi Kebijakan content of policy mencakup : a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan b. Jenis manfaat yang diterima oleh target group c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan d. Apakah letak sebuah program sudah tepat e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci 2 Variabel Lingkungan Kebijakan mencakup : a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan b. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran

c. Model Meter dan Horn

Model implementasi kebijakan ini dipengaruhi 6 enam faktor, yaitu : 1 Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh 2 Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi 3 Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai 4 Karakteristik pelaksanaan, arrtinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program 5 Kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan 6 Sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan.

1.5.2.3 Pendekatan Model George C. Edwards III

Pendekatan yang digunakan oleh George C. Edwards III terhadap implementasi kebijakan ada empat faktor atau variabel kritis dalam mengimplementasikan kebijakan publik, yaitu: komunikasi, sumberdaya, disposisi atau sikap, dan struktur birokrasi. 1 Komunikasi Secara alami, komunikasi ini membutuhkan keakuratan, dan komunikasi mesti secara akurat pula diterima oleh para implementor. Jika kebijakan harus diimplementasikan secara tepat, ukuran implementasi mesti tidak hanya diterima, namun mereka mesti juga jelas. Aspek lain dari ukuran implementasi adalah konsistensinya. Keputusan kontradiksi mengacaukan dan membuat frustasi staf administratif dan memaksa kemampuannya untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran target group sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi reistensi dari kelompok sasaran. Secara umum, semakin terdesentralisasi implementasi kebijakan publik, semakin mungkin terjadi distorsi ketika proses transmisi terjadi, sehingga informasi yang berkembang menjadi kurang akurat di tangan implementator. Desentralisasi biasanya berarti bahwa sebuah keputusan mesti dikomunikasikan melalui beberapa level otoritas sebelum mencapai mereka yang akan melakukannya. Lebih banyak langkah sebuah komunikasi mesti bertentangan dari sumber aslinya, semakin lemah sinyal yang utama yang akan diterima. 2 Sumber Daya Sumberdaya bisa menjadi suatu faktor kritis di dalam mengimplementasikan kebijakan publik. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finansial. Kemungkinan sumberdaya yang paling esensial dalam mengimplementasikan kebijakan adalah staf. Dalam sebuah era dimana “pemerintah besar” berada dalam serangan dari semua arahan, hal ini mungkin nampak mengejutkan untuk belajar bahwa sebuah sumber pokok kegagalan implementasi adalah staf yang tidak cukup. Informasi merupakan sumber esensial kedua dalam implementasi kebijakan. Informasi ini datang dalam dua bentuk. Pertama adalah informasi berkenaan dengan bagaimana melakukan sebuah kebijakan. Implementasi perlu tahu apa yang harus dikerjakan ketika mereka diberikan petunjuk untuk bertindak. Bentuk informasi esensial kedua adalah data dalam bentuk peraturan pemerintah. Para implementor mesti tahu apakah orang lain yang terlibat di dalam mengimplementasikan kebijakan melengkapi undang-undang yang dipelukan sebagai dasar legitimasi. Sumber lain yang penting dalam implementasi adalah kewenangan otoritas. Kewenangan ini beragam dari program ke program dan masuk dalam berbagai bentuk berbeda, hak untuk mengeluarkan jaminan, membawa kasus ke pengadilan, mengeluarkan perintah untuk para pejabat lain, menarik dana dari sebuah program, memberikan dana, staf, dan bantuan teknik untuk yuridiksi pemerintah tingkat lebih rendah, mengeluarkan cek untuk para warga, membeli barang dan jasa, atau memungut pajak. Kebijakan yang memerlukan pengawasan atau peraturan pemerintah dari yang lainnya di dalam sektor publik atau private adalah pengawasan atau peraturan, karenanya kewenangan merupakan faktor yang krusial juga. Berbagai fasilitas fisik mungkin juga menjadi sumber kritis dalam implementasi. Seorang implementor mungkin memiliki staf cukup, mungkin memahami apa yang ia duga harus dikerjakan, memiliki otoritas untuk mengamalkan tugasnya, namun tanpa bangunan perlu, peralatan, persediaan, dan bahkan implementasi ruang hijau tidak akan berhasil. 