Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Program Jamkesmas Di Kabupaten Labuhanbatu

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PEMANFAATAN PROGRAM JAMKESMAS

DI KABUPATEN LABUHANBATU

T E S I S

Oleh

SOPAR SITORUS

067012024/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PEMANFAATAN PROGRAM JAMKESMAS

DI KABUPATEN LABUHANBATU

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SOPAR SITORUS

067012024/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PEMANFAATAN PROGRAM JAMKESMAS DI KABUPATEN LABUHANBATU Nama Mahasiswa : Sopar Sitorus

Nomor Induk Mahasiswa : 067012024

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, SE,Ak,M.B.A,M.A.F.I.S) (dr. Jules H. Hutagalung, M.P.H)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 09 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, SE,Ak, M.B.A, M.A.F.I.S Anggota : 1. dr. Jules H. Hutagalung, M.P.H

2. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si 3. Drs. Amru Nasution, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMANFAATAN PROGRAM JAMKESMAS

DI KABUPATEN LABUHANBATU

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 9 September 2009


(6)

ABSTRAK

Terjadinya krisis moneter dan multidimensi di Indonesia pada tahun 1997 meningkatkan jumlah penduduk miskin. Di Kabupaten Labuhanbatu jumlah penduduk miskin meningkat dari 176.301 pada tahun 2006 menjadi 233.895 pada tahun 2007. Masalah derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah salah satunya adalah akses sarana dan prasarana terhadap pelayanan kesehatan yang sulit. Program Jamkesmas diselenggarakan agar terjadi subsidi silang antara pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan dalam rangka mewujudkan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin.

Jenis penelitian ini explanatory research yang bertujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan program Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu. Populasi penelitian sebanyak 6526 KK masyarakat miskin, sampel dipilih sebanyak 200 orang dengan teknik sampling random. Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi-Square, analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu oleh masyarakat sejak Januari 2008-Desember 2008 yaitu 84,5%, sedangkan yang tidak pernah memanfaatkan Jamkesmas yaitu 15,5%. Uji regresi logistik ganda menunjukkan variabel yang berpengaruh secara signifikan yaitu pengetahuan, sarana dan prasarana, dan kondisi kesehatan. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap pemanfaatan Jamkesmas adalah kondisi kesehatan dengan OR (odd rate) 3,606(95%CI:0,180-1,066).

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Labuhanbatu melakukan upaya pendataan dan verifikasi dengan benar agar program Jamkesmas tepat sasaran dan seluruh masyarakat miskin di Kabupaten Labuhanbatu dapat menjadi peserta Jamkesmas. Diharapkan peserta Jamkesmas memanfaatkan Jamkesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan meningkatkan derajat kesehatan individu dan keluarga.

Kata Kunci : Jamkesmas, Pelayanan Kesehatan, Pemanfaatan.

Variabel yang signifikan mampu memprediksi 67,84% pemanfaatan Jamkesmas oleh masyarakat miskin di Kabupaten Labuhanbatu.


(7)

ABSTRACT

The incident of multidimension and monetary crisis in Indonesia in 1997 increased the number of poor population. In Labuhanbatu District, the number of poor population increased from 176,301 in 2006 to 233,895 in 2007. the low poor community’s health level is caused by many factors and one of them is the difficult access of facility and infrastructure to get health service. Jamkesmas (Community Health Guarantee) program has been carried out to generate a cross-subsidy between health service and health finance in an attempt to materialize a guarantee of health maintenance for poor community.

The purpose of this explanatory research is to analyze the factors which influence the utilization of Jamkesmas program in Labuhanbatu District. The population of this study was 6,526 heads of households and 200 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were statistically analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with the double logistic regression test.

The result of this study shows that the utilization of Jamkesmas program in Labuhanbatu District by community from January 2008 to December 2008 was 84.5%, while 15.5% of the community never utilized the Jamkesmas program. The multiple regression logistics test shows the variable which had influence on utilization of Jamkesmas were: knowledge, facility and infrastructure, and condition of health. The most influenced factor was the condition of health with OR (odds rate) 3,606(95%CI:0.180-1.066).

It is suggested that Labuhanbatu District Health Office to collect and verify the data correctly in order to make the Jamkesmas program effective and efficient that all of the poor community in Labuhanbatu District can be the members of the Jamkesmas. It is expected that the members of the Jamkesmas can utilize the Jamkesmas optimally and improve the individual and family health standard.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Program Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu”.

Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan yang diberikan berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih, semoga sukses dan berbahagia selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa kepada Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, SE, Ak, M.B.A, M.A.F.I.S, dr. Jules H. Hutagalung, M.P.H selaku Pembimbing yang memberi perhatian, dukungan dan pengarahan sejak mulai hingga selesai tesis ini.

Terima kasih tiada terkira juga kami sampaikan dengan tulus kepada yang terhormat Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si, dr. Ria Masniari Lubis, M.Si dan Drs. Amru Nasution, M.Kes, selaku Penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan bobot tesis ini.

Di samping itu penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana USU.

2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, sebagai Dekan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

3. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

5. dr. Fuad Nazmi, M.Kes, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu yang memberi izin dan dukungan.

6. Ronald Siagian, selaku Kepala Cabang PT. Askes Rantauprapat yang telah memberi masukan dalam penulisan tesis ini.

7. Direktur RSU Rantauprapat yang memberi kesempatan untuk mengikuti Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Kepala Puskesmas dan Staf juga pegawai dimana telah membantu saya selama penelitian.

9. Rekan mahasiswa/i Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Angkatan Tahun 2006.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik Aulia tercinta serta seluruh keluarga besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.


(10)

Penulis menyadari tesis ini jauh dari sempurna, karenanya saran untuk memperbaiki sangat diperlukan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya Kabupaten Labuhanbatu.

Medan, September 2009 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Sopar Sitorus, lahir pada tanggal 12 Desember 1970 di Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir, anak keduabelas (12) dari tigabelas (13) bersaudara, dari seorang almarhumah K. br. Manurung dan seorang ayah almarhum W. Sitorus. Orang tua saya penganut Agama Kristen Protestan demikian juga dengan saya adalah penganut Agama Kristen Protestan. Saya bersama keluarga tinggal di Jl. Merathon (Huta Ginjang) No. 42 Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 9, Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu yaitu dari tahun 1977 – 1983, kemudian pindah ke Kecamatan Porsea kabupaten Toba Samosir dan melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 tahun 1983 dan penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama pada tahun 1986 kemudian meneruskan pendidikan ke Sekoah Perawat Kesehatan di Kota Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara dari tahun 1986 sampai dengan tahun 1989.

Pada Tahun 1998 sampai dengan 2000 penulis melanjutkan pendidikan D-III Keperawatan Depkes Medan, kemudian tahun 2002 – 2004 melanjutkan pendidikan ke Tingkat S1 – Sarjana Kesehatan Masyarakat di STIKes Mutiara Indonesia Medan.

Kini penulis sedang mengikuti pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan


(12)

Pada tahun 1995, penulis bekerja di rumah Sakit Umum daerah Kabupaten Labuhanbatu sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan dengan jabatan Staf Sekretaris RSU Rantauprapat sampai sekarang


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Masyarakat ... 11

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi dalam Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan ... 25

2.3 Landasan Teori ... 42

2.4 Kerangka Konsep ... 44

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.3 Populasi dan Sampel ... 46

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 50

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 54

3.6 Metode Pengukuran ... 55

3.7 Metode Analisis Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Kabupaten Labuhanbatu ... 59

4.2. Analisis Univariat ... 64

4.3. Analisis Bivariat... 71


(14)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pemanfaatan Jamkesmas... 83 5.2. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Pemanfaatan Jamkesmas

di Kabupaten Labuhanbatu ... 86 5.3. Pengaruh Pendapatan Terhadap Pemanfaatan Jamkesmas

di Kabupaten Labuhanbatu ... 87 5.4. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Pemanfaatan Jamkesmas

di Kabupaten Labuhanbatu ... 90 5.5. Pengaruh Sarana dan Prasarana Terhadap Pemanfaatan

Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu ... 91 5.6. Pengaruh Informasi Terhadap Pemanfaatan Jamkesmas

di Kabupaten Labuhanbatu ... 93 5.7. Pengaruh Kondisi Kesehatan Terhadap Pemanfaatan

Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu ... 94 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 97 6.2 Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Jumlah dan Cakupan Angka Kematian Bayi serta Angka

