PENDAHULUAN Analisa Komponen Kimia dan Uji Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada Bakteri Staphylococcus aureus Dan Pseudomonas aeruginosa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Proyeksi beberapa tahun ke depan diperkirakan Indonesia akan menempati posisi pertama. Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit sangat menjanjikan, karena permintaan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri Anonim, 2009. Dalam industri pengolahan minyak kelapa sawit atau CPO Crude Palm Oil akan diperoleh limbah industri Purwanto, 2011. Limbah industri kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini digolongkan menjadi limbah padat, cair dan gas. Salah satu limbah padat pada industri kelapa sawit adalah cangkang kelapa sawit, yang mana pemanfaatannya belum maksimal Elykurniati, 2011. Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah yang jumlahnya mencapai 60 dari produksi minyak inti. Limbah cangkang kelapa sawit berwarna hitam keabuan, bentuk tidak beraturan dan memiliki kekerasan cukup tinggi. Pengolahan cangkang kelapa sawit sebagai arang aktif adalah salah satu cara mudah untuk menambah nilai ekonomis Fauzi et al., 2002 Industri arang di Indonesia saat ini hanya mengutamakan arang sebagai produknya, sedangkan sisanya sekitar 70-80 berupa limbah uap atau gas dibuang bebas ke udara sebagai polutan. Upaya peningkatan nilai tambah produk dari asap agar lebih ramah lingkungan telah dilakukan, yaitu dengan penelitian pemanfaatan limbah asap dalam bentuk cairan yang disebut cuka kayu atau asap cair Nurhayati et al., 2005. Asap cair merupakan asam cuka vinegar yang diperoleh dengan cara pirolisis bahan baku pengasap seperti kayu atau cangkang kelapa, lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Asap cair mengandung UIN Syarif Hidayatullah Jakarta senyawa-senyawa antibakteri dan antioksidan, sehingga penggunaannya sangat luas mencakup industri makanan sebagai pengawet, industri kesehatan, pupuk tanaman, bioinsektisida, pestisida, desinfektan, herbisida, dan lain sebagainya Luditama, 2006. Sifat sebagai antibakteri ini berkaitan dengan kandungan senyawa-senyawa dalam asap cair, yaitu fenolik, senyawa karbonil, dan asam karboksilat. Penelitian uji daya hambat asap cair hasil pirolisis kayu pelawan Tristania abavata dan pengaruh konsentrasinya terhadap pertumbuhan Eschericia coli telah dilakukan dengan metode difusi cakram. Menurut Yatagai 2002 dalam Nurhayati 2009, mengatakan asap cair dapat berfungsi sebagai inhibitor, pemercepat pertumbuhan tanaman, deodorant, farmasi, antijamur dan mikroba, pengusir binatang kecil dan minuman. Kandungan cuka kayu sebagian besar terdiri dari air dan komponen kimia sekitar 200 jenis. Adanya aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri telah dibuktikan juga berdasarkan laporan Pujilestari 2007, untuk menjaga agar kualitas ikan tetap baik, maka perlu dilakukan upaya pengawetan dan salah satu upayanya yaitu menggunakan asap cair. Laporan lainnya oleh Eko dan Indroyono 2007 pada Seminar Nasional Hari Pangan, teknologi yang telah dikembangkan untuk pengawetan hasil perikanan adalah menggunakan asap cair cuka kayu. Beberapa penelitian tentang produksi dan penggunaan asap cair telah banyak dilakukan antara lain isolasi dan pemurnian asap cair berbahan dasar tempurung dan sabut kelapa secara pirolisis dan destilasi Luditama, 2006; kemampuan penghambatan asap cair terhadap pertumbuhan bakteri patogen dan perusak lidah sapi Yulistiani, dkk., 1997; kajian penggunaan asap cair tempurung kelapa terhadap daya awet baso ikan Zuraida, 2008. Penelitian-penelitian tersebut semuanya memanfaatkan asap cair dalam upaya pengawetan terhadap makanan. Analisa komponen kimia penyusun asap cair telah dilakukan oleh beberapa peneliti dan diketahui komponen penyusunnya antara lain fenol, 2-metoksi fenol, 1,2- benzenediol, 4 metil katekol, 2,6-dimetoksi fenol, dan 3 metil-1,2-benzenediol Luditama, 2006. Penelitian lain yang dilakukan oleh Zuraida 2008, diketahui UIN Syarif Hidayatullah Jakarta komponen penyusun asap cair di antaranya fenol dan turunannya adalah fenol, 2- Metilfenol, 3-metilfenol, 2,6-dimetilfenol, 2,4-dimetilfenol dan 3-etilfenol. Sedangkan karbonil dan asam diantaranya 1-Cyclohexene-1-carboxaldehyde, 2,3- dihydroxy-benzoic acid, 3-methoxybenzoic acid methyl ester, dan 4-hydroxy-benzoic