Latar Belakang Pengaruh Sikap Ibu Menyusui tentang Kebijakan ASI Eksklusif terhadap Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi AKB atau Infant Mortality Rate IMR. AKB tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan faktor-faktor lain, salah satunya adalah faktor gizi. Status gizi ibu pada waktu melahirkan dan gizi bayi merupakan faktor tidak langsung maupun langsung sebagai penyebab kematian bayi. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan gizi bayi sangat perlu mendapat perhatian yang serius. Gizi untuk bayi yang paling sempurna adalah Air Susu Ibu ASI Notoatmodjo, 2007. Pemberian ASI pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia SDM sejak dini. ASI sangat bermanfaat bagi bayi karena mengandung komposisi zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yaitu zat pembangun protein, mineral, zat pengatur vitamin, mineral, protein dan zat tenaga karbohidrat, lemak, mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya serta mengandung zat-zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari infeksi Sunardjo, 1997. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menyepakati Innocenti Declaration di Italia Tahun 1992 tentang perlindungan, promosi dan dukungan terhadap penggunaan ASI. Disepakati pula pencapaian pemberian ASI Eksklusif sebesar 80 pada tahun 2000. Depkes kemudian mencanangkan GNPP ASI Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu sebagai program nasional. Pelaksanaan Innocenti Universitas Sumatera Utara Declaration ini bertujuan untuk melindungi, meningkatkan, dan mendukung pemberian ASI Amiruddin, 2008. Indonesia juga ikut dalam gerakan Millenium Development Goals MDGs yang merupakan agenda dunia internasional untuk mengurangi kesenjangandisparitas antara negara kaya dan negara miskin dengan cara meningkatkan derajat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Gerakan ini diluncurkan tahun 2000 dan target waktunya adalah pada tahun 2015. Dari 8 delapan tujuan MDGs, 2 dua diantaranya menyangkut bidang kesehatan ibu dan anak yaitu pada tujuan ke-4 mengurangi kematian balita dan tujuan ke-5 memperbaiki Kesehatan Ibu. Lebih dari 50 kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu usaha untuk mendukung tercapainya kesehatan ibu dan anak yang lebih baik sehingga AKB dapat dikurangi. Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang bayi yang optimal baik fisik maupun mental serta kecerdasannya, maka pemberian ASI Eksklusif perlu mendapat perhatian masyarakat khususnya ibu menyusui agar dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur, dan eksklusif. Oleh karena itu, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu menyusui dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai 6 enam bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 dua tahun Soetjiningsih, 1997. Data pada Tahun 2005 menunjukkan bahwa sedikitnya 96 ibu menyusui anaknya BKKBN, 2005. Namun cakupan pemberian ASI yang tinggi saja tidaklah cukup untuk mencapai ASI secara eksklusif, tetapi harus diikuti dengan pola pemberian ASI yang sesuai dengan standar pemberian ASI. Menurut Undang-Undang Republik Universitas Sumatera Utara Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 128 ayat 1 satu menyatakan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejak ia dilahirkan sampai ia berumur 6 enam bulan, kecuali ada indikasi medis yang menyebabkan si bayi tidak dapat diberikan ASI Eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja selama 6 bulan dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 dua tahun dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu MP-ASI sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi. Menkes melalui Kepmenkes RI No.450MENKESIV2004 menetapkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif diperpanjang dari yang semula 4 bulan menjadi 6 bulan Amiruddin, 2008. Menurut hasil Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2005, pencapaian ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan hanya 4-12 dan daerah perdesaan 4-25. Pencapaian ASI yang diberikan ibu dengan kriteria usia 5-6 bulan terdapat 1-16 di perkotaan dan perdesaan 2-16 pencapaiannya. Salah satu penyebab rendahnya pencapaian ASI yaitu masih rendahnya dukungan dari petugas kesehatan dalam pemberian ASI terkait karena kurangnya motivasi dalam melaksanakan tugas. Hal ini membutuhkan penanganan segera untuk peningkatan keberhasilan program ASI Depkes RI, 2005. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI Tahun 2007 menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif hingga 7,2. Dengan begitu jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7 pada Tahun 2002 menjadi 27,9 pada Tahun 2007. United Nations Childern’s Fund UNICEF Tahun 1999, menyimpulkan cakupan ASI Eksklusif di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38 dari target 80 Roesli, 2008. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitian UNICEF di Indonesia Tahun 2003, setelah krisis ekonomi dilaporkan bahwa hanya 14 bayi yang disusui dalam 12 jam pertama setelah kelahiran. Kolostrum dibuang oleh kebanyakan ibu karena dianggap kotor dan tidak baik bagi bayi. UNICEF juga mencatat penurunan yang tajam dalam pemberian ASI berdasarkan tingkat umur si bayi. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 63 bayi disusui hanya pada bulan pertama, 45 bulan kedua, 30 bulan ketiga, 19 bulan keempat, 12 bulan kelima, dan hanya 6 yang bertahan hingga bulan keenam. Bahkan lebih dari 5 dari total populasi bayi di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali. Kenyataan rendahnya pemberian ASI Eksklusif oleh ibu menyusui di Indonesia disebabkan oleh 2 dua faktor, yakni faktor internal yang meliputi rendahnya pengetahuan serta sikap ibu tentang kesehatan secara umum dan ASI Eksklusif secara khususnya dan faktor eksternal yang meliputi kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah sebagai pembuat kebijakan terhadap pemberian ASI Eksklusif, gencarnya promosi susu formula, adanya faktor sosial budaya serta kurangnya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak Sulistriani, 2004 Suradi dalam Amiruddin 2008, menyatakan bahwa pemberian ASI masih rendah, disebabkan pelaksanaan tatalaksana pelayanan kesehatan yang salah. Beberapa pelayanan kesehatan memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir sebelum ibunya mampu memproduksi ASI. Hal itu menyebabkan bayi tidak terbiasa mendapatkan ASI dari ibunya, dan akhirnya tidak mau lagi mengonsumsi ASI. Hal lain yang lebih memengaruhi dalam pemberian ASI pada bayi adalah adanya anggapan yang salah dari para ibu yang menggangap bahwa dengan pemberian ASI maka akan menyebabkan bayi Universitas Sumatera Utara mereka tidak mandiri, bayi cepat lapar, dan pertumbuhan bayi kurang cepat. Kurangnya dukungan dari keluarga juga merupakan faktor terhambatnya pemberian ASI. Pemerintah telah menetapkan target cakupan pemberian ASI Eksklusif pada Tahun 2010 untuk bayi usia 0-6 bulan sebesar 80. Pada kenyataannya, data hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS Tahun 2006 menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih jauh dari target, yakni hanya 21,2. Wilayah Sumatera Utara sendiri merupakan wilayah yang memiliki cakupan pemberian ASI Eksklusif dengan persentase cukup rendah yakni 33,92 pada Tahun 2006, 26,39 Tahun 2008 dan 36,72 pada Tahun 2009. Data dari Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2008-2010, menunjukkan bahwa cakupan ASI Eksklusif di Kota Medan Tahun 2007 hanya 3. Tahun 2008 naik menjadi 3,04, sedangkan Tahun 2009 menurun menjadi hanya 1,33. Dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan, Kecamatan Medan Polonia adalah kecamatan dengan angka cakupan ASI Eksklusif yang termasuk yang tertinggi selama 3 tiga tahun berturut-turut yakni 6,04 pada Tahun 2007, Tahun 2008 naik menjadi 14,65, sedangkan Tahun 2009 menurun lagi menjadi 8,15. Kecamatan Medan Labuhan juga cukup tinggi angka cakupan ASI Eksklusifnya dibandingkan kecamatan lainnya yang ada di Kota Medan yakni 6,51 pada Tahun 2007, 19,50 Tahun 2008, sedangkan Tahun 2009 menurun menjadi 6,60. Kecamatan Medan Baru merupakan satu-satunya kecamatan yang