Kematian Ibu Tahun 2006-2007 ... 5

3.1 Data Penduduk Kabupaten Labuhanbatu ... 48

3.2 Jumlah Sampel Kepala Keluarga Masyarakat Miskin di Kecamatan Wilayah Pesisir Kabupaten Labuhanbatu ... 50

3.3 Validitas Instrumen Penelitian ... 52

3.4 Pengukuran Variabel Independen ... 56

3.5 Pengukuran Variabel Dependen... 57

4.1 Distribusi Karakteristik Responden di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009... 65

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009... 66

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009... 67

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009... 67

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009... 68

4.6 Distribusi Pernyataan Responden tentang Pelayanan Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 68

4.7 Distribusi Pernyataan Responden tentang Sarana dan Prasarana di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009... 69

4.8 Distribusi Pernyataan Responden tentang Informasi di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 70


(16)

4.9 Distribusi Pernyataan Responden tentang Kondisi Kesehatan

di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 70 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Jamkesmas di

Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 71 4.11 Pengaruh Pekerjaan Responden Terhadap Pemanfaatan

Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 72 4.12 Pengaruh Pendapatan Responden Terhadap Pemanfaatan

Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 73 4.13 Pengaruh Pengetahuan Responden Terhadap Pemanfaatan

Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 74 4.14 Pengaruh Sikap Responden Terhadap Pemanfaatan Jamkesmas

di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 75 4.15 Pengaruh Pelayanan Jamkesmas Terhadap Pemanfaatan

Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 76 4.16 Pengaruh Sarana dan Prasarana Terhadap Pemanfaatan

Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 77 4.17 Pengaruh Informasi Terhadap Pemanfaatan Jamkesmas

di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 78 4.18 Pengaruh Kondisi Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Jamkesmas

di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2009 ... 79 4.19 Hasil Uji Regresi Logistk Tahap Pertama Analisis Faktor-faktor

yang Memengaruhi Pemanfaatan Program Jamkesmas di Kabupaten

Labuhanbatu... 80 4.20 Hasil Uji Regresi Logistk Tahap Kedua Analisis Faktor-faktor yang

Memengaruhi Pemanfaatan Program Jamkesmas di Kabupaten


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Siklus Kesehatan dan Kemiskinan ... 24 2.2. Skema Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Individu ... 44 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 45


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Lembar Kuesioner ... 104

2. Tabel Hasil Ujicoba Kuesioner ... 127

3. Hasil Uji Validitas ... 128

4. Uji Reliabilitas ... 135

5. Master Data Penelitian ... 135

6. Output SPSS ... 148

7. Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU... 163 8. Surat Balasan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu

dan UPTD ...


(19)

ABSTRAK

Terjadinya krisis moneter dan multidimensi di Indonesia pada tahun 1997 meningkatkan jumlah penduduk miskin. Di Kabupaten Labuhanbatu jumlah penduduk miskin meningkat dari 176.301 pada tahun 2006 menjadi 233.895 pada tahun 2007. Masalah derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah salah satunya adalah akses sarana dan prasarana terhadap pelayanan kesehatan yang sulit. Program Jamkesmas diselenggarakan agar terjadi subsidi silang antara pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan dalam rangka mewujudkan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin.

Jenis penelitian ini explanatory research yang bertujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan program Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu. Populasi penelitian sebanyak 6526 KK masyarakat miskin, sampel dipilih sebanyak 200 orang dengan teknik sampling random. Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi-Square, analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu oleh masyarakat sejak Januari 2008-Desember 2008 yaitu 84,5%, sedangkan yang tidak pernah memanfaatkan Jamkesmas yaitu 15,5%. Uji regresi logistik ganda menunjukkan variabel yang berpengaruh secara signifikan yaitu pengetahuan, sarana dan prasarana, dan kondisi kesehatan. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap pemanfaatan Jamkesmas adalah kondisi kesehatan dengan OR (odd rate) 3,606(95%CI:0,180-1,066).

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Labuhanbatu melakukan upaya pendataan dan verifikasi dengan benar agar program Jamkesmas tepat sasaran dan seluruh masyarakat miskin di Kabupaten Labuhanbatu dapat menjadi peserta Jamkesmas. Diharapkan peserta Jamkesmas memanfaatkan Jamkesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan meningkatkan derajat kesehatan individu dan keluarga.

Kata Kunci : Jamkesmas, Pelayanan Kesehatan, Pemanfaatan.

Variabel yang signifikan mampu memprediksi 67,84% pemanfaatan Jamkesmas oleh masyarakat miskin di Kabupaten Labuhanbatu.


(20)

ABSTRACT

The incident of multidimension and monetary crisis in Indonesia in 1997 increased the number of poor population. In Labuhanbatu District, the number of poor population increased from 176,301 in 2006 to 233,895 in 2007. the low poor community’s health level is caused by many factors and one of them is the difficult access of facility and infrastructure to get health service. Jamkesmas (Community Health Guarantee) program has been carried out to generate a cross-subsidy between health service and health finance in an attempt to materialize a guarantee of health maintenance for poor community.

The purpose of this explanatory research is to analyze the factors which influence the utilization of Jamkesmas program in Labuhanbatu District. The population of this study was 6,526 heads of households and 200 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were statistically analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with the double logistic regression test.

The result of this study shows that the utilization of Jamkesmas program in Labuhanbatu District by community from January 2008 to December 2008 was 84.5%, while 15.5% of the community never utilized the Jamkesmas program. The multiple regression logistics test shows the variable which had influence on utilization of Jamkesmas were: knowledge, facility and infrastructure, and condition of health. The most influenced factor was the condition of health with OR (odds rate) 3,606(95%CI:0.180-1.066).

It is suggested that Labuhanbatu District Health Office to collect and verify the data correctly in order to make the Jamkesmas program effective and efficient that all of the poor community in Labuhanbatu District can be the members of the Jamkesmas. It is expected that the members of the Jamkesmas can utilize the Jamkesmas optimally and improve the individual and family health standard.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah selalu berusaha untuk memenuhi hak warga negaranya. Jumlah warga negara yang terganggu kesehatannya sangat meningkat tajam sejak terjadinya krisis multi dimensi pada tahun 1997, khususnya pada kelompok masyarakat miskin. Oleh karena itu pemerintah pada tahun 1998 melaksanakan Program Jaringan Pengaman Sosial, termasuk di Bidang Kesehatan (JPS-BK), yang dananya berasal dari Bank Pembangunan Asia yang ditujukan untuk pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin (Depkes RI, 2006).

Terjadinya krisis multi dimensi mengakibatkan meningkatnya beban anggaran negara, maka melalui Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas 2000-2004, disepakati untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) sejak tahun 2001 dan diharapkan tanpa subsidi BBM pada akhir tahun 2004 mengalihkan dana subsidi BBM yang dikurangi tersebut untuk pembiayaan keluarga miskin bagi pemenuhan hak warga negara agar tetap sehat dan sejahtera. Program yang dimulai sejak tahun 2002 tersebut dikenal dengan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM, termasuk Bidang Kesehatan (PKPS-BBM Bidkes), Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS-BK) Tahun 1998-2001 dan Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDEPSE) Tahun 2001 (Depkes RI, 2003).


(22)

Pada tahun 2003, ketiga program bantuan bagi keluarga miskin dipadukan dalam satu program yang disebut PKPS-BBM Bidkes Pemerintah mengalihkan biaya subsidi BBM menjadi biaya untuk melayani keluarga miskin agar tetap terpelihara kesehatannya, bahkan ditingkatkan derajat kesehatannya dengan melalui pengaruh kebijakan Pemerintah Kabupaten terhadap program tersebut dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin. Pada tahun 2003 dilakukan uji coba penyaluran dana PKPS BBM Bidkes melalui mekanisme pra-bayar (Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin - Program JPK Gakin) di Propinsi dan Kabupaten/Kota yang ditetapkan. Hasil uji coba tersebut membuat Program PKPS-BBM Bidkes kurang efektif dan efisien dilaksanakan di mana pihak ke tiga menjadi pengelola (Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu, 2007).

Pada akhir Tahun 2004, Menteri Kesehatan melalui SK Nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004, tanggal 12 November 2004, menugaskan PT.ASKES (Persero) dengan berbasis asuransi sosial dalam mengelola pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin. PT.ASKES (Persero) sebagai pihak ketiga dalam penyelenggaraan kesehatan masyarakat miskin agar dapat bekerja sama dengan lintas sektoral yang terkait dalam pemanfaatan dan peningkatan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin (Depkes RI, 2006).

Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin sejak Januari 2005 dikelola sepenuhnya oleh PT.ASKES (Persero) meliputi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya, serta pelayanan kesehatan rujukan di Rumah Sakit. Masyarakat miskin yang di maksud adalah keluarga miskin yang


(23)

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota dengan melibatkan tim desa dalam mengidentifikasi nama dan alamat keluarga miskin secara tepat, sesuai dengan kriteria keluarga miskin.

