FORMULASI DAN OPTIMASI MINUMAN 1. Rancangan Formulasi

54 yang aktual dari komponen yang digunakan dalam minuman. Konversi ini dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14 . Konversi komponen minuman Komponen Awal Aktual Batas bawah Batas atas Batas bawah Batas atas Karagenan 0.3 0.6 0.25 0.52 Tepung bekatul 15 20 12.73 16.84 Formula dasar - - 82.91 86.75

C. FORMULASI DAN OPTIMASI MINUMAN 1. Rancangan Formulasi

Rancangan metode penelitian yang digunakan pada program Design Expert version 7 adalah rancangan Response Surface Methodology RSM mixture design D-optimal . Penggunaan rancangan RSM mixture design dikarenakan rancangan ini sesuai dengan faktor perlakuan pada penelitian ini, yaitu perlakuan pencampuran komponen yang diubah-ubah untuk memperoleh respon tertentu. Faktor perlakuan berupa komponen yang diubah-ubah pada penelitian ini adalah jumlah formula dasar, tepung bekatul, dan karagenan. Output dari proses analisis respon yang diolah dengan rancangan statistik RSM mixture design adalah berupa persamaan polinomial. Persamaan polinomial yang diperoleh tiap respon ditunjukkan dengan variabel tertentu, yang dapat berbentuk Mean M = pangkat 0, Linear L = pangkat 1, Quadratic Q = pangkat 2, atau Cubic C = pangkat 3. Variabel tersebut menjadi faktor yang menentukan rancangan model polinomial untuk faktor perlakuan pada penelitian sehingga didapatkan respon yang mendukung terciptanya produk yang optimal Anonim, 2007. Pada tahap perancangan formula, digunakan kisaran maksimum dan minimum dari jumlah komponen yang didapat pada penelitian pendahuluan 55 yang dilakukan secara trial dan error. Kisaran komponen yang digunakan adalah karagenan sebesar 0.25-0.52, tepung bekatul sebesar 12.73-16.84 serta formula dasar sebesar 82.91-86.75. Tiga variabel ini merupakan kendala bahan dalam pembuatan rancangan percobaan. Rancangan formula yang disarankan program Design Expert version 7 adalah sebanyak 15 formula. Output dari proses ini dinamakan respon. Pemilihan respon dilakukan berdasarkan karakteristik yang akan berubah akibat perubahan proporsi relatif dari komponen-komponennya. Respon-respon ini yang akan diukur dan dioptimasi sehingga diperoleh formula optimum. Respon-respon pada penelitian ini berupa respon uji organoleptik yang meliputi respon warna sebelum diseduh, aroma sebelum diseduh, penampakan fisik sebelum diseduh, aroma setelah diseduh, rasa, serta penampakan fisik setelah diseduh. Respon-respon ini dipilih agar dapat diperoleh formula yang dapat menghasilkan minuman dengan mutu yang baik. Rancangan 15 formula yang disarankan Design Expert version 7 beserta hasil responnya dapat dilihat pada Lampiran 13. 2. Analisis Respon Program Design Expert version 7 memiliki 5 model polinomial untuk setiap respon. Model-model polinomial itu adalah mean, linear, quadratic, special cubic, dan cubic . Model polinomial merupakan output dari proses analisis mutu awal produk yang diolah oleh rancangan statistik RSM mixture design yang menunjukkan hasil analisis mutu awal atau respon produk. Program Design Expert version 7 akan merekomendasikan salah satu model yang paling sesuai untuk setiap respon. Pemilihan model yang cocok dari tiap respon akan ditampilkan dalam fit summary. Kesesuaian antara hasil aktual dengan hasil yang diprediksikan pada program Design Expert version 7 dapat dilihat melalui grafik plot kenormalan Internally Studentized Residual. Plot kenormalan Internally Studentized Residual adalah besarnya standar deviasi yang memisahkan nilai respon aktual dengan yang diprediksikan. Plot kenormalan mengindikasikan 56 apakah residual perbedaan antara nilai respon aktual dengan yang diprediksikan mengikuti garis kenormalan garis lurus. Semakin mendekati suatu titik-titik data dengan garis kenormalan, maka akan semakin baik, karena titik-titik data tersebut menyebar normal, yang berarti hasil aktual akan mendekati hasil yang diprediksikan program Design Expert version 7 Anonim, 2007. Program Design Expert version 7 dapat menyelesaikan persamaan polinomial di mana persamaan tersebut dapat ditampilkan dalam suatu contour plot , yang berupa gambar dua dimensi 2-D maupun grafik tiga dimensi 3-D. Grafik countour plot menggambarkan bagaimana kombinasi antar komponen saling mempengaruhi nilai respon Anonim, 2007. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen ini dapat dilihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi.

