Pengaruh Sikap Responden Tentang Aspek

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Sikap Responden Tentang Aspek

Keunggulan Kebijakan ASI Eksklusif Terhadap Pemberian ASI Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh sikap responden tentang aspek keunggulan kebijakan ASI Eksklusif terhadap pemberian ASI, karena nilai p 0, 023 0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Rogers dalam Hanafi, 1987 yang menyatakan bahwa semakin besar keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dirasakan oleh penerima, semakin cepat pula inovasi tersebut dapat diadopsi. Keunggulan menunjukkan intensitas imbalan atau hukuman yang ditimbulkan oleh pengadopsian suatu inovasi. Ada beberapa sub dimensi aspek keunggulan yakni: tingkat keuntungan ekonomis dan non ekonomis seperti prestise sosial dan penerimaan sosial, rendahnya biaya permulaan, resiko nyata lebih rendah, kurangnya ketidaknyamanan, hemat tenaga dan waktu, serta imbalan yang segera dapat diperoleh. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sikap sebagian responden tentang keunggulan program ASI Eksklusif dapat di lihat dari tiga sisi yakni : 1. Sisi Ekonomi : Beberapa dari responden menyatakan bahwa pemberian ASI dapat menghemat biaya pengeluaran anak selama 6 bulan. Dengan mendapatkan ASI Eksklusif, sang bayi tidak membutuhkan Makanan Pendamping ASI MP-ASI, sehingga biaya pengeluaran untuk makanan anak dapat ditekan. Universitas Sumatera Utara 2. Sisi Kesehatan : Beberapa dari responden menyatakan bahwa, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi, Bayi yang mendapat ASI relatif lebih sulit terserang penyakit. 3. Sisi Kesukaan : Beberapa dari responden menyukai dan memilih untuk memberikan ASI saja kepada bayinya walaupun tidak selama 6 bulan karena mereka berpendapat hal itu lebih praktis. ASI dapat diberikan kapan dan dimana saja, tidak perlu repot seperti bayi yang mendapat susu formula. Kemanapun ibu dan bayinya pergi, susu formula dan semua perlengkapan minum susu bayi seperti dot, termos air dan sebagainya harus turut juga dibawa agar bayi dapat minum susu pada saat ia membutuhkannya. Jika ibu lupa membawa salah satu dari perlengkapan minum susu bayi tersebut, bayi jadi terhambat untuk minum susu. Hanya saja pada akhirnya mayoritas dari mereka menolak atau tidak melanjutkan untuk memberi ASI saja sampai bayinya berusia 6 bulan terutama karena mereka merasa hasilmanfaatnya tidak bisa didapatkan segera atau baru dapat dirasakan pada masa yang akan datang. Pemberian ASI sama seperti inovasi kesehatan preventif lainnya seperti KB, imunisasi dan sebagainya sulit didemonstrasikan kemanfaatannya sehingga tingkat pengadopsiannya rendah dan lambat. Selain itu sebagian dari ibu tersebut juga merasa tindakan pemberian ASI memerlukan durasi waktu yang lebih lama dibandingkan pemberian susu formula sehingga banyak ibu-ibu kurang sabar karena mereka ingin segera melanjutkan aktivitasnya, sementara pemberian ASI tidak bisa dilakukan dengan keadaan tidak tenang atau tergesa-gesa karena ASI menjadi kurang lancar keluarnya. Ibu menyusui juga banyak kurang sabar dalam menangani bayi mereka ketika rewel. Mereka merasa bila bayi diberikan makanan atau minuman tambahan, bayi akan langsung Universitas Sumatera Utara kenyang dan biasanya langsung tidur sehingga ibu atau pengasuh bayi dapat segera melanjutkan pekerjaannya. Bekerja diluar rumah juga merupakan alasan dari sebagian ibu-ibu tersebut. Mereka kurang mengetahuimeyakini tentang cara memeras ASI dan cara penyimpannannya di kulkas sehingga mereka gagal memberikan ASI Eksklusif pada bayinya. Petugas kesehatan juga kurang mendukungmemantau mereka karena banyak dari ibu-ibu tersebut pada bulan-bulan awal telah