Pemerintah sangat memperhatikan kebutuhan masyarakat miskin khususnya dalam pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 Ayat (1), Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Saat ini Pemerintah memperhatikan penjaminan kesehatan bagi masyarakat miskin sebagai bagian pengembangan jaminan secara menyeluruh. Berdasarkan pengalaman masa lalu dan belajar dari pengalaman berbagai negara lain yang telah lebih dahulu mengembangkan jaminan kesehatan. Maka Pemerintah pusat membuat kebijakan baru dalam melaksanakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dengan surat edaran Nomor JP.01.01/I/289/2008, tanggal 31 Januari 2008 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin. Sehingga mulai Januari 2008 Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Masyarakat Miskin dikelola Departemen Kesehatan Pusat, meliputi bahwa pelayanan dasar dilakukan oleh Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di Rumah Sakit (Depkes RI, 2008).

Adanya perubahan ASKESKIN diganti menjadi Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin) keputusan Menteri Kesehatan melalui SK Nomor 125/Menkes/SK/II/2008, Tanggal 6 Februari 2008 telah diterbitkan Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat untuk menangani pelayanan kesehatan


(24)

masyarakat miskin. Kenyataan yang terjadi, derajat kesehatan masyarakat miskin masih rendah, hal ini tergambarkan dari angka kematian bayi kelompok masyarakat miskin tiga setengah sampai dengan empat kali lebih tinggi dari kelompok masyarakat tidak miskin. Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kurangnya kebersihan lingkungan dan perumahan yang saling berhimpitan, perilaku hidup bersih masyarakat belum membudaya, pengetahuan tentang kesehatan dan pendidikan yang umumnya masih rendah. (Depkes RI, 2008)

Menurut Hendrik L. Blum dalam Notoatmodjo (2003), salah satu faktor yang memengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah lingkungan. Lingkungan memberikan pengaruh yang besar terhadap status kesehatan masyarakat. Hal yang sama disampaikan Soemirat (1994), bahwa peran lingkungan sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit menular dan wabah. Dengan demikian penyakit infeksi menular masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol.

Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta umur harapan hidup 70,5 tahun (BPS, 2007).

Survei awal berdasarkan data Profil Program KIA DINKES Kabupaten Labuhanbatu (2007) tentang jumlah AKB dan AKI pada tahun 2006 s/d tahun 2007, dan cakupan AKB masyarakat miskin tahun 2006 sebesar 279 orang, tahun 2007 sebesar 51 dan AKI tahun 2006 sebesar 290 orang dan tahun 2007 sebanyak 37 orang di Kabupaten Labuhanbatu dan Indikator Indonesia Sehat 2010.


(25)

Tabel 1.1 Jumlah dan Cakupan Angka Kematian Bayi Serta Angka Kematian Ibu Tahun 2006 – 2007

Jumlah AKB dan AKI pada tahun 2006 s/d tahun 2007

Angka Kematian Bayi Angka Kematian Ibu No Tahun

Umum MISKIN Total Umum Miskin Total

1 2006 70 279 349 72 290 362

2 2007 13 51 64 9 37 46

Cakupan AKB di Kabupaten Labuhanbatu dan Indikator IS 2010. Program Umum Miskin Total No Tahun

AKB KH % % %

Indikator Indonesia Sehat 2010 1 2006 349 18715 3,7 14,9 18,6

2 2007 362 18847 3,8 15,4 19,2 40/1000 KH Cakupan AKI di Kabupaten Labuhanbatu dan Indikator IS 2010.

Program Umum Miskin Total No Tahun

AKI KH % % %

Indikator Indonesia Sehat 2010 1 2006 64 18715 69,4 272,5 342

2 2007 46 18847 47,7 196,3 244

150/100.000 KH

Jumlah kunjungan ibu hamil tahun 2006 sebesar 22.212, pada tahun 2007 sebesar 22.422. persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2006 sebesar 18.782 dan tahun 2007 sebesar 18.927 kunjungan. Adanya perbedaan kunjungan ibu hamil dengan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2006 sebesar 15,44 % tahun 2007 sebesar 15,59 %.

Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2006 sebesar 176.301 jiwa dari jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu sebesar 987.157 jiwa.


(26)

Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebesar 233.895 jiwa dari total jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu sebesar 1.007.185 jiwa, yang mendapat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin pada tahun 2007 sebesar 131,302 jiwa (56,14%) dari total jumlah penduduk miskin di Kabupaten Labuhanbatu disamping surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang dimiliki oleh masyarakat. Hal ini mengakibatkan permasalahan yang sering dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan karena belum tercapai cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin dan masyarakat rentan sesuai standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota (100%). Kerja sama lintas program dan lintas sektoral sangat diperlukan dalam memotivasi masyarakat untuk meningkatkan pembangunan kesehatan namun dewasa ini kerjasama yang diharapkan tersebut sangat menurun kualitasnya (Dinkes Kabupaten Labuhanbatu, 2007).

Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. Peningkatan biaya kesehatan yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, kondisi geografis yang sulit untuk menjangkau sarana kesehatan. Derajat kesehatan yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya produktifitas kerja yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat dan pemerintah (Jamkesmas, 2008).


(27)

Keberhasilan yang telah dicapai program terdahulu dalam Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Masyarakat Miskin masih terdapat beberapa permasalahan yang perlu dibenahi antara lain : kepesertaan yang belum tuntas, peran fungsi ganda sebagai pengelola, verifikator belum berjalan dengan optimal, kendala dalam kecepatan pembayaran, kurangnya pengendalian biaya, penyelenggara tidak menanggung resiko.

Program Jamkesmas ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan jaminan pemeliharaan kesehatan yang aman menyeluruh bagi penduduk Indonesia khususnya Kabupaten Labuhanbatu, yang saat ini dimulai dengan sasaran pada masyarakat miskin. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Supaya masing-masing pihak memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 17, Undang-undang ini mengatur sumber pembiayaan program Jamkesmas sebagaimana dinyatakan dalam butir 4 : “Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh pemerintah”.

Rendahnya cakupan masyarakat yang mendapatkan pelayanan Jamkesmas itu menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji dan digali untuk menganalisa sampai sejauhmana Faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan program Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu, dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat miskin.


(28)

untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan program Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat miskin tersebut ada beberapa kendala berupa kebijakan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu yang perlu dianalisa untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya program Jamkesmas dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat miskin tersebut di lihat dari pelaksanaan penerbitan dan pendistribusian serta penyebaran kartu Jamkesmas, keterbatasan SDM petugas pelayanan Jamkesmas, keterbatasan fasilitas, informasi, kondisi kesehatan, sikap, kinerja, pengetahuan serta pendapatan. Oleh sebab itu dengan melihat permasalahan di atas, maka perlu diadakan penelitian tentang Analisis Faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan program Jamkesmas di Kabupaten Labuhanbatu dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat miskin Tahun 2009.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian : Apakah Faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan Program Jamkesmas (pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, pelayanan Jamkesmas terdiri dari tenaga kesehatan Jamkesmas di dinas kesehatan, puskesmas dan rumah sakit, sarana dan prasarana, informasi, kondisi kesehatan) di Kabupaten Labuhanbatu.


(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui faktor-faktor (pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, pelayanan Jamkesmas terdiri dari tenaga kesehatan Jamkesmas di dinas kesehatan, puskesmas dan rumah sakit, sarana dan prasarana, informasi, kondisi kesehatan) berpengaruh terhadap pemanfaatan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kabupaten Labuhanbatu.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah faktor-faktor (pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, pelayanan Jamkesmas terdiri dari tenaga kesehatan Jamkesmas di dinas kesehatan, puskesmas dan rumah sakit, sarana dan prasarana, informasi, kondisi kesehatan) berpengaruh terhadap pemanfaatan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kabupaten Labuhanbatu.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Pemerintah Daerah

Sebagai masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu sehingga dapat membuat strategi dan kebijakan dalam penanganan pelayanan kesehatan masyarakat miskin serta mengevaluasi Program Jamkesmas.

1.5.2 Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu agar Program Jamkesmas dapat dilaksanakan sebaik-baiknya sebagai potensi daerah.


