Pengaruh Sikap Ibu Menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

(1)

PENGARUH SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN TAHUN 2010

TESIS

OLEH :

LASMA IMELDA S. 087012010/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF LACTATING MOTHER’S ATTITUDE ABOUT EXCLUSIVE BREASTFEEDING POLICY ON BREASTFEEDING IN THE WORKING AREA OF PADANG BULAN HEALTH CENTER

ON MEDAN BARU DISTRICT MEDAN CITY IN 2010

TESIS

OLEH : LASMA IMELDA S.

087012010/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN TAHUN 2010

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LASMA IMELDA S. 087012010/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis :

Nama Mahasiswa : Lasma Imelda S. Nomor Induk Mahasiswa : 087012010

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Erika Revida, M.S) (

Ketua Anggota

Drs. Amru Nasution, M.Kes)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal lulus : 26 April 2011

PENGARUH SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU TAHUN 2010 KOTA MEDAN TAHUN 2010


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 April 2011

==============================================================

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Erika Revida, M.S Anggota : 1. Drs.Amru Nasution, M.Kes

2. Dr.Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes 3. Dra. Syarifah, M.S


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN TAHUN 2010

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2011


(7)

ABSTRAK

Indonesia menargetkan cakupan ASI Eksklusif Tahun 2010 sebesar 80%. Tetapi pada kenyataannya hal itu sangat sulit untuk dicapai. Di Kota Medan cakupannya hanya sebesar 3% pada Tahun 2007 dan menurun jadi hanya 1,33% pada Tahun 2009. Kecamatan Medan Baru merupakan kecamatan dengan pencapaian ASI Eksklusif yang sangat rendah yakni 0% selama Tahun 2007-2008 dan 0,32% pada Tahun 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sikap ibu menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas) terhadap pemberian ASI di Kecamatan Medan Baru. Jenis penelitian adalah survei dengan pendekatan explanatory. Populasi penelitian adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi berusia 6-12 bulan dengan total sampel 98 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan variabel keunggulan, kesesuaian, dan kesulitan memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI (p<0,05), sedangkan variabel triabilitas dan observabilitas tidak berpengaruh terhadap pemberian ASI (p>0,05). Kesulitan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pemberian ASI di Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.

Disarankan kepada Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih meningkatkan upaya-upaya pemasyarakatan Kebijakan ASI Eksklusif melalui gerakan pemberdayaan masyarakat, bina suasana, advokasi dan membangun kemitraan guna meningkatkan cakupan ASI Eksklusif di Puskesmas Padang Bulan khususnya dan di Kota Medan pada umumnya.


(8)

ABSTRACT

Indonesia has targetted the coverage of Exclusive Breastfeeding in 2010 will reach 80%. Yet this target is still difficult to meet in Medan City which is only 3% in 2007 and decreased into only 1,33% in 2009. Medan Baru District was one of the district in Medan City with very low Exlcusive breastfeeding’s coverage which is only 0% during 2007-2008 and 0,32% in 2009.

This research is aimed to analyze how the attitude of lactating mother about Exclusive Breastfeeding Policy (relative advantage, compatibility, complexity, triability, and observability), influence the action of breastfeeding in Medan Baru District, Medan City. Explanatory survey was done for 98 lactating mothers with 6-12 months old baby as sample. The data were collected by interview using questioner. Data analysis using regression linear test on α=0,05.

This study showed that relative advantage, compatibility, and complexity had influence on breastfeeding (p<0,05%). Other factors (triability, and observability) had no influence on breastfeeding. The attitude of lactating mothers on complexity aspect was the most influencing variable on breastfeeding in the working area of Padang Bulan Health Center of Medan Baru District, Medan City.

The heads of both Health Center and Medan District of Health were suggested to improve the socialization of exclusive breastfeeding policy through empowering society movement, making good condition, advocation, and partnership, to gain higher coverage of exclusive breastfeeding in Padang Bulan Health Center and Medan City in general. Keywords : Attitude, Policy, Breastfeeding.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dan Sembah kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala rahmat dan penyelenggaranNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Sikap Ibu Menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010”.

Dalam proses penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis tidak terlepas dari bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Erika Revida, M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Amru

Nasution, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing atas kesabaran, bimbingan, dan dukungan yang dengan tulus telah diberikan selama penyusunan tesis ini.


(10)

6. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Dra. Syarifah, M.S selaku Dosen Pembanding Tesis yang sudah banyak memberikan bimbingan dan masukan.

7. dr. Erwin Effendi, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan.

8. dr. Rehulina Ginting, M.Kes selaku Kepala Puskesmas Padang Bulan beserta staf

9. Suamiku tercinta Satriawan Mikhael Purba serta ananda Gaby Valenia Rosa

Purba&Christo Kinarta Purba yang senantiasa mendukung, mengasihi dan mendoakan penulis. There’s no words can describe how much I love U all guys. You all are the best thing in my life.Thank U for being the part of my life..GBUs. 10.Ayahanda tercinta Justinus Liman Sagala (Alm) dan Ibunda tercinta Fatima

Theresia br Tanggang: mansai balga do holong dohot panghokkopmu tu au inangku naburju. Pasu-pasu ma au inang. Panjang umur jala mauliate ma dainang. 11.Ayahanda mertua Sabar Purba dan Ibunda mertua Lidia br Pelawi (Alm).

12.Para ibu/subyek penelitian yang sudah meluangkan waktu untuk wawancara. 13.Selly Sitepu, Lina Sari Lubis, Sr. Lidwina Naibaho, Lady Rosary, Kak Afni dan

B’Sugianto Panjaitan serta semua pihak yang telah memberi semangat dan bantuan kepada penulis selama perkuliahan ini. Tuhan memberkati kita sekalian.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan guna menyempurnakan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan diberkati oleh Tuhan Yesus, amin.

Medan, Juni 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

Lasma Imelda Sagala, lahir di Berastagi pada tanggal 20 September 1974. Anak keenam dari enam bersaudara dari Ayahanda Justinus Liman Sagala dan Ibunda Fatima Theresia Sitanggang. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1981 di SD Negeri 040457 Berastagi. Kemudian lanjut ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Berastagi pada tahun 1987-1990, lalu melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri Berastagi dan tamat tahun 1993. Tahun 1993-1997 melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya pada Tahun 2001-2002 mengikuti pendidikan Akta IV di Universitas Jambi.

Pada tahun 2000-2003 bekerja sebagai PNS di RSJ Jambi. Pada tahun 2003-2005 bekerja sebagai staf RSU Parapat Kabupaten Simalungun. Tahun 2005-2009 bekerja sebagai staf Puskesmas Berastagi Kabupaten Karo. Tahun 2010 sampai sekarang bekerja sebagai staf Puskesmas Medan Tuntungan Kota Medan. Penulis menikah pada tahun 2002 dengan Satriawan Mikhael Purba dan sudah dikaruniai 2 orang anak.

Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan S2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pengertian Sikap ... 10

2.2. Pengertian Inovasi ... 11

2.3. Karakteristik Inovasi... 12

2.4. Pengertian Kebijakan ... 14

2.5. ASI Eksklusif ... 16

2.5.1. Pengertian ASI Eksklusif ... 16

2.5.2. Manfaat ASI ... 19

2.5.2.1. Manfaat ASI untuk Bayi ... 19

2.5.2.2. Manfaat ASI Bagi Ibu ... 20

2.5.3. Bahaya Susu Formula ... 21

2.6. Kebijakan ASI Eksklusif ... 24

2.5.1. Kendala Pelaksanaan Program PP-ASI ... 27

2.7. Landasan Teori ... 28

2.8. Kerangka Konsep ... 31

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 32

3.3.1. Populasi ... 32

3.3.2. Sampel ... 33


(13)

3.4.1. Data Primer ... 33

3.4.2. Data Sekunder ... 34

3.4.3. Uji Validitas dan Uji Reabilitas ... 34

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 35

3.5.1. Variabel Dependen ... 35

3.5.2. Variabel Independen ... 35

3.6. Metode Pengukuran ... 36

3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen ... 36

3.6.2. Pengukuran Variabel Independen ... 37

3.7. Metode Analisis Data ... 39

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 41

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.1.1. Data Geografis ... 41

4.1.2. Data Jumlah Penduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Tahun 2010 ... 42

4.1.3. Sarana Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan ... 43

4.1.4. Data Jumlah Tenaga Kerja Di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2010 ... 44

4.1.5. Sarana dan Fasilitas Puskesmas ... 45

4.2. Analisis Univariat ... 48

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 48

4.2.2. Deskripsi Sikap RespondenTerhadap Karakteristik Inovasi Kebijakan ASI Eksklusif ... 49

4.2.3. Pemberian ASI ... 50

4.3. Analisis Bivariat ... 51

4.3.1. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Keunggulan Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 52

4.3.2. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Kesesuaian Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 53

4.3.3. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Kesulitan Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 53

4.3.4. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Triabilitas Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 53

4.3.5. Hubungan Antara Sikap Responden terhadap Aspek Observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif Dengan Pemberian ASI ... 54


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 57

5.1. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Keunggulan Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI ... 57

