Dengan demikian jelaslah bahwa seseorang atau siswa yang sudah belajar berbeda keadaannya dengan ketika ia belum belajar. Hasil belajar ini
akan ditunjukkan seseorang melalui kemapuan-kemampuan yang telah dimiliki, serta hasil belajar yang dinyatakan dengan nilai yang dilakukan
dalam waktu tertentu.
3. Pendekatan Pembelajaran
Problem Centered Learning
Pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan bagi siswa agar melakukan aktivitas belajar yang berpotensi sehingga membuatnya
berpartisipasi dalam belajar adalah pembelajaran Problem Centered
Learning.
28
Pembelajaran yang berpusat pada masalah merupakan terjemahan dari Problem Centered Learning dan berasal dari Problem-Centered Math.
Menurut Walber 2005, Problem-Centered math adalah suatu pendekatan pendidikan matematika yang berdasarkan pada pemecahan masalah atau
disebut juga pendekatan yang terpusat pada siswa student-centered approach.
29
Pada awalnya pendekatan ini dikembangkan pada tahun 1986 oleh Cobb di sekolah dasar dan pada saat itu model pembelajaran ini disebut
Problem Centered Mathematics atau
Problem Centered Classroom. Kemudian pada awal tahun 90-an, Wheatley mengembangkan model
pembelajaran ini di sekolah menengah dan disebut Problem Centered Learning PCL.
30
Dalam pembelajaran
Problem Centered
Learning, proses
pembelajaran didesain sedemikian rupa untuk menekanakan pentingnya komunikasi dan belajar yang bermakna. Komunikasi dalam pembelajaran ini
dapat dari guru kepada siswa, dari siswa ke siswa atau dari siswa ke guru.
28
Rika Mustika, “Penerapan Model Problem Centered Learning PCL dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik
”, Skripsi UPI Bandung, Bandung: Perpustakaan UPI Bandung, 2005, h. 7, t.d.
29
Suhendri, ”Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Matematis Siswa SMA melalui Problem-Centered Learning PCL”, Tesis Pascasarjana UPI Bandung, Bandung: Perpustakaan UPI
Bandung, 2006, h.23, t.d.
30
Rika Mustika, “Penerapan Model…, h. 7, t.d.
Pendekatan Problem Centered Learning mengikuti teori yang mengatakan bahwa belajar terjadi ketika siswa membangun pengetahuannya sendiri.
Problem Centered Learning memberikan kesempatan kepada siswa melakukan aktifitas belajar yang potensial melalui penyelesaian masalah
yang menuntut siswa mencari solusi yang tidak segera ditemui. Karena dengan instruksi yang berpusat pada masalah akan menstimulir usaha siswa
belajar, sehingga siswa akan tertantang membangun pemahaman matematikanya sendiri dengan cara memecahkan masalah, menyajikan
solusi-solusinya melalui presentasi di depan kelas, dan belajar dari metode- metode yang digunakan oleh siswa lainnya. Menurut Backhouse Kesner,
2005, instruksi yang berpusat pada masalah memberikan peluang pada siswa untuk menciptakan pemahaman matematika mereka sendiri, melalui proses
berfikir, bertanya dan berkomunikasi dalam situasi matematik. Sehingga membuat siswa berpartisipasi dalam belajar matematika.
Kadel dalam bukunya Problem-Centered Learning in Mathematics and Science mengatakan bahwa:
“Several components of problem-centered learning differentiate it from traditional methods. A problem-centered learning approach
teaches students three important learning skills:
A. to discover concepts and solve problems-instead of simply reading facts and then answering textbook questions or
completing workbook exercises, B. to think-not just to memorize, and
C. to cooperate in small groups-not to compete against each other.”
31
Beberapa komponen
Problem Centered
Learning yang
membedakannya dengan model pembelajaran tradisional, bahwa pendekatan Problem Centered Learning membelajarkan siswa tiga kemampuan belajar
yang penting, yaitu: a. Untuk menemukan konsep dan memecahkan masalah termasuk dapat
membaca fakta, menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas lembar kerja.
31
Stephanie Kadel, Problem-Centered Learning in Mathematics and Science, North Carolina: 1992 h. 6
b. Untuk berfikir, tidak hanya mengingat saja. c. Untuk dapat bekerja sama dengan kelompok kecil, tidak hanya
bersaing dengan yang lain. Tujuan pendekatan Problem Centered Learning adalah memberi
kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa melakukan aktivitas belajar potensial. Untuk membangun konsep dan ide matematika mereka sendiri,
melalui proses berfikir, bertanya dan berkomunikasi dalam situasi matematik. Dimulai dengan menghadapi suatu situasi berpusat pada masalah yang
diberikan untuk menuju pada masalah lain, melalui investigasi, inkuiri dan pemecahan masalah.
