15 anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib
pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.
Berdasarkan Undang-Undang
Pajak Penghasilan
Indonesia menganut stelsel campuran, dimana pada awal tahun pajak terdapat
angsuran pajak berdasarkan besarnya pajak yang terutang. Sehingga pada akhir tahun dihitung kembali berdasarkan penghasilan yang diperoleh pada
tahun yang bersangkutan. Jika terdapat kekurangan, maka wajib pajak harus melunasi kekurangan pembayaran pajak dalam jangka waktu yang
telah ditentukan.
4. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, Withholding System
Resmi, 2009:11. Adapun penjelasannya sebagai berikut: a. Official Assessment System
Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus atau aparat pajak untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang- undang perpajakan yang berlaku.
b. Self Assessment System Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
16 wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
c. Withholding System Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Saat ini di Indonesia menerapkan sistem Self Assessment System, dimana wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak terutang, paham
akan peraturan yang berlaku dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, berhasil
atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak semacam ini sangat tergantung pada wajib pajak itu sendiri peran dominan ada pada wajib
pajak.
5. Pajak Penghasilan
Pengertian Pajak Penghasilan dalam pasal 1 Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 adalah Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak. Ini mengandung pengertian bahwa subjek pajak baru dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh
penghasilan. Waluyo 2010:89 mengartikan bahwa subjek pajak sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak.
17
a. Subjek Pajak Penghasilan
1 Orang pribadi 2 Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak 3 Badan
4 Bentuk Usaha Tetap
b. Bukan Subjek Pajak Penghasilan
1 Badan perwakilan negara asing 2 Pejabat-pejbat perwakilan diplomatik, konsulat atau pejbat-pejabat
lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama
mereka 3 Organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan 4 Pejabat-pejabat perwakilan organisasi ntenasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
c. Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
18 1 Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh. 2 Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
3 Laba usaha. 4 Keuntungan karena penjualan atau karena penagihan aktiva.
5 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebnkan sebagai biaya.
6 Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan kerja karena jaminan pengembalian hutang.
7 dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi; 8 royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9 sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10 penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11 keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12 keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13 selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14 premi asuransi; 15 iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
19 16 tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak; 17 penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18 imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan; dan 19 surplus Bank Indonesia.
d. Bukan Objek Pajak Penghasilan
1 bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur dengan
atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah; dan
2 harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
20 tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; 3 warisan;
4 harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf b sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal; 5 penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura danatau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus deemed profit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
6 pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 7 dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
8 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
21 9 bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 dua puluh
lima persen dari jumlah modal yang disetor; 10 iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
11 penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 12 bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 13 dihapus;
14 penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
15 merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 16 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
22 17 beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
18 sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan danatau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana
dan prasarana kegiatan pendidikan danatau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 empat tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
dan 19 bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
6. Kepatuhan Wajib Pajak
Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai kepatuhan wajib pajak menurut beberapa ahli yaitu: Rahayu, 2010:138
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah kepatuhan adalah: “Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran aturan dalam perpajakan
kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh, serta melaksanakan ketentuan perpajakan.
Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan mematuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan perpajakan”.
23 Safri Nurmantu berpendapat:
“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan
hak perpajakannya.
Norman D. Nowak, mengartikan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai: “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,
tercermin dalam situasi dimana: a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya
Sedangkan merujuk pada kriteria Wajib Pajak Patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.554KMK.042000, bahwa kriteria
kepatuhan Wajib Pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut Rahayu, 2010:139:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 dua tahun terakhir
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 sepuluh tahun terakhir
24 d. Dalam waktu 2 dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan
dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang
terutang paling banyak 5 e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 dua tahun terakhir
diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat wajar dengan pengecualian tidak mempengaruhi laba rugi
fiskal. Jadi bisa disimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu
keadaan dimana Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku
tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi hukum maupun administrasi.
a. Wajib Pajak
Pengertian Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
adalah: “Wajib Pajak Adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.” Pengertian tersebut menjelaskan bahwa setiap wajib pajak yang
telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
25 ketentuan
peraturan perundang-undangan
perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
Tahun 1984 dan perubahannya. Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
89PJ2009 Tentang Tata Cara Penanganan Wajib Pajak Non Efektif, Wajib Pajak yang terdaftar dapat di administrasikan ke dalam dua
jenis wajib pajak, yaitu: 1 Wajib Pajak Efektif yaitu Wajib Pajak yang melakukan pemenuhan
kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian Surat Pemberitahuan SPT Masa danatau Tambahan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. 2 Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak melakukan
pemenuhan kewajiban baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian Surat Pemberitahuan SPT Masa danatau Tambahan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, yang nantinya dapat diaktifkan kembali.
