Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
kepada anak selama 6 bulan pertama dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangannya menjadi lebih baik, bayi jarang mengalami sakit karena
adanya zat protektif untuk melindungi bayi dari infeksi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wen, et.al 2009 bahwa ASI baik untuk
kesehatan bayi, melindungi bayi dari penyakit, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta membantu menjalin kedekatan antara ibu dan anak.
Penelitian ini juga didapatkan bahwa empat dari enam partisipan mengatakan anak menjadi pinter dan cerdas setelah diberikan ASI eksklusif.
Menurut Roesli 2008, pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berusia enam bulan akan menjamin tercapainya kecerdasan anak secara optimal
karena adanya nutrien yang tepat yang secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan bayi agar otak menjadi tumbuh dengan optimal. Hasil ini sejalan
dengan hasil penelitian Maharditha, dkk 2008 menunjukkan bahwa perkembangan kognitif pada bayi yang diberikan ASI eksklusif lebih tinggi
sebanyak 4.761 dibandingkan dengan tidak diberikan ASI eksklusif sebanyak 4.431 pada yang diukur dengan skala kognitif Mullen dalam waktu sekitar
enam sampai sembilan bulan. Salah satu partisipan mengungkapkan bahwa manfaat ASI sangat penting karena ASI adalah cairan yang pertama kali
diminum untuk mengawali kehidupan anak. Hal ini sejalan dengan teori yang ditulis oleh Meadow 2005, bahwa pemberian ASI merupakan awal yang
sempurna bagi bayi untuk memulai kehidupannya karena ASI mudah langsung tersedia, tidak mahal dan mudah dikonsumsi. Partisipan mengatakan
pemberian ASI eksklusif juga bermanfaat bagi lingkungan karena tidak
menimbulkan banyak sampah, seperti kaleng dan kardus susu. Hal ini sejalan
dengan teori yang ditulis oleh Roesli 2005, bahwa ASI akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi di dunia. Memberi ASI tidak memerlukan
kaleng susu, karton, kertas pembungkus, botol plastik dan dot karet.
Tema 4. Perilaku ibu primipara dalam memberikan ASI eksklusif
Perilaku ibu primipara dalam memberikan ASI eksklusif salah satunya adalah melakukan Inisiasi Menyusui Dini setelah melahirkan. Hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti terdapat lima dari enam partisipan yang mengungkapkan bahwa inisiasi menyusui dini dilakukan pada saat bayi
dilahirkan, bayi diletakkan diatas badan ibu oleh bidan, diantara payudara di bagian dada dalam posisi tengkurap, bayi saya masih belum bersih, masih ada
darah dan kotoran dari rahim. Salah satu ibu primipara lainnya mengatakan bahwa
inisiasi menyusui
dini hanya
sebagai pendekatan
sekedar memperagakan bayi untuk mencari puting. Hal ini sesuai dengan Depkes
2008, bahwa Inisiasi Menyusui Dini IMD adalah meletakkan bayi menempel di dada atau perut ibu segera setelah lahir, membiarkannya
merayap mencari puting, kemudian menyusu sampai puas. Proses ini dibiarkan berlangsung minimal selama satu jam pertama sejak bayi lahir. Hal
ini juga sejalan dengan hasil penelitian Haider, et.al 2010, bahwa prevalensi ibu yang mempraktekkan perilaku menempatkan bayi ke payudara ibu dalam
satu jam pertama setelah lahir sebanyak 76, pemberian kolostrum dan tidak memberikan cairan lain atau makanan dalam tiga hari pertama sebanyak 54,
tidak memberikan susu botol sebanyak 85, menyusui on demand sebanyak 96, dan pemberian ASI eksklusif dari lahir sampai 6 bulan sebanyak 90,
hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu tentang bahaya menunda inisiasi menyusui dini yang menjadi alasan ibu untuk melakukan praktek itu.
