Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

2 perkawinan perceraian atau paling tidak ditinjau kembali melalui perkawi nan kembali setelah terjadi perceraian “ruju’’. 2 Bagi orang Islam, perceraian lebih dikenal dengan istilah talak. Menurut Sayyid Sabiq, talak adalah ح ّ ًر با ط ة ّلا و جا و اْن ھ ءا ْلا ع ا ق ة ّلا ْو ج ّ ة Artinya: melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan. 3 Menurut HA. Fuad Sa’id yang dimaksud dengan perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami dengan isteri karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain seperti mandulnya isteri atau suami dan setelah sebelumnya diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak. 4 Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa Pertama; perceraian baru dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan berbagai cara untuk mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka dan ternyata tidak ada jalan lain kecuali hanya dengan jalan perceraian. Dengan perkataan lain bahwa perceraian itu adalah sebagai way out bagi suami isteri demi kebahagian yang dapat diharapkan sesudah terjadinya perceraian terjadi. Kedua; bahwa perceraian itu merupakan sesuatu yang dibolehkan namun dibenci oleh agama. Berdasarkan sabda Rasul: اْب غ ض ْلا ح ا ل ع ْد ها طلا ا ق اور وبا دواد مكاحلاو Artinya: “Hal yang halal tetapi paling dibenci menurut Allah adalah perceraian ” 2 . Rifyal Ka’bah, Permasalahan Perkawinan, Hal. 7 3 . Sayyid Sabiq, Fiqhusunnah, Darul Fikri, Beirut, Jilid II, Hal. 206 4 . Abdul Manan, Problematika Perceraian Karena Zina dalam Proses Penyelesaian Perkara di Lingkungan Peradilan Agama, dalam Jurnal Mimbar Hukum, al-Hikmah DITBINBAPERA, Jakarta.No 52 Th XII 2001, Hal. 7 3 Setiap pasangan menginginkan keutuhan dalam membangun rumah tangga. Namun realitas menunjukkan angka perceraian kian meningkat. Adanya tekanan sosial di masyarakat social pressure bahwa bercerai bukan merupakan hal yang tabu atau aib di masyarakat, bercerai sudah menjadi hal yang biasa. Bercerai adalah hal yang halal tetapi di benci oleh Allah SWT. Bercerai menimbulkan masalah sosial bagi kelangsungan hidup anak-anak dan orang tua. Perceraian merobohkan tiang rumah tangga. Kepercayaan antar pasangan semakin rapuh dan rusak. Angka perceraian di kota Sukabumi tergolong tinggi, angka perceraian tercatat di Pengadilan Agama Sukabumi pada Februari sampai Mei 2013, terdapat kasus kurang lebih 370 an kasus perceraian. Penelitian Goleman di Amerika, menyebutkan dari 10 orang pasangan menikah, hanya 3 pasangan saja yang mampu mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka. Dari bukti tersebut, krisis perkawinan berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hal yang ditengarahi menjadi polemik yang memicu keretakan rumah tangga adalah tidak adanya kecerdasan emosi dalam memahami perasaan pasangan. Menurut Drs. M.G. Zulzamar, S.H.M.HI, seorang Hakim panitera, hamper setiap hari Pengadilan Agama Sukabumi menggelar sidang cerai. Biasanya setiap senin, Pengadilan Agama Sukabumi menggelar 5-9 kasus sidang cerai. Sedangkan hari-hari lain, sidang cerai dibawah angka di atas. Masih menurut Hakim Panitera di atas, paling banyak yang mengajukan perceraian, pasangan usia dibawah umur 30 tahun. Penyebab perceraian dilatarbelakangi karena pernikahan di bawah umur dan persoalan ekonomi. Fakta tingginya angka perceraian merupakan rapuhnya pondasi rumah tangga 4 di masyarakat. Mengapa masyarakat sedemikian mudah mengajukan gugatan cerai, setelah mereka mengadakan perjanjian suci dengan Tuhan baca: akad nikah ?. Pertanyaan ini menggelitik penulis untuk sejenak merenungi fenomena perceraian yang kian marak terjadi. Melongok penyebab maraknya gugatan cerai kebanyakan dipicu oleh persoalan sepele, kemudian dibesar-besarkan. Misalnya seorang suami menggugat cerai istrinya hanya karena si istri menggunakan HP milik suami tanpa ijin, kemudian suami menuduh istri menelpon laki-laki bukan muhrim tanpa sepengetahuan suami, Suami marah dan melakukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Contoh ini, adalah sebagian kecil masalah emosi yang menimbulkan prasangka buruk secara terus menerus menyebabkan perceraian. Pasangan tersebut dibajak emosi. Masalah emosi pasangan antara laki-laki dan perempuan berbeda, dikarenakan oleh akar pada masa kanak-kanak. Akar masa kanak-kanak laki-laki dan perempuan tidak sama. Anak- anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan dalam hal permainan yang mereka sukai, pola pendidikan emosi, hal bermain, rasa bangga, dan pokok pembicaraan. Anak laki-laki menyukai permaian yang berhubungan dengan ketangkasan, kemandirian, saling bersaing, bertahan sedangkan perempuan cenderung bekerjasama, pokok pembicaraan perempuan berhubungan dengan emosi, keterampilan bahasa. Sedangkan laki-laki banyak membicarakan tentang kemandirian, dan rasa bangga pada hal-hal yang berhubungan dengan ketangkasan, kompetisi, dan kekuatan yang dimiliki. Laki-laki dan perempuan berbeda dalam menghendel masalah emosi masing-masing. Hal yang rawan bagi laki-laki ialah laki-laki cenderung 5 mempertahankan ego