5.2. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Kesesuaian Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI ... 60

5.3. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Kesulitan Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI... 63

5.4. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Triabilitas Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI ... 66

5.5. Pengaruh Sikap Responden tentang Aspek Observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI ... 68

5.6. Keterbatasan Penelitian ... 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1. Kesimpulan ... 72

6.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(15)

DAFTAR

No. Judul Halaman TABEL

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... .. 36 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen) ... .. 39 4.1. Jumlah Penduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas

Padang Bulan Tahun 2010 ... 42 4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Tahun 2010 ... . 42 4.3. Distribusi Mata Pencaharian Penduduk di Wilayah Kerja

Puskesmas Padang Bulan Tahun 2010 ... . 43 4.4. Distribusi Sarana Kesehatan Di Wilayah Kerja Pusk.Padang Bulan ... . 44 4.5. Distribusi Tenaga Kerja Puskesmas Padang Bulan ... . 45 4.6. Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas

Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 ... 48 4.7. Distribusi Sikap Responden tentang Karakteristik Inovasi

Kebijakan ASI Eksklusif (Keunggulan, Kesesuaian, Kesulitan, Triabilitas, dan Observabilitas) di Wilayah Kerja Puskesmas

Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 ... 49 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pemberian ASI ... 51 4.9. Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson ... 52 4.10. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Karakteristik Inovasi


(16)

DAFTAR

No. Judul Halaman GAMBAR

2.1. Paradigma Proses Keputusan Inovasi... 29 2.2. Kerangka Konsep Penelitian... 31


(17)

DAFTAR

No. Judul Halaman LAMPIRAN

1. Lembar Pertanyaan/Kuesioner ... 77

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 86

3. Hasil Uji Statistik ... 90

4. Distribusi Jumlah Bayi yang Diberi ASI Eksklusif di Kota Medan ... 110

5. Distribusi Sikap Responden Tentang Keunggulan Kebijakan ASI Eksklusif ... 111

6. Distribusi Sikap Responden Tentang Kesesuaian Kebijakan ASI Eksklusif ... 112

7. Distribusi Sikap Responden Tentang Kesulitan Kebijakan ASI Eksklusif ... 113

8. Distribusi Sikap Responden Tentang Triabilitas Kebijakan ASI Eksklusif ... 114


(18)

ABSTRAK

Indonesia menargetkan cakupan ASI Eksklusif Tahun 2010 sebesar 80%. Tetapi pada kenyataannya hal itu sangat sulit untuk dicapai. Di Kota Medan cakupannya hanya sebesar 3% pada Tahun 2007 dan menurun jadi hanya 1,33% pada Tahun 2009. Kecamatan Medan Baru merupakan kecamatan dengan pencapaian ASI Eksklusif yang sangat rendah yakni 0% selama Tahun 2007-2008 dan 0,32% pada Tahun 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sikap ibu menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas) terhadap pemberian ASI di Kecamatan Medan Baru. Jenis penelitian adalah survei dengan pendekatan explanatory. Populasi penelitian adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi berusia 6-12 bulan dengan total sampel 98 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan variabel keunggulan, kesesuaian, dan kesulitan memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI (p<0,05), sedangkan variabel triabilitas dan observabilitas tidak berpengaruh terhadap pemberian ASI (p>0,05). Kesulitan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pemberian ASI di Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.

Disarankan kepada Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih meningkatkan upaya-upaya pemasyarakatan Kebijakan ASI Eksklusif melalui gerakan pemberdayaan masyarakat, bina suasana, advokasi dan membangun kemitraan guna meningkatkan cakupan ASI Eksklusif di Puskesmas Padang Bulan khususnya dan di Kota Medan pada umumnya.


(19)

ABSTRACT

Indonesia has targetted the coverage of Exclusive Breastfeeding in 2010 will reach 80%. Yet this target is still difficult to meet in Medan City which is only 3% in 2007 and decreased into only 1,33% in 2009. Medan Baru District was one of the district in Medan City with very low Exlcusive breastfeeding’s coverage which is only 0% during 2007-2008 and 0,32% in 2009.

This research is aimed to analyze how the attitude of lactating mother about Exclusive Breastfeeding Policy (relative advantage, compatibility, complexity, triability, and observability), influence the action of breastfeeding in Medan Baru District, Medan City. Explanatory survey was done for 98 lactating mothers with 6-12 months old baby as sample. The data were collected by interview using questioner. Data analysis using regression linear test on α=0,05.

This study showed that relative advantage, compatibility, and complexity had influence on breastfeeding (p<0,05%). Other factors (triability, and observability) had no influence on breastfeeding. The attitude of lactating mothers on complexity aspect was the most influencing variable on breastfeeding in the working area of Padang Bulan Health Center of Medan Baru District, Medan City.

The heads of both Health Center and Medan District of Health were suggested to improve the socialization of exclusive breastfeeding policy through empowering society movement, making good condition, advocation, and partnership, to gain higher coverage of exclusive breastfeeding in Padang Bulan Health Center and Medan City in general. Keywords : Attitude, Policy, Breastfeeding.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). AKB tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan faktor-faktor lain, salah satunya adalah faktor gizi. Status gizi ibu pada waktu melahirkan dan gizi bayi merupakan faktor tidak langsung maupun langsung sebagai penyebab kematian bayi. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan gizi bayi sangat perlu mendapat perhatian yang serius. Gizi untuk bayi yang paling sempurna adalah Air Susu Ibu (ASI) (Notoatmodjo, 2007).

Pemberian ASI pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sejak dini. ASI sangat bermanfaat bagi bayi karena mengandung komposisi zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yaitu zat pembangun (protein, mineral), zat pengatur (vitamin, mineral, protein) dan zat tenaga (karbohidrat, lemak), mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya serta mengandung zat-zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari infeksi (Sunardjo, 1997).

Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menyepakati Innocenti Declaration di Italia Tahun 1992 tentang perlindungan, promosi dan dukungan terhadap penggunaan ASI. Disepakati pula pencapaian pemberian ASI Eksklusif sebesar 80% pada tahun 2000. Depkes kemudian mencanangkan GNPP ASI (Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu) sebagai program nasional. Pelaksanaan Innocenti


(21)

Declaration ini bertujuan untuk melindungi, meningkatkan, dan mendukung pemberian ASI (Amiruddin, 2008). Indonesia juga ikut dalam gerakan Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan agenda dunia internasional untuk mengurangi kesenjangan/disparitas antara negara kaya dan negara miskin dengan cara meningkatkan derajat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Gerakan ini diluncurkan tahun 2000 dan target waktunya adalah pada tahun 2015. Dari 8 (delapan) tujuan MDGs, 2 (dua) diantaranya menyangkut bidang kesehatan ibu dan anak yaitu pada tujuan ke-4 (mengurangi kematian balita) dan tujuan ke-5 (memperbaiki Kesehatan Ibu). Lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu usaha untuk mendukung tercapainya kesehatan ibu dan anak yang lebih baik sehingga AKB dapat dikurangi.

Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang bayi yang optimal baik fisik maupun mental serta kecerdasannya, maka pemberian ASI Eksklusif perlu mendapat perhatian masyarakat khususnya ibu menyusui agar dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur, dan eksklusif. Oleh karena itu, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu menyusui dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 (dua) tahun (Soetjiningsih, 1997).

Data pada Tahun 2005 menunjukkan bahwa sedikitnya 96% ibu menyusui anaknya (BKKBN, 2005). Namun cakupan pemberian ASI yang tinggi saja tidaklah cukup untuk mencapai ASI secara eksklusif, tetapi harus diikuti dengan pola pemberian ASI yang sesuai dengan standar pemberian ASI. Menurut Undang-Undang Republik


(22)

Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 128 ayat 1 (satu) menyatakan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejak ia dilahirkan sampai ia berumur 6 (enam) bulan, kecuali ada indikasi medis yang menyebabkan si bayi tidak dapat diberikan ASI Eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja selama 6 bulan dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan

pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan makanan sesuai dengan

kebutuhan bayi.

Menkes melalui Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004 menetapkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif diperpanjang dari yang semula 4 bulan menjadi 6 bulan (Amiruddin, 2008). Menurut hasil Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2005, pencapaian ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan hanya 4%-12% dan daerah perdesaan 4%-25%. Pencapaian ASI yang diberikan ibu dengan kriteria usia 5-6 bulan terdapat 1%-16% di perkotaan dan perdesaan 2%-16% pencapaiannya. Salah satu penyebab rendahnya pencapaian ASI yaitu masih rendahnya dukungan dari petugas kesehatan dalam pemberian ASI terkait karena kurangnya motivasi dalam melaksanakan tugas. Hal ini membutuhkan penanganan segera untuk peningkatan keberhasilan program ASI (Depkes RI, 2005).

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007 menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif hingga 7,2%. Dengan begitu jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat

dari 16,7% pada Tahun 2002 menjadi 27,9% pada Tahun 2007. United Nations

Childern’s Fund (UNICEF) Tahun 1999, menyimpulkan cakupan ASI Eksklusif di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38% dari target 80% (Roesli, 2008).