Selanjutnya Jakubowski dalam Suhendri membuat beberapa ciri khusus
pendekatan Problem
Centered Learning
sebagai aktifitas
pembelajaran, yang menekankan belajar melalui penelitian atau pemecahan masalah, yang memilki beberapa keunggulan, diantaranya:
32
1. Pendekatan Problem Centered Learning memfokuskan aktivitas pembelajaran pada masalah-masalah yang menarik bagi siswa dan
siswa selalu berusaha memecahkan masalah tersebut; 2. Pendekatan Problem Centered Learning mementingkan komunikasi
dalam pembelajaran karena semua aktivitas dilakukan oleh siswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif dan kolaboratif;
3. Pendekatan Problem Centered Learning memfokuskan pada proses- proses penyelidikan dan penalaran dalam pemecahan masalah dan
bukan memfokuskan pada mendapatkan hasil-hasil eksperimen yang benar atau jawaban yang benar terhadap suatu pertanyaan masalah
semata; 4. Pendekatan Problem Centered Learning merupakan pengembangan
kepercayaan diri
siswa dalam
menggunakan menerapkan
matematika ketika mereka menghadapi situasi-situasi kehidupan sehari-hari menjadi logis.
32
Suhendri, ”Meningkatkan Kemampuan ..., h. 25
Kadel menjelaskan tentang beberapa keuntungan pembelajaran Problem Centered Learning, dia menjelaskan:
“We have already seen some of the benefits of problem-centered learning for students:
• They learn to view mathematics and science as meaningful
activities, and are intrinsically motivated to learn these subject. •
They become more confident in their ability to learn mathematics and science material.
• They learn to work with each other and the teacher to explore
and analyze new information. •
They learn to apply their problem-solving skills to difficult or new activities within the classroom and outside of scholl.”
33
Beberapa keuntungan pendekatan Problem Centered Learning untuk siswa yaitu:
1. Siswa belajar untuk memandang matematika sebagai aktivitas yang bermakna dan juga dapat memotivasi siswa untuk belajar.
2. Siswa menjadi lebih percaya diri dengan kemampuan mereka untuk belajar matematika.
3. Siswa belajar untuk bekerja sama dengan siswa yang lain dan dengn gurunya untuk mengeksplorasi dan menganalisis informasi
pengetahuan baru. 4. Siswa belajar menerapkan kemampuan untuk memecahkan masalah
yang sulit atau hal yang baru di kelas atau di luar sekolah. Berdasarkan hal di atas, salah satu keunggulan pembelajaran Problem
Centered Learning yang membedakannya dengan pembelajaran yang biasa atau bahkan dengan pembelajaran problem solving, yang hanya menekankan
prosedur dalam memecahkan masalah, bahwa tujuan akhir yang dicapai melalui pendekatan Problem Centered Learning bukan hanya hasil belajar
yang berupa kognitifintelektual saja, tetapi juga meliputi aspek psikomotorik dan afektif siswa, yang berupa kolaborasi, sharing, kerjasama, sikap dan
sebagainya. Selanjutnya, Kadel juga mengatakan bahwa:
“Wheatly 1991 outlines the components of a problem-centered lesson: In preparing for class a teacher selects tasks which have a
33
Kadel, Problem-Centered..., h. 10
high probability of being problematical for students-tasks which may cause students to find a problem. Secondly, the students work on these
tasks in small groups. During this time the teacher attempts to convey collaborative work as a goal. Finally, the class in convened as a
whole for a time of sharing. Groups presents their solutions to the class, not to the teacher, for discussion. The role of the teacher in
these discussions is that of facilitator and every effort is made to be nonjudgmental and encouraging.”
34
Wheatly membuat komponen pendekatan Problem Centered Learning menjadi tiga komponen, yaitu: mengerjakan tugas, kegiatan kelompok dan
berbagi sharing. Langkah-langkah dalam proses pembelajaran dengan Pendekatan Problem Centered Learning:
a Menyiapkan kelas agar guru dapat menugaskan siswa untuk mengerjakan tugas yang dapat membuat siswa memecahkan masalah
yang menyebabkan siswa-siswa dapat menemukan pemecahan dari masalah tersebut.
b Siswa-siswa mengerjakan tugas tersebut dengan kelompok kecilnya. Selama diskusi kelompok kecil tersebut, guru terus menekankan siswa
untuk berkolaborasi dengan teman diskusinya. c Menyatukan semua siswa dalam diskusi kelas. Kelompok kecil-
kelompok kecil tersebut mempresentasikan hasilnya kepada forum kelas, bukan kepada guru. Peran guru dalam diskusi ini hanyalah
sebagai fasilitator dan setiap usaha dibuat untuk tidak bersifat menilai tetapi hanya bersifat mendorong.