dan harga diri mereka, dan tidak kuat dikritik istri secara terus menerus, bersikap membisu atau defensif. Hal yang rawan bagi perempuan cenderung emosional, suka mengkritik dan menangis. Sikap yang berbeda tersebut kerapkali memicu pertengkaran apabila tidak memiliki kecerdasan emosi untuk mengerti perasaan masing-masing pasangan. Perbedaan pendapat, pertengkaran, percekcokan, perselisihan yang terus menerus menyebabkan hilangnya rasa cinta dan kasih sayang. Pertengkaran hanya menyebabkan bersemainya rasa benci dan buruk sangka terhadap pasangan. Pertengkaran yang meluap-luap akan menyebabkan hilangnya rasa percaya dan terus memicu perceraian. Sementara perselisihan yang berakhir dengan baik dengan menyadari dan mengetahui perasaan masing-masing, bersikap empati dan mau memaafkan kesalahan pasangannya. Penyebab perceraian juga dipicu maraknya pernikahan di bawah umur. Pernikahan di bawah umur membuat mereka belum siap mengatasi pernik- pernik pertikaian yang mereka jumpai. Pernikahan adalah memerlukan kesatuan tekad, kepercayaan dan penerimaan dari setiap pasangan menjalani mahligai perkawinan. Ketidaksiapan pasangan tentu berhubungan dengan tingkat kedewasaan, mengatasi persoalan yang terkait dengan kehidupan, seperti keuangan, hubungan kekeluargaan, pekerjaan setiap pasangan. Cara mereka berpikir, bertindak menentukan cara mereka mengambil keputusan dalam hidup. Menikah di bawah umur yang disertai pendidikan rendah menyebabkan tidak dewasa. 5 5 . http:masalahperceraian.blogspot.com. Pd Kamis 23 Maret 2013 13.30 6 Bagaimana mengelola perselisian yang berakhir dengan baik?. Setiap pasangan bagaikan musuh dalam selimut intimate enemous. Suami istri adalah dua pribadi yang berbeda, dan berusaha hidup selaras dalam keutuhan rumah tangga. Untuk itu dibutuhkan banyak rasa saling mengerti perasaan pasangan. Hal ini dilakukan dengan cara : Pertama, menenangkan diri dilakukan guna meredam emosi impulsif. Menenangkan diri dilakukan dengan cara, misalnya relaksasi, yoga, bersilaturrahmi, mendatangi tempat-tempat rekreasi, mengheningkan diri dalam doa-doa, berdzikir mengingat Allah SWT, melakukan shalat sunnah, dan membaca al- Qur’an kitab suci. Menenangkan diri juga akan menenangkan jiwa-jiwa yang gelisah, membersihkan racun-racun emosi yang membajak hati. Dengan menenangkan diri membuat orang sejenak merenung dan mencari inspirasi serta mendengarkan kata hati. Orang yang tenang tidak akan mudah terbawa emosi pertengkaran. Sebaliknya, dengan menenagkan diri, akan mengakhirkan perselisihan dengan menyadari kesalahan masing- masing. Kedua, dilaog batin dilakukan dengan berbicara dengan batin, mengenai apa yang diinginkan dan mengapa keinginan itu tidak terpenuhi serta bagaimana mengatasi realitas menurut diri. Dialog batin perlu dilakukan guna membersihkan pikiran-pikiran irasional. Dialog batin dengan mendengarkan hati nurani dan akal pikiran akan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi oleh pasangan. Ketiga, mintalah nasehat perkawinan. Setiap pasangan perlu mencari penasehat untuk membantu mengatasi persolan rumah tangga yang sudah 7 akut. Mendatangi para tokoh agamawan, para guru, atau para konselor perkawinan akan membantu mencari alternatif dari perselisihan yang dihadapi. Nasehat perkawinan juga bisa dilakukan dengan membaca buku-buku yang berguna tentang hakekat perkawinan dan tujuan hidup pasangan. Nasehat perkawinan juga diperoleh dari contoh atau teladan para keluarga sejahtera, misalnya dengan cara saling berkunjung dan bertukar pengalaman dengan sesama teman atau sahabat dalam mengatasi konflik rumah tangga. Nasehat perkawinan yang diperoleh dari teman, sahabat atau ahli akan menguatkan kembali jiwa yang krisis. Nasehat perkawinan bisa menjadikan tempat konsultasi para pasangan yang tengah berkonflik. 6 Keempat, mendengar dan berbicara secara terbuka dengan pasangan. Saling mendengarkan keluhan pasangan, mencoba memahami jalan pikiran masing-masing akan membuat saling pengertian. Mendengarkan pasangan adalah perlu dalam sebuah relasi keluarga. Setiap orang ingin didengarkan oleh pasangan tentang kerisauan-kerisauan mereka yang bergejolak. Saling berbicara secara terbuka tentang masalah yang jumpai oleh setiap pasangan, bukan membicarakan tentang kepribadian. Karena kepribadian tidak bisa di rubah. Membicarakan kepribadian negatif masing-masing hanya akan memicu setiap pasangan menjadi merasa ditolak, tidak dicintai dan dipersalahkan. Untuk itu dalam membicarakan perlu mempertimbangkan, apakah hal yang dibicarakan tidak menyinggung kepribadian baca:bawaan pasangan?. Bagaimana perasaan pasangan apabila saya mengatakan hal ini?. Jika setiap pasangan mampu menimbang rasa maka akan terjadi pembicaraan yang terbuka, penuh rasa percaya dan meningkatkan rasa cinta. Indah bukan? 6 .http:www.polresklungkung.orgindex.phppengetahuanpengetahuan266-bimbingan- dan-konseling-perkawinan-part-1.pd Kamis 23 Maret 2013 13.30 8 Melihat fenomena yang terjadi di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Upaya Hakim dalam Memediasi Keluarga yang Akan Bercerai pada Masa Tunggu di Pengadilan Agama Sukabumi”