memberikan hanya ASI saja misalnya sampai bayinya berusia 4 bulan, tetapi akhirnya gagal melanjutkannya karena hal-hal diatas. Hasil pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa ada pendapat yang berbeda dari beberapa responden yang tidak memberikan bayinya ASI Eksklusif dimana mereka meyakini bahwa susu formula lebih unggul, lebih bergengsimenaikkan prestise sosial mereka dan dianggap lebih bermanfaat bagi bayinya dibandingkan ASI. Hal ini karena kurang teguhnya prinsip ibu menyusui sehingga mudah tergoda dengan promosi susu formula. Menurut Roesli 2007 tingginya promosi dan iklan susu sapi secara gencar terutama di daerah perkotaan menyebabkan ibu-ibu lebih memilih susu formula daripada ASI. Adanya promosi susu formula yang cukup menjanjikan bahwa komposisinya mirip dengan ASI dan mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan bayi menyebabkan ibu terpengaruh untuk memberikan susu formula apalagi susu formula mahal yang sering diidentikkan sebagai susu yang lebih bagus karena mengandung AA, DHA dan zat lainnya yang diperlukan untuk perkembangan otak bayi. Padahal untuk kepintarannya, diperlukan tidak hanya zat-zat seperti AA dan DHA tersebut, tapi juga stimulus-stimulus termasuk kontak mata dan sentuhan kulit antara ibu dan bayi yang lebih didapatkan dengan pemberian ASI. Dalam ASI sudah terkandung semua zat-zat Universitas Sumatera Utara gizi tersebut secara lengkap dan seimbang. Responden menyatakan bahwa dengan memberikan susu formula kepada bayinya akan menyebabkan bayinya menjadi lebih gemuk, kulitnya lebih halus, bayi menjadi lebih pintar dan lincah dibandingkan dengan pemberian ASI saja. Bayi gemuk seringkali diidentikkan sebagai bayi yang lebih sehat. Padahal bayi gemuk belum tentu lebih sehat karena sangat rentan terhadap berbagai penyakit seperti sembelit, juvenile diabetic, obesitas dan sebagainya. Untuk itu diperlukan komitmen dan dukungan penuh dari Pemerintah Kota Medan yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih mengintensifkan sosialisasi keunggulan ASI Eksklusif serta membuat peraturan daerah yang mengatur pemasaran dan distribusi susu formula serta hukumansanksi bagi pihak yang melanggarnya termasuk tenaga kesehatan yang menyediakanmemberikan susu formula kepada bayi di klinik bersalinRS. 5.2. Pengaruh Sikap Responden Tentang Aspek Kesesuaian Kebijakan ASI Eksklusif Terhadap Pemberian ASI Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh sikap responden tentang kesesuaian kebijakan ASI Eksklusif terhadap pemberian ASI, karena nilai p 0, 038 0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Rogers dalam Hanafi, 1987 yang menyatakan bahwa jika suatu inovasi sesuai dengan nilai yang berlaku atau norma yang diyakini oleh penerima inovasi, maka inovasi tersebut dapat diterimadiadopsi dengan mudah. Kesesuaian adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai- nilai values yang berlaku dalam masyarakat, pengalaman masa lalu dan kebutuhan dari Universitas Sumatera Utara penerimapengadopsi, sehingga jika inovasi sesuai dengan nilai-nilai pengadopsi maka inovasi tersebut dapat diadopsi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa responden menyatakan bahwa pemberian ASI merupakan kebiasaan yang sudah turun temurun dalam keluarganya. Hanya saja umumnya mereka menyatakan tidak apa-apa bayinya juga diberikan air putih, madu atau makanan berupa bubur asal si bayi tetap diberikan ASI juga. Hal tersebut dipengaruhi persepsi yang salah dari ibu-ibu tersebut tentang ASI Eksklusif. Banyak diantara mereka tidak tahu bahwa jika sang bayi mereka telah mereka berikan air putih atau sedikit madu, hal itu telah menggagalkan ASI Eksklusifnya. Mereka berpendapat bahwa ASI merupakan makanan