a. Analisis Respon Warna Sebelum Diseduh

Warna merupakan parameter pertama yang terlihat oleh konsumen, sehingga parameter ini dapat menjadi acuan pertama yang digunakan konsumen dalam menilai mutu suatu produk pangan. Pada beberapa jenis produk, perubahan warna dapat menunjukkan perubahan nilai gizi, sehingga perubahan warna dapat dijadikan sebagai indikator untuk menunjukkan tingkat nilai gizi maksimum yang dapat diterima Arpah, 2001. Oleh karena itu, perubahan warna yang signifikan dapat digunakan untuk memperkirakan lama penyimpanan dan keadaan mutu produk. Respon ini diuji secara organoleptik dengan uji hedonik menggunakan 30 panelis yang dapat mengkonsumsi atau menyukai produk susu seduhan. Hasil nilai respon warna sebelum diseduh adalah berkisar antara 6.64 hingga 8.456. Nilai kesukaan warna sebelum diseduh terendah yaitu 6.64 berkisar antara agak tidak suka hingga netral berasal dari formula 10 yang menggunakan tepung bekatul dengan konsentrasi tertinggi, yaitu 16.705, dan formula dasar paling rendah yaitu 82.91, dan karagenan yang sedang yaitu 0.385. Tepung bekatul yang berwarna coklat muda 57 dengan konsentrasi yang tinggi dan kandungan formula dasar yang berwarna putih cerah dengan konsentrasi terendah memungkinkan produk minuman fungsional yang dihasilkan menjadi berwarna coklat muda sehingga kurang disukai panelis. Nilai kesukaan terhadap warna sebelum diseduh tertinggi yaitu 8.456 berkisar antara netral hingga agak suka berasal dari formula 3 yang menggunakan tepung bekatul yang rendah yaitu 12.865 serta formula dasar tertinggi sebesar 86.75 dan karagenan 0.37. Penggunaan tepung bekatul yang cukup rendah dan formula dasar yang tinggi dengan kandungan karagenan dalam ukuran sedang menghasilkan warna yang cukup cerah sehingga banyak panelis yang menyukainya. Nilai rata-rata mean dari respon warna sebelum diseduh adalah 7.80 berkisar antara agak suka hingga netral, dengan standar deviasi 0.23. Berdasarkan analisis pada program Design Expert version 7 model polinomial dari respon warna sebelum diseduh adalah cubic. Hasil uji sidik ragam ANOVA pada taraf signifikansi 5 menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu cubic adalah signifikan, dengan nilai p “probF” lebih kecil daripada 0.05 0.0092. Selain itu, dapat diketahui secara terpisah linear mixture komponen A karagenan, komponen B tepung bekatul, dan komponen C formula dasar, memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon warna sebelum diseduh 0.0043. Nilai F dari Lack of Fit yang dihasilkan untuk respon warna sebelum diseduh adalah sebesar 3.52, yang menandakan Lack of Fit tidak signifikan relatif terhadap pure error. Nilai Lack of Fit yang tidak signifikan ini menunjukkan adanya kesesuaian data respon warna sebelum diseduh dengan model Lampiran 16. Besarnya nilai Pred R-squared dan Adj R-squared untuk respon warna sebelum diseduh berturut-turut adalah -0.6595 dan 0.8601, yang menunjukkan bahwa data-data yang diprediksikan dan data-data aktual untuk respon warna sebelum diseduh yang tercakup ke dalam model adalah berturut-turut sebesar 65.95 dan 86.01. Namun, nilai Pred R- squared yang dihasilkan bernilai negatif, yang berarti prediksi respon 58 untuk optimasi yang akan diprediksikan tidak sesuai dengan model yang direkomendasikan program. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian optimasi, karena Pred R-squared merupakan nilai prediksi korelasi dari formula yang disarankan. Persamaan polinomial untuk respon warna sebelum diseduh adalah sebagai berikut : Warna sebelum diseduh = - 2.37 . 10 5 x A – 1121.1 x B + 6.56 x C + 4280.32 A x B + 3466. 