1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintahan dan pembangunan di negara kita ini, tentu membutuhkan dana yang cukup besar. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber
daya yang dimiliki oleh suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu bentuk potensi sumber daya berupa iuran ialah
pajak. Pajak merupakan penerimaan negara yang besar. Kontribusi penerimaan
pajak yang semakin diharapkan dari tahun ke tahun, seiring dengan semakin menurunnya peranan barang tambang. Hal ini dikarenakan barang tambang
memiliki keterbatasan sebagai sumber daya oleh karena itu, pemerintah Indonesia ingin meningkatkan kemandirian bangsa indonesia untuk membiayai
pembangunan dan pemerintahan melalui partisipasi aktif masyarakat berupa pajak. Hal tersebut merupakan keinginan yang harus diwujudkan sebagaimana
negara maju yang telah mengefektifkan penerimaan pajak sebagai penerimaan utama negara tersebut Priantara, 2009:2.
Penerimaan pajak sampai sekarang belum optimal. Hal ini tampak pada wajib pajak yang masih belum memenuhi kewajibannya untuk melaporkan SPT,
berarti tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT masih relatif rendah. Tercapainya tingkat kepatuhan wajib pajak bisa dilihat dengan kepatuhannya
2
dalam melaporkan SPT. Berikut tabel kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT.
Tabel 1.1 Kepatuhan Wajib Pajak dalam Menyampaikan SPT di Indonesia Periode
1996-2010
Tahun Jumlah WP wajib
SPT Jumlah WP
menyampaikan SPT
Tingkat Kepatuhan
1996 1.650.722
737.897 44.70
1997 1.762.522
731.850 41.52
1998 1.841.297
695.016 37.75
1999 1.949.322
690.012 35.40
2000 1.988.669
701.394 35.27
2001 2.270.870
815.985 35.93
2002 2.583.960
1.068.467 41.35
2003 2.582.550
1.141.516 44.20
2004 2.608.362
1.212.729 44.23
2005 2.712.205
1.235.409 45.54
2009 9.996.620
5.413.114 54.12
2010 12.101.933
8.202.309 58.16
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak dalam Riyanto, diakses pada 13112014 Kepatuhan pajak menurut Franzoni 1999 menyebutkan kepatuhan atas
pajak adalah melaporkan penghasilan sesuai dengan peraturan pajak, melaporkan SPT dengan tepat waktu dan membayar pajaknya dengan tepat waktu dan tepat
jumlah. Apabila ditinjau dari tabel 1.1 maka kita dapat melihat terjadi peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan, tetapi peningkatan
kepatuhan wajib pajak tidak begitu besar. Peningkatan kepatuhan wajib pajak bahkan hanya mencapai 58,16 masih rendah bila dibandingkan dengan
kepatuhan wajib pajak di negara maju. Kepatuhan wajib pajak memang sangat diperlukan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.
3
Tabel 1.2 Penerimaan SPT Masa PPN di KPP Pratama Medan Kota
Tahun Jumlah WP
OP Jumlah WP
Badan Jumlah Pelaporan SPT Masa
PPN WP OP
WP BADAN 2010
98.703 7.939
8.780 21.807
2011 106.786
8.773 8.292
22.993 2012
114.464 9.574
8.042 24.216
2013 119.803
10.175 6.250
20.106 2014
127.629 10.895
4.001 14.729
Sumber: KPP Pratama Medan Kota, 2015 Tabel di atas penerimaan SPT Masa di KPP Pratama Medan Kota. Jumlah
wajib pajak tiap tahun mengalami peningkatan, tetapi pelaporan SPT Masa PPN tidak selalu tepat waktu dilakukan oleh wajib pajak, maka peningkatan kepatuhan
wajib pajak dalam melaporkan SPT juga diperlukan bukan hanya SPT Tahunan tetapi peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Masa, karena
jangka waktu SPT Masa yang lebih singkat dibanding dengan SPT Tahunan. Hal ini tentu saja membutuhkan tingkat kepatuhan wajib pajak yang lebih besar agar
penghitungan penerimaan SPT Masa dapat dioptimalkan. Ini merupakan motivasi untuk mendorong pihak Kantor Pelayanan Pajak melakukan perhatian kepada
wajib pajak agar lebih mentaati kewajibannya dalam melaporkan SPT, oleh karena itu diperlukan berbagai kemudahan atau faktor yang mendukung wajib
pajak agar mempermudah pelaporan SPT dan faktor yang mendorong wajib pajak untuk melaporkan SPT tepat waktu.
Melaporkan SPT tepat waktu membutuhkan berbagai pendukung kelancaran untuk mengisi dan melaporkan SPT ke KPP. Media yang digunakan
untuk mendukung pelaporan SPT yang tepat waktu ialah media penyampaian SPT yang modern. Hal ini seiring dengan perkembangan ilmu teknologi terutama
4
dalam hal komputerisasi. Maka Direktorat Jenderal Pajak menerapkan program e- SPT dan e-filing.
