BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Pendidikan adalah salah satu pilar kehidupan bangsa. Masa depan suatu bangsa bisa diketahui melalui sejauh mana komitmen masyarakat suatu negara
dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. Tidak berlebihan apabila para pendiri bangsa ini meletakkan cita-cita yang luhur dengan memperhatikan
masalah dan kecerdasan bangsanya. Pendidikan merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, baik yang
dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal maupun non-formal. Pendidikan juga merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, mulai dari manusia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Tujuan yang ingin dicapai dari proses belajar dan proses pendidikan
tersebut adalah pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yang ditegaskan oleh Al-Quran dalam surat Al-Dzariyat 56:
ﻥﻭﺪﺒﻌﻴﻟ ﱠﻻﹺﺇ ﺲﻧِﻹﺍﻭ ﻦﹺﺠﹾﻟﺍ ﺖﹾﻘﹶﻠﺧ ﺎﻣﻭ ﺕﺎﻳﺭﺍﺬﻟﺍ
: ٥ ٦
Artinya: ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” Q.S. Al-Dzariyat :56
1
Tujuan tersebut sejalan dengan tujuan hidup manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Dalam hal ini pendidikan harus memungkinkan
manusia memahami dan menghayati tentang Tuhannya sedemikian rupa, sehingga semua ibadahnya dilakukan dengan penuh penghayatan dan kekhusu’an
kepada-Nya. Aktivitas yang dimaksud dalam tujuan pendidikan tersebut untuk
mengantarkan manusia sebagai subjek didik menjadi khalifah di muka bumi yang mampu memamkmurkan dan memeliharanya, yang tersimpul dalam kandungan
Firman Allah Allah SWT dalam surat Hud, yang berbunyi:
1
Depag R.I. ,Alquran dan Terjemahnya, Surabaya: Duta Alam, 2005, h. 756
ﻫ ﻩﹺﺮﻴﹶﻏ ﻪﹶﻟﹺﺇ ﻦﻣ ﻢﹸﻜﹶﻟﺎﻣ َﷲﺍ ﺍﻭﺪﺒﻋﺍ ﹺﻡﻮﹶﻗﺎﻳ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﺎﺤﻟﺎﺻ ﻢﻫﺎﺧﹶﺃ ﺩﻮﻤﹶﺛ ﻰﹶﻟﹺﺇﻭ ﻢﹸﻛﹶﺄﺸﻧﹶﺃ ﻮ
ﺐﻴﹺﺠﻣ ﺐﻳﹺﺮﹶﻗ ﻰﺑﺭ ﱠﻥﹺﺇ ﻪﻴﹶﻟﹺﺇ ﺁﻮﺑﻮﺗ ﻢﹸﺛ ﻩﻭﺮﻔﻐﺘﺳﺎﹶﻓ ﺎﻬﻴﻓ ﻢﹸﻛﺮﻤﻌﺘﺳﺍﻭ ﹺﺽﺭَﻷﺍ ﻦﻣ ﺩﻮﻫ
: ٦١
Artinya:” dan kepada kaum SamudKami utus saudara mereka, Saleh. Dia berkata, “Wahai kaumku Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia.
Dia telah
menciptakanmu dari
bumi tanah
dan menjadikanmu
pemakmurnya,karena itu mohonlah ampun kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat rahmat-Nya dan
memperkenankan do’a hamba-Nya.” Q.S. Hud : 61
2
Menurut Quraish Shihab, manusia yang dijadikan khalifah itu bertugas memakmurkan atau membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan
oleh yang menugaskan, yaitu Allah.
3
Atas dasar hal tersebut, Shihab melanjutkan bahwa tujuan pendidikan Al-Quran adalah membina manusia secara pribadi dan
kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan
Allah.” Atau dengan kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh Al- Quran, “untuk bertakwa kepada-Nya.”