82 A x C + 19.28 B x C – 29.77 A x B x C + 19.69 A x B x A – B + 10.92 A x C x A – C + 0.09 B x C x B – C Keterangan : A = karagenan B = tepung bekatul C = formula dasar Dari tabel Anova warna sebelum diseduh Lampiran 17 diketahui bahwa linear mixture atau masing-masing komponen A, B, C memiliki signifikansi yang nyata terhadap nilai warna sebelum diseduh p-value 0.05, begitu pula dengan interaksi B x C B – C. Adapun untuk interaksi antar komponen lainnya tidak memiliki signifikansi yang nyata dalam taraf kepercayaan 5 terhadap nilai warna sebelum diseduh. Berdasarkan persamaan di atas terlihat bahwa nilai kesukaan terhadap warna sebelum diseduh akan meningkat seiring peningkatan jumlah formula dasar, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai positif. Sedangkan karagenan dan tepung bekatul dapat menurunkan nilai kesukaan terhadap warna sebelum diseduh, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai negatif. Nilai kesukaan terhadap warna sebelum diseduh sangat ditentukan oleh jumlah karagenan, karena diantara komponen lainnya, nilai konstanta karagenan paling besar 2.37x10 5 , diikuti oleh jumlah tepung bekatul, jumlah formula dasar,serta interaksi antara tepung bekatul dengan formula dasar dan selisih tepung bekatul dan formula dasar. Adapun interaksi lainnya yang mungkin, dapat 59 Design-Expert® Software warna sebelum diseduh Color points by value of warna sebelum diseduh : 8.456 6.64 Internally Studentized Residuals No rm al P rob abi lity Normal Plot of Residuals -1.53 -0.76 0.00 0.76 1.53 1 5 10 20 30 50 70 80 90 95 99 mempengaruhi nilai respon warna sebelum diseduh, tetapi pengaruhnya tidak signifikan. Grafik kenormalan Internally Studentized Residual untuk respon warna sebelum diseduh dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik contour plot untuk respon warna sebelum diseduh terhadap komponen karagenan, tepung bekatul, dan karagenan dapat dilihat pada Gambar 7, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa titik-titik berada dekat di sepanjang garis normal, sehingga dapat dikatakan bahwa data-data untuk respon warna sebelum diseduh menyebar normal. Hal ini berarti bahwa standar deviasi yang memisahkan nilai respon aktual warna sebelum diseduh dengan respon warna sebelum diseduh yang diprediksikan tidak besar. Data-data respon warna sebelum diseduh yang menyebar normal menunjukkan adanya pemenuhan model terhadap asumsi dari ANOVA pada respon warna sebelum diseduh. Gambar 6 . Grafik kenormalan Internally Studentized Residual respon warna sebelum diseduh 60 Design-Expert® Software warna sebelum diseduh Design Points 8.456 6.64 X1 = A: karagenan X2 = B: tepung bekatul X3 = C: formula dasar A: karagenan 4.360 B: tepung bekatul 16.840 C: formula dasar 87.020 82.910 12.730 0.250 warna sebelum diseduh 6.85847 7.60259 7.60259 7.97465 7.97465 7.97465 2 2 2 2 Gambar 7 . Grafik countour plot hasil uji respon warna sebelum diseduh Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan nilai respon warna sebelum diseduh. Warna biru menunjukkan nilai respon warna sebelum diseduh terendah, yaitu 6.64 agak tidak suka hingga netral sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon warna sebelum diseduh tertinggi, yaitu 8.456 netral hingga agak suka. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon warna sebelum diseduh tertentu yang sama. 61 Design-Expert® Software warna sebelum diseduh Design points above predicted value Design points below predicted value 8.456 6.64 X1 = A: karagenan X2 = B: tepung bekatul X3 = C: formula dasar A 4.360 B 12.730 C 87.020 6.2 6.85 7.5 8.15 8.8 w a rn a s e bel u m di s ed uh A 0.250 B 16.840 C 82.910 Gambar 8 . Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna sebelum diseduh