Penelitiannya juga didapatkan hanya seperempat dari ibu yang melaporkan bahwa memulai menyusui dalam waktu satu jam setelah melahirkan,
sementara mayoritas dari ibu-ibu tersebut melakukannya dalam waktu satu sampai 3 jam setelah melahirkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee,
et.al 2013, didapatkan bahwa sebagian besar ibu yang pertama kali melahirkan menyadari pentingnya inisiasi menyusui dini dan nilai kolostrum.
Mereka mengatakan bahwa praktek inisisasi menyusui dini adalah tugas dari tenaga kesehatan yang membantu mereka untuk melakukannya biasanya
dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Mercer 1991 yang menyebutkan bahwa komponen utama dari peran
ibu terbagi menjadi tiga yaitu keterikatan pada bayi, memperoleh kompetensi dalam perilaku ibu, dan mengekspresikan kepuasan dalam interaksi antara ibu
dan bayi. Pada komponen ini ibu harus memiliki rasa kasih sayang pada bayi, keterampilan
dalam praktik
menyusui dengan
benar dan
akhirnya mendapatkan kepuasan tersendiri setelah semuanya tercapai. Pencapaian
peran sebagai seorang ibu dilakukan dengan empat fase yang salah satunya adalah fase formal, dimana pada fase ini ibu melahirkan anak pertama dan
belajar memberikan ASI untuk pertama kali dengan orang lain disini yaitu seorang bidan atau petugas kesehatan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa beberapa partisipan mengungkapkan dalam memberikan ASI eksklusif dilakukan
dengan posisi duduk, tiduran, berdiri sambil jalan-jalan, dan salah satu
partisipan mengungkapkan memberikan posisi sesuai dengan kenyamanan bayinya. Hal ini sesuai dengan teori yang ditulis Leifer 2005, bahwa
memberikan ASI eksklusif pada bayi harus memiliki persiapan sebelumnya baik untuk ibu maupun bayi. Persiapan untuk ibu dan bayi salah satunya
adalah dengan posisi yang nyaman dan rileks dalam memberikan ASI eksklusif pada bayi. Dewi 2011 juga menyatakan bahwa terdapat berbagai
macam posisi menyusui yang biasa dilakukan oleh ibu yaitu dengan posisi duduk, berdiri, dan berbaring. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori
yang ditulis oleh Murray McKinney 2006, bahwa ada empat posisi dasar untuk memberikan ASI eksklusif yaitu posisi memegang bola kaki dimana
ibu akan lebih mudah melihat mulut bayi ketika menghisap puting, posisi menggendong atau mengayun bayi terutama untuk bayi yang kecil, posisi
berbaring miring, dan posisi di atas pangkuan Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa semua partisipan
mengatakan dalam memberikan ASI eksklusif tubuh bayi harus dimiringkan kebadan ibu, menempel diperut lalu langsung mulutnya menghisap payudara.
Empat dari enam partisipan juga mengungkapkan bahwa pelekatan mulut bayi saat menyusui menempel pada puting sampai menutupi bagian hitam
pada payudara areola dan salah satu partisipan mengatakan jangan sampai hidung bayi menutupi payudara saat menyusui karena akan membuat bayi
tidak bisa bernapas. Hal ini sejalan dengan teori yang ditulis oleh Lowdermilk 2004, bahwa menyusui bayi dengan membawanya dekat ke payudara, bukan
payudara didekatkan ke bayi. wajah, dada, abdomen, dan lutut bayi, semuanya harus menghadap tubuh ibu. Menyentuhkan bibir bawah bayi
dengan puting untuk memulai refleks rooting. Bayi akan berputar ke arah puting lalu mencium bau kolostrum dan susu dengan mulut terbuka.