cakupan ASI Eksklusifnya 0 nol selama dua tahun berturut-turut Tahun 2007-2008, sedangkan pada tahun 2009 hanya terdapat 1 satu orang bayi yang mendapat ASI Eksklusif. Kenyataan ini menunjukkan bahwa untuk Kota Medan, target pemerintah untuk mencapai cakupan pemberian ASI Eksklusif yakni sebesar 80 masih sangat jauh Universitas Sumatera Utara dari harapan. Untuk lebih lanjut, penyebaran jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif di setiap kecamatan Kota Medan dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 110. Puskesmas Padang Bulan merupakan satu-satunya puskesmas yang berada di Kecamatan Medan Baru sehingga Kecamatan Medan Baru menjadi wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas kesehatan dan beberapa orang ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi ibu sehingga tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya antara lain adalah kurangnya keyakinan ibu tentang ASI Eksklusif termasuk keunggulan dan kesesuaian ASI Eksklusif tersebut dengan keadaan dan kebutuhan bayi mereka karena dengan memberikan ASI membuat bayi mereka menjadi tidak mandiri dan tidak gemuk, adanya anggapan bahwa memberikan susu formula dapat menaikkan prestise sosial mereka, serta anggapan terdapatnya banyak kesulitan dalam memberikan ASI Eksklusif antara lain karena ibu menyusui tersebut bekerja, atau merasa ASInya kurang baik kuantitas maupun kualitasnya. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan merupakan masyarakat kota dengan tingkat ekonomi rata-rata berkecukupan. Umumnya suami dan istri dalam suatu keluarga bekerja, sehingga waktu dan perhatian yang diberikan kepada bayinya relatif kurang, sehingga cenderung kurang memikirkan pola pemberian ASI Eksklusif, apalagi untuk menerapkannya kepada bayinya. Kesibukan para ibu mengakibatkan keinginan mereka untuk memperoleh informasi akan kesehatan termasuk ASI Eksklusif masih minim. Tapi rata-rata mereka sudah mengetahui bahwa ASI Eksklusif diberikan sampai bayi berumur 6 bulan, walau dari beberapa ibu menyusui yang diwawancarai tersebut masih ada yang menyatakan bahwa sepengetahuan mereka ASI Eksklusif itu hanya diberikan sampai Universitas Sumatera Utara bayi berusia 4 empat bulan. Sebagian kecil lagi dari ibu-ibu tersebut juga masih ada yang tidak mengetahui atau salah mengartikan program ASI Eksklusif. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemasyarakatan kebijakan ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan masih belum berhasil dan berjalan lambat. Dalam hal ini, kebijakan ASI Eksklusif dapat dikatakan suatu inovasi, karena sebelumnya hanya diberikan sampai bayi berusia 4 bulan. Walaupun sebenarnya Program ASI Eksklusif 6 bulan telah dicanangkan sejak Tahun 2004, tetapi tampaknya sosialisasi kebijakan ini masih kurang sehingga penyerapan masyarakat khususnya ibu menyusui akan hal ini berjalan sangat lamban. Untuk memasyarakatkan suatu inovasi, perlu diketahui hal-hal yang memengaruhi penyerapan inovasi tersebut. Cepat lambatnya penyerapan inovasi oleh masyarakat dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri sehingga tujuan penetapan kebijakan tersebut dapat tercapai. Menurut Rogers dalam Hanafi, 1981, ada lima karakteristik inovasi yaitu meliputi keunggulan relative advantage, kesesuaian compatibility, kesulitan complexity, kemampuan diuji cobakantriabilitas trialability, dan kemampuan untuk diamatiobservabilitas observability. Karakteristik dari inovasi ini berpengaruh kepada kegiatan-kegiatan persuasi yang akan dilakukan sehingga masyarakat akan memutuskan menolak atau menerima inovasi tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik untuk menganalisa penyebab lambatnya inovasi ASI Eksklusif ini diterima oleh masyarakat khususnya oleh para ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan, dengan cara meneliti pengaruh sikap ibu menyusui tersebut tentang keunggulan, kesesuaian, kesulitan, triabilitas, dan observabilitas Kebijakan ASI Eksklusif terhadap pemberian ASI di Universitas Sumatera Utara wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.

1.2. Permasalahan