utama akan tetapi tidaklah cukup ASI saja untuk bayinya sampai ia berusia 6 bulan. Ada juga yang beranggapan bahwa cairan yang pertama kali keluar beberapa saat setelah melahirkan kolostrum belum bisa dikatakan ASI. Itu dianggap kotor dan tidak baik diberikan kepada bayi karena bisa membuat bayi menjadi sakit. Menurut Faisal 2008 menyatakan bahwa kebiasaan dan kepercayaan merupakan lapisan inti the core dari budaya. Sesunggguhnya budaya sebagai suatu sistem makna, dikonsesikan tersusun secara berlapis-lapis laksana lapis-lapisnya bawang. Tampak di lapisan luar the outer layer, yaitu berupa produk-produk eksplisit dari suatu budaya, seperti tercermin pada berbagai rupa budaya material. Di balik lapisan luar tersebut terdapat lapisan tengah the middle layer, yaitu berupa norma-norma dan nilai nilai; norma biasanya menunjuk pada aturan yang ada pada masyarakat tentang hal-hal yang dianggap benar dan salah, sedangkan nilai lazimya menunjuk pada mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk. Lapisan inti the core, yang pada dasarnya berupa kepercayaan atau anggapan dasar tentang eksistensi manusia itu sendiri. Universitas Sumatera Utara Faktor lainnya yang juga merupakan indikasi aspek kesesuaian adalah sejauhmana program ASI Eksklusif ini dianggap dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan oleh ibu menyusui. Dari hasil penelitian terlihat bahwa masih ada responden 5,1 yang merasa bahwa ASI tidak sesuai dengan kebutuhan bayi mereka, sehingga pemberian ASI bukan merupakan kebutuhan bagi mereka ini. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Permana 2006 di Kecamatan Mragen, Kabupaten Demak menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitiannya tidak menginginkan pemberian ASI Eksklusif karena mereka tidak merasa yakin dengan produksi ASI, anak menjadi susah makan dan menganggap pemberian ASI Eksklusif tidak mencukupi kebutuhan bayi. Ketidakinginan subjek untuk memberikan ASI Eksklusif mendorong subjek untuk tidak memberikan ASI Eksklusif. Pemahaman akan tingkat kebutuhan ini dapat dipakai untuk menjelaskan mengapa ada sebagian ibu menyusui ini tidak menyukai program pemberian ASI Eksklusif karena mereka merasa hal itu tidak sesuai dengan dirinya dan kebutuhannya sehingga mereka cenderung meneruskan apa yang telah diyakini dan dijalankan sebelumnya, yaitu tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Foster dalam Hanafi, 1987 menyitir suatu ilustrasi diamana suatu inovasi dapat diperbesar derajat kesesuaiannya dengan merubah fungsinya sehingga mempercepat pengadopsiannya. Contoh dari hal ini dapat kita lihat di Desa Sukajadi Aceh Tamiang yang menyediakan “Pondok ASI” yang bertempat di rumah bidan desa. Pondok ini merupakan pusat kegiatan dan berkumpulnya ibu hamil dan ibu menyusui bersama para kader dan tenaga kesehatan lainnya sehingga mereka dapat saling bercerita dan berbagi pengalaman yang akhirnya mempererat kebersamaan diantara mereka, sehingga Universitas Sumatera Utara pemberian ASI Eksklusif bukan menjadi beban tetapi merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi mereka. Selain itu disana mereka juga dapat menemukan solusi apabila mereka menemui hambatan dalam pemberian ASI kepada bayinya. Hal ini memberikan contohteladan yang baik bagi ibu dan masyarakat di sekitarnya yang pada akhirnya diharapkan dapat merubah perilaku ibu menyusui dalam pemberian ASI kepada bayinya Setiaji dalam Interaksi, 2010. Pemerintah Kota Medan bekerjasama dengan dinas kesehatan dan tokoh agama serta tokoh masyarakat hendaknya membentuk dan membina desa sehat yang mendukung usaha-usaha pemasyarakatan pemberian ASI Eksklusif seperti konsep “Pondok ASI” diatas.

5.3. Pengaruh Sikap Responden Tentang Aspek