Pola Makan Balita .1 Jenis dan Frekuensi Bahan Makanan Balita di Daerah Aliran Sungai dan

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pola Makan Balita 5.1.1 Jenis dan Frekuensi Bahan Makanan Balita di Daerah Aliran Sungai dan Daerah Trandas Berdasaran hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.5 dan tabel 4.6 menunjukkan bahwa jenis bahan makanan pokok yang sering dikonsumsi oleh balita di daerah aliran sungai dan di daerah trandas dengan frekuensi 3xhari adalah nasi sebesar 100,0 termasuk didalamnya tepung beras yang dikonsumsi oleh bayi yang berumur lima bulan, dan hanya sebagian kecil yang mengonsumsi seperti ubi sebesar 5,0, sagu sebesar 7,5, roti sebesar 11,7, mi sebesar 17,5 dan sebesar 16,7, biskuit sebesar 17,5 dan sebesar 18,3 makanan untuk tambahan energi, dan sebagian besar balita mengonsumsi camilan makanan ringan sebesar 47,5 dan sebesar 41. Hal ini disebabkan kebiasaan yang ada di masyarakat kalau nasi merupakan makanan utama, dengan banyak mengonsumsi nasi tubuh menjadi kuat dan bertenaga, kalau tidak ada lauk pauk tidak terlalu menjadi masalah. Sedangkan makan sagu, ubi dan mi dianggap sebagian makanan selingan bukan makanan pokok, karena sebelum makan nasi di masyarakat menganggap belum makan. Nasi, sagu, ubi dan mi merupakan jenis bahan makanan pokok sumber karbohidrat kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat gizi penghasil energi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosnita 2009 yang mengatakan bahwa sebesar 100,0, Universitas Sumatera Utara anak balita mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok dengan frekuensi ≥ 1xhari pada keluarga pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun. Pangan hewani sumber protein yang sering dikonsumsi balita adalah ikan dengan frekueni 3xhari , di daerah aliran sungai sebesar 97,5 dan di daerah trandas sebesar 92,7 karena ikan merupakan lauk utama yang mudah didapat. Untuk konsumsi telur di daerah aliran sungai sebesar 15,0 dan di daerah trandas sebesar 25,0 dengan frekuensi 1xminggu. Telur merupakan pangan yang bergizi lagi murah dan mudah didapat diwarung atau di pekan mingguan namun karena adanya mitos di masyarakat kalau banyak makan telur bisa menyebabkan bisulan sehingga telur jarang untuk dikonsumsi. Petugas kesehatan sudah sering melakukan penyuluhan gizi pada saat posyandu termasuk mitos kalau banyak makan telur bisa menyebabkan bisulan merupakan pandangan yang salah, telur mengandung protein sangat bagus untuk balita yang dalam masa pertumbuhan, karena protein berguna untuk pembentukan jaringan baru, pemeliharaan jaringan dan perubahan komposisi tubuh. Hal ini disebabkan pandangan yang sudah melekat di masyarakat, sehingga menyebabkan ibu balita jarang memberikan telur pada anaknya sebagai lauk pauk. Untuk konsumsi ayam di daerah aliran sungai sebesar 7,5 dan di daerah trandas sebesar 10,0, sedangkan untuk konsumsi cumi-cumi dan udang di daerah trandas sebesar 5,0 dan sebesar 8,3 dengan frekuensi 1xbulan, hal ini sebabkan harganya yang relatif mahal, sementara untuk daging 100,0 tidak pernah dikonsumsi yang disebabkan selain harga yang mahal dan sangat jarang dijual di pekan mingguan dan harian. Sedangkan untuk konsumsi sumber protein nabati sebagian besar balita di daerah aliran sungai tidak pernah mengonsumsi hanya sebagian kecil balita di daerah Universitas Sumatera Utara trandas yang mengonsumsi yaitu seperti tahu sebesar 3,3, tempe 5,0. Hal ini disebabkan kebiasaan yang ada dalam keluarga menu utama adalah nasi dan lauk hewani, sedangkan lauk nabati sangat jarang atau tidak pernah dikonsumsi, sehingga menyebabkan balita jarang diberikan atau dihidangkan makanan sumber protein nabati pada saat makan, dalam hal ini terlihat bahwa tidak adanya keanekaragaman konsumsi sumber protein pada balita. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, hal ini disebabkan kemampuan daya beli keluarga yang relatif masih rendah dan juga pengetahuan gizi ibu yang kurang karena mengganggap konsumsi nasi yang diutamakan, menurut ibu yang terpenting bagaimana makanan yang dimakan bisa mengenyangkan. Hasil penelitian ini berbeda dengan Rosnita 2009, yang mengatakan sebesar 53,0 anak balita mengonsumsi telur sebagai lauk-pauk pangan hewani dengan frekuensi ≥ 1xhari pada keluarga pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan, balita sangat membutuhan makanan sumber zat pembangun karena berguna untuk pembentukan jaringan baru, pemeliharaanpembentuk antibodi, perubahan komposisi tubuh, pembentukan berbagai struktur organ, membantu proses metabolisme dalam tubuh dan sumber energi kedua setelah karbohidrat Almatsier, 2004. Untuk konsumsi sumber vitamin, sayuran yang sering dikonsumsi balita di daerah aliran sungai adalah kangkung sebesar 17,5 dan di daerah trandas konsumsi sayuran adalah bayam sebesar 15,0 dengan frekuensi 1xminggu, sedangkan konsumsi buah-buahan sebagian besar balita mengonsumsi pisang sebesar 10,0 di Universitas Sumatera Utara daerah aliran sungai dan sebesar 13,3 di daerah trandas, hal ini diasumsikan karena pandangan yang salah dari ibu kalau buah dan sayur tidak terlalu penting dan sudah menjadi kebiasan kalau makan utama cukup ada nasi dan ikan, sedangkan sayur jarang dihidangkan dalam menu makanan keluarga, dalam hal ini keluarga dan balita tidak menyukai makan sayur dan merupakan sudah menjadi kebiasaan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sirait 2008 di Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Tebing Tinggi, yang meneliti gambaran pola makan dan status gizi ibu bekerja yang mengatakan bahwa sebesar 47,5 konsumsi buah-buahan yang sering dikonsumsi balita adalah pisang dengan frekuensi 1xhari yang dikarenakan balita terbiasa diberi pisang semenjak bayi sehingga balita lebih suka pisang dibandingkan jenis buah-buahan yang lainnya. Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber vitamin dan mineral berfungsi sebagai zat pengatur dalam tubuh, karena penting untuk proses tumbuh kembang secara normal. Kekurangan konsumsi terlihat pada laju pertumbuhan yang lambat, mineralisasi tulang yang tidak cukup, cadangan besi yang kurang dan anemia Almatsier dkk, 2011. Mengonsumsi buah dan sayur sangat bermanfaat untuk kesehatan karena banyak kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya, sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan untuk mengobati penyakit Kusumo. R.A, 2010. Universitas Sumatera Utara

5.2 Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Balita di Daerah Aliran Sungai dan Daerah Trandas