BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Stasiun Sungai Pengian 4.1.1 Sejarah kawasan
Stasiun pusat reintroduksi orangutan sumatera di Sungai Pengian merupakan lokasi yang telah disepakati bersama sebagai stasiun adaptasi dan
pelepasliaran kembali orangutan sumatera. Lokasi Stasiun Sungai Pengian dipilih sesuai dengan perjanjian kerjasama dengan pihak pemerintah. Perjanjian
kerjasama tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA Departemen Kehutanan melalui unit Taman Nasional
Bukit Tigapuluh TNBT, Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Jambi dan Riau dengan Frankfurt Zoological Society FZS mengenai Program
Konservasi Orangutan Sumatera No:520DJ-VPA2001. Lokasi stasiun adaptasi dan pelepasliaran ini berada pada bekas konsesi HPH Dalek Hutani Esa yang
sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 1996. Kawasan bekas konsesi ini merupakan kawasan hutan penyangga dari kawasan Taman Nasional Bukit
Tigapuluh yang berada di Provinsi Jambi.
4.1.2 Letak geografis dan batas administratif
Stasiun Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera Sungai Pengian terletak di sebelah selatan Taman Nasional Bukit Tigapuluh pada posisi 228503 mT dan
9871695 mU 102 33’36” BT dan 1
9’36” LS Gambar 2. Secara administratif, Stasiun Sungai Pengian terletak di Dusun Semerantihan, Desa Suo-suo,
Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Luas areal stasiun reintroduksi orangutan yang telah disepakati ialah seluas 2 Ha untuk
pembangunan seluruh fasilitas reintroduksi dan seluas 200 Ha untuk areal adaptasi orangutan. Stasiun reintroduksi merupakan pertemuan antara kaki Bukit
Tigapuluh dengan dataran rendah dan dilalui oleh dua buah sungai yaitu sungai Pengian dan sungai Pao-pao.
Sumber : Frankfurt Zoological Society 2012
Gambar 2 Peta lokasi penelitian di Stasiun Sungai Pengian.
4.1.3 Kondisi fisik 4.1.3.1 Aksesibilitas dan fasilitas
Stasiun Sungai Pengian terletak kurang lebih 245 km dari ibukota Provinsi Jambi. Aksesibilitas yang dapat digunakan untuk menuju ke lokasi stasiun adalah
melalui jalan darat yaitu dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Lama perjalanan yang dapat ditempuh dari Provinsi Jambi
menuju lokasi stasiun kurang lebih 7 tujuh jam perjalanan. Perjalanan menuju stasiun dibagi dalam dua perjalanan yaitu perjalanan dari ibukota Jambi menuju
kota Kabupaten Tebo dan dilanjutkan dari Kabupaten Tebo menuju lokasi stasiun Gambar 3. Lokasi stasiun juga dapat ditempuh melalui udara dengan
menggunakan helikopter dengan waktu tempuh selama 1 satu jam perjalanan dari kota Jambi.
Fasilitas yang terdapat di stasiun reintroduksi dalam rangka mendukung kegiatan program antara lain: kandang sosialisasi satu unit bangunan, kandang
karantina satu unit, klinik satu unit, gudang pakan orangutan dan peralatan satu unit, gudang mesin satu unit, bangunan administrasi kantor satu unit, dapur satu
unit, tempat tinggal staf dan penelititamu program base camp sebanyak 6 unit, tower
antena satu unit dan tower penampungan air satu unit Tabel 1. Selain itu, stasiun reintroduksi juga memiliki areal hutan adaptasi.
A B
Gambar 3 Kondisi jalan A dan kendaraan yang harus melewati sungai menuju Stasiun Sungai Pengian B.
Tabel 1 Fasilitas yang terdapat di Stasiun Sungai Pengian
No. Fasilitas Jumlah
unit Fungsi Kondisi
1 Kandang
2 Kandang sosialisasi dan karantina
orangutan Kurang baik dan
dalam perbaikan 2 Klinik
1 Penyimpanan obat-obatan
dan kegiatan medis
Perlu perbaikan atap
3 Gudang pakan
dan peralatan
1 Penyimpanan makanan
dan peralatan kebersihan
Perlu perbaikan atap
4 Gudang mesin
generator 1
Penyimpanan mesin generator dan bahan bakar
Baik 5
Kantor administrasi 1
Penyimpanan data, tempat pertemuan staf dan kegiatan lain
Baik 6
Dapur 1
Tempat memasak bagi staf, peneliti dan tamu program
Baik 7
Mess tinggal 6
Tempat tinggal teknisi lapangan dan tamu-tamu programpeneliti
Baik 8
Tower antena
1 Tempat antena telepon
Baik 9
Tower penampungan air
2 Tempat penampungan air untuk
keperluan stasiun Baik
Hutan adaptasi ini memiliki jalur-jalur pengamatan yang telah ditandai dengan plat seng dan diberi tanda berupa cat merah pada batang pohon.