4
Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia dituntut berpendidikan tujuan akhirnya adalah untuk kebutuhan
pribadinya sendiri, yaitu untuk kemakmuran dan kesejahteraan mereka. Begitu pula dalam Undang-Undang no.20 tahun 2003, tentang tujuan
pendidikan nasional, bab II pasal 3 menyatakan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi yang lebih beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
5
2
Depag R.I. ,Alquran dan Terjemahnya…, h. 306
3
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994, h. 172
4
Shihab, Membumikan Al-Quran…., h. 172
5
Redaksi Sinar Grafika,Undang-Undang Sisdiknas Sistem Pendidikan Nasional 2003, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h.5
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, maka diselenggarakanlah rangkaian kependidikan. Diantaranya pendidikan formal seperti sekolah, mulai
dari tingkat kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah sampai Perguruan Tinggi. Dan sebenarnya tidak sampai di Perguruan Tinggi saja rangkaian
kependidikan manusia tersebut diselenggarakan,. Tetapi dalam konsep Islam, proses pendidikan tersebut dimulai dari manusia lahir sampai dia meninggal
dunia. Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia
yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar. Keadaan pendidikan di Indonesia sangat
jauh dari harapan bahkan peringkatnya sampai menurun. Hal tersebut didukung oleh hasil laporan dari Badan Dunia PBB mengenai peringkat pendidikan di
Indonesia. Menurut laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB untuk bidang pendidikan atau yang biasa kita sebut badan UNESCO yang dirilis pada
tanggal 29 November 2007, bahwa peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari peringkat 58 menjadi 62 diantara 130 negara di dunia. Yang jelas,
Education Development Index EDI adalah 0,935, di bawah Malaysia 0,945 dan Brunei Darussalam 0,965. Mau tidak mau, hal itu mengilustrasikan bahwa
kualitas pendidikan Indonesia semakin menurun.
6
Selain itu, Guru besar ilmu pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Muhammmad Ali dalam Media Indonesia Online 2005 mengatakan,
indikator rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari kemampuan lulusan berdasarkan hasil ujian pada jenjang pendidikan dasar yang merupakan sasaran
pelaksanaan wajib belajar 9 tahun. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa rata-rata nilai ujian dalam enam mata pelajaran di SLTP negeri dan swasta selama lima
tahun terakhir secara nasional hampir tidak pernah mencapai angka rata-rata 6.00. Sementara hasil untuk nilai mata pelajaran IPA selama lima tahun
menduduki angka paling rendah dengan nilai di bawah angka lima. Sedangkan
6
Jaringan Inovasi Pendidikan JIP Kendal, “Peringkat Pendidikan Turun dari 58 ke 62”, dari: http:jipkendal.blogspot.com200712peringkat-pendidikan-turun-dari-58-ke.html , 29
Desember 2007, 09:24 WIB.
untuk mata pelajaran matematika dan bahasa Inggris hanya menempati urutan kedua dan ketiga dalam hal rendahnya perolehan rata-rata nilai.
7
Sejalan dengan keadaan pendidikan Indonesia, kualitas bidang studi matematika juga sangat memprihatinkan. Menurut penelitian Trends in
International Mathematics and Science Study TIMMS peringkat mata pelajaran matematika di Indonesia berada pada posisi 34 dari 38 negara data UNESCO.
Padahal kalau kita tilik lebih dalam lagi, berdasarkan penelitian yang juga dilakukan oleh TIMMS yang di publikasikan 26 Desember 2006, jumlah jam
pengajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura. Dalam satu tahun, siswa kelas 8 di Indonesia rata-rata mendapat
169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112 jam. Tapi kenyataannya, prestasi Indonesia berada jauh di
bawah kedua negara tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411. Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan
Singapura 605 400 = rendah, 475 = menengah, 550 = tinggi, dan 625 = tingkat lanjut. Artinya “Waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak
sebanding dengan prestasi yang diraih.
8
Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu
didominasi peran guru. Guru lebih banyak menempatkan siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam
dunia pendidikan. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan
pengetahuan. Guru dipandang oleh siswa sebagai mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan
menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.
7
Mediaindo.co.id., “Memprihatinkan, Kualitas Peserta Didik di Indonesia”,. dari: http:www.mediaindo.co.idnewsprint.asp?Id=56029Jenis=acat_name=Pendidikan, 10 Oktober
2006, 15:56 WIB.
8
Zainurie, ” Pakar Matematika bicara tentang, Prestasi Pendidikan Matematika Indonesia”, Dari: http:zainurie.wordpress.com20070514pakar-matematika-bicara-tentang-prestasi-
pendidikan-matematika-indonesia , 20 Juli 2007; 09:40 WIB.
Di sekolah terdapat serangkaian bidang studi yang harus dikuasai oleh siswa salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan suatu mata
pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Matematika merupakan pelajaran yang sangat diperlukan di dalam dunia
pendidikan. Dengan matematika, siswa dilatih untuk berfikir logis, sistematis, dan kritis. Sehingga sangat berguna dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
dalam kehidupan sehari-hari. Matematika dari tahun ke tahun berkembang semakin meningkat sesuai dengan tuntutan zaman. Tuntutan zaman mendorong
manusia untuk lebih kreatif dalam mengembangkan atau menerapkan matematika sebagai ilmu dasar.