b. Analisis Respon Rasa Setelah Diseduh

Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap meliputi rasa asin, manis, asam, dan pahit yang diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut Meilgaard et al., 1999. Rasa dimasukkan sebagai respon karena penambahan tepung bekatul dapat menyebabkan perubahan rasa, dimana minuman yang dihasilkan memiliki aftertaste pahit. Menurut Belitz dan Grosch 1987, penyebab rasa pahit mungkin disebabkan oleh teroksidasinya asam lemak, mengingat komposisi asam lemak pada bekatul berupa asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Rasa pahit juga mungkin ditimbulkan oleh peptida yang tidak terhidrolisis sempurna selama hidrolisis enzimatik protein. Selain itu, Menurut Luh 1980, rasa pahit pada bekatul disebabkan oleh adanya senyawa saponin. Saponin adalah senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok di dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah Robinson, 1991. 62 Semakin banyak tepung bekatul yang digunakan sebagai bahan baku, maka rasa pahit yang timbul akan makin terasa, serta rasa manis minuman akan semakin berkurang. Respon ini diuji secara organoleptik dengan uji hedonik menggunakan 30 panelis yang bisa mengkonsumsi atau menyukai produk susu seduhan. Hasil nilai respon rasa berkisar antara 5.0 hingga 8.907. Nilai kesukaan rasa terendah yaitu 5.0 agak tidak suka hingga netral berasal dari formula 10 yang menggunakan tepung bekatul paling banyak, yaitu 16.705, dan formula dasar paling sedikit, yaitu 82.91, serta karagenan yang cukup yaitu 0.385. Kandungan tepung bekatul yang tinggi dengan formula dasar yang rendah memungkinkan produk yang dihasilkan menjadi terasa pahit sehingga tidak disukai panelis. Sebaliknya, nilai kesukaan rasa tertinggi yaitu 8.907 berkisar antara netral hingga agak suka berasal dari formula 5 yang menggunakan tepung bekatul dengan konsentrasi terendah 12.73 dan formula dasar tertinggi 86.75, serta karagenan yang tinggi 0.52. Penggunaan tepung bekatul yang rendah dan formula dasar yang tinggi memungkinkan produk yang dihasilkan terasa sedikit lebih manis sehingga banyak panelis menyukainya. Nilai rata-rata mean dari respon rasa adalah 7.01 berkisar antara netral hingga agak tidak suka, dengan standar deviasi 0.49. Berdasarkan analisis pada program Design Expert version 7 model polinomial dari respon rasa adalah quadratic. Hasil uji sidik ragam ANOVA pada taraf signifikansi 5 menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu quadratic adalah signifikan, dengan nilai p “probF” lebih kecil daripada 0.05 0.002. Selain itu, dapat diketahui secara terpisah linier mixture komponen A karagenan, komponen B tepung bekatul, dan komponen C formula dasar memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon rasa 0.011. Nilai F dari Lack of Fit yang dihasilkan untuk respon rasa adalah sebesar 1.05, yang menandakan Lack of Fit tidak signifikan relatif terhadap pure error. 63 Nilai Lack of Fit yang tidak signifikan ini menunjukkan adanya kesesuaian data respon rasa dengan model Lampiran 18. Besarnya nilai Pred R-squared dan Adj R-squared untuk respon rasa berturut-turut adalah 0.5472 dan 0.7579, yang menandakan data- data yang diprediksikan dan data-data aktual yang tercakup ke dalam model adalah berturut-turut sebesar 54.72 dan 75.79. Persamaan polinomial untuk respon rasa adalah sebagai berikut : Rasa = + 6397.75 x A – 14.12 x B - 0.41 x C – 66.77 x A x B – 64.04 A x C + 0.2 B x C Keterangan : A = karagenan B = tepung bekatul C = formula dasar Dari tabel Anova rasa Lampiran 19 diketahui bahwa linear mixture atau masing-masing komponen A, B, C maupun semua interaksi komponen memiliki signifikansi yang nyata terhadap nilai rasa seduhan p-value 0.05. Berdasarkan persamaan di atas terlihat bahwa nilai kesukaan terhadap rasa akan meningkat seiring peningkatan jumlah karagenan, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai positif. Sedangkan penambahan tepung bekatul dan formula dasar dapat munurunkan nilai kesukaan respon rasa karena konstantanya bernilai negatif. Nilai kesukaan terhadap rasa sangat ditentukan oleh penambahan karagenan, karena diantara komponen lainnya, nilai konstanta karagenan paling besar 6397.75, diikuti oleh interaksi karagenan dengan tepung bekatul, interaksi karagenan dengan dan formula dasar, jumlah tepung bekatul, jumlah formula dasar, serta diurutan terakhir adalah interaksi tepung bekatul dengan formula dasar. Grafik kenormalan Internally Studentized Residual untuk respon rasa dapat dilihat pada Gambar 9. Grafik contour plot untuk respon rasa terhadap komponen karagenan, tepung bekatul, dan formula dasar dapat dilihat pada Gambar 10 dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 11. 64 Design-Expert® Software rasa setelah diseduh Color points by value of rasa setelah diseduh: 8.907 5 Internally Studentized Residuals N o rm al P robability Normal Plot of Residuals -1.77 -0.84 0.09 1.01 1.94 1 5 10 20 30 50 70 80 90 95 99 Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa titik-titik berada dekat di sepanjang garis normal sehingga dapat dikatakan bahwa data hasil respon rasa menyebar normal. Hal ini berarti bahwa standar deviasi yang memisahkan nilai respon aktual rasa dengan respon rasa yang diprediksikan tidak besar. Data-data respon rasa yang menyebar normal menunjukkan adanya pemenuhan model terhadap asumsi dari ANOVA pada respon rasa. Gambar 9 . Grafik kenormalan Internally Studentized Residual respon rasa 65 Design-Expert® Software rasa setelah diseduh Design Points 8.907 5 X1 = A: karagenan X2 = B: tepung bekatul X3 = C: formula dasar A: karagenan 4.360 B: tepung bekatul 16.840 C: formula dasar 87.020 82.910 12.730 0.250 rasa setelah diseduh 5.74668 6.62297 6.62297 7.06112 7.06112 7.49927 7.49927 2 2 2 2 Gambar 10 . Grafik countour plot hasil uji respon rasa Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukkan nilai respon rasa. Warna biru menunjukkan nilai respon rasa terendah, yaitu 5 agak tidak suka hingga netral sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon rasa tertinggi, yaitu 8.907 netral hingga agak suka. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon rasa tertentu yang sama. 66 Design-Expert® Software rasa setelah diseduh Design points above predicted value Design points below predicted value 8.907 5 X1 = A: karagenan X2 = B: tepung bekatul X3 = C: formula dasar A 4.360 B 12.730 C 87.020 5 6.075 7.15 8.225 9.3 ra s a s et el a h di s edu h A 0.250 B 16.840 C 82.910 Gambar 11 . Grafik tiga dimensi hasil uji respon rasa