(23)

Berdasarkan hasil penelitian UNICEF di Indonesia Tahun 2003, setelah krisis ekonomi dilaporkan bahwa hanya 14% bayi yang disusui dalam 12 jam pertama setelah kelahiran. Kolostrum dibuang oleh kebanyakan ibu karena dianggap kotor dan tidak baik

bagi bayi. UNICEF juga mencatat penurunan yang tajam dalam pemberian ASI

berdasarkan tingkat umur si bayi. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 63% bayi disusui hanya pada bulan pertama, 45% bulan kedua, 30% bulan ketiga, 19% bulan keempat, 12% bulan kelima, dan hanya 6% yang bertahan hingga bulan keenam. Bahkan lebih dari 5% dari total populasi bayi di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali.

Kenyataan rendahnya pemberian ASI Eksklusif oleh ibu menyusui di Indonesia disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yakni faktor internal yang meliputi rendahnya pengetahuan serta sikap ibu tentang kesehatan secara umum dan ASI Eksklusif secara khususnya dan faktor eksternal yang meliputi kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah sebagai pembuat kebijakan terhadap pemberian ASI Eksklusif, gencarnya promosi susu formula, adanya faktor sosial budaya serta kurangnya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak (Sulistriani, 2004)

Suradi dalam Amiruddin (2008), menyatakan bahwa pemberian ASI masih rendah, disebabkan pelaksanaan tatalaksana pelayanan kesehatan yang salah. Beberapa pelayanan kesehatan memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir sebelum ibunya mampu memproduksi ASI. Hal itu menyebabkan bayi tidak terbiasa mendapatkan ASI dari ibunya, dan akhirnya tidak mau lagi mengonsumsi ASI. Hal lain yang lebih memengaruhi dalam pemberian ASI pada bayi adalah adanya anggapan yang salah dari para ibu yang menggangap bahwa dengan pemberian ASI maka akan menyebabkan bayi


(24)

mereka tidak mandiri, bayi cepat lapar, dan pertumbuhan bayi kurang cepat. Kurangnya dukungan dari keluarga juga merupakan faktor terhambatnya pemberian ASI.

Pemerintah telah menetapkan target cakupan pemberian ASI Eksklusif pada Tahun 2010 untuk bayi usia 0-6 bulan sebesar 80%. Pada kenyataannya, data hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2006 menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih jauh dari target, yakni hanya 21,2%. Wilayah Sumatera Utara sendiri merupakan wilayah yang memiliki cakupan pemberian

ASI Eksklusif dengan persentase cukup rendah yakni 33,92% pada Tahun 2006, 26,39% Tahun 2008 dan 36,72% pada Tahun 2009.

Data dari Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2008-2010, menunjukkan bahwa cakupan ASI Eksklusif di Kota Medan Tahun 2007 hanya 3%. Tahun 2008 naik menjadi 3,04%, sedangkan Tahun 2009 menurun menjadi hanya 1,33%. Dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan, Kecamatan Medan Polonia adalah kecamatan dengan angka cakupan ASI Eksklusif yang termasuk yang tertinggi selama 3 (tiga) tahun berturut-turut yakni 6,04% pada Tahun 2007, Tahun 2008 naik menjadi 14,65%, sedangkan Tahun 2009 menurun lagi menjadi 8,15%. Kecamatan Medan Labuhan juga cukup tinggi angka cakupan ASI Eksklusifnya dibandingkan kecamatan lainnya yang ada di Kota Medan yakni 6,51% pada Tahun 2007, 19,50% Tahun 2008, sedangkan Tahun 2009 menurun menjadi 6,60%. Kecamatan Medan Baru merupakan satu-satunya kecamatan yang cakupan ASI Eksklusifnya 0 (nol) selama dua tahun berturut-turut (Tahun 2007-2008), sedangkan pada tahun 2009 hanya terdapat 1 (satu) orang bayi yang mendapat ASI Eksklusif. Kenyataan ini menunjukkan bahwa untuk Kota Medan, target pemerintah untuk mencapai cakupan pemberian ASI Eksklusif yakni sebesar 80% masih sangat jauh


(25)

dari harapan. Untuk lebih lanjut, penyebaran jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif di setiap kecamatan Kota Medan dapat dilihat pada lampiran 3 (halaman 110).

Puskesmas Padang Bulan merupakan satu-satunya puskesmas yang berada di Kecamatan Medan Baru sehingga Kecamatan Medan Baru menjadi wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas kesehatan dan beberapa orang ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi ibu sehingga tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya antara lain adalah kurangnya keyakinan ibu tentang ASI Eksklusif termasuk keunggulan dan kesesuaian ASI Eksklusif tersebut dengan keadaan dan kebutuhan bayi mereka karena dengan memberikan ASI membuat bayi mereka menjadi tidak mandiri dan tidak gemuk, adanya anggapan bahwa memberikan susu formula dapat menaikkan prestise sosial mereka, serta anggapan terdapatnya banyak kesulitan dalam memberikan ASI Eksklusif antara lain karena ibu menyusui tersebut bekerja, atau merasa ASInya kurang baik kuantitas maupun kualitasnya. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan merupakan masyarakat kota dengan tingkat ekonomi rata-rata berkecukupan. Umumnya suami dan istri dalam suatu keluarga bekerja, sehingga waktu dan perhatian yang diberikan kepada bayinya relatif kurang, sehingga cenderung kurang memikirkan pola pemberian ASI Eksklusif, apalagi untuk menerapkannya kepada bayinya. Kesibukan para ibu mengakibatkan keinginan mereka untuk memperoleh informasi akan kesehatan termasuk ASI Eksklusif masih minim. Tapi rata-rata mereka sudah mengetahui bahwa ASI Eksklusif diberikan sampai bayi berumur 6 bulan, walau dari beberapa ibu menyusui yang diwawancarai tersebut masih ada yang menyatakan bahwa sepengetahuan mereka ASI Eksklusif itu hanya diberikan sampai


(26)

bayi berusia 4 (empat) bulan. Sebagian kecil lagi dari ibu-ibu tersebut juga masih ada yang tidak mengetahui atau salah mengartikan program ASI Eksklusif. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemasyarakatan kebijakan ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan masih belum berhasil dan berjalan lambat. Dalam hal ini, kebijakan ASI Eksklusif dapat dikatakan suatu inovasi, karena sebelumnya hanya diberikan sampai bayi berusia 4 bulan. Walaupun sebenarnya Program ASI Eksklusif 6 bulan telah dicanangkan sejak Tahun 2004, tetapi tampaknya sosialisasi kebijakan ini masih kurang sehingga penyerapan masyarakat khususnya ibu menyusui akan hal ini berjalan sangat lamban.

Untuk memasyarakatkan suatu inovasi, perlu diketahui hal-hal yang memengaruhi penyerapan inovasi tersebut. Cepat lambatnya penyerapan inovasi oleh masyarakat dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri sehingga tujuan penetapan kebijakan tersebut dapat tercapai. Menurut Rogers (dalam Hanafi, 1981), ada lima karakteristik inovasi yaitu meliputi keunggulan (relative advantage), kesesuaian (compatibility), kesulitan (complexity), kemampuan diuji cobakan/triabilitas (trialability), dan kemampuan untuk diamati/observabilitas (observability). Karakteristik dari inovasi ini berpengaruh kepada kegiatan-kegiatan persuasi yang akan dilakukan sehingga masyarakat akan memutuskan menolak atau menerima inovasi tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik untuk menganalisa penyebab lambatnya inovasi ASI Eksklusif ini diterima oleh masyarakat khususnya oleh para ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan, dengan cara meneliti pengaruh sikap ibu menyusui tersebut tentang keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif terhadap pemberian ASI di


(27)

wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah ada pengaruh sikap ibu menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas) terhadap pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sikap ibu menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas) terhadap pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.

1.4.Hipotesis

Ada pengaruh sikap ibu menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif (keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas) terhadap pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.


(28)

1.5.Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi tenaga kesehatan dan pengembangan berkelanjutan bagi peneliti sejenis guna meningkatkan sosialisasi keunggulan, kesesuaian, ketidaksulitan, triabilitas, observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif sehingga capaian cakupan ASI Eksklusif dapat ditingkatkan.

2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Medan dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk menyusun peraturan daerah yang dituangkan dalam program pelaksana untuk lebih menggiatkan lagi usaha pemasyarakatan Kebijakan ASI Eksklusif guna meningkatkan cakupan ASI Eksklusif khususnya di Kota Medan.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sikap

Menurut Purwanto (1998), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan yang diyakini orang tersebut. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat terlihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Jadi sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak.

Sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sikap positif dan sikap negatif. Individu yang memiliki sikap positif terhadap suatu objek akan cenderung membantu, menyenangi, dan berbuat sesuatu yang menguntungkan objek tersebut. Sebaliknya, bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu objek, maka ia akan cenderung menjauhi, menghindari, membenci, atau tidak menyukai objek tersebut (Purwanto, 1998). Festinger dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sering kali timbul perasaan tidak nyaman pada seseorang karena pada saat yang bersamaan orang tersebut memegang dua ide yang saling bertentangan yang disebut dengan disonansi kognitif. Disonansi (ketidak- seimbangan) biasanya terjadi ketika seseorang merasakan adanya inkonsistensi logis diantara kognisinya (pengetahuan, pendapat atau keyakinannya), contohnya: pada umumnya setiap orang setuju bahwa merokok dapat merugikan kesehatan. Tetapi pada prakteknya, masih banyak diantara orang tersebut yang masih tetap merokok. Cara mengurangi disonansi tersebut adalah dengan merubah tingkah laku sehingga terjadi


(30)

keselarasan antara sikap dan tindakan. Keberhasilan mencapai keseimbangan (kosonansi) ini menunjukkan adanya perubahan sikap, dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku.

2.2. Pengertian Inovasi

Menurut Drucker (1996), inovasi adalah tindakan yang memberikan sumber daya kekuatan dan kemampuan baru untuk menciptakan kesejahteraan. Sedangkan menurut Rogers (dalam Hanafi, 1981) inovasi adalah ide, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Tidak menjadi soal apakah ide tersebut betul-betul baru atau tidak jika diukur dengan selang waktu sejak digunakan atau diketemukan pertama kali. Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi (bagi orang itu). Suatu inovasi mungkin telah diketahui oleh seseorang beberapa waktu yang lalu, tetapi ia belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadapnya, apakah ia menerima atau menolaknya.

Hamijoyo (dalam Sa’ud, 2008) menyatakan bahwa inovasi sering juga diartikan sebagai segala hal yang baru atau pembaharuan. Sepintas lalu istilah inovasi hampir sama pengertiannya dengan perubahan, namun tidak semua perubahan adalah pembaharuan atau inovasi. Suatu perubahan dapat digolongkan pada inovasi apabila perubahan tersebut dilakukan dengan sengaja untuk memperbaiki keadaan sebelumnya agar menguntungkan bagi peningkatan kualitas hidup pemakainya.

Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi, tetapi juga mencakup sikap hidup, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Jadi, secara umum, inovasi


(31)

berarti suatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan.

2.3. Karakteristik Inovasi

Secara umum “karakteristik inovasi“ dapat diartikan berdasarkan kata “karakteristik” dan ”inovasi”. Karakteristik adalah ciri khas/watak/karakter yang dimiliki oleh suatu hal, benda atau individu. Karakteristik inovasi bisa diartikan sebagai ciri-ciri atau karakter yang dimiliki oleh suatu ide/gagasan atau objek baru (ilmu pengetahuan, teknologi, maupun bidang pengembangan masyarakat).

Rogers dalam Hanafi (1981: 146-156) mengemukakan ada 5 (lima) karakteristik inovasi yang meliputi: 1)keunggulan (relative advantage), 2) kesesuaian (compatibility), 3) kesulitan (complexity), 4) kemampuan diuji cobakan/triabilitas (trialability) dan 5) kemampuan diamati/observabilitas (observability).

a. Keunggulan adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih

unggul/bermanfaat dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini menjelaskan sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi ekonomi (keuntungan ekonomi,rendahnya biaya permulaan/hemat, resiko nyata lebih rendah), status sosial (gengsi), kesenangan,


(32)

kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan/manfaat yang dirasakan oleh penerima, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsinya.

b. Kesesuaian adalah derajat kesesuaian inovasi dengan nilai-nilai (values) yang berlaku dalam masyarakat, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan dari si penerima/pengadopsi. Jika suatu inovasi tidak sesuai dengan nilai yang berlaku atau norma yang diyakini oleh penerima, maka inovasi itu tidak dapat diterima/diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai

dengan norma yang berlaku di masyarakat itu (compatible). Misalnya

penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan agamanya melarang penggunaan alat tersebut, maka tentu saja penyebaran inovasi tersebut menjadi terhambat.

c. Kesulitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan oleh penerimanya/pengadopsinya. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Misalnya masyarakat pedesaan terpencil yang tidak mengetahui tentang teori penyebaran bibit penyakit melalui kuman, diberitahu oleh penyuluh kesehatan agar membiasakan memasak sampai mendidih air yang akan diminum, karena air yang tidak dimasak sempurna jika diminum dapat menyebabkan sakit perut. Bagi mereka hal itu sulit untuk dipahami karena dengan mata telanjang mereka tidak melihat kumannya dan merepotkan dalam melaksanakannya karena dari nenek moyang mereka sudah terbiasa meminum air langsung dari mata airnya


(33)

d. Triabilitas adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-cobakan dalam batas tertentu oleh pengadopsinya. Suatu inovasi yang dapat diujicobakan dalam setting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya misalnya penggunaan laptop yang memiliki webcamera sebagai alat berkomunikasi antar manusia yang terpisah jarak. Tetapi karena kecanggihan dan keunggulannya, pemakainya seakan berhadapan langsung (face to face).

e. Observabilitas adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat/teramati oleh penggunanya. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan, kesesuaian, kemampuan untuk diuji cobakan (triabilitas), dan kemampuan untuk diamati (observabilitas) serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi (Plomp, 1996).

2.4 Pengertian Kebijakan

Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan. Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do). Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan.” Ini mengandung konotasi tentang kewenangan


(34)

pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah.

Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat,. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat pemberi solusi (problem solving) dan proaktif. Berbeda dengan hukum (law) dan peraturan (regulation), kebijakan lebih bersifat adaptif dan intepretatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang diintepretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada. Masih banyak kesalahan pemahaman maupun kesalahan konsepsi tentang kebijakan. Beberapa orang menyebut policy dalam sebutan ”kebijaksanaan”, yang maknanya sangat berbeda dengan kebijakan. Istilah kebijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan kebijakan adalah aturan tertulis hasil keputusan formal organisasi. Contoh kebijakan adalah: (1) Undang-Undang, (2) Peraturan Pemerintah, (3) Keppres, (4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati, dan (7) Keputusan Direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan di sini adalah bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Contoh di atas juga memberi pengetahuan pada kita semua bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro, meso, dan mikro (Dunn, 1999).


(35)

2.5. ASI Eksklusif

2.5.1. Pengertian ASI Eksklusif

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004, ASI Eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi mulai ia lahir sampai berumur 6 bulan tanpa tambahan pemberian cairan seperti air putih, madu, air jeruk, air teh, susu formula, dan sebagainya atau tambahan makanan lainnya seperti pisang, biskuit, bubur susu, bubur nasi, tim, dan sebagainya (Roesli, 2005).

ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi serta mempunyai nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia ataupun susu buatan seperti susu sapi atau susu kerbau (Suhardjo, 1992). ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan tanpa makanan dan atau minuman lain selain ASI, kecuali apabila si bayi menderita sesuatu penyakit sehingga diperlukan pemberian obat yang sebagian besar terbuat dalam kemasan sirup tetes (drops). (Depkes, 2001).

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan yang sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya dengan tatalaksana menyusui yang benar. ASI sebagai bahan makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan dan ketika mulai diberikan makanan padat dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih (Soetjiningsih, 1997).

Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit infeksi seperti diare. ASI juga dapat menurunkan kemungkinan bayi kerkena


(36)

penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi. Bayi dengan ASI Esklusif ternyata akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif (Suharjo, 1992).

ASI juga meningkatkan daya tahan tubuh bayi, yaitu bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imonoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar 9 sampai 12 tahun. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan tersebut akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI, karena adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur (Soetjiningsih, 1997).

ASI meningkatkan kecerdasan, yaitu mengingat bahwa kecerdasan anak berkaitan erat dengan otak maka jelas bahwa faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan adalah pertumbuhan otak. Sementara itu, faktor terpenting dalam proses pertumbuhan termasuk pertumbuhan otak adalah nutrisi yang diberikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas nutrisi secara langsung juga dapat mempengaruhi pertumbuhan, termasuk pertumbuhan otak. Telah disinggung sebelumya bahwa periode tumbuh pesat otak yang pertama sangat penting karena hanya pada masa inilah terjadi pertumbuhan otak yang terpesat. Kesempatan ini hendaknya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya agar otak bayi dapat tumbuh optimal. Kesempatan semacam ini tidak akan terulang lagi selama masa tumbuh kembang anak. Dikatakan


(37)

bahwa bila seorang bayi menderita kekurangan gizi berat pada masa pertumbuhan otak cepat pertama maka akan terjadi pengurangan jumlah sel otak sebanyak 15-20%. Sebenarnya alam telah membekali manusia dengan obat pencegahan gangguan gizi pada periode ini. Obat yang dimaksud adalah formula yang ajaib yang diberikan Tuhan pada para ibu, yaitu Air Susu Ibu (Suhardjo, 1992).

Secara keseluruhan, pemberian ASI Eksklusif mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Hanya ASI sampai umur 6 bulan.

2. Segera setelah bayi lahir, ia dilap kecuali kedua tangannya dan dipotong tali pusarnya, bayi langsung direbahkan di dada ibunya dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan dibiarkan mencari sendiri puting susu ibunya. Kulit bayi dibiarkan tetap bersentuhan dengan kulit ibu selama satu jam agar menyusu sendiri (Inisiasi Menyusu Dini). Selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan, biasanya untuk penimbangan.