Penandaan pada jalur-jalur pengamatan untuk membantu teknisi maupun peneliti pada saat melakukan pengamatan aktivitas harian orangutan selama adaptasi
sehingga tidak kehilangan arah di dalam hutan.
4.1.3.2 Iklim
Stasiun reintroduksi orangutan yang berada di Sungai Pengian menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson termasuk ke dalam tipe A selalu basah
Tabel 2. Adapun suhu harian rata-rata yang diamati selama penelitian di Stasiun Sungai Pengian sebesar 22,3° C Lampiran 1.
Tabel 2 Data iklim di Stasiun Sungai Pengian, Jambi
No. Bulan Curah hujan
mm Hari hujan
hari Kelembaban udara
1 Januari 177 12
89 2 Februari
269 16
84 3 Maret
251 13 85
4 April 169 12,5
85 5 Mei
149 8 84
6 Juni 105 7
83 7 Juli
122 9 82
8 Agustus 139
9 83
9 September 207
13 84
10 Oktober 193 13,25
85 11 November
302 13
86 12 Desember
361 18
87 Sumber : Data sekunder dokumen AMDAL PT. Dalek Hutani Esa Ginting 2006
4.1.3.3 Topografi
Stasiun Sungai Pengian berada pada zona ekofloristik Jambi Block South of Kwantan dengan elevasi tempat kurang dari 150 m dpl. Stasiun Pengian
memiliki topografi yang relatif datar hingga landai. Wilayah ini memiliki tekstur tanah yang agak halus hingga halus dengan komposisi batuan induknya terdiri
dari quartzite, filit, skis, batu pasir dan shale RePPPROT 2009, diacu dalam FZS 2011. Jenis tanah didominasi oleh podsolik merah kuning dari batuan endapan
dan batuan beku dengan fisiografi pegunungan lipatan Siregar 2007.
4.1.4 Kondisi biotik 4.1.4.1 Flora
Tipe ekosistem hutan yang berada di sekitar Stasiun Sungai Pengian dikategorikan ke dalam hutan tropika dataran rendah. Hal ini dikarenakan iklim
yang selalu basah, tanah yang kering dan ketinggian di bawah 1000 m dpl. Berdasarkan daerah penyebaran, jenis vegetasi yang terdapat di kawasan Stasiun
Sungai Pengian termasuk pada zona vegetasi Indonesia bagian barat dengan pohon-pohon yang didominasi oleh famili dipterocarpaceae. Selain itu,
berdasarkan perbedaan struktur tegakan, komposisi jenis dan fisiognominya, ekosistem kawasan reintroduksi tersebut terdiri dari empat tipe ekosistem yaitu
ekosistem hutan alam primer, ekosistem hutan sekunder, ekosistem bekas ladang berpindah dan ekosistem tegakan karet yang dikelola oleh penduduk setempat.
Kawasan hutan di sekitar Stasiun Sungai Pengian dapat dibagi ke dalam 3 tiga tipe vegetasi yaitu hutan sekunder, hutan bekas ladang dan hutan primer.
Hal ini terjadi karena dahulunya merupakan areal bekas konsesi PT. Dalek Hutani Esa Eks-HPH. Selain itu juga, terdapat hutan bekas perladangan masyarakat
lokal. Beberapa jenis tumbuhan komersil yang dapat ditemukan diantaranya adalah bulian Eusideroxylon zwageri, trembesi Fragrae fragrans, kulim
Scorodocarpus borneensis, keranji Dialium laurinum, jelutung Dyera costulata
, meranti batu Parashorea lusida, meranti tupai Shorea macroptera, balam putih Palaquium gutta, balam tarung Palaquium cryptocarifolium,
mersawa Anisoptera marginata, mendarahan Knema cinerea dan sebagainya. Terdapat pula jenis tumbuhan yang dijadikan sebagai pohon-pohon hutan
yang dimakan oleh orangutan. Jenis-jenis tersebut adalah aro Ficus variegata, balam sawo Palaquium rostatum, balam tenginai Manilkara kanescens, durian
Durio zibethinus, jambu Eugenia polyantha, mahang Macaranga triloba, meranti rambai Shorea acuminata, tempening Quercus argentea, terap
Arthocarpus elaticus, ludai Sapium bacatium, kayu batu Dacryodes incurvata
dan lain sebagainya Lampiran 2.