Meletakkan mulut bayi pada payudara dengan menuntun puting dan jaringan areola masuk ke mulut bayi di atas lidah. Menekan payudara dengan ibu jari
di atas areola dan jari-jari lain dibawah areola untuk memungkinkan bayi menghisap dengan efektif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
menunjukkan bahwa semua partisipan mengatakan waktu awal-awal menyusui dibantu menggunakan tangan untuk memasukkan putting lalu
payudara dipegang dan sekarang hanya bantu memasukkan putingnya saja, sudah tidak dipegangin sampai selesai menyusui. Lowdermilk 2004
menyatakan hal yang sama, bahwa puting dan sebagian besar areola harus berada didalam mulut bayi. apabila hidung bayi kelihatan tertutup oleh
payudara, ibu dapat mengangkat panggul bayi sehingga memberikan banyak ruang
untuk bernapas.
Selama menyusui
untuk beberapa
minggu kemungkinan ibu harus menggunakan tangannya untuk memegang payudara
agar bayi dapat menghisap dengan efektif. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Mercer 1991 yang menyebutkan bahwa untuk mencapai peran sebagai
seorang ibu terdiri dari tiga komponen yaitu keterikatan ibu dengan bayi, memiliki keterampilan dalam menyusui dengan benar dan kepuasan
berinteraksi dengan bayi. Penelitian ini didapatkan bahwa lima dari enam partisipan mengatakan
waktu untuk memberikan ASI eksklusif disaat anaknya menangis. Sebagian partisipan lainnya memberikan ASI eksklusif saat anaknya mau tidur dan
bangun tidur. Hal ini sejalan dengan teori yang ditulis oleh Murray
McKinney 2006, bahwa ketika bayi merasa lapar, mereka biasanya menangis keras sampai kebutuhan mereka terpenuhi. Beberapa bayi akan
menarik diri ke dalam tidur karena ketidaknyamanan yang berhubungan dengan kelaparan. Pada kondisi itu ibu harus siap untuk memberikan ASI
kepada bayi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Kuzma, 2013, menyatakan bahwa sebanyak 91 dari ibu-ibu yang menyusui,
mereka memberikannya ketika bayi mereka menangis, sebanyak 7 sampai 8 kali perhari.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa semua partisipan mengatakan bahwa memberikan ASI eksklusif pada bayi sekitar 5 sampai 10 menit dan
diberikan sekitar dua sampai tiga jam sekali. Hanya satu partisipan yang mengatakan bahwa dalam meberikan ASI esksklusif tidak membatasi, disaat
anak ingin menyusu langsung kasih dan kapan saja. Menyusui bayi sebaiknya dilakukan di setiap saat bayi membutuhkan karena bayi akan menentukan
sendiri kebutuhannya. Rata-rata bayi menyusui selama 5 sampai 15 menit, walaupun terkadang lebih. Hal ini sejalan dengan teori yang ditulis oleh
Hegar 2008, bahwa menyusui bayi sesering mungkin sedikitnya lebih dari 8 kali dalam 24 jam dan tidak hanya pada satu payudara melainkan keduanya
secara seimbang,
sehingga mendapat
stimulasi yang
sama untuk
menghasilkan ASI.
Menyusui pada
malam hari
dapat membantu
mempertahankan suplai ASI karena hormon prolaktin dikeluarkan terutama pada malam hari. Leifer 2005 juga menunjukkan bahwa, bayi yang baru
lahir perlu diberi makan setiap 2 atau 3 jam di awal kapasitas lambung bayi baru lahir yang kecil. Umumnya bayi baru lahir menyusui selama kurang
lebih 15 menit pada payudara pertama, dan selanjutnya diikuti oleh payudara lainnya. Rata-rata waktu untuk menyusui adalah 15 sampai 20 menit per
payudara. Semua partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa tanda bayi
mereka sudah cukup ASI yang telah diberikan ketika bayi sudah tertidur nyenyak dan sebagian dari partisipan mengatakan ketika bayi sudah
melepaskan payudaranya dan kenyang. Hal ini sesuai dengan teori yang ditulis Leifer 2005, bahwa ibu harus diajarkan untuk mengetahui isyarat
pada bayi baru lahir, bagaimana menentukan ASI yang telah diberikan pada bayi sudah cukup. Kecukupan ASI pada bayi dapat ditunjukkan pada pola
mengisap bayi yang baru lahir akan memperlambat, bayi yang baru lahir bisa tertidur, dan payudara ibu terasa lembut, menunjukkan kenyang.