3 Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Banyak kebijakan jatuh dalam “sone apathi”. Kebijakan ini kemungkinan akan diimplementasikan secara meyakinkan karena para implementor tidak memiliki perasaan kuat mengenainya. Kebijakan lain, bagaimanapun juga, akan mengalami konflik langsung dengan tinjauan kebijakan atau kepentingan implementor secara pribadi atau organisasional. Disposisi implementor menimbulkan rintangan serius terhadap implementasi kebijakan. Namun jika personalia yang ada tidak mengimplementasikan kebijakan dengan cara dimana para pejabat puncak kehendaki, mengapa mereka tidak digantikan dengan orang-orang yang lebih responsif terhadap para pemimpin. Salah satu cara untuk meningkatkan berbagai kesempatan bahwa kebijakan akan diimplementasikan secara tepat adalah memilih implementor yang bernilai yang memungkinkan terhadap kebijakan itu. Dangan kata lain, mengesampingkan personalia yang tengah ada yang mungkin menolak terhadap sebuah kebijakan dan memakai yang lain. Teknik potensial lainnya untuk berhubungan dengan masalah disposisi implementor adalah untuk merubah disposisi implementor yang tengah ada melalui manipulasi insentif. Karena orang pada umumnya bertindak dalam kepentingannya, manipulasi insentif oleh pembuat kebijakan tingkat tinggi mungkin mempengaruhi berbagai tindakannya. Dengan meningkatkan keuntungan atau biaya perilaku khusus mungkin membuat para implementor lebih atau kurang memungkinkan untuk memilihnya sebagai suatu cara memajukan kepentingan kebijakan pribadi, organisasional, dan substantif. 4 Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Dua karakteristik utama dari birokrasi ini adalah prosedur pengoperasian standar sandard operating procedureSOP dan fragmentasi. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red- type, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Aspek kedua dari struktur birokrasi yang dipertimbangkan adalah fragmentasi. Fragmentasi merupakan pembagian tanggungjawab untuk sebuah bidang kebijakan diantara unit-unit organisasional. Kelanjutan fragmentasi pemerintah tersebar luas. Dalam bidang kesejahteraan, lebih dari 100 program pelayanan manusia federal diselenggarakan oleh 10 departemen dan dinas berbeda. Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat memiliki tanggungjawab untuk program Bantuan atas Anak-Anak Tanggungan, Departemen Perumahan dan Pembangunan Perkotaan memberikan bantuan perumahan untuk orang miskin, Departemen Pertanian menjalankan program merk pangan, dan Departemen Tenaga Kerja mengelola program pelatihan tenaga kerja dan memberikan bantuan dalam mendapatkan pekerjaan. Semakin banyak aktor dan dinas yang terlibat dengan kebijakan khusus dan semakin seling bergantung keputusannya, semakin sedikit probabilitas implementasi berhasil. Sifat dari kebijakan publik juga merupakan sebuah faktor dalam memproduksi fragmentasi. Kebijakan luas, semacam yang berhubungan dengan proteksi lingkungan, adalah multidimensional dan rancu dengan dimensi kebijakan lain, semacam pertanian, transportasi, rekreasi, dan energi. Dengan begitu, agen-agen pemerintah tidak bisa dengan mudah diorganisir seputar suatu bidang kebijakan. Komunikasi Sumberdaya Implementasi Disposisi Struktur Birokrasi Gambar : 1.1 Bagan Faktor Penentu Implementasi menurut G.Edwards III 1.5.3 Pelayanan Publik 1.5.3.1 Pengertian Pelayanan Publik

Dokumen yang terkait

Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

7 149 101

Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Studi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai)

6 127 174

Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) (Studi Pada Rumah Sakit Tingkat Ii Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan Medan)

15 148 118

Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (Rsj) Provinsi Sumatera Utara

4 100 108

Karakteristik Penderita Hepatitis B Rawat Inap Di Rumah Sakit Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan Medan Tahun 2010-2013

0 66 129

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Studi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai)

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) (Studi Pada Rumah Sakit Tingkat Ii Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan Medan)

0 1 33

Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (Rsj) Provinsi Sumatera Utara

0 0 28

Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (Rsj) Provinsi Sumatera Utara

0 0 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Hepatitis B - Karakteristik Penderita Hepatitis B Rawat Inap Di Rumah Sakit Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan Medan Tahun 2010-2013

0 0 26