Untuk lebih jelasnya, contoh proses pembelajaran dengan pendekatan Problem Centered Learning di dalam kelas dimulai dengan pemberian
permasalahan matematika oleh guru, atau mungkin berasal dari aspirasi dari siswa yang mempunyai permasalahan dari pengalamannya dalam kehidupan
sehari-harinya yang berhubungan dengan matematika. Setelah diberikan waktu dalam tugas individu, kemudian kelas dikondisikan dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Semua siswa belajar dalam kelompok kecil tersebut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan
34
Kadel, Problem-Centered..., h. 9
cara negosiasi, kolaborasi dan sharing dengan yang lainnya. Setelah diberikan waktu untuk tahap kedua, lalu pada tahap selanjutnya siswa
dikondisikan dalam diskusi kelas untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Setiap kelompok menyajikan solusi-solusi yang mereka temukan di depan
kelas kepada kelompok lain. Dari kegiatan diskusi kelas tersebut diusahakan tercapai kesepakatan bersama oleh siswa, untuk menetapkan solusi yang
paling benar dengan cara yang mudah. Tujuan dari aktivitas diskusi kelas tersebut adalah menciptakan kesempatan bagi para siswa untuk
mempresentasikan metode-metode solusi mereka kepada siswa yang lain dalam menyelesaikan permasalahan matematika tersebut.
Contoh penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem Centered Learning, yaitu:
1. Pendahuluan Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, kemudian guru membentuk
kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa tiap kelompok, lalu guru memberikan motivasi tentang keterkaitan materi pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari. Dan terakhir, guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab tentang materi sebelumnya yang menjadi kemampuan
prasarat berkenaan dengan materi yang akan dipelajari. 2. Kegiatan Inti
Tahap I: Kerja Individu 10 menit a. Guru memberikan lembar kerja yang memuat situasi masalah
yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. b. Siswa melakukan investigasi terhadap masalah untuk dapat
menyelesaikannya, mengacu pada apa yang tercantum dalam Lembar kerja.
c. Guru berkeliling memantau pekerjaan siswa, dan melalui negosiasi mengarahkan dan membimbing siswa yang merasa
kesulitan.
d. Siswa menyelesaikan masalah berdasarkan investigasi yang diperolehnya berdasarkan apa yang ada dalam Lembar kerja
siswa sampai berakhirnya waktu untuk bekerja secara individu. Tahap II: Diskusi Kelompok Kecil 25 menit
a. Guru mengarahkan siswa untuk duduk bersama kelompok yang telah ditentukan di awal pembelajaran.
b. Siswa melanjutkan pekerjaannya dengan kelompok kecilnya untuk menyelesaikan masalah dengan cara berbagi atau sharing
dalam kegiatan kerja kelompok. c. Guru berkeliling memantau aktivitas kerja kelompok, dan selalu
mengarahkan siswa untuk selalu melakukan kolaborasi dan sharing dalam aktivitas kelompok kecilnya.
d. Setiap kelompok bekerja secara aktif menyelesaiakn masalah dari Lembar kerjanya. Melalui negosiasi siswa melakukan
aktivitas berbagi sharing sehingga menemukan suatu penyelesaian masalah atas kesepakatan kelompok.
e. Sampai waktu yang telah ditentukan, siswa membuat laporan hasil kerja kelompok dan mengumpulkan kepada guru.
Tahap III: Diskusi Kelas 25 menit a. Beberapa orang siswa diminta untuk mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya, sedangkan siswa dari kelompok yang bukan penyaji diminta untuk memberikan tanggapan terhadap solusi
yang dipresentasikan. b. Guru berperan sebagai moderator sekaligus fasilitator yang
memberi kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh siswa untuk berpendapat secara terbuka.
3. Penutup 10 menit a. Dengan bimbingan guru , siswa merangkum tentang materi pelajaran.
b. Guru melakukan refleksi dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada siswa, tentang hal-hal yang diperoleh, kesan dan
saran siswa mengenai pembelajaran waktu itu dan hal-hal apa yang belum dipahami untuk dipelajari di rumah.
c. Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari materi pertemuan selanjutnya.
Wood dan Sellers dalam Goliath.ecnext.com mengatakan bahwa: “Learning occurs as students construct meaning for their experiences, and
the learner acts and interacts with the world, actively trying to resolve conflicts while engaging in purposeful activity.”