Wajib Pajak dinyatakan sebagai Wjib Pajak Non Efektif apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
26 a Selama 3 tiga tahun berturut-turut tidak pernah melakukan
kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian SPT Masa danatau Tahunan.
b Tidak diketahuiditemukan lagi alamatnya c Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia tetapi
belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP
d Secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha e Bendahara tidak melakukan pembayaran lagi
f Wajib Pajak Badan yang telah bubar tetapi belum ada akte pembubarannya atau belum ada penyelesaian likuidasi bagi
badan yang sudah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang
g Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan. Dalam hal perubahan status Wajib Pajak Efektif menjadi Non
Efektif atau sebaliknya, Direktorat bagian Informasi Perpajakan harus melakukan pemantauan terhadap perubahan status wajib pajak yang
dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak KPP.
27
b. Surat Pemberitahuan SPT
1 Pengertian SPT Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan danatau pembayaran pajak, objek pajak danatau bukan objek pajak, danatau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan perpajakan.
2 Fungsi SPT Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan
adalah sebagai
sarana untuk
melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri danatau melalui pemotongan atau pemungutan pihak
lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak b Penghasilan yang merupakan objek pajak danatau bukan
objek pajak c Harta dan kewajiban
d Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan
28 lain dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan
SPT adalah
sebagai sarana
untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran
b Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak danatau melalui pihak
lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sedangkan bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi surat pembeitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
3 Jenis SPT Secara garis besar Surat Pemberitahuan SPT dibedakan
menjadi dua, yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan, dimana penjelasannya sebagai berikut:
a SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak yang terutang dalam suatu
masa pajak. SPT Masa terdiri dari SPT Masa pph, SPT Masa
29 PPN, dan SPT Masa PPN untuk Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai. b SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk melakukan
pelaporan atas pembayaran pajak yang terutang dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. SPT Tahunan ini hanya
ada untuk Pajak penghasilan saja. 4 Batas Waktu Penyampaian SPT
Batas waktu penyampaian SPT Tahunan, ada dua kategori, yaitu:
a SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak
b SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
Sedangkan batas waktu penyampaian SPT Masa Pajak Penghasilan terdapat beberapa kategori, dimana rata-rata
penyampaiannya dilakukan paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
7. Penagihan Pajak
Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai penagihan pajak menurut beberapa ahli yang diungkap oleh Rahayu 2010:138, yaitu:
Menurut Rachmat Soemitro “Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral
Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran paja
k”
30 Menurut pasal 1 butir 9 Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang
penagihan pajak dengan surat paksa “Penagihan pajak adalah serangkaian tidakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah
disita
” Menurut Moeljohadi
“Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan dari aparatur jenderal, berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik sebagianseluruhan
kewajiban perpajakan yang menurut undang-undang perpajakan yang berlaku”
Dari pengertian yang dikemukakan tersebut, terdapat empat unsur pengertian penagihan, diantaranya yaitu:
a. Serangkaian tindakan, bahwa penagihan dilakukan berurutan dari diterbitkannya Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah melakukan
penyitaan, Pengumuman lelang serta pelelangan b. Aparatur Direktur Jenderal Pajak, juru sita pajak negara yang telah
memenuhi syarat-syarat khusus, diangkat dan telah disumpah c. Wajib Pajak tidak melunasi sebagianseluruhnya kewajiban perpajakan
yaitu utang pajak yang tercantum dalam SPT, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan atau Putusan Banding yang menambah
pajak terutang. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Penagihan pajak
adalah suatu tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak agar dapat melunasi utang pajak tanpa
31 menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak .
a. Dasar Penagihan Pajak
Dalam penagihan pajak perlu diketahui terlebih dahulu dasar yang digunakan dalam penagihan pajak. Sesuai dengan pasal 18 Undang-
Undang KUP bahwa dasar penagihan pajak yang digunakan yaitu
Waluyo, 2009:57:
1 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB 2 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT
3 Surat Keputusan Pembetulan 4 Surat Keputusan Keberatan, Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Dasar hukum yang digunakan dalam penagihan pajak yaitu
Undang-Undang no.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Sebagai pelaksana eksekusi dari putusan yang sama
kedudukanya dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dilaksanakan oleh juru sita. Juru sita diangkat
dan diberhentikan oleh pejabat yang bertugas Waluyo, 2009:58: 1 Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan sekaligus
2 Memberitahukan Surat Paksa 3 Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasar
surat perintah melaksanakan penyitaan
32 4 Melaksanakan
penyanderaan berdasarkan
surat perintah
penyanderaan.