3. Tidak memberikan makanan pralakteal seperti air gula atau air tajin kepada bayi baru lahir.

4. Menyusu sesuai kebutuhan bayi (on demand).

5. Berikan kolostrum (ASI yang keluar pada hari-hari pertama, yang bernilai gizi tinggi) kepada bayi.

6. Cairan lain yang diperbolehkan hanya vitamin/ mineral dan obat dalam bentuk drop/tetes atau sirup.


(38)

2.5.2. Manfaat ASI

Ada berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari pemberian ASI, yaitu ASI dapat bermanfaat bagi bayi, perkembangan kesehatan ibu, sosial ekonomi, lingkungan keluarga dan masyarakat.

2.5.2.1. Manfaat ASI untuk Bayi

Hasil penelitian terhadap 300 bayi prematur membuktikan bahwa bayi prematur yang diberi ASI Eksklusif mempunyai IQ yang lebih tinggi secara bermakna (8,3 poin lebih tinggi) dibanding bayi prematur yang tidak diberi ASI Eksklusif. Selain itu juga ditemukan bahwa bayi yang diberi ASI Eksklusif, ketika berusia 9,5 tahun mempunyai IQ 12,9 poin lebih tinggi dibandingkan anak yang ketika bayi tidak diberi ASI Eksklusif (Roesli, 2008).

ASI mengandung zat protektif seperti lactobacillus protektus yang berfungsi mengubah asam laktat dan asam asetat. Kedua asam ini menjadikan saluran pencernaan bersifat asam, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti shigella, jamur serta E.Coli yang sering mengakibatkan diare. Selain itu di dalam ASI terdapat laktoferin yang berfungsi dalam menghambat pertumbuhan kandida. Manfaat lain pemberian ASI bagi bayi : (1) sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan, (2) meningkatkan daya tahan tubuh karena mengandung berbagai zat antibodi/kekebalan sehingga akan lebih jarang sakit. ASI juga akan mengurangi terjadinya mencret, sakit telinga, dan infeksi saluran pernapasan, (3) melindungi anak dari serangan alergi, (4) mengandung asam lemak yang

diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI Eksklusif potensial lebih pandai, (5) meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara, (6) membantu pembentukan


(39)

rahang yang bagus, (7) mengurangi risiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak, dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung, (8) menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI eksklusif akan lebih cepat bisa jalan, dan (9) menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual dan hubungan sosial yang baik (Soetjiningsih, 1997).

2.5.2.2. Manfaat ASI Bagi Ibu

Selain memberi keuntungan bagi bayi, menyusui secara eksklusif dapat memberikan keuntungan pada ibu. Menurut Roesli (2008), ada beberapa manfaat bagi ibu yang menyusui secara eksklusif yaitu:

a. Mengurangi pendarahan setelah melahirkan. Apabila bayi disusui setelah

dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan setelah melahirkan (post partum) akan berkurang. Pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi/ penutupan pembuluh darah sehingga akan lebih cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan angka kejadian anemia dan angka kematian ibu yang melahirkan.

b. Menunda haid dan kehamilan. Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI Eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil pada enam bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia dua belas bulan.

c. Mengecilkan rahim dan lebih cepat langsing. Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses pengecilan ini akan lebih cepat dibandingkan pada ibu yang tidak menyusui. Oleh karena menyusui memerlukan energi, maka tubuh akan mengambilnya dari lemak


(40)

yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui secara eksklusif akan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil.

d. Mengurangi kemungkinan menderita kanker. Pada ibu yang memberikan ASI

Eksklusif, umumnya kemungkinan menderita kanker payudara dan indung telur berkurang. Pada umunya bila semua wanita dapat melanjutkan menyusui sampai berumur 2 tahun atau lebih, diduga angka kejadian kanker payudara akan berkurang sampai sekitar 25%.

e. Tidak merepotkan dan hemat waktu. ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau memasak air, juga tanpa harus mencuci botol dan tanpa menunggu agar susu tidak terlalu panas.

f. Memberi kepuasan bagi ibu ; Ibu yang berhasil memberikan ASI Eksklusif akan merasakan kepuasan, kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (ikatan batin/emosional dengan bayinya).

2.5.3. Bahaya susu formula

Berbagai dampak negatif yang terjadi pada bayi akibat dari pemberian susu formula, antara lain :

1) Pencemaran

Susu buatan sering tercemar bakteri, terutama bila ibu menggunakan botol dan tidak merebusnya setiap selesai memberi minum. Bakteri tumbuh sangat cepat pada minuman buatan.


(41)

2) Infeksi

Susu formula tidak mengandung antibodi untuk melindungi tubuh bayi terhadap infeksi. Bayi yang diberi susu formula lebih sering sakit diare dan infeksi saluran nafas.

3) Pemborosan

Ibu dari kelompok ekonomi rendah mungkin tidak mampu membeli cukup susu formula untuk bayinya. Mereka mungkin memberi dalam jumlah lebih sedikit dan mungkin menaruh sedikit susu atau bubuk susu kedalam botol, sebagai akibatnya bayi yang diberi susu formula sering kelaparan dan akhirnya dapat menyebabkan kurangnya gizi pada bayi.

4) Kekurangan Vitamin

Susu formula tidak mengandung vitamin yang cukup untuk bayi. ASI mengandung lebih banyak vitamin C dan vitamin D.

5) Kekurangan Zat Besi

Zat besi dari susu formula tidak diserap sempurna seperti zat besi dari ASI. Bayi yang diberi minuman buatan seperti susu formula dapat terkena anemia karena kekurangan zat besi.

6) Lemak Yang Tidak Cocok

Susu formula yang terbuat dari susu sapi mengandung banyak asam lemak jenuh dibandingkan ASI. Untuk pertumbuhan bayi yang sehat di perlukan asam lemak esensial dan asam linoleat yang cukup, dan mungkin juga tidak mengandung kolesterol yang cukup bagi pertumbuhan otak dan sebagai penyebab kegemukan


(42)

(obesitas) pada bayi, dan sebagian susu formula tidak banyak mengandung energi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan bayi.

7) Protein Yang Tidak Cocok

Susu formula mengandung terlalu banyak kasein yang merupakan campuran asam amino yang tidak cocok dan sulit dikeluarkan atau dicerna oleh ginjal bayi yang belum sempurna. Petugas kesehatan sering menganjurkan kepada ibu-ibu untuk mengencerkan susu formula dengan air untuk mengurangi protein total. Tetapi susu yang diencerkan tidak mengandung asam amino esensial yang cukup yang diperlukan bagi pertumbuhan otak bayi.

8) Tidak Bisa Dicerna

Susu formula Iebih sulit dicema karena tidak mengandung enzim lipase untuk mencema lemak. Karena susu formula lambat dicerna maka Iebih lama untuk mengisi lambung bayi dari pada ASI, akibatnya bayi tidak cepat lapar. Bayi yang diberi susu formula bisa dapat menderita sembelit, yaitu tinja menjadi lebih keras dan tebal.

9) Alergi

Bayi yang diberi susu formula terlalu dini kemungkinan menderita lebih banyak masalah alergi, misalnya asma. Penggunaan susu formula yang tidak tepat dapat menimbulkan bahaya.

Menurut Nursalam (2005), ada 3 (tiga) macam bahaya yang ditimbulkan akibat pemberian susu formula pada bayi :


(43)

(1) Infeksi : dapat menyebabkan bayi menderita diare. Bayi dengan susu formula, 4 (empat) kali Iebih banyak terkena diare dibandingkan dengan yang diberi ASI. Infeksi umumnya disebabkan karena bakteri.

(2) Oral moniliasis : bayi yang mengkonsumsi susu formula, 6 (enam) kali lebih banyak terkena moniliasis pada mulut bayi.

(3) Marasmus gizi : suatu keadaan gizi buruk yang disebabkan kekurangan kalori dan protein. Pengenceran susu dengan air yang melebihi ketentuan bukan saja menurunkan kadar kalori tetapi juga kadar protein, sehingga kebutuhan bayi akan kedua zat gizi utama tersebut tidak terpenuhi.

2.6. Kebijakan ASI Eksklusif

Kebijakan-kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI Eksklusif : 1. Inpres No.14/1975: Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan bahwa

salah satu program dalam usaha perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.

2. Permenkes No.240/1985: Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan

kalimat-kalimat promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik mutunya daripada ASI.

3. Permenkes No.76/1975: Mengharuskan produsen susu kental manis untuk

mencantumkan pada label produknya bahwa susu ini tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup mencolok.

4. Melarang promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana


(44)

5. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.

6. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.

7. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas

tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.

8. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional

9. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit,

rumah bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.

Untuk meningkatkan pemberian ASI, pemerintah mengeluarkan Program Peningkatan Pemberian ASI PP-ASI (Stranas, 2001). Terdapat 7 (tujuh) Pokok Program Strategi Nasional PP-ASI untuk sektor terkait (Pemerintah, Swasta, LSM) yaitu: (1). Kebijakan dan legislasi; (2). Pendidikan dan Pelatihan; (3). Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE); (4). Pelayanan Kesehatan; (5).Pengembangan pelayanan sosial bagi tenaga kerja wanita (Nakerwan); (6). Partisipasi masyarakat; (7). Riset.