Tema 5. Perasaan ibu primipara selama memberikan ASI eksklusif
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa ibu merasakan senang dan bangga sebagai ibu dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Hal ini
sejalan dengan penelitian Wen, et.al 2006 yang menyatakan bahwa ketika ibu sukses dalam memberikan ASI eksklusif, mereka merasakan kebanggaan
dan kenyamanan berdasarkan pengalaman ibu yang berada di unit neonatal Swedia. Hasil penelitian yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa salah
satu partisipan mengatakan merasa puas dan lega karena dapat memberikan yang terbaik untuk anak. Hal ini sejalan dengan teori yang ditulis oleh Wong,
dkk 2008, ibu memiliki perasaan yang menyatu sangat dekat dengan anaknya dan merasa tuntas dan merasa puas ketika bayi menghisap ASI
darinya. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori Mercer 1991 yang menyebutkan bahwa untuk mencapai peran sebagai seorang ibu adanya fase
personal, dimana pada tahap ini ibu sudah menginternalisasi perannya, ibu primipara merasakan kepuasan karena berhasil dalam memberikan ASI
Eksklusif.
Tema 6. Hambatan ibu primipara selama memberikan ASI eksklusif
Penelitian ini didapatkan bahwa ibu primipara mengalami hambatan dalam memberikan ASI eksklusif. Hasil penelitian didapatkan bahwa para
parisipan mengalami masalah pada payudara seperti payudara terasa sakit, lecet pada putting, bengkak, terasa nyeri, produksi ASI yang kurang dan
adanya rasa kantuk serta lelahnya ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Ibu yang memberikan ASI eksklusif mungkin mengalami beberapa masalah
umum. Beberapa kasus, komplikasi ini dapat dicegah jika ibu menerima pendidikan yang tepat tentang menyusui Perry Wong, 2006. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tucker, Wilson Samandari 2011 yang menyatakan bahwa dari 102 responden yang memulai
memberikan ASI eksklusif tetapi berhenti saat empat bulan pasca melahirkan, hampir dua per tiga ibu remaja yang terdaftar lebih dari satu alasan untuk
berhenti menyusui yaitu kembali ke sekolah 34, merasa bahwa ASI saja tidak memuaskan bayi 33, produksi ASI mereka tidak cukup 32, nyeri
puting 28, dan alasan lain 19. Penelitian yang dilakukan Agunbiade Ogunleye 2012, didapatkan
hasil yang menunjukkan bahwa kendala utama pemberian ASI eksklusif adalah persepsi ibu bahwa bayi terus menjadi lapar setelah diberikan ASI
29, masalah kesehatan ibu 26, takut bayi menjadi kecanduan ASI 26, tekanan dari ibu mertua 25, nyeri di payudara 25, dan
kebutuhan untuk kembali bekerja 24. Penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa pengalaman beberapa ibu merasa sangat sulit untuk menyusui selama
enam bulan. Hal ini karena mereka mengeluh bahwa payudara mereka sakit sedangkan bayi mereka terus saja menghisap dengan kuat agar ASI bisa
mengalir dengan lancar Agunbiade Ogunleye, 2012.
Tema 7. Dukungan ibu primipara dalam memberikan ASI eksklusif
Dukungan ibu
primipara selama
memberikan ASI
eksklusif didapatkan baik dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga seperti teman.