E-SPT adalah SPT dalam bentuk elektronik e-SPT beserta lampiran- lampirannya dilaporkan dengan menggunakan media elektronik CD, disket,
flashdisk dan lain-lain ke KPP di mana wajib pajak terdaftar. Aplikasi e-SPT diberikan secara cuma-cuma oleh Jenderal Pajak kepada wajib pajak. Selain itu,
mengingat PER-45PJ2010 tentang bentuk, isi dan tata cara pengisian serta penyampaian SPT Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan yang menerbitkan nota retur atau nota pembatalan dengan jumlah lebih dari 25 dokumen dalam satu masa
pajak, diwajibkan menggunakan e-SPT. Penggunaan e-SPT diharapkan dapat mengurangi kesalahan dalam pemasukan data dan mempercepat pembentukan
database pajak keluaran dan pajak masukan sehingga dapat dijadikan bahan referensi optimalisasi pemanfaatan data pajak.
Penyampaian SPT melalui pelayanan e-filling pertama kali diatur dengan keputusan dirjen pajak melalui KEP- 05PJ.2005 tentang tata cara penyampaian
Surat Pemberitahuan secara elektronik e-filling melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi ASP. E-filing adalah sebuah layanan pengiriman atau
penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak SPT secara elektronik baik untuk Orang Pribadi OP maupun Badan ke Direktorat Jenderal Pajak DJP
menggunakan jaringan internet melalui ASP Application Service Provider atau Penyedia Jasa Aplikasi lainnya, sehingga WP tidak perlu lagi melakukan
pencetakan semua formulir laporan.
5
Faktor yang mendorong wajib pajak agar patuh melaporkan SPT tepat waktu ialah sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan SPT. Sanksi
administrasi ini diharapkan agar wajib pajak menjadi wajib pajak yang patuh untuk menyampaikan SPT tepat pada waktunya. Sesuai dengan UU KUP SE-
02PJ2008 tentang tata cara penetapan wajib pajak dengan kriteria tertentu sebagai “turunan” dari peraturan menteri keuangan No. 192PMK.032007.
Syarat-syarat menjadi wajib pajak patuh, yaitu: a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam tiga
tahun terakhir, b. penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk masa
pajak Januari sampai dengan November tidak lebih dari tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut,
c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud pada poin ‘b’ telah disampaikan tidak lewat batas waktu penyampaian SPT Masa pajak
berikutnya. Implementasi e-SPT, e-filing, dan sanksi administrasi diharapkan dapat
mewujudkan harapan Direktorat Jenderal Pajak agar terjadi peningkatan penyampaian SPT yang tepat waktu guna memperhitungkan jumlah penerimaan
pajak di tahun-tahun tersebut, tetapi memang tidak semudah yang diharapkan. Mempertimbangkan penerimaan SPT di tabel 1 merupakan penerimaan SPT yang
tergolong masih rendah walaupun pada tahun tersebut e-SPT dan e-filing telah digalakkan oleh Kantor Pelayanan Pajak kepada wajib pajak. Hal ini
kemungkinan dikarenakan budaya wajib pajak indonesia yang bertahun-tahun
6
lamanya selalu melaporkan SPT dengan media kertas. Sumber daya manusia di perusahaan yang belum memadai untuk menggunakan program e-SPT atau e-
filing juga menjadi faktor pendorong media kertas masih banyak digunakan. Aplikasi tersebut digunakan untuk tujuan memudahkan wajib pajak dalam
melaporkan SPT, sehingga kepatuhan wajib pajak dapat meningkat dari satu periode ke periode berikutnya dan sanksi administrasi yang diterapkan oleh KPP
dianggap oleh wajib pajak hal yang biasa sehingga wajib pajak melaporkan SPT terlambat.
Pentingnya keberhasilan dari implementasi e-SPT, e-filing dan sanksi administrasi sebagai salah satu faktor yang memengaruhi kepatuhan pajak
didukung oleh hasil penelitian-penelitian sebelumnya antara lain penelitian Bekti 2012 yang menyimpulkan bahwa penerapan e-SPT dan e-filling memiliki
pengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Menurut Kamelia 2008 terdapat perbedaan yang signifikan antara kepatuhan wajib pajak sebelum
dan sesudah program e-SPT dalam melaporkan SPT Masa PPN yang diterima. Menurut Mutia 2013 sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan
wajib pajak. Parwito 2009 melakukan penelitian mengenai analisis atas pengaruh pemanfaatan sistem e-filing terhadap biaya yang dikeluarkan wajib
pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan hubungan asosiatif antara dua variabel. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya sistem e-filing tidak memiliki hubungan positif dengan efisiensi wajib pajak. Hal ini disebabkan oleh tidak
7
hilangnya biaya yang harus dikeluarkan wajib pajak sejak penerapan sistem e- filing.
Paparan di atas yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada
variabel yang digunakan. Peneliti menggunakan implementasi e-filing, implementasi e-SPT, dan sanksi administrasi sebagai variabel independen.
Variabel ini jarang menjadi variabel di dalam penelitian sebelumnya untuk menilai kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Masa, sehingga tidak ada
kesamaan variabel menyeluruh antara penelitian ini dengan peneliti sebelumnya. Penelitian ini juga didasarkan dari banyaknya keterbatasan peneliti sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan sampel responden wajib pajak di KPP Pratama Medan Kota yang akan diukur tingkat kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan
SPT Masa. Hasilnya dapat digunakan pihak fiskus untuk melihat apakah kebijakan fiskus baik berupa penerapan e-filing, e-SPT, dan sanksi administrasi
akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak melaporkan SPT. Alasan yang telah dipaparkan di atas mendorong penulis untuk mengambil judul:
“Pengaruh Implementasi E-SPT, E-Filing dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Melaporkan SPT Masa PPN pada KPP
Pratama Medan Kota.”
1.2 Rumusan Masalah