(30)

1.5.3 Bagi Ilmu Pengetahuan

Sebagai informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat, khususnya di bidang administrasi kebijakan kesehatan. Sehingga memperoleh suatu pengembangan yang mendukung kualitas pelayanan kesehatan masyarakat miskin.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin) 2.1.1. Pengertian Jamkesmas

Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin

Memenuhi hak masyarakat miskin diamanatkan konstitusi dan Undang-Undang, maka Departemen Kesehatan mempunyai kebijakan untuk lebih memfokuskan pada pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Dasar pemikirannya adalah bahwa selain memenuhi kewajiban pemerintah juga berdasarkan kajian bahwa indikator-indikator kesehatan akan lebih baik apabila lebih memperhatikan pelayanan kesehatan yang terkait dengan kemiskinan dan kesehatan. Melalui jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin ini diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu melahirkan, menurunkan angka kematian bayi dan balita serta penurunan angka kelahiran di samping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan masyarakat miskin umumnya. Pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin dengan prinsip jaminan kesehatan melalui mekanisme asuransi sosial sebagai awal dari pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial secara menyeluruh yang bersifat wajib bagi seluruh masyarakat. Sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat


(32)

miskin (Jamkesmas) ini dapat mendorong perubahan-perubahan mendasar seperti penataan standarisasi pelayanan, standarisasi tarif yang didasari perhitungan yang benar, penataan formularium dan penggunaan obat rasional, yang berdampak pada kendali mutu dan kendali biaya. (Depkes RI, 2008)

Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak tahun 2005 semester I pemerintah melaksanakan penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin dikelola sepenuhnya oleh PT.Askes (Persero). Berdasarkan pengalaman-pengalaman pelayanan kesehatan di masa lalu dan upaya untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif dan efisien masih perlu diterapkan mekanisme jaminan kesehatan yang berbasis asuransi sosial. Program ini sudah berjalan 4 (empat) tahun, dan telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan tidak mampu. Pada tahun 2008 ini terjadi perubahan pada penyaluran dana dan pengelolaannya. (Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, 2008)

Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat bertujuan untuk mengumpulkan sumber daya (pooling resources) dengan cara membayar premi dan membagi atau menyebarkan atau memindahkan resiko sakit (spreading or transfer risk) dari resiko individu ke kelompok, dengan kata lain bertujuan untuk saling gotong royong dan saling membantu mengatasi resiko sakit dan akibat yang ditimbulkan dari resiko sakit tersebut di antara peserta (M. Nadjib, 2000).


(33)

Saat ini masyarakat miskin memerlukan jaminan pemeliharaan kesehatan, untuk memperoleh jaminan kesehatan paripurna dan berkesinambungan yang dibiayai dengan iuran prabayar bersama karena :

1. Biaya pemeliharaan kesehatan cenderung semakin mahal seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola penyakit degeneratif akibat penduduk yang makin menua.

2. Pemeliharaan kesehatan memerlukan dana yang berkesinambungan.

3. Masyarakat tidak mampu membiayai pemeliharaan kesehatannya sendiri, sakit dan musibah dapat datang secara tiba-tiba.

4. Biaya pemeliharaan kesehatan dilakukan secara perorangan cenderung mahal. 5. Beban biaya perorangan dalam pemeliharaan kesehatan menjadi lebih ringan bila

ditanggung bersama. Dana dari uraian bersama yang terkumpul pada Jamkesmas dapat menjamin pemeliharaan kesehatan peserta.

Secara umum, Jamkesmas mempunyai tujuan yaitu meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Sedangkan tujuan khusus Jamkesmas yaitu :

1. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan Rumah Sakit.

2. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. 3. Terselenggaranya pengolahan keuangan yang transparan dan akuntabel


(34)

Sasaran Jamkesmas yaitu : masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa (BPS 2006), tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya

Untuk kelancaran pelaksanaan Program Jamkesmas di daerah, Departemen Kesehatan Pusat mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin dengan ketentuan yang ada. Adapun prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut :

1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya

2. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu yang keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. Penggunaan SKTM hanya berlaku untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan lanjutan terkait dengan penyakitnya.

3. Apabila peserta Jamkesmas memerlukan pelayanan kesehatan rujukan, maka yang bersangkutan dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan dengan disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjuk sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus emergency.

4. Pelayanan rujukan sebagaimana butir-3 (tiga) di atas meliputi :

a. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit, BKMM/ BBKPM/BKPM/BP4/BKIM.


(35)

c. Pelayanan obat-obatan

d. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik

5. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari puskesmas di loket pusat pelayanan Administrasi terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas kesehatan Jamkesmas, bila berkas telah lengkap maka petugas mengeluarkan SKP dan peserta mendapatkan pelayanan kesehatan

6. Untuk memperoleh pelayanan rawat inap di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari puskesmas di loket pusat pelayanan Administrasi terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas kesehatan Jamkesmas, bila berkas telah lengkap maka petugas mengeluarkan SKP dan peserta mendapatkan pelayanan kesehatan dan selanjutnya memperoleh pelayanan rawat inap

7. Pada kasus tertentu yang dilayani di IGD termasuk kasus Gawat Darurat di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari puskesmas di loket pusat pelayanan Administrasi terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas kesehatan Jamkesmas, bila berkas telah lengkap maka petugas mengeluarkan SKP dan peserta mendapatkan pelayanan kesehatan.


(36)

8. Bila peserta tidak dapat menunjukkan kartu peserta atau SKTM sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan di beri waktu maksimal 2 x 24 jam hari kerja untuk menunjukkan kartu tersebut.

Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi : pelayanan yang wajib untuk pemeliharaan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya adalah :

1. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan jaringannya baik dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan :

a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan b. Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)

c. Tindakan medis kecil

d. Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/tambal. e. Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi dan balita f. Pelayanan KB dan penanganan efek samping

g. Pemberian obat.

2. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

Rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada poliklinik spesialis RS Pemerintah/BP4/BKMM, meliputi :

a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum.

b. Rehabilitasi medik

c. Penunjang diagnostik : laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik. d. Tindakan medis kecil dan sedang


(37)

e. Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan

f. Pelayanan KB, konsep efektif, kontap pasca persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya.

g. Pemberian obat generik h. Pelayanan darah

i. Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit

3. Pelayanan rawat inap dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III RS pemerintah, meliputi :

a. Akomodasi rawat inap pada kelas III

b. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan

c. Penunjang diagnostik laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik d. Tindakan Medis

e. Operasi sedang dan besar f. Pelayanan rehabilitasi medis.

g. Perawatan Intensif (ICU, ICCU, dan seterusnya) h. Pemberian obat mengacu Formularium RS program i. Pelayanan darah

j. Bahan dan alat kesehatan habis pakai

k. Persalinan dengan resiko tinggi dan penyulit.

Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks dan kronis. Oleh karena itu cara penanggulangan kemiskinan membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen bangsa serta memerlukan strategi penanganan yang tepat,


(38)

berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan. Dari variabel dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh (Supriatna, 1997), yang mengemukakan lima karakteristik penduduk miskin, antara lain :

1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri.

2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah.

4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.

5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

Konsep kemiskinan menurut Sahdan (2003), bahwa konsep kemiskinan sangat beragam, mulai dan sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Kemiskinan juga merupakan ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural).


(39)

2.1.2. Miskin

Nasikun (2001) menyatakan bahwa hidup dalam kemiskinan bukan hanya dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Bahwa kemiskinan adalah suatu Integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu : 1. Kemiskinan (proper)

2. Ketidakberdayaan (powerless)

3. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency) 4. Ketergantungan (dependence)

5. Keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.

Kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu (Nasikun, 2001):

1. Kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

2. Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.

3. Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemborosan, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.


(40)

4. Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

Perkembangan terakhir, menurut Jarnasy (2004) kemiskinan struktural lebih banyak menjadi sorotan sebagai penyebab tumbuh dab berkembangnya ketiga kemiskinan yang lain.

2.1.3. Indikator Kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Penduduk miskin menurut konsep kemiskinan BPS (2005), adalah terkait dengan kemampuan seseorang/rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik untuk makanan maupun non makanan. Seseorang/rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis kemiskinan yang disertakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan.

Kriteria penduduk miskin dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (BPS, 2005):

1. Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan untuk memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 1.900 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non makanan, atau setara dengan Rp 120.000 per orang per bulan

2. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makan hanya mencapai 1.900 sampai 2.100 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non makanan, setara Rp. 150.000 per orang per bulan.


(41)

3. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 2.100 kalori sampai 2.300 plus kebutuhan dasar non makanan setara Rp. 175.000 per orang per bulan.

Bila diasumsikan suatu rumah tangga memiliki jumlah anggota keluarga rumah tangga rata-rata 4 orang, maka batas garis kemiskinan rumah tangga adalah (BPS, 2005):

1. Rumah tangga dikatakan sangat miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar 4 x Rp 120.000 = Rp 480.000 per rumah tangga per bulan.

2. Rumah tangga dikatakan miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar 4 x Rp 150.000 = Rp 600.000 per rumah tangga per bulan.

3. Rumah tangga dikatakan mendekati miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar 4 x Rp 175.000 = Rp 700.000 per rumah tangga per bulan.

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian tentang Jamkesmas yaitu penelitian Jangkan (2006) dengan judul Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kabupaten Sentang. Variabel yang digunakan adalah Puskesmas, Masyarakat Miskin. Hasil diperoleh Kebijakan Pemda yang mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin baru sebatas pent jumlah masyarakat miskin dan pembentukan tim safe guarding JPKMM, belum ada dukungan dan pembiayaan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.