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti, dimana semua partisipan mendapat dukungan dari suami dan adanya dorongan dari keluarga mereka untuk
memberikan ASI eksklusif dari sejak kehamilannya. Hasil penelitian juga sesuai dengan teori Mercer 1991 bahwa untuk pencapaian peran sebagai
seorang ibu dipengaruhi oleh lingkungan makrosistem, dimana dalam memberikan ASI eksklusif terdapat fungsi keluarga dan adanya dukungan
sosial. Hal ini juga sejalan dengan teori yang ditulis oleh Perry Wong 2006, dukungan dari pasangan dan keluarga merupakan faktor yang sangat
besar bagi ibu untuk mencapai kesuksesan dalam memberikan ASI eksklusif. Persiapan prenatal idealnya dilakukan oleh ayah termasuk menyediakan
informasi tentang keuntungan memberikan ASI eksklusif dan bagaimana berpatisipasi dalam merawat bayi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian
Mannion, et.al 2013 menyatakan bahwa sebanyak 55 wanita merasa
bahwa pasangan mereka mendorong untuk memberikan ASI eksklusif dan sebanyak 23 mengatakan pasangan mereka berfikir bahwa memberikan ASI
eksklusif adalah yang terbaik dan sehat untuk bayi. Penelitiannya juga dihasilkan bahwa dukungan yang terkait dalam memberikan ASI eksklusif
oleh ibu maternal 65, teman 65, dan dokter 61. Bentuk dukungan selain dari anggota keluarga juga didapatkan oleh ibu primipara berupa dukungan
informasional dan emosional. Dukungan yang didapatkan oleh semua partisipan meliputi dukungan informasional, emosional dan instrumental.
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa beberapa ibu primipara mendapatkan dukungan selain dari keluarga yaitu dukungan dari
teman dalam bentuk dukungan informasional dan emosional namun pada penelitian ini tidak terdapat dukungan penghargaan yang diberikan. Hal ini
sejalan dengan penelitian Tucker et.al 2011, menyatakan bahwa beberapa remaja Afrika Amerika mengatakan bahwa wanita lain dalam keluarga
mereka telah memberikan ASI dan dan semua orang mendukung. Hal ini juga sejalan dengan teori Friedman 1998, bahwa dukungan sosial dapat dibagi
menjadi 5 buah komponen yaitu 1 dukungan emosional yang menunjukkan bantuan dalam bentuk dorongan empati dan kepedulian terhadap individu-
individu lain. Dengan begitu individu merasa dihormati dan dicintai selain itu juga individu akan merasa aman; 2 dukungan penghargaan, merupakan
ungkapan positif dari orang lain kepada individu yang mencakup dorongan atas persetujuan terhadap ide-ide dan perasaan yang dimiliki individu; 3
dukungan instrumental, merupakan dukungan yang diberikan dalam bentuk tindakan nyata, pemberian barang-barang nyata atau jasa individu pada saat
dibutuhkan. Macam-macam
aktivitas seperti
menyediakan bantuan,
meminjamkan, atau memberikan uang, dapat disuruh melakukan suatu hal, menyediakan transportasi dan membantu dengan tugas yang praktis; 4
dukungan informasi, pemberian informasi atau mengajarkan keterampilan yang bisa menyediakan pemecahan masalah terhadap masalah dan dukungan
yang meliputi informasi yang membantu individu dalam mengevaluasi penampilan pribadi; 5 hubungan sosial, menghabiskan waktu dengan orang
lain pada waktu luang dan kegiatan rekreasi. Hasil penelitian ini ibu kandung atau orang tua telah memberikan
dukungan secara instrumental yaitu sering membuatkan sayur daun katuk dengan alasan untuk memperbanyak produksi ASI. Sebagian dari orang tua
partisipan juga
memberikan dukungan
secara informasional
dengan mengajarkan bagaimana posisi yang baik saat memberikan ASI dan cara
menggendong bayi dengan baik dan benar. Hasil penelitian menunjukkan adanya bentuk dukungan emosional yang diberikan oleh suami meliputi
memberikan semangat selalu untuk memberikan ASI eksklusif pada anak, selain itu dukungan informasional juga diberikan oleh suami dengan selalu
mengingatkan apabila bayi menangis untuk segera memberikan ASI. Hal ini sejalan dengan teori yang ditulis oleh Roesli 2008, dari semua dukungan
bagi ibu menyusui, dukungan ayah adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Ayah cukup memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis. Dukungan lain yang dirasakan oleh ibu adalah dukungan dari
teman-temanya dalam bentuk informasional bahwa ASI eksklusif lebih baik daripada susu formula.