b. Bentuk Penagihan Pajak
Penagihan pajak dapat dibedakan menjadi 2 dua yaitu penagihan pasif dan penagihan aktif, adapun penjelasanya adalah sebagai berikut
Suandi, 2008:174: 1 Penagihan Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan
pajak kurang bayar tambahan, surat keputusan pembetulan yang menyebabkan pajak terutang lebih besar, surat keputusan keberatan
yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, surat keputusan banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi
lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka 7 hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak
secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran. 2 Penagihan Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan
aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetap, akan diikuti dengan tindakan sita, dan
dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
33 a Surat Teguran
Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7 tujuh hari dari batas waktu jatuh tempo satu
bulan sejak tanggal diterbitkannya. b Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 dua puluh satu hari dari tanggal surat teguran maka akan diterbitkan Surat
Paksa yang disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp 50.000,00 lima
puluh ribu rupiah, utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.
c Juru Sita Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24
jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang WP, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp
100.000,00 seratus ribu rupiah. d Lelang
Dalam waktu 14 empat belas hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan
tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum
34 dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya
iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabardan biaya lelang pada saat pelelangan.
c. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, berdasarkan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding,
Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh penanggung
pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dilaksanakan penagihan pajak.
Adapun jadwal atau jangka waktu penagihan pajak adalah sebagai berikut Rahayu, 2010:198:
1 Tanggal jatuh tempo tidak dibayar 2 7 hari tanggal jatuh tempo diterbitkan Surat Teguran
3 21 hari dari tanggal Surat Teguran diterbitkan Surat Paksa 4 2x24 jam dari tanggal Surat Paksa diterbitkan Surat Perintah
Melakukan Penyitaan SPMP 5 14 hari dari tanggal SPMP pemerintah jadwal waktu pelelangan ke
kantor negara 6 14 hari pengumuman lelang, pelaksanaan lelang.
Dan apabila Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban membayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat teguran,
35 penagihan selanjutnya dilakukan oleh Juru Sita Pajak Negara JSPN
dengan menerbitkan Surat Paksa. 1 Pemberitahuan Surat Paksa
Surat Paksa diberitahukan oleh JSPN dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
Pemberitahuan ini dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang- kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa,
nama JSPN, nama yang menerima dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada:
a Penanggung Pajak b Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja
di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.
c Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya apabila Wajib Pajak telah
meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi. d Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan
harta warisan telah di bagi. Sedangkan Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh
juru sita pajak kepada:
36 a Pengurus, kepada perwakilan, kepala cabang, penanggung
jawab, pemilik modal. b Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan,
apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf I.
2 Isi Surat Paksa Surat Paksa diantaranya berisi sebagai berikut:
a Berkepala kata “Atas nama keadilan” sesuai UU No. 14
Tahun 1970, sesuai UU PPSP diganti menjadi “Demi keadilan berdasar
kan Ketuhanan Yang Maha Esa” b Nama Wajib Pajak dan keterangan cukup tentang alasan yang
menjadi dasar penagihan, perintah membayar dalam waktu 2 x 24 jam
c Ditandatangani oleh pejabat yang berwenang ditunjuk Menteri Keuangan atau kepala daerah.
3 Karakter Surat Paksa Karakter surat paksa yang lain, disamping seperti yang telah
disebutkan di atas: a. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse
putusan dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasannya.
b. Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
37 c. Dapat
dilanjutkan dengan
tindak penyitaan
atau penyanderaaanpencegahan.
8. Penerimaan Pajak
Realisasi penerimaan pajak adalah penerimaan pajak yang berasal dari Wajib Pajak yang berhasil dihimpun oleh KPP. Pemungutan pajak
merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib pajak yang secara langsung dan bersamasama melaksanakan kewajiban
perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Menurut Waluyo dan Wirawan 2002:5 dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk
mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat.
Sedangkan dari sudut pandang keuangan, pajak juga dipandang sebagai bagian yang sangat penting dalam penerimaan negara. Jika dilihat
dari penerimaan negara, kondisi keuangan negara tidak lagi semata-mata dari penerimaan negara berupa minyak dan gas bumi, tetapi lebih
berupaya untuk menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan negara. Upaya memaksimalkan penghimpunan pajak negara dapat
dilakukan melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan. Ekstensifikasi merupakan upaya untuk menambah atau
memperluas subyek pajak maupun obyek pajak. Indikatornya adalah ketika nominal rupiah pajak yang terhimpun diikuti oleh peningkatan
38 jumlah Wajib Pajak. Intensifikasi dilakukan dengan upaya meningkatkan
terhimpunnya pajak dari subyek pajak dan obyek pajak yang telah ada. Indikatornya adalah peningkatan nominal rupiah penerimaan pajak tanpa
selalu diikuti penambahan jumlah subyek atau obyek pajak.
B. Penelitian Sebelumnya
Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel
2.1.