Keberagamaan Remaja Akhlak Remaja
20
yang berarti al-Sajiyyah perangai, al-Tabi’ah watak, al-‘Adah kebiasaan, dan al- Din keteraturan.
24
Menurut Louis Ma’luf, kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari kata khuluk di dalam kamus al-Munjid Fil Lughati wa ‘Alam yang artinya
adalah “Akhlak adalah tabiat, budi pekerti, perangai, tingkah laku adat atau kebiasaan”.
25
Akhlak merupakan tujuan dari pendidikan Islam, karena akhlak merupakan perbuatan manusia yang baik yang harus dikerjakan dan perbuatan yang harus
dihindari dalam pergaulan dengan Tuhan, manusia dan makhluk alam sekelilingnya oleh kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai dan moral.
26
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa pengertian akhlak adalah “budi pekerti,
watak, tabiat”.
27
Adapun akhlak dari segi terminologi istilah, sebagaimana tertulis dalam Ensiklopedia Pendidikan bahwa “akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan
kesadaran, etika dan moral yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia”.
28
Pengertian akhlak menurut Ibnu Atsir dalam bukunya al-Nihayah menerangkan “Hakikat makna khuluk itu adalah gambaran batin manusia yang tepat yaitu jiwa dan
sifatnya, sedangkan khalqun merupakan gambaran bentuk luarnya raut muka, tinggi rendahnya tubuh, dan lain sebagainya”.
29
Sedangkan menurut Khalil Al-Musawi “bahwa kata akhlak berasal dari akar kata khalaqa yang berarti lembut, halus, dan
lurus juga dapat di artikan bergaul dengan akhlak yang baik”.
24
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Etika Berkeluarga, Bermasyrakat dan Berpolitik Tafsir Al-Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2009, cet. 1, h. 1.
25
Louis Ma’luf, Kamus Munjid Asy-Syarkiyah, Beirut: al-Maktabah Asy-Syarkiyah, cet.ke-28, hal. 194.
26
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet.ke-3, hal. 5.
27
WJS Poerwardaminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet.ke-3 hal. 15.
28
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976, h. 9.
29
A. Musthofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 1997, cet.ke-1, h. 11.
21
Menurut Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA., di dalam bukunya, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, pengertian akhlak dirujuk dari beberapa pendapat, diantaranya:
Ibn Miskawaih mengemukakan di dalam bukunya Tahzib al-Akhlak wa Tharir al-A’raq, akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Sedangkan Imam al-Ghozali mengatakan di dalam
bukunya Ihya ‘Ulum al-Din, bahwa akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Menurut Da’irat al-Ma’arif, akhlak yaitu “Sifat-sifat manusia yang terdidik”.
Kemudian Ibrahim Anas dalam al-Mu’jam al-Wasith, mengemukakan bahwa akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya
lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
30
Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khalik dengan makhluk dan antara makhluk dengan
makhluk. Lebih jelasnya bahwa akhlak merupakan tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama
manusia dan juga manusia dengan alam sekitarnya sebagaimana firman Allah swt. Dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4, yang berbunyi:
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
31
Manusia merupakan makhluk yang selalu berhubungan atau berinteraksi dengan makhluk lain, baik itu sesama manusia maupun makhluk ciptaan Tuhan
lainnya. Dengan demikian maka prilaku manusia perilaku baik maupun buruk akan menjadi modal seseorang dalam kehidupannya dan sebagai sesuatu yang harus ada
dalam tata pergaulan sehari-hari.
30
Abudin Nata, MA., Pendidikan dalam Perspektif Hadits, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, cet. ke-1, h. 274.
31
Departemen Agama, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, Semarang: Thoha Putra, 1996, h. 450.
22
Untuk itulah akhlak selalu mendapat pujian dari orang yang ada di sekitarnya. Sedangkan akhlak yang buruk akan menimbulkan sebuah permasalahan dalam
kehidupan seseorang walau terkadang kebaikan seseorang itu sering kali diartikan sebagai sesuatu yang tidak mengenakan bagi orang yang tidak memiliki akhlak yang
kurang baik, namun sesuatu yang baik pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik pula, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ 17, ayat 7, yang
bebunyi:
...
“Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka kejahatan itu bagi dirimu
sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi kejahatan …”.
Jelaslah di sini bahwa jika manusia dapat membawa dirinya pada sebuah pergaulan yang baik, maka akan mendapatkan perlakuan yang baik pula dari
lingkungan yang ada di sekitarnya. Meskipun tidak semua kebaikan itu mendapat perlakuan yang baik pula akan tetapi hal tersebut bukan bermaksud untuk
mendidiknya menjadi seseorang yang mendapat julukan munafik. Menurut al-Ghazali, bahwa akhlak memiliki tiga dimensi, yaitu:
1. Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhannya, seperti ibadah, puasa, dan shalat.
2. Dimensi sosial, yakni masyarakat, pememrintah, dan pergaulannya dengan sesamanya.
3. Demensi metafisis, yakni aqidah dan pegangan dasar.
32
Menurut Said Aqil Husin Al Munawar dalam bukunya Aktualisasi Nilai-nialai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam, dilihat dari segi bentuk dan macamnya
akhlak dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
32
Mohammad Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-nilai AkhlakBudi Pekerti dalam Ibadah dan Tasawuf, Jakarta: Karya Mulia, 2005, cet.2, h. 28.