(42)

Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa semua masyarakat yang datang ke pelayanan puskesmas sudah memenuhi kriteria miskin. Prosedur pelayanan masyarakat miskin oleh puskesmas sudah cukup baik, dengan tidak membedakan pelayanan antara yang menggunakan kartu Askeskin dan yang membayar. Pemanfaatan pelayanan di Puskesmas Emparu sudah cukup baik, mendekati target yang ditentukan, sedangkan di Puskesmas Sepauk pemanfaatannya masih rendah, jauh dari target. Hambatan-hambatan yang dijumpai adalah masih belum meratanya pemberian kartu Askeskin, masih banyak penderita yang betul-betul miskin tapi tidak punya kartu Askeskin, dan juga masih belum menggunakan SKTM.

Penelitian yang dilakukan Emmi S. Simbolon (2005) yang melakukan penelitian dengan judul Persepsi Pasien Keluarga Miskin (GAKIN) Terhadap Pelayanan Kesehatan di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan. Variabel yang digunakan yaitu Krisis Multi Dimensi, Keluarga Miskin Meningkat, Derajat Kesehatan, Kebijakan Pemerintah, Persepsi Pasien GAKIN. Hasil yang diperoleh adalah untuk variabel minat diperoleh responden yang berminat terhadap JPKM ada 76,6% dan tidak berminat terhadap JPKM 27,4%.

Penelitian Isaat (2008), dengan judul Implementasi Program Pengembangan Kecamatan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Variabel adalah: Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, Perumahan, Lingkungan Perumahan. Hasil yang diperoleh kemiskinan menyebabkan akses masyarakat kampung untuk memperoleh layanan pendidikan, kesehatan, maupun sarana dan prasarana sosial lainnya menjadi terbatas.


(43)

Penelitian yang dilakukan Usma Polita Nasution (2006) dengan judul Analisis Indikator Kemiskinan Pada Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Komponennya yaitu: Kemiskinan, Karakteristik penduduk. Indikatornya yaitu SDM, Perumahan, Lingkungan Perumahan. Hasil yang diperoleh bahwa masyarakat miskin Kota Medan sebanyak 61,1% dan hanya 38,89% yang diduga kategori miskin atau kaya karena memiliki rumah dan halaman yang luas.

Penelitian lainnya, oleh Febrian (2005) dengan judul Analisis Manajemen Pelaksanaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin Tahap Kedua Tahun 2005 di Puskesmas di Kota Padang. Variabel input yaitu Dana, Tenaga, Manlak dan Juknis, Pembinaan. Variabel Proses : Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengawasan. Variabel Output : Indikator Program JPKMM. Hasil yang diperoleh bahwa manajemen pelaksanaan program JPKMM di Puskesmas Kota Padang masih belum baik terutama dari fungsi perencanaan dan pengawasan. Memberikan pelatihan dan kursus manajemen kepada pimpinan, meningkatkan pengawasan secara berkala, mengizinkan realokasi dana dan membantu puskesmas mendapatkan data.

Sedangkan penelitian Alwi (2007) dengan judul Pengaruh Pelayanan Tenaga Kesehatan, Sarana dan Prasarana Puskesmas, Serta Tarif Terhadap Permintaan Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan di Puskesmas. Variabelnya yaitu Pelayanan Tenaga Kesehatan, Sarana dan Prasarana, Tarif. Hasilnya bahwa ada pengaruh yang signifikan pelayanan tenaga kesehatan dan tarif terhadap permintaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas.


(44)

2.1.5 Hubungan Kemiskinan dan Kesehatan

Wagstaff (2001), memberikan pandangan dalam suatu riset mengenai hubungan antara kemiskinan dan kesehatan dengan fokus bagaimana merencanakan suatu kebijakan untuk meningkatkan kesehatan di negara-negara yang berpendapatan rendah, juga fokus terhadap pemerataan pendapatan. Hasilnya langsung untuk mendefinisikan kemiskinan dalam konteks pengembangan manusia terhadap peningkatan pendapatan dan kebutuhan. Wagstaff menggambarkan kembali tentang ketidakmerataan kesehatan di negara-negara berkembang dan mengidentifikasi penyebab serta mengusulkan pendekatan-pendekatan untuk mengevaluasi dampak dari kebijakan yang anti terhadap ketidakmerataan.

- Utilisasi pelayanan tidak memadai - Ill - health - Lingkungan tidak sehat - Malnutrition Penyebabnya : - High fertility

- Kurangnya pengetahuan dalam - Kehilangan meningkatkan pendapatan mata pencarian - Miskinnya norma sosial, lemahnya - Biaya

lnstitusi dan infrastruktural serta kepedulian

lingkungan buruk kesehatan

- Miskinnya sarana/prasarana kesehatan - Kemampuan pelayanan, tidak relevan, kualitas rendah dalam

- Sistem pembiayaan kesehatan tidak pengobatan mencukupi asuransi terbatas.

Gambar 2.1. Siklus kesehatan dan kemiskinan (Wagstaff, 2001) Karakteristik

miskin Miskin

kesehatan

Pendapatan tidak mencukupi


(45)

2.2. Faktor-faktor yang memengaruhi dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan

Menurut pendapat Wirick yang dikutip oleh Tetty (2006) terdapat 4 (empat) faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pelayanan kesehatan yaitu :

1. Kebutuhan, seseorang yang menderita suatu penyakit akan mencari pelayanan atau pemeriksaan medis.

2. Kesadaran akan kebutuhan tersebut, seseorang harus tahu dan memahami bahwa ia membutuhkan pelayanan medis.

3. Kemampuan finansial harus tersedia untuk memperoleh pelayanan yang dibutuhkan

4. Tersedia fasilitas dan sarana pelayanan

Berbagai karakteristik masyarakat memengaruhi pembayaran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, diantaranya adalah karakteristik demografi.

Faktor umur merupakan dasar penggunaan kesehatan yang utama, umur tidak hanya berhubungan dengan tingkat pelayanan melainkan juga jenis pelayanan dan penerimaan pelayanan.

Faktor jenis kelamin juga merupakan faktor lain yang memengaruhi penerimaan pelayanan, tuntutannya terhadap sistem pemeliharaan kesehatan termasuk diantaranya masalah dokter, obat dan fasilitas pelayanan kesehatan

Tingkat penghasilan, pengetahuan masyarakat juga sebagai salah satu dasar utama dalam tingkat kemauan dan kemampuan dalam membayar premi asuransi. Penghasilan tidak hanya berhubungan dengan kemampuan dan kemauan membayar,


(46)

melainkan juga berhubungan dengan permintaan pelayanan kesehatan dan jenis pelayanan yang diterima.

Menurut Suharto (2005), menyarankan empat parameter masalah, yaitu: 1. Faktor, yang mempertanyakan apakah masalah tersebut merupakan faktor

penentu dalam mengatasi masalah lain yang lebih luas dan dapat diukur.

2. Dampak, apakah respons dalam bentuk kebijakan akan memberikan impak kepada masyarakat.

3. Kecenderungan, yaitu apakah masalah seiring dengan kecenderungan terkini, yaitu kecenderungan global.

4. Nilai, apakah masalah tersebut sesuai dengan nilai dan harapan masyarakat setempat. Pengembangan alternatif kebijakan dilakukan dengan mengajukan tiga alternatif kebijakan yang diurutkan sesuai dengan alternatif yang paling menjanjikan. Seleksi alternatif terbaik dilakukan dengan menggunakan dua kriteria : fisibilitas (feasibility) dan efektivitas (effectiveness).

Evaluasi kebijakan memiliki empat fungsi, yaitu eksplanasi, kepatuhan, audit, dan akunting. Melalui evaluasi dapat di potret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat generalisasi tentang pola-pola hubungan antar - berbagai dimensi realitas yang diamatinya dari evaluasi, elevator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan eksplanasi. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan kebijakan kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke


(47)

tangan kelompok sasaran kebijakan atau ada kebocoran, atau penyimpangan audit, dan melalui evaluasi dapat diketahui apa akibat ekonomi kebijakan tersebut.

Evaluasi kinerja kebijakan dilakukan untuk menilai hasil yang dicapai suatu kebijakan setelah kebijakan itu dilaksanakan. Hasil yang dicapai dapat diukur dalam ukuran jangka pendek atau output, dan jangka panjang atau outcome. Evaluasi kinerja kebijakan dilakukan dengan melakukan penilaian comprehensive terhadap :

1. Pencapaian target kebijakan (output) 2. Pencapaian tujuan kebijakan (outcome)

3. Kesenjangan (gap) antara target dan tujuan dengan pencapaian

4. Pembandingan (bench marking) dengan kebijakan yang sama di tempat lain yang berhasil.

5. Identifikasi faktor pendukung keberhasilan dan kegagalan sehingga menyebabkan kesenjangan dan memberikan rekomendasi untuk menanggulangi kesenjangan.

