calon nasabahnya, hal ini dimksud dalam penerapan prinsip “ Know Your Customer”, untuk mencegah hal-hal yang merugikan.
Hak lain dan yang terutama dari lembaga perbankan itu sendiri adalah menerima uang dari sejumlah masyarakat. Dengan diterimanya sejumlah uang
dari nasabah tersebut, maka bank tersebut akan menyalurkannya ke dalam produk perbankan lainnya, misalnya pemberian kredit. Bank juga berhak atas syarat-
syarat dari suatu perjanjian yang dilakukan oleh bank dengan nasabah, dimana isi dari perjanjian tersebut yang merupakan suatu perjanjuan baku, merupakan hak
bank.
B. Perlindungan Nasabah Selaku Konsumen Produk Perbankan.
Dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, konsumen yang memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen
antara lain adalah dengan di introdusirnya Lembaga Penjamin Simpanan LPS dan UU No.10 Tahun 1998 sebagai badan hukum yang menyelenggarakan
kegiatan, atau skim lainnya. Di tingkatan lainnya payung hukum yang melindungi nasabah antara lain adanya pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah
dan mediasi perbankan dalam Peraturan Bank Indonesia PBI. Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku
usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dari sisi pihak yang memiliki kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat pihak
Universitas Sumatera Utara
yang kelebihan dana tersebut menyimpan dananya pada bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sementara dari sisi pihak yang memerlukan dana interaksi
terjadi pada saat pihak yang memerlukan dana tersebut meminjam dana dari bank guna keperluan tertentu. Interaksi antara bank dengan konsumen pengguna jasa
perbankan dapat pula mengambil bentuk lain pada saat nasabah melakukan transaksi jasa perbankan selain penyimpanan dan peminjaman dana. Bentuk
transaksi lain tersebut seperti misalnya jasa transfer dana, inkaso, maupun safe deposit. Dalam perkembangannya, nasabah pun dapat memanfaatkan jasa bank
untuk mendapatkan produk lembaga keuangan bukan bank, seperti produk asuransi yang dikaitkan dengan produk bank dan reksadana.
Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dengan nasabah, bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila terjadi friksi yang apabila tidak
segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Dari berbagai pengalaman yang ada, timbulnya friksi tersebut terutama
disebabkan oleh empat hal yaitu i informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank, ii pemahaman nasabah
terhadap aktivitas dan produk atu jasa perbankan yang masih kurang, iii ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah
peminjam dana, iv tidak adanya saluran yang memadai untuk menfasilitasi penyelesaian awal friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank.
36
Pertanyaan awal dan bersifat mendasar serta elementer dalam hal perlindungan nasabah perbankan adalah mengenai alasan diperlukannya
36
Muliaman, D Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank dalam Arsitektur Perbankan Indonesia. http :www.google.com available on 23 Oktober 2009
Universitas Sumatera Utara
perlindungan hukum oleh nasabah perbankan, kemudian mengenai instansi yang memberikannya perlindungan tersebut. Kalau pertanyaan tersebut diletakkan
dalam kerangka berfikir yuridis maka perlindungan hukum diartikan sebagai perlindungan hak-hak nasabah bank. Perlindungan diberikan oleh peraturan
perundang-undangan yang ditujukan kepada pihak yang melanggar hak tersebut, yakni bank dan pihak ketiga. Kewajiban bank untuk menghormati hak nasabah
jangan sampai terlanggar. Jika kewajiban ini tidak dilaksanakan oleh bank maka berarti bank telah memperkosa atau setidak-tidaknya telah mereduksi hak-hak
nasabah. Kewajiban ini berlaku juga bagi pihak ketiga. Dari kacamata hukum positif, dimanakah seharusnya hak-hak nasabah memperoleh perlindungannya.
Dalam undang-undang perbankan tidak terdapat pengaturan secara khusus mengenai hak-hak nasabah, baik hak nasabah maupun hak nasabah kreditur.
Namun dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur hak- hak konsumen sedemikian rupa, demikian pula kewajibannya. Jika terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak nasabah, maka dapat dipergunakan UU Perlindungan Konsumen untuk mempertahankan hak-hak nasabah sebagai lex
generalis. Seharusnya Undang-Undang Perbankan mengatur secara khusus tentang hak-hak nasabah, dan bukan diatur dalam peraturan yang lebih rendah dari
UU.
37
Dalam praktek sehari-hari nasabah dapatlah disebutkan sebagai “konsumen”. Nasabah disebut sebagai konsumen karena memanfaatkan berbagai
produk dan fitur-fitur yang disediakan oleh pihak perbankan. Dalam hal ini, yang
37
Tan Kamello, Mediasi Perbankan: Diskusi Terbatas Kerjasama Bank Indonesia dan Program Study Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana USU tanggal 21 Desember 2006, hlm 5-6
Universitas Sumatera Utara
terpenting adalah pemuasan dan perlindungan kepentingan nasabah sebagai konsumen bank. Dengan dikeluarkannya berbagai fitur produk maka bank
disamakan dengan “produsen”. Hal ini dilihat dari bank sebagai pencipta uang giral, mengeluarkan berharga, membuat sertifikat deposito, cheque, dan lain-lain.