c. Analisis Respon Lainnya

Adapun respon yang diujikan dalam uji organoleptik produk selain dua respon yang dibahas di atas tidak dibahas lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh hasil dari uji Anova yang diperoleh menunjukkan nilai p- value yang lebih besar dari 0.05 atau perubahan komponen campuran formula tidak mempengaruhi respon yang diuji secara nyata. Respon- respon tersebut adalah aroma sebelum diseduh, penampakan fisik sebelum diseduh, aroma setelah diseduh, serta penampakan fisik setelah diseduh. Respon awal yang diharapkan dalam formulasi ini adalah rasa dan warna produk yang disebabkan oleh penambahan karagenan, tepung bekatul, serta formula dasar yang berbeda-beda. Hipotesa awal yang dibuat adalah : tiga jenis variabel tersebut akan mempengaruhi respon rasa dan warna produk. Dari hasil uji Anova diketahui bahwa hipotesa awal ini ternyata benar, karena dari nilai p-value diketahui bahwa penambahan karagenan, tepung bekatul, dan formula dasar berpengaruh secara signifikan terhadap respon rasa dan warna. 67 Akan tetapi, empat respon lain juga tetap diujikan dalam tahap ini karena merupakan uji penerimaan dan atau hedonik yang biasa diujikan untuk produk minuman seduhan seperti yang dilakukan Nurkhoeriyati 2007. Dari hasil uji Anova diketahui empat respon tersebut tidak dipengaruhi secara nyata oleh tiga variabel yang digunakan. Namun dalam tahap optimasi formula, semua variabel baik yang signifikan ataupun tidak tetap dimasukkan ke dalam pembobotan atau tingkat kepentingan, karena masih dianggap sebagai keseluruhan respon yang mempengaruhi penilaian panelis.