Tema 8. Mitos-mitos tentang ASI eksklusif
Ketidaksempurnaan dalam pemberian ASI eksklusif sering disebabkan karena adanya berbagai mitos yang berkembang dimasyarakat Yuliarti,
2010. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa pernah mendengar adanya mitos bahwa kolostrum adalah air kotor dan harus dibuang. hal ini
sejalan dengan penelitian Kuzma 2013 yang menyatakan bahwa sebanyak 98 ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya, hanya duapertiganya
yang telah memberikan kolostrum kepada bayinya. Sebagian besar penjelasan yang diberikan oleh ibu yang menolak untuk memberikan kolostrum karena
adanya keyakinan budaya yang menyatakan bahwa kolostrum dapat membahayakan bayi, kolostrum kotor, haram, berisi nanah yang terinfeksi,
limbah dari ibu, bukan makanan untuk anak, menular, dan dapat menyebabkan mata kuning. Danandjaja dalam Swasono 1997 menjelaskan
bayi baru disusui bila air susu ibunya telah berwarna putih, yakni setelah kolostrum dibuang. Hal ini sama seperti di Trunyan, Bali, kolostrum dibuang
karena dianggap menyebabkan bayi sakit perut. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti bahwa selama memberikan
ASI eksklusif adanya mitos tentang pembatasan makanan yang dimakan. Selama memberikan ASI eksklusif tidak boleh makan pedas dan asam karena
dapat menyebabkan bayi diare. Banyak minum es dapat menyebabkan anak sakit flu. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kuzma 2013 bahwa
sebanyak 57 ibu menyusui mengakui adanya pembatasan makanan oleh budaya mereka. Anggorodi dalam Swasono 1997 menjelaskan terdapat
pantangan makanan bagi wanita hamil dan menyusui di Desa Simpar dan Desa Kosambi, kabupaten Subang, Jawa Barat. Kategori makanan bagi
wanita hamil dan menyusui berkenaan dengan pandangan budaya tentang makanan yang dianggap baik sehingga harus dikonsumsi, maupun yang
dianggap dapat memberikan dampak buruk bagi dirinya dan bayi dalam kandungannya sehingga harus dihindari. Makanan yang dianggap dapat
memberikan dampak buruk itu umumnya disebut sebagai makanan pantang. Penduduk disana mempunyai pandangan yang sama tentang beberapa jenis
makanan yang dianggap baik, seperti daun katuk, daun bayam, kacang panjang, dan daun pepaya. Daun-daunan ini dianggap dapat menambah air
susu. Masyarakat juga berpendapat bahwa makan telur disebut sebagai makanan pantang karena dapat menyebabkan air susu menjadi amis. Mitos-
mitos yang terjadi di lingkungan sekitar juga mengatakan bahwa memberikan ASI eksklusif akan membuat payudara menjadi tidak kencang berbeda dari
sebelum melahirkan. Faktanya bahwa payudara menjadi tidak kencang disebabkan oleh bertambahnya usia dan kehamilan. Pada saat hamil, hormon-
hormon menambah kelenjar ASI sehingga membuat ukuran payudara lebih dari ukuran biasanya. Ketika masa menyusui usai, ukuran payudara akan
kembali menjadi normal sehingga mengendur tidak kencang Yuliarti, 2010.