Jadi hubungan yang terjadi adalah hubungan yang erat dan saling berhubungan. Kasus-kasus atas pelanggaran hak-hak nasabah, sangat meminta perhatian
serius dari kalangan perbankan khususnya Bank Indonesia untuk menyelesaikan masalah tersebut. Apabila hal ini tidak diselesaikan maka dapat membawa
dampak negatif bagi kelangsungan eksistensi bank yakni risiko reputasi dan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank.
Perlindungan nasabah yang bersifat langsung adalah Hak Preferen yaitu hak yang diberikan kepada seorang kreditur untuk didahulukan dari kreditur-
kreditur yang lain. Dalam sistem perbankan Indonesia, nasabah penyimpan merupakan kreditur yang mempunyai hak preferen, dalam arti bahwa penyimpan
yang harus didahulukan dalam menerima pembayaran dari bank yang sedang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya.
38
1. Bank wajib menerima setiap pengaduan yang diajukan oleh nasabah dan
atau perwakilan nasabah yang terkait dengan transaksi keuangan yang dilakukan nasabah.
Dalam PBI No.77PBI2005 Jo No.1010PBI2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, Pasal 6 menyatakan :
38
Hermansyah, op. cit hlm 142
Universitas Sumatera Utara
2. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secara
tertulis dan atu lisan. 3.
Dalam hal pengaduan dilakukan secar tertulis, maka pengaduan tersebut wajib dilengkapi fotocopy identitas dan dokumen pendukung lainnya.
4. Pengaduan yang dilakukan secara lisan wajib diselesaikan dalam waktu
2dua hari kerja. Pada Pasal 1 angka 2 dan 3 angka 3 PBI No.77PBI2005 Jo. No.
1010PBI2008, dengan laporan pengaduan nasabah atau perwakilan nasabah tersebut, selanjutnya kewajiban bank untuk menyelesaikan masalah nasabah
dalam waktu 20 dua puluh hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan tertulis. Hasilnya disampaikan kepada nasabah atau perwakilan nasabah. Bank
yang menerima dan menyelesaikan pengaduan nasabah wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia. Apabila kewajiban ini dilalaikan maka bank yang
bersangkutan dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana yang bersangkutan yang diatur dalam UU Perbankan.
Perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu bahwa UUPK bukan
satu-satunya hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia. Sebelum di sahkannya UUPK pada dasarnya telah ada beberapa
peraturan perundang-undangan yang materinya melindungi kepentingan konsumen antara lain : Pasal 202-205 KUHPidana, Ordonansi Bahan-Bahan
Berbahaya 1949, UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Lahirnya UUPK
Universitas Sumatera Utara
diharapkan terbentuknya peraturan perundang-undangan lain yang materinya memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen.
39
Adanya perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan menjadi urgen, karena secara faktual kedudukan antara para pihak
sering kali tidak seimbang. Perjanjian kredit atau pembiayaan dan perjanjian pembukaan rekening baru yang seharusnya dibuat berdasarkan kesepakatan para
pihak. Karena alasan efisien di ubah menjadi perjanjian yang sudah dibuat oleh pihak yang mempunyai posisis tawar bargairning position dalam hal ini adalah
pihak bank. Nasabah tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima atau menolak perjanjian yang disodorkan oleh pihak bank. Pencantuman klausula-
klausula dalam perjanjian kredit atau pembiayaan pada bank sepatutnya merupakan kemitraan, karena bank selaku kreditur dan nasabah selaku debitur
kedua-duanya saling membutuhkan dalam upaya mengembangkan usahanya masing-masing.
40
Klausula yang demikian didasari oleh sikap baru untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit atau pembiayaan. Dalam
memberikan perlindungan terhadp nasabah debitur kiranya dalam peraturan tentang perkreditan direalisir sehingga dapat dijadikan panduan dalam mengatasi
perselisihan antara bank dengan nasabah dapat menilai apakah upaya-upaya yang
39
Erman Rajaguguk., dkk. Hukum perlindungan Konsumen. Bandung: PT. CV Mandiri Maju. 2000. Hlm 6
40
Juhannes Ibrahim. Default dan Crossa Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit bermasalah. Bandung: PT. Revika Aditama.2004. hlm 47
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh kedua belah pihak telah sesuai dengan yang disepakati dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.
41
Jika selama ini Bank Indonesia selalu berpijak pada UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 dan Undang-undang RI No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-undang No. 2 Tahun
2008 tentang perubahan ke dua atas Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-undang, sedalam pengaturan aspek kehati-hatian
bank, maka dengan telah berlaku efektifnya UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sejak Tahun 2001 aspek pengaturan perbankan pun harus
diperluas dengan aspek perlindungan dan pemberdayaan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa bank. Apabila dilihat dari masa berlaku efektifnya UU
Perlindungan Konsumen yaitu Tahun 2001, maka sepintas terlihat Bank Indonesia kurang merespon pemberlakuan UU tersebut. Berarti perlindungan dan
pemberdayaan nasabah tidak diperhatikan oleh Bank Indonesia.
C. Implementasi Program-Program Perlindungan Nasabah Berdasrkan PBI No.77PBI2005 Jo No. 1010PBI2008.