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berpijak pada latar belakang masalah di atas, maka penulis ingin memberikan batasan masalah agar pembahasan ini memiliki arah dan tujuan yang jelas sehingga para pembaca dapat memahaminya dengan baik isi dari penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari-Mei 2013. Adapun batasan masalah pada penelitian ini penulis menitik beratkan pada upaya hakim dalam memediasi keluarga yang akan bercerai di Pengadilan Agama Sukabumi, dalam upaya mencegah terjadinya perceraian, sehingga dengan upaya memediasi yang dilakukan oleh hakim diharapkan dapat meminimalisir kasus perceraian yang marak terjadi belakangan ini di Pengadilan Agama Sukabumi.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana upaya hakim dalam memediasi keluarga yang akan bercerai pada masa tunggu di Pengadilan Agama Sukabumi? 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban dari permasalahan yang dikemukakan di atas. Oleh karena itu, peneliti ini bertujuan: Untuk mengetahui Upaya Hakim Dalam Memediasi Keluarga Yang Akan Bercerai Pada Masa Tunggu Di Pengadilan Agama Sukabumi, dalam meminimalisir jumlah kasus perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Sukabumi.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Proses pembelajaran bagi penulis dalam melakukan suatu penelitian. b. Sebagai referensi akademik dan Informasi mahasiswa sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, khususnya bagi program studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

D. Tinjauan Kepustakaan

Setelah penulis melakukan peninjauan dan menelusuri beberapa perpustakaan, yaitu perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Penulis tidak menemukan judul skripsi yang sama dengan penulis namun penulis menemukan beberapa skripsi yang membahas tentang bimbingan dan konseling Dan dari beberapa skripsi tersebut penulis mendapat inpirasi dari berbagai judul skripsi yang sudah ada membahas tentang Bimbingan dan konseling diantaranya: 7 7 . Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dokumen yang terkait

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

5 53 167

BERSAMA SETELAH BERCERAI” (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) Proses Penyelesaian Perkara Perebutan Harta Bersama Setelah Bercerai Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta.

0 3 17

KENDALA YANG DIHADAPI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SRAGEN.

0 0 14

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 16

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 2

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 8

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 13

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 2

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 39

KENDALA YANG DIHADAPI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SRAGEN

0 2 14