Pengertian Mental Rehabilitasi Mental

kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup. 13 Agar perubahan- perubahan perilaku yang kita lewati menjadi selaras dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan dimana kita tinggal. Pengertian Rehabilitasi mental adalah suatu proses kegiatan yang ditujukan untuk memperkuat ketahanan mental seseorang dalam menghadapi masalah yang dimiliki, agar dapat bertahan, tidak putus asa, dan memiliki harapan untuk mengatasi masalahnya. 14

B. Penyalahgunaan Narkoba 1. Pengertian Penyalahgunaan

Penyalahgunaan adalah orang yang mengunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. 15 Adapun Penyalahgunaan obat- obatan ialah mereka yang dalam hidupnya, memang memiliki masalah atau bermasalah dengan obat-obatan dan alkohol, baik secara fisik, mental, emosional, maupun spiritual. 16 Hal ini bisa dikatagorikan orang-orang yang menggunakan obat-obatan NAPZA dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan, relaksasi, melepaskan kepenatan setelah bekerja, atau mengatasi rasa stres dan kecemasan dalam kehidupan. Sehingga berakibat pada kehidupan sehari-hari mereka telah terkondisikan secara sedemekian 13 Zakiah Daradjat, Kesehatan Menta, Jakarta: PT Gunung Agung, 1985, Cet Ke-12, h. 11. 14 Drs. Tunggul Sianipar, Pedoman Penanganan Korban Traffiking, Jakarta: Kementrian Sosial RI, Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial, 2010, h. 16. 15 H. Hadiman, Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua dan Aparat Dalam Penanggulangan dan Penyalahgunaan Narkoba, Jakarta: Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama BERSAMA 2005, h. 70. 16 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, Cet Ke-1, h. 32. rupa, selalu menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan NAPZA secara terus-menerus pada saat mereka membutuhkan sehingga tidak mampu mengontrol diri untuk tidak menggunakannya kecanduan. Ketergantungan obat atau kecanduan bisa diartikan seseorang yang tidak dapat hidup tanpa menggunakan narkoba. Secara sederhana, ketergantungan obat dapat diartikan: Saya tidak bisa berhenti I can’t stop. 17 Hal ini dikarenakan adanya ketergantungan fisik hingga menyebabkan timbulnya rasa sakit bagi dirinya bila ia berusaha untuk mengurangi pemakaian narkoba atau pemakaiannya dihentikan. Ketergantungan secara psikologis menimbulkan tingkah laku yang kompulsip untuk memperoleh obat-obatan tersebut, keadaan ini semakin memburuk manakala tubuh sang pemakai menjadi kebal terhadap narkoba, sehingga kebutuhan tubuh akan narkoba menjadi meningkat sampai pada efek yang sama dengan tingginya. 18 Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa narkotika, alkohol dan zat adiktif tersebut menurunkan ambang untuk mengendalikan dorongan-dorongan agresifitas baik fisik maupun seksual. 19 17 Ibid, h. 33. 18 H. Hadiman, Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua dan Aparat Dalam Penanggulangan dan Penyalahgunaan Narkoba, Jakarta: Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama BERSAMA, 2005, h. 5. 19 Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Al- Qur’an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan kesehatan Jiwa, Jakarta: PT Dana Bhakti Primayasa, 1997, Cet Ke-3, h. 206. Dalam sebuah penelitian ilmiah, seorang psikiater Dr. Graham Blain antara lain mengemukakan bahwa biasanya seorang remaja mempergunakan narkotika dengan beberapa sebab yaitu: 20 a. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya seperti ngebut-ngebutkan, berkelahi, bergaul dengan wanita dan lain-lain. b. Untuk menunjukkan tindakan menentang otoritas terhadap orang tua atau guru atau norma-norma sosial. c. Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks. d. Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman- pengalaman emosional. e. Untuk mencari dan menemukan arti dari hidup. f. Untuk mengisi kekosongan dan kesepiankebosanan. g. Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepatan hidup. h. Untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan solidaritas. i. Hanya iseng-iseng atau didorongan rasa ingin tahu. 20 Sudarsono, Kenakalan Remaja “Prevensi, Rehabilitasi dan Resosialisasi”, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, Cet Ke-4, h. 67.