Pemeliharaan kesehatan, sebagaimana dimaksud pasal 10 UU No. 23/1992 merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), terpadu, berkesinambungan, dengan mutu yang terjamin dan bertujuan melindungi dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan sistem yang menggunakan konsep pre-payment berbasis pada kapitasi. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan salah satu bentuk dari sistem pelayanan kesehatan yang menggunakan konsep “managed care”. (Thabrany, 2002)


(48)

Menurut Anderson (1968) dalam Notoatmodjo (2007), bahwa beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah:

1. Komponen yang memengaruhi (predisposing), ada banyak orang memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan layanan lebih banyak dari pada individu lainnya, dimana kecenderungan ke arah penggunaannya bisa diketahui dengan karakteristik individu yang ada sebelumnya dengan permulaan episode tertentu penyakit tersebut. Orang-orang tertentu yang karakteristik ini lebih memungkinkan memanfaatkan layanan kesehatan walaupun karakteristiknya tidak secara langsung bertanggungjawab terhadap pemanfaatan layanan kesehatan. Karakteristik demikian mencakup demografi, struktur sosial, dan variabel-variabel keyakinan bersikap. Usia dan jenis kelamin, misalnya diantara variabel-variabel demografis, adalah hal yang sangat terkait dengan kesehatan dan kesakitan. Namun, semua ini masih dianggap menjadi kondisi memengaruhi kalau sejauh usia tidak dianggap suatu alasan untuk memperhatikan perawatan kesehatan. Lain lagi orang-orang pada kelompok usia berbeda memiliki jenis berbeda dan jumlah kesakitan dan akibat pola berbeda dalam perawatan kesehatan. Kesakitan yang lalu dimasukkan dalam kategori ini karena ada bukti jelas bahwa orang-orang yang telah mengalami masalah kesehatan di masa lampau adalah mereka yang kemungkinan mempunyai sifat menuntut terhadap sistem perawatan kesehatan di masa mendatang. Variabel-variabel struktur sosial mencerminkan lokasi (status) individu dalam masyarakat sebagaimana diukur melalui karakteristik seperti pendidikan, pekerjaan kepala keluarga, bagaimana


(49)

gaya hidup individu, kondisi fisik serta lingkungan sosial dan pola perilaku yang akan menghubungkan dengan pemanfaatan layanan kesehatan.

Karakteristik demografis dan struktur sosial juga terkait dengan sub komponen ketiga kondisi yang memengaruhi sikap atau keyakinan mengenai perawatan kesehatan, dokter, dan penyakit. Apa yang seorang individu pikir tentang kesehatan pada hakekatnya bisa memengaruhi kesehatan dan perilaku kesakitan. Seperti halnya variabel-variabel lain yang memengaruhi, keyakinan kesehatan tidak dianggap menjadi suatu alasan langsung terhadap pemanfaatan layanan namun betul-betul bisa berakibat pada perbedaan dalam kecenderungan ke arah pemanfaatan layanan kesehatan. Misalnya, keluarga yang sangat yakin dalam hal kemanjuran pengobatan dokter mereka akan mencari dokter seketika dan memanfaatkan lebih banyak layanan daripada keluarga yang kurang yakin dalam hasil pengobatan tersebut.

2. Komponen pemungkin (enabling), Walaupun individu akan lebih cenderung memanfaatkan layanan kesehatan, harus pula banyak perangkat yang wajib tersedia bagi mereka. Kondisi yang memungkinkan suatu keluarga bisa bertindak menurut nilai atau memenuhi kebutuhan terkait layanan kesehatan pemanfaatannya dianggap sebagai faktor pemungkin. Kondisi pemungkin menyebabkan sumberdaya layanan kesehatan tersedia wajib bagi individu. Kondisi pemungkin bisa diukur menurut sumberdaya keluarga seperti pendapatan, tingkatan pencakupan asuransi kesehatan. Atau sumber lain dari pembayaran pihak ketiga, apakah individunya memiliki sumberdaya perawatan


(50)

kesehatan berkala atau tidak, maka sifat dari sumberdaya perawatan kesehatan berkala atau tidak, maka sifat dari sumberdaya perawatan kesehatan berkala, dan akses kesumberdaya menjadi hal sangat penting. Terlepas dari sifat-sifat keluarga, karakteristik pemungkin tertentu pada komunitas dimana keluarga tersebut hidup bisa juga memengaruhi pemanfaatan layanan. Satu karakteristik demikian adalah pokok dari fasilitas kesehatan dan petugas dalam suatu komunitas. Apabila sumberdaya menjadi melimpah dan bisa dipakai tanpa harus bertunggu, maka semuanya bisa dimanfaatkan lebih sering oleh masyarakat. Dari sudut pandang ekonomi, orang bisa berharap orang-orang yang mengalami pendapatan rendah agar menggunakan lebih banyak layanan kesehatan medis. Ukuran lain sumberdaya masyarakat mencakup wilayah negara bagian dan sifat pola pedesaan dan perkotaan dari masyarakat dimana keluarga tinggal. Variabel-variabel ini akan dikaitkan dengan pemanfaatan dikarenakan norma-norma setempat menyangkut bagaimana pengobatan sebaiknya dipraktekkan atau melombai nilai-nilai masyarakat yang memengaruhi perilaku individu yang tinggal di masyarakat tersebut.

3. Komponen tingkatan kesakitan (illness level), ada faktor memengaruhi dan pemungkin, individu atau keluarganya harus merasa kesakitan ataupun kemungkinan kejadiannya dalam hal pemanfaatan layanan kesehatan akan terjadi. Tingkatan kesakitan memperlihatkan penyebab paling langsung pemanfaatan layanan kesehatan. Ukuran kesakitan dievaluasi adalah upaya mendapatkan masalah pesakitan sesungguhnya yang individu alami dan secara klinis tetapkan nilai kesulitan dari kesakitan tersebut.


(51)

2.2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (1999) dapat disebabkan oleh :

1. Jarak yang jauh (faktor geografi)

2. Tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi) 3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi)

4. Tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya) Pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh : 1. Keterjangkauan lokasi tempat pelayanan

Tempat pelayanan yang tidak strategis sulit dicapai, menyebabkan berkurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh para ibu hamil

2. Jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia

Jenis dan kualitas pelayanan yang kurang memadai menyebabkan rendahnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan

3. Keterjangkauan informasi

Informasi yang kurang menyebabkan rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan yang ada (Depkes, 1999).

Demand (permintaan) adalah pernyataan dari kebutuhan yang dirasakan yang dinyatakan melalui keinginan dan kemampuan membayar.

Beberapa faktor yang memengaruhi tingkat permintaan pemanfaatan pelayanan kesehatan telah digolongkan oleh beberapa ahli dalam beberapa model, yaitu :


(52)

Menurut Wolinsky (2000) telah menggolongkan menjadi beberapa model berdasarkan tipe variabel yang digunakan sebagai faktor penentu, yaitu :

1. Model Demografi (Demographic Model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah : umur, jenis kelamin, status perkawinan dan besarnya keluarga. Perbedaan akan derajat kesehatan, derajat kesakitan dan tingkat penggunaan pelayanan kesehatan diasumsikan akan berhubungan dengan seluruh variabel di atas. Variabel yang digunakan dalam model ini adalah variabel yang berasal dari dalam individu sendiri (intrinsic), yang secara langsung akan memengaruhi kebutuhan seseorang yang apabila direalisasikan dalam perbuatan akan menjadi permintaan.

2. Model Struktur Sosial (Social Structure Model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah : pendidikan, pekerjaan dan suku bangsa atau etnis. Penggunaan pelayanan kesehatan adalah suatu aspek gaya hidup (life style) seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial psikologisnya. Seseorang yang sedang sakit perut (diare) mencari pengobatan dengan cara tradisional (memakan daun sirih atau bawang dengan minyak). Sesuai dengan kebiasaan yang ada di desa tersebut sedangkan orang lain yang memiliki latar belakang pendidikan SLTA juga menderita diare merasakan membutuhkan pertolongan dokter dan langsung pergi ke dokter untuk mendapatkan pertolongan. Sehingga latar belakang sosial seseorang sangat berpengaruh pada kebutuhan seseorang dan pada akhirnya memengaruhi juga tingkat penggunaan pelayanan kesehatan.