Namun demikian, pengembangan matematika tersebut akan ikut terhambat oleh pandangan masyarakat yang keliru tentang kemudahan dalam
proses pembelajaran. Akibatnya, mata pelajaran matematika diampu oleh guru yang tidak profesional , tidak mau kreatif dalam mengembangkan pembelajaran.
Semua ini dapat berakibat terhadap rendahnya motivasi dan minat siswa dalam mempelajari matematika. Akibat lebih lanjut adalah rendahnya pencapaian hasil
belajar siswa. Selain itu, pendekatan pembelajaran yang disajikan oleh guru yang masih bersifat tradisional dan konvensional juga mempengaruhi rendahnya
kualitas hasil belajar matematika siswa. Apabila diamati, kesalahan seputar rendahnya nilai mata pelajaran
matematika dipengaruhi juga sikap masyarakat khususnya orang tua itu sendiri yang memandang secara sempit assessment pembelajaran matematika, yaitu jika
rangking anaknya rendah, maka resahlah orang tua atau jika nilai raportnya rendah maka langsung menuding anaknya bodoh. Isu lainnya yang juga tampak
mengemuka adalah seputar kapasitas materi yang disampaikan, yaitu hingga saat ini belum banyak guru atau suatu sekolah manyampaikan materi soal-soal yang
dapat merangsang siswa berpikir kreatif, inovatif, dan alternatif Akibatnya, masih sedikit ditemukan guru maupun sekolah yang memperhatikan kaidah
percepatan belajar siswa, yaitu melayani pengayaan pembelajaran pada anak unggul dan berbakat dan memperhatikan perbaikan belajar remedial pada anak
yang rendah. Selain itu, dari hasil penelitian akhir-akhir ini berkembang pula isu
seputar rendahnya kompetensi matematika guru dan calon guru. Hal ini menjadi penting mengingat faktor keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh strategi
pembelajaran, sistem penilaian, interaksi di kelas, dan faktor guru. Itulah sekelumit problematika pembelajaran matematika di sekolah saat ini.
Kondisi pembelajaran matematika tersebut juga didukung oleh pernyataan dari beberapa pakar, diantaranya Soedjadi dan Marpaung yang dikutip oleh
Muhammad A. menyebutkan bahwa: 1 pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan guru adalah
pendekatan konvensional, yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas atau mendasarkan pada “behaviorist” atau “strukturalist”; 2
pengajaran matematika secara tradisional mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami matematika secara mendalam;
3 pembelajaran matematika yang berorientasi pada psikologi perilaku dan strukturalis yang lebih menekankan pada hafalan dan drill
merupakan penyiapan yang kurang baik untuk kerja professional bagi para siswa nantinya; 4 kebanyakan guru mengajar dengan
menggunakan buku paket sebagai “resep” mereka mengajar matematika halaman per halaman sesuai dengan apa yang ditulis; dan 5 strategi
pembelajaran lebih didominasi oleh upaya untuk meneyelesaikan materi pembelajaran dan kurang adanya upaya agar terjadi proses dalam diri
siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif.
9
Upaya perbaikan juga dilakukan dengan lebih mempertimbangkan berbagai pandanganfilsafat pembelajaran yang mutakhir, seperti bergesernya
pandangan belajar dari teacher centre ke student centre atau lebih memfokuskan pada
pandangan perkembangan
mental development
mental yang
mengutamakan proses dengan tidak mengesampingkan pandangan tingkah laku behavioristik yang mengutamakan produk.
Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru khususnya dalam proses
pembelajaran matematika. Sudah seyogianyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa
9
N. Setyaningsih, Ariyanto dan Rita P Khotimah, “Aplikasi Pendekatan Model Kooperatif Dalam Pembelajaran Matematika”, dari:
http:eprints.ums.ac.id386015._NINING_S.pdf, 30 Juli 2007; 11:46 WIB
diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga
saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Selain itu juga, guru harus dapat memilih dan menyajikan strategi dan pendekatan belajar yang lebih efektif.
Salah satunya adalah dengan pendekatan Pembelajaran Problem Centered Learning.
Pendekatan Pembelajaran Problem Centered Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada masalah dimana terjadi kegiatan
bernegosiasi antar siswa dan siswa dengan guru. Pendekatan ini dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuanpengalaman
menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah. Dalam menyelesaikan masalah, kebenaran penyelesaian tidak hanya bergantung pada hasil akhir, tapi
juga bergantung pada proses yang dilaluinya dalam menemukan penyelesaian tersebut.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis ingin meneliti tentang
“Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Problem Centered Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa.
”
B. Identifikasi Masalah