35
Didalam pendekatan Problem Centered Learning, pembelajaran terjadi ketika para siswa
membentuk sebuah arti untuk pengalaman mereka, dan siswa bertindak dan berinteraksi dengan dunia, dengan aktif berusaha untuk memecahkan
masalah. Inti dari aktivitas pendekatan Problem Centered Learning adalah agar
siswa dapat melakukan negosiasi dengan dirinya sendiri, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
36
Dalam pembelajaran Problem Centered Learning proses belajar terjadi ketika siswa mengkonstruk pemahaman untuk
pengalaman mereka, dan siswa bertindak serta berinteraksi dengan kelompoknya sehingga mereka secara aktif mencoba untuk menyelesaikan
permasalahan matematika yang dihadapi dalam aktivitas yang berguna.
Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran PCL
a. Teori Konstruktivisme Piaget Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh
individu. Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti
setiap organisme
yang selalu
beradaptasi dengan
lingkungannya untuk
dapat mempertahankan
dan
35
Goliath.ecnext.com., ”Learning Mathematics In Community Accommodating Learning Styles In A Second-Grade Problem Centered Classroom”, dari:
http:goliath.ecnext.comcoms2gi_0199-2959324Learning-mathematics-in-community- accommodating.html , 26 Juni 2007, 11:15 WIB
36
Mustika, “Penerapan Model…, h. 8, t.d.
memperkembangkan hidup, demikian juga stuktur pemikiran manusia.
37
Teori belajar tersebut sangat berkaitan dengan pembelajaran Problem Centered Learning yang menekankan pembelajarnya untuk
menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan baru yang disajikan dalam bentuk masalah-masalah matematika yang nyata.
b. Teori Sosiokulturalisme Vygotsky Teori ini masih bagian dari teori konstruktivisme yang
menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural
telah berkembang dengan baik. Tetapi tidak berarti teori ini mengesampingkan
aktivitas individu
untuk membentuk
pengetahuannya. Cobb dalam Suparno mengatakan bahwa menurut para
sosiokulturalis, aktivitas mengerti selalu dipengaruhi oleh partisipasi seseorang dalam praktek-praktek sosial dan kultural yang ada: situasi
sekolah, masyarakat, teman dan lain-lain.
38
Intinya, teori belajar tersebut menekankan aktivitas individu dan aktivitasnya dengan
lingkungan sosial dalam membentuk pengetahuan. Teori Vygotsky yang lain adalah scaffolding. Scaffolding
berarti memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi
bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah
mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke
dalam bentuk lain yang emungkinkan siswa dapat mandiri. Dengan pendekatan pembelajaran Problem Centered Learning
yang menekankan proses pembelajarannya berpusat pada masalah dan
37
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius,
1997, h. 42.
38
Suparno, Filsafat Konstruktivisme…, h. 46.
terdiri dari penugasan individu, diskusi kelompok kecil dan diskusi kelas membuat teori sosiokulturalisme vigotsky ini sangat berkaitan.
Karena dengan diskusi kelompok kecil dan diskusi kelas yang didalamnya terjadi kolaborasi dan sharing antar anggota memberikan
kesempatan kepada siswa untuk interaksi sosial dengan yang lain dan interaksi dengan lingkungannya berdasarkan masalah-masalah
matematika yang nyata. c. Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya. Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima.
Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghafalkannya. Tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan
oleh siswa, tidak menerima pelajaran begitu saja.
39
Kaitannya teori belajar Ausubel dengan pembelajaran Problem Centered Learning adalah bahwa pengetahuan akan lebih bermakna
jika pembelajar itu sendiri yang menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Dengan pembelajaran Problem Centered Learning yang
pembelajarannya memusatkan pada penyajian masalah-masalah matematika dapat memungkinkan siswa untuk menemukan sendiri
solusi terhadap masalah tersebut. d. Teori Gagne
Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung.
Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap
matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan.
40
Belajar menurut Gagne juga merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil
belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki
39
Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran…, h.32
40
Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran…, h.33
keterampilan, pengetahunan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses
kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Kaitannya
dengan pendekatan
pembelajaran Problem
Centered Learning yaitu bahwa pembelajar siswa diberikan
kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah dengan belajar mandiri atau
penugasan individu dengan disajikan masalah-masalah matematika. Selain itu juga siswa mendapatkan hasil yang berupa sikap dan nilai-
nilai seperti nilai sosial yang berupa kolaborasi dan sharing dengan yang lainnya, belajar mengemukakan pendapat atau solusinya sendiri
baik di
dalam diskusi
kelompok kecil
maupun ketika
mempresentasikannya di depan kelas ketika berlangsung diskusi kelas, dan lain-lain.
4. Pendekatan Pembelajaran Konvensional