(53)

3. Model Sosial-Psikologis (Social Psychological Model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah sikap dan keyakinan (belief) individu. Variabel sosial psikologis pada umumnya terdiri dari 4 kategori, yaitu (1) kerentanan terhadap penyakit atau sakit yang dirasakan, (2) keseriusan penyakit atau parahnya penyakit yang diderita, (3) keuntungan yang diharapkan dalam mengambil tindakan untuk mengatasi penyakit atau sakitnya, dan (4) kesiapan tindakan individu seperti contoh berikut : (1) seseorang ibu mengetahui anak rentan terhadap penyakit TBC paru, (2) proses tersebut dianggap sebagai suatu yang serius, (3) Ibu membawa anaknya ke dokter spesialis paru dan mendapatkan pertolongan yang memadai untuk mengatasi penyakitnya, (4) tindakan ibu didasari oleh pengetahuan yang dimilikinya.

4. Model sumber daya keluarga (family resources model)

Model yang digunakan dalam model ini adalah pendapatan keluarga, biaya pengobatan cakupan asuransi kesehatan, keanggotaan dalam asuransi kesehatan. Variabel ini digunakan untuk mengukur kemampuan membayar (daya beli tingkat ekonomi) individu atau keluarga.

5. Model sumber daya masyarakat (community resources model)

Variabel yang digunakan dalam model ini adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber dalam masyarakat yang dapat dicapai (accessible), pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber dalam masyarakat.


(54)

6. Model organisasi (organization model)

Menurut Kenneth dan Anne Mils yang dikutip Ascorbat (2000), mengemukakan bahwa kebutuhan akan pelayanan kesehatan terdiri atas kebutuhan yang tidak dirasakan dan kebutuhan yang dirasakan (felt need). Kebutuhan yang dirasakan membuat individu mengambil kebutuhan untuk mencari pelayanan kesehatan atau tidak. Ekspresi dari felt need terhadap pelayanan kesehatan adalah merupakan penggunaan dari pelayanan kesehatan atau demand dari pelayanan kesehatan.

Model sistem kesehatan mengintegrasikan ke enam model di atas menjadi satu yang sempurna. Dengan demikian apabila hendak dilakukan analisa terhadap penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan maka akan diperhitungkan keenam model di atas (Notoatmodjo, 2003).

Departemen of Health Education and Well Fare, USA yang dikutip oleh Lapau (1997) telah menerbitkan sebuah buku yang berisi faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Faktor regional dan residence

Regional misalnya ; wilayah Sumut, Aceh, dan lain-lain. 2. Faktor dari sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan

a. Tipe dari organisasi, antara lain ;rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dll.

b. Kelengkapan program kesehatan. c. Tersedianya fasilitas dan tenaga medis.


(55)

d. Teraturnya pelayanan.

e. Hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan penderita. f. Adanya asuransi

3. Faktor adanya fasilitas kesehatan lainnya

4. Faktor-faktor dari konsumen yang menggunakan pemanfaatan pelayanan kesehatan meliputi:

a. Faktor sosio demografis yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar keluarga, kebangsaan, dan suku bangsa, serta agama.

b. Faktor sosio psikologis yang meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelayanan kesehatan sebelumnya.

c. Faktor ekonomis yang meliputi status sosio ekonomi pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

d. Jarak dapat digunakan pelayanan kesehatan meliputi jarak antara rumah penderita dengan tempat pelayanan kesehatan.

e. Kebutuhan (need) yang meliputi morbidity, gejala penyakit yang dirasakan penderita, status terbatasnya keaktifan yang kronis, hari-hari di mana tidak dapat melakukan tugas dan diagnosa.

Menurut Arrow yang dikutip Tjiptoherijanto (1994), hubungan antara keinginan sehat dan permintaan (demand) akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana tetapi sebenarnya sangat kompleks. Penyebab utamanya adalah karena misalnya persoalan informasi yang umumnya dilakukan oleh para ahli kesehatan kepada masyarakat. Dari informasi yang mereka sebarkan itulah


(56)

masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan (demand) dan penggunaan pelayanan kesehatan.

Menurut Djojosugito (2001), ada beberapa faktor yang memengaruhi dalam penggunaan pelayanan kesehatan, diantaranya :

1. Faktor sistem pelayanan kesehatan seperti kelengkapan program, tersedianya tenaga dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan dan hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan penderita.

2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan meliputi status sosial ekonomi seperti pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan pendapatan.

Berdasarkan uraian tentang faktor-faktor yang memengaruhi seseorang, masyarakat dalam memanfaatkan kebutuhan pelayanan kesehatan yaitu program Jaminan Kesehatan Masyarakat maka dalam penelitian ini akan di bahas lebih mendalam adalah faktor pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, pelayanan Jamkesmas, sarana dan prasarana, informasi, kondisi kesehatan di wilayah penelitian.

2.2.6 Pelayanan Jamkesmas

Suatu hal yang dapat dipahami tentang suatu unsur yang diberikan dalam pelayanan Jamkesmas ini adalah petugas kesehatan yang memberikan apa yang dibutuhkan oleh pihak yang hendak dilayani. Pelayanan Jamkesmas atau tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.


(57)

Menurut Wijono (1999), seorang tenaga kesehatan harus memenuhi syarat-syarat yaitu :

1. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan. 2. Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga

kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari Menteri.

3. Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud, bagi tenaga kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, diatur oleh Menteri.

4. Selain izin sebagaimana yang dimaksud, tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi, diatur oleh Menteri.

Pendayagunaan tenaga kesehatan akan menjadi unsur terpenting dalam pengembangan tenaga kesehatan di masa mendatang. Oleh karena itu kemampuan pendayagunaan tenaga di semua tingkat perlu terus ditingkatkan. Pengembangan karier tenaga kesehatan swasta dan pemerintah penting untuk terus ditingkatkan dan diserasikan secara bertahap. Profesionalisme tenaga kesehatan akan terus ditingkatkan dan dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika (RPKM IS 2010, 1999) tentang pelayanan petugas kesehatan ini adalah disebabkan sedikitnya yang memberikan pengertian tentang pelayanan petugas kesehatan, meskipun hal tersebut ditemukan di dalam pengertian pelayanan akan sebatas kamus saja. Sehubungan dengan hal tersebut, Poerwadarminta (1984) menyatakan bahwa pelayanan merupakan aktifitas


(58)

melayani masyarakat banyak, dimana pelayanan tidak dapat berdiri sendiri, harus ditopang juga oleh sistem keorganisasian yang baik.

2.2.7 Sarana dan Prasarana

Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan yang baik pada tingkat individu maupun masyarakat.

Untuk masa mendatang kebutuhan sarana kesehatan akan disusun dengan memperhatikan beberapa asumsi dasar yaitu :

1. Terjadinya pergeseran peran pemerintah dari penyelenggara pelayanan yang dominan menjadi penyusun kebijakan dan regulasi dengan tetap memperhatikan kebutuhan pelayanan bagi penduduk miskin.

2. Makin meningkatnya potensi sektor swasta dalam penyediaan pelayanan kesehatan, khususnya yang bersifat kuratif dan rehabilitatif.

3. Teratasinya krisis ekonomi dan politik dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. Pengadaan fasilitas kesehatan atau sarana dan prasarana kesehatan diselenggarakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan swasta dengan memperhatikan faktor efisiensi dan ketercapaian bagi penduduk miskin dan kelompok khusus seperti bayi, balita dan ibu hamil.(RPKM IS 2010, 1999)

Untuk itu pengolahan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan merupakan hal yang sangat penting, terutama makin kompleksnya manajemen pelayanan kesehatan di masa depan. Peningkatan kemampuan manajerial yang


(59)

profesional didukung oleh peningkatan teknis tenaga pemberi pelayanan merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan untuk dapat menjamin keberhasilan dan kelestarian upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

2.2.8 Informasi

Menurut Murniati yang dikutip Amsyah (2003), menyatakan bahwa informasi adalah data yang sudah diolah ke dalam bentuk tertentu sesuai keperluan manajemen. Menurut Gordon B.Davis, informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang penting bagi penerima dan mempunyai nilai yang ternyata atau dapat dirasakan dalam keputusan-keputusan sekarang atau keputusan-keputusan akan datang (Malayu, 2003).

Menurut Sabarguna (2005), menyatakan secara umum informasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Data yang telah diolah

2. Menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerima 3. Menggambarkan suatu kejadian dan kesatuan nyata

4. Digunakan untuk mengambil keputusan.

Pengembangan sistim informasi kesehatan salah satu program pembangunan kesehatan. Program ini bertujuan untuk mengembangkan sistem informasi kesehatan guna mewujudkan suatu sistem informasi kesehatan yang komprehensif berhasil guna mendukung pembangunan kesehatan mencapai Indonesia Sehat 2010. Sasaran utama program ini adalah tersedianya informasi yang akurat, tepat waktu, lengkap dan


(60)

sesuai dengan kebutuhan sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan untuk perumusan kebijakan, perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan penilaian program kesehatan di semua tingkat administrasi kesehatan (Depkes, 1999).