Program PP-ASI tersebut diterapkan kepada masyarakat meliputi advokasi dan sosialisasi pengambilan keputusan (swasta, LSM, organisasi profesi), pendidikan dan pelatihan meningkatkan kemampuan petugas dan tempat pelayanan kesehatan, tempat-tempat umum, tempat-tempat kerja dalam pelayanan ASI, komunikasi, selain itu termasuk juga informasi dan edukasi (KIE) dengan mengembangkan bahan KIE, penyebarluasan KIE baik secara berkelompok, perorangan, maupun melalui media massa, pelayanan kesehatan dengan cara meningkatkan peranan petugas dan sarana pelayanan kesehatan dalam PP-ASI (revitalisasi RS Sayang Bayi), meningkatkan fasilitas PP-ASI di tempat-tempat umum dan tempat-tempat kerja, mengembangkan jaringan kemitraan yang mendukung


(45)

ASI antara pemerintah, swasta, LSM, organisasi profesi dan media, memperkuat sistem penerapan legislasi di bidang pangan dan kesehatan khususnya tentang PP-ASI serta melakukan riset terapan di bidang PP-ASI (Stranas, 2001).

Untuk mendukung Program PP-ASI, pemerintah juga telah menetapkan 10 (sepuluh) Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM). Program ini merupakan program yang diadaptasi dari program yang dicanangkan oleh WHO pada tahun 1989 di Jenewa, mengenai usaha melindungi dan mempromosikan serta

mendukung program mensukseskan menyusui (WHO, 1989 dalam Biancuzzo, 2000).

Kesepuluh langkah tersebut yaitu: (1). Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui, (2). Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan, (3). Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya melalui unit rawat jalan kebidanan dengan memberikan penyuluhan: manfaat ASI dan rawat gabung, perawatan payudara, makanan ibu hamil, KB, senam hamil dan senam payudara, (4). Membantu ibu-ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat narkose umum, bayi disusui setelah ibu sadar, (5). Memperlihatkan kepada ibu-ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankannya, melalui penyuluhan yang dilakukan di ruang perawatan, (6). Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir, (7). Melaksanakan rawat gabung yang merupakan tanggung jawab bersama antara dokter, bidan, perawat dan ibu, (8). Memberikan ASI kepada bayi tanpa dijadual, (9). Tidak memberikan dot atau kompeng, (10). Membentuk dan membantu pengembangan kelompok pendukung ibu menyusui, seperti adanya pojok laktasi yang memantau kesehatan ibu nifas dan bayi, melanjutkan penyuluhan agar ibu tetap


(46)

menyusui sampai anak berusia 2 tahun, dan demonstrasi perawatan bayi serta payudara ibu. Pelaksanaan dan pengembangan program tersebut didukung oleh berbagai program antara lain program peningkatan status gizi Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil, revitalisasi UPGK dan posyandu serta memantapkan program pemberdayaan perempuan. 2.6.1. Kendala Pelaksanaan Program PP- ASI :

Berbagai kendala yang dihadapi dalam PP-ASI yang menghambat pemberian ASI adalah : (a). Perilaku menyusui yang kurang mendukung misalnya membuang kolostrum karena dianggap tidak bersih dan kotor, (b). Pemberian makanan/ minuman sebelum ASI keluar; (c). Kurangnya rasa percaya diri ibu bahwa ASI cukup untuk bayinya; (d). Ibu kembali bekerja setelah cuti bersalin, yang menyebabkan penggunaan susu botol/susu formula secara dini,sehingga menggeser/ menggantikan kedudukan ASI. (e). Gencarnya promosi susu formula, baik melalui petugas kesehatan maupun melalui media massa, bahkan dewasa ini secara langsung kepada ibu-ibu, (f). Sikap petugas kesehatan yang kurang mendukung tercapainya keberhasilan PP-ASI, (g). Lemahnya perencanaan terpadu dalam program PP-ASI, (h). Kurangnya intensitas dan kontinuitas dari kegiatan PP-ASI di tingkat pelayanan maupun di masyarakat, (i). Lemahnya penerapan sanksi terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan yang terkait dengan PP-ASI, (j). Masalah yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan karena tidak stabilnya situasi politik dewasa ini (sering terjadi perubahan dalam instansi pemerintah), yang berpengaruh negatif terhadap program, yang pada akhirnya menghambat kelancaran kegiatan PP-ASI, (k). Pelaksanaan program Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) masih belum berjalan sebagaimana mestinya (Stranas, 2001).


(47)

2.6. Landasan Teori

Menurut Rogers (dalam Hanafi, 1987), munculnya inovasi dapat melalui beberapa tahap, yaitu (a) timbulnya suatu masalah yang memerlukan adanya suatu inovasi, (b) dilakukan penelitian-penelitian dasar maupun terapan yang ditujukan untuk menciptakan inovasi, (c) tahap pengembangan inovasi, (d) tahap komersialisasi inovasi, (e) tahap adopsi inovasi, dan (f) munculnya dampak atau akibat dari adopsi inovasi. Jadi suatu inovasi selalu memerlukan tahap-tahap yang tidak selalu sederhana untuk dapat diketahui dampak atau akibat keberadaanya. Untuk mengatahui sejauh mana kelebihan dan kekurangan suatu inovasi, digunakan seperangkat kriteria yang juga bermanfaat untuk mengidentifikasi sejauh mana tingkat kecepatan adopsinya (karakteristik inovasi).

Proses pengambilan keputusan terhadap suatu inovasi dapat dilihat pada bagan berikut (Gambar 2.1) :


(48)

Gambar 2.1. Paradigma Proses Keputusan Inovasi (Rogers, 1983).

Model paradigma proses pengambilan keputusan terhadap suatu inovasi melalui 4 (empat) tahap yakni :

1. Tahap pertama yaitu pengenalan. Pada tahap ini seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaimana inovasi itu berfungsi. Pada tahap ini jarang sekali seseorang membuka diri terhadap pesan-pesan inovasi jika merasa belum membutuhkan inovasi tersebut. Jika pesan-pesan inovasi disodorkan, pengaruh penyodoran itu akan sangat kecil jika inovasi belum Variabel Penerima :

1.Sifat-sifat pribadi (a.l. sikap umum terhadap perubahan)

2.Sifat-sifat sosial (a.l. kekosmopolitan)

3.Kebutuhan nyata terhadap inovsi

4.Dan sebagainya

Sistem Sosial : 1.Norma-norma sistem 2.Toleransi terhadap penyimpangan 3.Kesatuan komunikasi Pengenalan I Persuasi II Keputusan III Konfirmasi IV Adopsi Terus Mengadopsi Diskontinuasi : 1. Ganti yang baru 2. Kecewa

Ciri-ciri inovasi dalam pengamatan penerima: 1.Keuntungan relatif 2.Kompatibilitas 3.Kompleksitas 4.Triabilitas 5.Observabilitas Menolak Pengadopsian terlambat Tetap menolak (Antecedent) (Proses) (Qonsequences) Sumber Komunikasi


(49)

selaras dengan kebutuhan, sikap dan atau kepercayaan penerima inovasi (selective perception). Selective perception ini bertindak sebagai kunci jendela hati terhadap pesan-pesan inovasi karena ide-ide tersebut masih baru.

2. Tahap kedua yaitu persuasi. Pada tahap ini, si penerima informasi tentang inovasi membentuk sikap berkenan/menerima atau tidak berkenan/menolak inovasi tersebut. Pada tahap ini seseorang terlibat secara psikologis dengan inovasi itu. Dia dengan giat akan mencari keterangan mengenai ide baru tersebut. Kepribadiannya begitu pula norma-norma dalam sistem sosialnya mempengaruhi dimana dia harus mencari informasi, pesan apa saja yang tidak terima dan bagaimana menafsir keterangan yang diperoleh. Selective perception penting dalam menentukan sikap. Pada tahap persuasi inilah persepsi umum terhadap inovasi dibentuk. Karakteristik inovasi memegang peranan sangat penting/menjadi bahan pertimbangan bagi si penerima dalam mengambil keputusan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.

3. Tahap ketiga yaitu tahap pengambilan keputusan. Pada tahap ini seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan keputusan untuk menerima atau menolak inovasi itu. Keputusan ini meliputi pertimbangan lebih lanjut apakah inovasi dicoba atau tidak. Percobaan dalam skala kecil seringkali menjadi bagian dari keputusan untuk menerima dan yang paling penting adalah jalan untuk mengurangi risiko.

4. Tahap keempat yaitu konfirmasi. Pada tahap ini seseorang mencari

penguat/peneguh bagi kepusan inovasi yang telah dibuat sebelumnya. Pada tahap ini mungkin terjadi perubahan keputusan jika diperoleh informasi yang


(50)

bertentangan dengan inovasi. Tahap konfirmasi berlangsung setelah ada keputusan untuk menerima atau menolak inovasi selama jangka waktu yang tidak terbatas.