acid methyl ester. Penyakit infeksi atau penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri merupakan penyakit yang banyak ditemukan dalam masyarakat. Sebelumnya menurut laporan Hermansyah 2009, penyakit infeksi ini menjadi penyebab kematian terbesar pada anak-anak dan dewasa dengan jumlah kematian lebih dari 13 juta jiwa setiap tahun, menempati urutan kedua 25 setelah kardiovaskular 31 dari 53,9 juta kasus penyebab kematian di dunia dan menjadi penyebab kematian utama pada anak dibawah umur 4 tahun. Pengobatan untuk penyakit infeksi adalah dengan pemberian agen antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba yang menginfeksi. Agen antimikroba antibiotik telah banyak ditemukan sekarang ini, tetapi beberapa diantaranya menjadi tidak efektif digunakan Hermansyah, 2009. Ditemukannya jenis-jenis kuman baru, sifat-sifat yang baru dari kuman dan jenis infeksi yang “keras kepala” atau yang tidak mau sembuh semuanya ini merupakan bukti bahwa kuman-kuman tadi mampu mengadaptasikan diri terhadap lingkungannya yang baru Anonim, 1993. Oleh karena itu pencarian antimikroba baru yang lebih efektif dan aman menjadi perlu untuk terus dilakukan. Berdasarkan uraian diatas, untuk mempertimbangkan kemungkinan aplikasi asap cair cuka kayu sebagai agen antibakteri alami pada pengobatan infeksi pasien, maka diperlukan kajian mengenai aktivitas antibakterinya. Dalam hal ini, bakteri uji yang digunakan adalah Pseudomonas aeruginosa mewakili Gram negatif dan Staphylococcus aureus mewakili Gram positif. Selain itu, juga perlu dilakukan identifikasi komponen golongan senyawa kimia dalam asap cair cuka kayu. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.2.Perumusan Masalah 1 Apakah asap cair tempurung kelapa sawit yang dipirolisis pada suhu 200- 250 C, 280-350 C dan 400 C memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa? 2 Apa saja komponen kimia penyusun asap cair tempurung kelapa sawit hasil fraksinasi suhu 65 C dan 65 C? 3 Berapa nilai Konsentrasi Hambat Minimum KHM masing-masing asap cair tempurung kelapa sawit hasil fraksinasi suhu 65 C dan 65 C terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa? 4 Bagaimana pengaruh pemberian asap cair tempurung kelapa sawit terhadap morfologi Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa? 1.3.Tujuan Penelitian 1 Mengetahui aktivitas antibakteri asap cair tempurung kelapa sawit yang dipirolisis pada suhu 200-250 C, 280-350 C dan 400 C terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. 2 Mengetahui komponen kimia penyusun asap cair tempurung kelapa sawit hasil fraksinasi suhu 65 C dan 65 C. 3 Menentukan nilai Konsentrasi Hambat Minimum KHM masing-masing asap cair tempurung kelapa sawit hasil fraksinasi suhu 65 C dan 65 C terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. 4 Mengetahui pengaruh pemberian asap cair tempurung kelapa sawit terhadap morfologi Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. 1.4.Manfaat Penelitian Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai aktivitas antibakteri asap cair tempurung kelapa sawit terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Serta memberikan nilai ekonomi pada limbah padat tempurung kelapa sawit dan mengurangi polutan udara dengan pemanfaatan lebih lanjut dari limbah gasuap hasil pembakaran tempurung kelapa sawit. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

4 102 53

Respon Morfologi dan Fisiologi Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Aplikasi Pupuk Magnesium Dan Nitrogen

3 97 84

Uji Kompatibilitas Mikoriza Vesikular Arbuskular Pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guimensis Jacq) di Pembibitan Pada Media Tanam Histosol dan Ultisol

0 26 82

Pengaruh Pemberian Limbah Kalapa sawit (Sludge) dan Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guinsensis Jacq) di Pembibitan Awal

0 25 95

Respon Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Media Kombinasi Gambut Dan Tanah Salin Yang Diaplikasi Tembaga (Cu) Di Pembibitan Utama

0 42 79

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Konsentrasi dan Interval Pemberian Pupuk Daun Gandasil D Pada Tanah Salin Yang Diameliorasi Dengan Pupuk Kandang

1 28 184

Kemampuan AntiFungi Bakteri Endofit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Ganoderma boninenese Pat

5 53 66

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75