2.2.9 Evaluasi Program

Menurut Tyler yang dikutip Arikunto (2004), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah terealisasikan, secara singkat evaluasi program merupakan upaya untuk mengukur pencapaian program, yaitu mengukur sejauh mana sebuah kebijakan dapat terimplementasikan.

Arikunto (2004) mengemukakan evaluasi program dapat dikategorikan menjadi empat jenis yaitu,

1. Evaluasi reflektif, digunakan untuk mengevaluasi kurikulum sebagai suatu ide. 2. Evaluasi rencana, merupakan jenis evaluasi yang banyak dilakukan orang

terutama setelah banyak inovasi diperkenalkan dalam pengembangan program. 3. Evaluasi proses, disebut dengan implementasi program. Menggunakan istilah

proses dimaksudkan untuk memperkuat pengertian program sebagai suatu proses, evaluasi proses dianggap lebih memberi kedudukan yang sama antara dimensi program sebagai ide, rencana, hasil, dan program sebagai suatu kegiatan. Evaluasi proses membuat perhatian evaluator diarahkan tidak saja kepada apa yang terjadi dengan program sebagai kegiatan, tetapi evaluasi telah pula mencoba melihat mengenai berbagai faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan program


(61)

sebagai kegiatan pelayanan petugas, fasilitas, faktor pekerjaan, pengetahuan, dan lintas sektoral

4. Evaluasi hasil, merupakan jenis evaluasi program yang paling tua atau evaluasi identik. Lebih lanjut, hasil yang dimaksud adalah hasil program Jamkesmas dalam pengertian pelayanan petugas, fasilitas, faktor pekerjaan, pengetahuan, dan lintas sektoral dapat terserap dalam

Sumber kegagalan program ada tiga kemungkinan. Kemungkinan pertama, pelaksanaan program menyimpang dari rencana program. Kemungkinan kedua, rencana program yang mengandung kesalahan (kesalahan asumsi atau konsep dasar, kesalahan menterjemahkan konsep) dijadikan rencana program operasional. Kemungkinan ketiga, berasal dari luar rancangan program, misalnya kendala dari jajaran birokrasi, kekurangmampuan tenaga praktisi.

Dunn (2003), mengemukakan suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan, termasuk penggunaan intuisi dan pengungkapan pendapat dan mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dengan memilah-milahkannya ke dalam sejumlah komponen-komponen tetapi juga perancangan dan sintesis alternatif-alternatif baru. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dapat direntangkan mulai penelitian untuk menjelaskan atau memberikan pandangan-pandangan terhadap isu-isu atau masalah-masalah yang terantisipasi sampai mengevaluasi suatu program.


(62)

2.3. Landasan Teori

Menurut Anderson (1968), faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu program Jamkesmas adalah faktor pendorong (predisposing), faktor pemungkin (enabling) dan faktor tingkat kesakitan (illness level). Mengembangkan model Anderson (1968) dengan meneliti faktor-faktor pada masyarakat miskin. Dalam model Anderson ini, terdapat 3 (tiga) kategori utama dalam pelayanan kesehatan menurut Murniati (2007) juga dihubungkan oleh faktor pendorong, pemungkin dan kebutuhan, yaitu:

1. Komponen pendorong, menggambarkan kecenderungan individu yang berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan seseorang.

Komponen terdiri dari:

a. Faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar keluarga dan lain-lain).

b. Faktor struktural sosial (suku bangsa, pendidikan, pekerjaan) c. Faktor keyakinan/kepercayaan (pengetahuan, sikap, persepsi)

2. Komponen pemungkin, menunjukkan kemampuan individual untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Di dalam komponen ini termasuk faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian:

a. Sumber keluarga (pendapatan/penghasilan, kemampuan membayar pelayanan, keikutsertaan dalam asuransi, informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan).


(63)

b. Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak transportasi dan sebagainya).

3. Komponen kebutuhan, merupakan faktor yang mendasari dan merupakan stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan apabila faktor-faktor pendorong dan pemungkin itu ada. Termasuk komponen kebutuhan ini adalah hal-hal yang dirasakan (seperti kondisi kesehatan, gejala sakit, ketidakmampuan bekerja) dan hal-hal yang dinilai (tingkat beratnya dan gejala penyakit menurut diagnosis klinis dari dokter).

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Depkes RI, 2004). Oleh sebab itu program jaminan pemeliharaan kesehatan adalah salah satu bentuk kebijakan publik.

Secara skematis konsep pemanfaatan/pengguna pelayanan kesehatan menurut Anderson (1968) digambarkan sebagai berikut:


(1)

Tabel Silang Informasi dengan Pemanfaatan Jamkesmas

informasi * pemanfaatan_jamkesmas Crosstabulation

0 88 88

.0% 100.0% 100.0% .0% 44.0% 44.0%

31 81 112

27.7% 72.3% 100.0% 15.5% 40.5% 56.0%

31 169 200

15.5% 84.5% 100.0% 15.5% 84.5% 100.0% Count

% within informasi % of Total Count

% within informasi % of Total Count

% within informasi % of Total baik

kurang baik informasi

Total

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas

Total

Chi-Square Tests

28.825b 1 .000

26.750 1 .000

40.378 1 .000

.000 .000

28.681 1 .000

200 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13. 64.


(2)

Tabel Silang Kondisi Kesehatan

dengan Pemanfaatan Jamkesmas

kondisi_kesehatan * pemanfaatan_jamkesmas Crosstabulation

0 78 78

.0% 100.0% 100.0%

.0% 39.0% 39.0%

31 91 122

25.4% 74.6% 100.0%

15.5% 45.5% 61.0%

31 169 200

15.5% 84.5% 100.0%

15.5% 84.5% 100.0% Count

% within kondisi_ kesehatan % of Total Count

% within kondisi_ kesehatan % of Total Count

% within kondisi_ kesehatan % of Total baik

kurang baik kondisi_kesehatan

Total

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas

Total

Chi-Square Tests

23.455b 1 .000

21.555 1 .000

34.216 1 .000

.000 .000

23.338 1 .000

200 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12. 09.


(3)

Regresi Logistik Tahap Pertama

Case Processing Summary

200 100.0

0 .0

200 100.0

0 .0

200 100.0 Unweighted Casesa

Included in Analysis Missing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value

tidak pernah pernah

Internal Value

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 31 .0

0 169 100.0

84.5 Observed

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas Overall Percentage Step 0

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables not in the Equation

1.515 1 .218

2.647 1 .104

3.554 1 .059

15.089 1 .000

5.185 1 .023

9.556 1 .002

31.284 6 .000

pekerjaan pendapatan pengetahuan sarana_prasarana informasi

kondisi_kesehatan Variables

Overall Statistics Step

0


(4)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

35.154 6 .000

35.154 6 .000

35.154 6 .000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

137.360a .161 .279

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001. a.

Classification Tablea

6 25 19.4

5 164 97.0

85.0 Observed

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas Overall Percentage Step 1

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

-.363 .438 .686 1 .408 .696

.395 .271 2.126 1 .145 1.484

1.785 .465 2.852 1 .041 1.560

-2.469 .766 10.390 1 .001 .085

.579 .517 1.256 1 .263 1.784

1.033 .519 3.966 1 .046 2.811

4.230 2.053 4.246 1 .039 68.737

pekerjaan pendapatan pengetahuan sarana_prasarana informasi

kondisi_kesehatan Constant

Step 1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sarana_prasarana, informasi, kondisi_kesehatan.


(5)

Regresi Logistik Tahap Kedua

Case Processing Summary

200 100.0

0 .0

200 100.0

0 .0

200 100.0 Unweighted Casesa

Included in Analysis Missing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value

tidak pernah pernah

Internal Value

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 31 .0

0 169 100.0

84.5 Observed

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas Overall Percentage Step 0

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables not in the Equation

3.554 1 .059

15.089 1 .000

9.556 1 .002

27.130 3 .000

pengetahuan sarana_prasarana kondisi_kesehatan Variables

Overall Statistics Step

0


(6)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

30.699 3 .000

30.699 3 .000

30.699 3 .000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

141.815a .142 .246

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001. a.

Classification Tablea

0 31 .0

0 169 100.0

84.5 Observed

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas Overall Percentage Step 1

tidak pernah pernah pemanfaatan_

jamkesmas Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Variables in the Equation

1.182 .453 5.309 1 .007 2.438 .180 1.066 -2.421 .757 10.226 1 .001 .089 .020 .392 1.283 .436 8.668 1 .003 3.606 1.535 8.470 5.241 1.745 9.020 1 .003 188.893

pengetahuan sarana_prasarana kondisi_kesehatan Constant

Step 1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: pengetahuan, sarana_prasarana, kondisi_kesehatan. a.