Masalah Hak Azasi Manusia

BAB IV KENDALA DAN UPAYA YANG DILAKUKAN KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMATERA UTARA

A. Kendala

Dalam melaksanakan perannya sebagai pengaman jalannya unjuk rasa dan mencegah terjadinya kerusuhan pada saat unjuk rasa, kepolisian memiliki kendala tertentu. Kendala inilah yang mempersulit jalannya pengamanan yang dilakukan oleh pasukan Pengendali Massa atau Dalmas. Adapun kendala tersebut antara lain:

1. Masalah Hak Azasi Manusia

Hak Azasi manusia merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Musthafa Kemal Pasha 2002 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Hak Azasi Manusia adalah hak hak dasar yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang melekat pada esensi sebagai anugerah Allah SWT. Pendapat lain yang senada menyatakan bahwa Hak Azasi Manusia adalah hak hak dasar yang dibawa sejak lahir dan melekat dengan potensinya sebagai mahluk dan wakil Tuhan Gazalli, 2004. 100 Hak Azasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan 100 Dwi winarno, S.Pd, M.Si, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, 2006, PT. Bumi Aksara, Jakarta, Hlm.87 Universitas Sumatera Utara Anugrah-Nya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 101 Dalam pelaksanaan peran Dalmas untuk menanggulangi kerusuhan, sering upaya represif dari Kepolisian berbentur dengan Hak Azasi Manusia. Pasukan Dalmas yang melakukan pengejaran dan pemukulan kepada pengunjuk rasa yang anarkis sering dituding melakukan Pelanggaran Hak azasi Manusia. 102 Pelanggaran Hak Azasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Azasai Manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh Undang undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. 103 Tugas represif adalah tugas penegakan hukum oleh Polri yang dalam pelaksanaannya tidak sebebas tugas preventif, tapi harus dibatasi dengan hukum dan undang-undang yang berlaku atau dengan kata lain harus didasarkan dengan azas legalitas. Semua itu dimaksudkan agar Polri dalam bertindak tidak melampaui batas kewenangannya atau tidak melanggar HAM pada umumnya. 104 Dimanapun penyalahgunaan wewenang itu memang selalu saja dimungkinkan untuk terjadi. Luasnya tugas yang harus ditangani menyebabkan 101 Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM 102 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU 103 Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM 104 Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM Universitas Sumatera Utara kontrol atas penggunaan kewenangan itu menjadi sulit, yang lalu membuka peluang luas terjadinya pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan. Disini azas oportunitas dan utilitas itu bermakna tajam. Sehingga untuk memelihara tegaknya keamanan dan ketertiban umum sering dengan terpaksa dilakukan tindakan tindakan kekerasan, yang secara faktual pasti dapat dinyatakan sebagai pelanggaran HAM. Dalam kaitan ini, para pakar lalu menempatkan Polri pada posisi bertindak apa saja, dengan batasan asal tidak melanggar hukum itu sendiri. Keadaan ini juga yang disebut dalam deklarasi universal HAM dan konvensi-konvensinya sebagai tindakan kekerasan yang eksepsional. Dalam terminologi hukum hal ini disebut dengan tindakan diskresi. 105 Pelanggaran Hak Azasi Manusia yang dilakukan bukan saja pada saat terjadi kerusuhan. Tetapi setelah terjadi kerusuhan dan ada tindak pidana yang terjadi maka harus dilakukan penyelidikan. Bila terjadi tindak pidana, Penyidik pejabat Polisi Negara RI melakukan kegiatan meliputi : 1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana 2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan 3. Mencari serta mengumpulkan bukti 4. Membuat terang terang tindak pidana yang terjadi 5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana. Kegiatan kegiatan seperti tersebut diatas, pada dasarnya dilakukan dengan melanggar Hak Azasi Manusia secara sah. Agar kegiatan penyidikan dan 105 Jend. Pol purn Drs. Kunarto, Op.Cit, hlm.156 Universitas Sumatera Utara penyelidikan dinyatakan sah walaupun sebenarnya yang melanggar Hak Asasi Manusia perlu adanya undang undang dan dilakukan oleh pejabat yang memiliki kemampuan dan pengetahuan mengenai scientific criminal investigation dan teknologi kepolisian. Pejabat yang memiliki tugas dan wewenang sebagai penyidik haruslah profesional dibidangnya serta bertanggung jawab dalam penyidikan yang dilakukan. 106 Sejarah kehidupan bangsa pada tahapan terakhir telah terjadi pembusukan, pengkerdilan, pembodohan dan pelecehan kultur dan sistem peradilan termasuk Polri sebagai ujung tombaknya, sehingga mengingkari jati dirinya. Selama empat dasawarsa polri menampilkan wajah sebagai sosok militer yang menempatkan warga sebagai lawan, lebih berorientasi pada kekuasaan, dengan output dalam bentuk “penggunaan kekerasan telanjang” brute force yang mencerminkan alat politik pemerintah untuk memperkokoh kekuasaan dan Polri dituding melakukan Pelanggaran HAM. 107

2. Ketidaksadaran Hukum Masyarakat