2.7.Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Pemberian ASI Sikap Ibu Menyusui tentang Kebijakan ASI

Eksklusif :

- Keunggulan (Relative Advantages) - Kesesuaian (Compatibility) - Kesulitan (Complexity) - Triabilitas (Triability)


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survey dengan menggunakan pendekatan explanatory research yaitu suatu penelitian yang menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh sikap ibu menyusui tentang keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif terhadap pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan, dengan pertimbangan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan ini pada Tahun 2007-2008 tidak ada sama sekali dan pada Tahun 2009 hanya terdapat 1 (satu) orang bayi yang diberi ASI Ekslusif. Waktu penelitian adalah pada Bulan Desember 2010-Januari 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi usia 6 bulan-12 bulan yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru pada Bulan November 2010 yaitu sebanyak 98 orang. Pengambilan ibu


(52)

dengan usia bayi 6 bulan-12 bulan adalah untuk menilai apakah ibu tersebut memberikan ASI saja sampai bayi berada pada tahap umur tertentu ( 0,1,2,3,4,5 atau 6 bulan), agar tidak terlalu lama recall ibu sewaktu bayinya berusia 6 bulan.

3.3.2 Sampel

Menurut Arikunto (2001), “Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipandang representatif terhadap populasi yang diteliti”. Pada prinsipnya semakin besar sampel-sampel yang diambil akan semakin baik. Arikunto (2001) menyatakan bahwa, ”untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil 10%-15% atau 20%-25%.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil total sampling dengan kriteria eksklusif yakni seluruh ibu menyusui yang mempunyai bayi usia 6 bulan-12 bulan yang memenuhi syarat kesehatan dalam memberikan ASI kepada bayinya (ibu menyusui yang tidak berpenyakit HIV, sedang menjalani sitotoksik kemoterapi atau terapi berbahaya lainnya seperti terapi radioaktif) yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan

Kecamatan Medan Baru Kota Medan pada Bulan November 2010 yakni sejumlah 98 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan oleh peneliti.


(53)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumen atau catatan Puskesmas Padang Bulan dan Dinas Kesehatan Kota Medan.

3.4.3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Validitas alat ukur adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevaliditasannya atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas instrumen penelitian yang digunakan adalah validitas konstruk dengan mengetahui nilai total setiap item pada analisis reliabilitas yang tercantum pada nilai correlation corrected item. Suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r–hitung) lebih besar dari angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95% (Riduwan, 2005).

Uji reliabilitas bertujuan untuk melihat bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Apabila datanya memang benar dan sesuai kenyataan, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama. Teknik yang dipakai untuk menguji kuesioner penelitian, adalah teknik Alpha Cronbach yaitu dengan menguji coba instrumen kepada sekelompok responden pada satu kali pengukuran, juga pada taraf 95% (Riduwan, 2005). Penelitian uji validitas dan reliabilitas dilakukan kepada 30 orang ibu menyusui di Puskesmas Medan Tuntungan yang mempunyai kemiripan dengan lokasi penelitian. Berdasarkan hasil uji ini (lampiran 2) diketahui bahwa dari 44 item pernyataan untuk variabel keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas, semuanya valid dan reliabel untuk


(54)

dilanjutkan wawancara kepada responden karena nilai r hitungnya lebih besar dari nilai r tabel. Variabel dependen yakni pemberian ASI merupakan variabel dengan skala ratio yang terdiri atas 1 (satu) pertanyaan sehingga tidak diuji validitas dan reliabilitasnya.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Dependen

Pemberian ASI adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, atau bubur nasi sampai pada tahap umur tertentu dari bayi tersebut (0,1,2,3,4,5, atau 6 bulan).

3.5.2.Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah sikap ibu menyusui tentang keunggulan (relative advantages), kesesuaian (compatibility), kesulitan (complexity), triabilitas (triability), observabilitas (observability) Kebijakan ASI Eksklusif, yang didefinisikan sebagai berikut :

1. Sikap tentang Keunggulan (Relatif Advantage) adalah sikap ibu menyusui tentang keuntungan atau manfaat yang dirasakannya dalam mengadopsi kebijakan ASI Eksklusif.

2. Sikap tentang Kesesuaian (Compabililty) adalah sikap ibu menyusui tentang keselarasan antara nilai-nilai, norma atau kepercayaan yang dimilikinya dengan Kebijakan ASI Eksklusif.


(55)

3. Sikap tentang Kesulitan (Complexity) adalah sikap ibu menyusui tentang kerumitan yang dihadapinya dalam mengadopsi Kebijakan ASI Eksklusif

4. Sikap tentang Triabilitas (Triability) adalah sikap ibu menyusui tentang bisa tidaknya Kebijakan ASI Eksklusif itu diujicobakan/dipraktekkan, sehingga efeknya dapat terasa olehnya.

5. Sikap tentang Observabilitas (Observability) adalah sikap ibu menyusui tentang hasil awal yang dapat diamati olehnya dalam mengadopsi kebijakan ASI Eksklusif.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen

Aspek pengukuran variabel terikat adalah pemberian ASI. Pemberian ASI menggunakan skala rasio, dengan jumlah 1 pertanyaan. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.1. :

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) Variabel Jumlah

Indikator

Kriteria Skala Ukur

Pemberian ASI 1

1. Pemberian ASI 0 bulan 2. Pemberian ASI 1 bulan 3. Pemberian ASI 2 bulan 4. Pemberian ASI 3 bulan 5. Pemberian ASI 4 bulan 6. Pemberian ASI 5 bulan 7. Pemberian ASI 6 bulan


(56)

3.6.2. Pengukuran Variabel Independen

Pengukuran variabel independen menggambarkan bagaimana ibu menyusui tersebut menyikapi keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif, yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Sikap ibu menyusui tentang aspek keunggulan, terdiri dari 16 pernyataan, diukur dengan menggunakan metode skoring melalui kuesioner yang telah diberikan bobot 1-3. Nilai 3 diberikan untuk jawaban setuju, nilai 2 untuk jawaban netral, dan nilai 1 untuk jawaban tidak setuju. Sikap terhadap keunggulan dibagi dalam 3 kriteria yaitu:

1. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden 16-26 2. Sedang, apabila skor yang diperoleh responden 27-37 3. Baik, apabila skor yang diperoleh responden 38-48

2. Sikap ibu menyusui tentang aspek kesesuaian, terdiri dari 7 pernyataan dan diukur dengan menggunakan metode skoring melalui kuesioner yang telah diberikan bobot 1-3. Nilai 3 diberikan untuk jawaban setuju, nilai 2 untuk jawaban netral, dan nilai 1 untuk jawaban tidak setuju. Sikap terhadap kesesuaian dibagi dalam 3 kriteria yaitu :

1. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden 7-11 2. Sedang, apabila skor yang diperoleh responden 12-16 3. Baik, apabila skor yang diperoleh responden 17-21

3. Sikap ibu menyusui tentang aspek kesulitan, terdiri dari 9 pernyataan dan diukur dengan menggunakan metode skoring melalui kuesioner yang telah diberikan bobot 1-3. Nilai 1 diberikan untuk jawaban setuju, nilai 2 untuk jawaban netral,


(57)

dan nilai 3 untuk jawaban tidak setuju. Sikap terhadap kesulitan dibagi dalam 3 kriteria yaitu :

1. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden 9-14 2. Sedang, apabila skor yang diperoleh responden 15-20 3. Baik, apabila skor yang diperoleh responden 21-27

4. Sikap ibu menyusui tentang aspek triabilitas, terdiri dari 6 pernyataan dan diukur dengan menggunakan metode skoring melalui kuesioner yang telah diberikan bobot 1-3. Nilai 3 diberikan untuk jawaban setuju, nilai 2 untuk jawaban netral, dan nilai 1 untuk jawaban tidak setuju. Sikap terhadap triabilitas dibagi dalam 3 kriteria yaitu :

1. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden 6-9 2. Sedang, apabila skor yang diperoleh responden 10-13 3. Baik, apabila skor yang diperoleh responden 14-18

5. Sikap ibu menyusui tentang aspek observabilitas terdiri dari 6 pernyataan dan diukur dengan menggunakan metode skoring melalui kuesioner yang telah diberikan bobot 1-3. Nilai 3 diberikan untuk jawaban setuju, nilai 2 untuk jawaban netral, dan nilai 1 untuk jawaban tidak setuju. Sikap terhadap observabilitas dibagi dalam 3 kriteria yaitu :

1. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden 6-9 2. Sedang, apabila skor yang diperoleh responden 10-14 3. Baik, apabila skor yang diperoleh responden 15-18


(58)

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen) No Variabel Jumlah

Indikator

Kategori Jawaban

Bobot

Nilai Kriteria

Skor Skala Ukur 1 Sikap tentang

Keunggulan 16 1.TS 2.N 3.S 1 2 3 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik 16-26 27-37 38-48 Ordinal

2 Sikap tentang

Kesesuaian 7 1.TS 2.N 3.S 1 2 3 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik 7-11 12-16 17-21 Ordinal

3 Sikap tentang

Kesulitan 9 1. TS 2. N 3. S 3 2 1

1. Kurang 2. Sedang 3. Baik

9-14 15-20 21-27

Ordinal

4 Sikap tentang

Triabilitas 6 1. TS 2.N 3.S 1 2 3

1. Kurang 2. Sedang 3. Baik

6-9 10-13 14-18 Ordinal 5 Sikap tentang Observabilita s 6 1. TS 2.N 3.S 1 2 3

1. Kurang 2. Sedang 3. Baik

6-9 10-13 14-18

Ordinal

3.7. Metode Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda (Bungin, 2004) yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh sikap ibu menyusui tentang keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif terhadap pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010, dengan α = 0,05.