4.1.4.2 Fauna
Beberapa jenis satwaliar terdapat di sekitar stasiun dan merupakan satwa- satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Konservasi No. 5 tahun 1990
dan PP No.7 tahun 1999 tentang pengawetan flora dan fauna. Satwa-satwa tersebut ialah harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae, beruang madu
Helarctos malayanus, pelanduk kecil Tragulus javanicus, rusa sambar Cervus unicolor
, pelanduk napu Tragulus napu, rangkong Buceros sp, gajah Sumatera Elephas maximus, ungko Hylobates agilis, simpai Presbytis
melalophos , tapir Tapirus indicus, beo Gracula religiosa dan kuau raja
Argusianus argus.
4.1.5 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
Stasiun Sungai Pengian memiliki jarak kurang lebih 4 km dari pemukiman masyarakat yaitu Dusun Semerantihan. Dusun Semerantihan dihuni oleh dua suku
yakni Suku Talang Mamak dan Suku Anak Dalam. Adapun mata pencaharian utama mereka adalah memanfaatkan hasil getah jernang, damar mata kucing dan
berburu binatang. Saat ini masyarakat tersebut sudah mulai mengenal sistem pertanian ladang berpindah dengan sistem pengerjaan gotong-royong Fauzan
2010. Pada awalnya masyarakat menanam padi dan kemudian melakukan
tumpang sari dengan tanaman palawija lain seperti ubi dan jagung. Setelah hasil pertanian diperoleh maka akan dilanjutkan dengan penanaman tanaman karet
Hevea brasiliensis. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan masyarakat yang berdampak langsung pada orangutan adalah kegiatan ladang berpindah. Dampak
yang terjadi secara langsung adalah karena kegiatan ini dilakukan dengan pembersihan terhadap vegetasi dan hanya membiarkan beberapa jenis tumbuhan
seperti durian Durio zibethinus dan jernang Daemonorops draco. Terbukanya lahan tersebut mempengaruhi suksesi dari hutan. Suku Talang Mamak sering
masuk ke hutan untuk mengambil jernang yang akan diambil getahnya. Dengan demikian maka, tidak jarang apabila saat penduduk tersebut memasuki hutan
orangutan akan mengikuti mereka Siregar 2007. Selain mencari dan mengumpulkan hasil hutan sebagai mata pencaharian,
penduduk lokal juga menjual atau menukar hasil pertanian mereka ke stasiun. Mereka berasal dari dusun Semerantihan dan masyarakat desa Suo-Suo. Hampir
semua dari mereka yang datang ke Stasiun Sungai Pengian yakni untuk menjual hasil kebun seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan umbi-umbian Gambar 4.
Cara penjualan dilakukan dengan barter. Penjualan barter ini dilakukan dengan menukarkan hasil pertanian dengan bahan makanan persediaan stasiun yang
didatangkan dari pasar tradisional kota Jambi.
A B Gambar 4 Jenis pakan yang dijual sebagian masyarakat untuk orangutan A dan
pisang sebagai pakan yang dijual ke Sungai Pengian B.
4.2 Stasiun Danau Alo 4.2.1 Sejarah kawasan
Stasiun Danau Alo mulai beroperasi pada tahun 2009. Stasiun ini dibangun dengan tujuan sebagai tempat adaptasi bagi orangutan jinak dan orangutan pada
struktur umur anak dimana diperkirakan orangutan tersebut akan membutuhkan waktu yang lebih lama beradaptasi hingga orangutan akan dapat hidup mandiri.
Pembangunan Stasiun Danau Alo merupakan kelanjutan dari Program Konservasi Orangutan Sumatera. Stasiun Danau Alo merupakan kawasan hutan bekas konsesi
HPH Hatma Hutani yang sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 1998. Kawasan hutan ini merupakan kawasan hutan penyangga bagi Taman Nasional Bukit
Tigapuluh yang berada di bagian tenggara taman nasional tersebut.
4.2.2 Letak geografis dan batas administratif
Stasiun Danau Alo merupakan stasiun adaptasi orangutan yang berada di wilayah datar yang dikelilingi oleh perbukitan dengan kelerengan terjal. Stasiun
Danau Alo terletak pada elevasi kurang dari 150 m dpl yang merupakan bagian dari zona ekofloristik Jambi Block South of Kwantan FZS 2011. Posisi stasiun
berada di sebelah tenggara Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan posisi 253174 mT dan 9862233 mU 102
46’48” dan 1 15’00”. Curah hujan di wilayah
ini berkisar antara 2500-3000 m dpl Gambar 5. Secara administratif, Stasiun Danau Alo berada di Dusun Muara Danau, Desa Lubuk Kambing Kecamatan
Renah Mendaluh Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.