Rumus : Y = β0 + β1 X1+ β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5

Y : variabel dependen (pemberian ASI) Keterangan:


(59)

β : koefisien regresi = besarnya perubahan nilai Y setiap satu unit perubahan X x1

x

: aspek keunggulan Kebijakan ASI Eksklusif

2

x

: aspek kesesuaian Kebijakan ASI Eksklusif

3

x

: aspek kesulitan Kebijakan ASI Eksklusif

4

x

: aspek triabilitas Kebijakan ASI Eksklusif


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Data Geografi

Puskesmas Padang Bulan terletak di Jalan Jamin Ginting Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru. Luas wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru adalah 540 Ha yang terdir dari 6 kelurahan, 64 lingkungan dan 8798 Kepala Keluarga.

Batas wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru : 1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Petisah

2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor

3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal dan Kecamatan

Medan Selayang

4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Timur.

Puskesmas Padang Bulan memiliki 6 kelurahan di wilayah kerjanya, terdiri dari : 1. Kelurahan Titi Rantai

2. Kelurahan Merdeka 3. Kelurahan Padang Bulan 4. Kelurahan Darat

5. Kelurahan Babura 6. Kelurahan Petisah Hulu


(1)

keakuratan data dimana responden terkadang lupa tentang apa yang sudah ia lakukan kepada bayinya terkait pemberian ASI Eksklusif. Kegiatan wawancara melalui kuesioner berlangsung selama kurang lebih 1 jam, Walaupun demikian informasi yang didapatkan dirasakan peneliti sudah mencukupi. Responden cukup antusias dalam menjawab seluruh pertanyaan yang peneliti ajukan karena responden tertarik untuk mengetahui informasi yang benar seputar ASI Eksklusif. Pada akhir wawancara, peneliti menyampaikan beberapa informasi tentang ASI Eksklusif, agar nantinya dapat diterapkan oleh ibu menyusui tersebut.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tindakan ibu menyusui dalam pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2010 adalah sikap ibu menyusui tentang aspek keunggulan, kesesuaian dan kesulitan pelaksanaan kebijakan ASI Eksklusif. Dari ketiga aspek tersebut, aspek kesulitan merupakan aspek yang paling berpengaruh terhadap pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan.

6.2. Saran

1. Perlunya ditingkatkan kerjasama dan komitmen antara Pemko Medan dan Dinas Kesehatan Kota Medan dengan Puskesmas Padang Bulan, rumah sakit dan klinik bersalin yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan untuk lebih meningkatkan usaha-usaha pemasyarakatan nilai-nilai keunggulan, kesesuaian, ketidaksulitan, triabilitas dan observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif dengan pendekatan strategi KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) yakni dengan menggiatkan kegiatan pemberdayaan masyarakat, bina suasana, melaksanakan advokasi, dan membangun kemitraan guna tercapainya peningkatan cakupan ASI Eksklusif, misalnya dengan lebih intensif lagi melakukan penyuluhan akan arti pentingnya ASI Eksklusif dan memberikan solusi bagi kesulitan/problema yang dihadapi ibu-ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya melalui


(3)

kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat (posyandu, pengajian, arisan, acara PKK, atau pertemuan lainnya) oleh petugas kesehatan dan bekerjasama dengan pemerintah daerah, tokoh agama serta masyarakat setempat. Bagi dokter/bidan/tenaga kesehatan lainnya yang berhasil menggalakkan program ASI Eksklusif, hendaknya diberikan penghargaan (rewards) dapat menjadi pemacu semangat tenaga kesehatan untuk lebih giat memasyarakatkan kebijakan ASI Eksklusif. Sedangkan bagi dokter/bidan/klinik bersalin yang masih memberikan/menyarankan pemberian susu formula bagi bayi dibawah usia 6 bulan, dikenakan sanksi (funishment) yang tegas. Hal ini dapat diawali dengan membuat kesepakatan dan perjanjian tertulis dengan semua bidan dan klinik bersalin yang ada di Kota Medan khususnya di wilayah kerja Puskesmas Medan Baru tentang hal tersebut.

2. Perlunya Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Padang Bulan untuk bekerjasama melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan ASI Eksklusif di wilayah kerjanya. Pemantauan di tingkat Dinas Kesehatan dapat dilakukan melalui rapat antara kepala dinas kesehatan dengan semua kepala puskesmas, begitu juga di tingkat puskesmas dapat dilakukan melalui rapat minilokakarya yang diadakan setiap bulannya, sehingga bila target cakupan ASI Eksklusif tidak tercapai, dilakukan monitoring langsung ke wilayah yang bersangkutan untuk pemetaan masalah yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan usaha-usaha pemecahan masalah (problem solving).

3. Diharapkan pada peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan lebih luas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, 2008. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Konselor ASI Eksklusif di Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darusassalam Tahun 2008. Tesis FKM USU, Medan.

Anshar, M., 2007. Pengaruh Manajemen Laktasi Pasca Persalinan Terhadap Pelaksanaan ASI Eksklusif Pada Puskesmas Perawatan di Kabupaten Aceh Tenggara, Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Arikunto, Suharsimi, 2001. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

BKKBN, 2005, Kebijakan Program Pokok dan Kegiatan Bidang Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi 2005-2009, Jakarta.

Bungin, Burhan, 2004. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Depkes RI, 2001. Manajemen Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta

_________, 2004. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. _________, 2005. Manajemen Laktasi. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Medan., 2007. Profil Kesehatan Kota Medan 2007. ., 2008. Profil Kesehatan Kota Medan 2008.

., 2009. Profil Kesehatan Kota Medan 2009. ., 20010. Profil Kesehatan Kota Medan 2010.

Drucker, 1996. dalam Ibnu Syamsi, Diktat Kuliah Kebijaksanaan Publik dan Pengambilan Keputusan, Fisipol UGM, Yogyakarta, 1999, h. 5 dalam skripsi Hernani, Ibid, h. 27-28.

Faisal, S., 2008. Filosofi dan Tradisi Penelitian Kualitaif. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta : Rajawali Pers.

Hamid, A., 2007. Prematuritas dan Air Susu Ibu. ASI : Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.


(5)

Hanafi, Abdillah, 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Usaha Nasional. Hastono, Sutanto, 2001. Analisis Data. Jakarta : FKM-UI.

Notoatmodjo, 2007. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rhineka Cipta.

, 2005. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Penerbit, Andi Offset Yogyakarta, Cetakan Pertama.dan dikutip dari Skiner (1938)

__________, 2007, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rhineka Cipta. Nursalam, 2001. Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta: CV Infomedika.

Permana, F.D., 2006, Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Tidak Bekerja (Studi nkualitatif di Desa Batursari Kecamatan Mragen Kabupaten Demak Tahun 2006), Skripsi FKM-UNDIP, Semarang.

Plomp, Tjeerd & Donald P. Ely.,1996. International Encyclopedia of Educational Technology, Cam-bridge, UK: Elsevier Science Ltd.

Pratiwi, A.N., dan Purnawati, J., 2008. Kendala Pemberian ASI Eksklusif. Bedah ASI: Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah, Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta.

Purwanto, H.,1998. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Riduwan, 2005. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Bandung: Alfabeta Roesli. U., 2000. Mengenai ASI Eksklusif, Seri I, Jakarta: Trubus Agriwidya Anggota

IPAI.

, 2007, Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta: Trubus Agriwidya.

, 2008, Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif, Jakarta: Pustaka Bunda. __________, 2008. Panduan Praktis Menyusui, Jakarta: Puspa Suara.

Roger, E.M., 1983. “Diffussion of Innovation”, Canada: The Free Press of Macmillan Publishing Co.

Santoso, Amir dan Riza Sihbudi. 1993. Politik, Kebijakan dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Dian Lestari Grafika.


(6)

Siregar, M.A., 2004. Pemberian ASI Ekslusif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Medan: Bagian Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.

Soetjiningsih, 1997. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, EGC, Jakarta

Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. EGC, Jakarta

Sulistriani., 2004. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi, Jakarta: Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatalogi Indonesia.

Suhardjo, 1992. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta. Sunardjo. 1997. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak, Kamus. Jakarta.

Tedjasaputra, M.S., 2007. Pemberian ASI Eksklusif: Suatu Tinjauan dari Sudut Psikologi William N. Dunn dalam Ibnu Syamsi, Diktat Kuliah Kebijaksanaan Publik dan

Pengambilan Keputusan, Fisipol UGM, Yogyakarta, 1993, h. 5 dalam skripsi Hernani, Ibid, h. 27-28.