d. Optimasi Formula

Proses optimasi dilakukan untuk mendapatkan suatu formula dengan respon-respon yang paling optimal. Respon yang paling optimal diperoleh jika nilai desirability mendekati 1. Komponen yang dioptimasi adalah karagenan, tepung karagenan, dan formula dasar. Setiap komponen dilakukan pembobotan kepentingan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pembobotan ini dinamakan importance, yang terdapat pilihan tanda positif 1+ hingga tanda positif 5 +++++. Semakin tinggi tingkat kepentingan dari komponen dan respon yang diukur, maka semakin banyak tanda positif yang diberikan. Komponen karagenan dengan range 0.25-0.52 dioptimalkan dengan target komponen minimize dan importance +++. Hal ini dikarenakan penambahan karagenan pada awalnya bertujuan membentuk kestabilan akibat adanya penambahan tepung bekatul, sehingga diberi target minimize agar tidak terbentuk produk yang terlalu kental. Komponen tepung bekatul dengan range 12.73-16.84 dioptimalkan dengan target komponen maximize dan importance +++++, karena tujuan utama dari formulasi minuman ini adalah untuk dapat memaksimalkan penambahan tepung bekatul sehingga memiliki nilai gizi yang baik. Komponen formula dasar dengan range 82.91-86.75 dioptimalkan dengan target komponen in range dan importance +++, karena merupakan bahan dasar atau utama yang digunakan dalam minuman ini. 68 Respon warna sebelum diseduh dengan range 6.64-8.46 dioptimalkan dengan target maximize dan importance +++. Respon aroma sebelum diseduh dengan range 6.41-7.89 dioptimalkan dengan target maximize dan importance ++++. Respon penampakan fisik sebelum diseduh dengan range 7.35-8.37 dioptimalkan dengan target maximize dan importance +++. Respon aroma setelah diseduh dengan range 7.93–9.73 dioptimalkan dengan target maximize dan importance ++++. Respon rasa setelah diseduh dengan range 5-8.91 dioptimalkan dengan target maximize dan importance +++++. Respon penampakan fisik setelah diseduh dengan range 7.21-8.30 dioptimalkan dengan target maximize dan importance +++. Formula dari proses optimasi yang disarankan oleh program Design Expert version 7 adalah 3 formula, tetapi yang dipilih adalah formula pertama karena memiliki nilai desirability tertinggi. Formula yang disarankan oleh program dan nilai desirabilitynya dapat dilihat pada Tabel 15. Formula optimum pertama selanjutnya disebut formula optimum terpilih memiliki komposisi karagenan sebanyak 0.25, tepung bekatul sebanyak 16.083, dan formula dasar sebanyak 83.667. Tabel 15. Formula optimum yang disarankan beserta nilai desirabilitynya Formula optimum Karagenan Tepung bekatul Formula dasar Desirability 1 0.25 16.084 83.666 0.6813 2 0.455 14.968 84.577 0.5115 3 0.452 13.757 85.79 0.4684 Formula optimum terpilih ini diprediksi akan menghasilkan minuman fungsional dengan warna sebelum diseduh dengan skor kesukaan 8.7161, aroma sebelum diseduh dengan skor kesukaan 7.01698, penampakan fisik sebelum diseduh dengan skor kesukaan 7.81884, aroma setelah diseduh sebesar 9.77556, rasa sebesar 7.70139, dan penampakan fisik setelah diseduh sebesar 7.68299. Nilai desirability dari formula optimum ini adalah 0.681, yang artinya formula tersebut akan menghasilkan produk 69 yang memiliki karakteristik yang paling optimal dan sesuai dengan keinginan kita sebesar 68.10. Nilai desirability yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kompleksitas komponen, kisaran yang digunakan dalam komponen, jumlah komponen dan respon, serta target yang ingin dicapai dalam memperoleh formula optimum. Kompleksitas jumlah komponen dapat terlihat pada persyaratan jumlah bahan baku yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap produk untuk menentukan formulasi. Jumlah masing-masing bahan baku ditentukan dalam selang yang berbeda-beda yang akan berpengaruh terhadap nilai desirability. Semakin lebar selang, maka penentuan formula optimum dengan desirability yang tinggi akan semakin sulit. Jumlah komponen dan respon juga turut mempengaruhi nilai desirability formula optimum. Semakin banyak jumlah komponen dan respon, semakin sulit untuk mencapai keadaan optimum sehingga desirability yang dihasilkan kemungkinan rendah. Nilai masing-masing respon berbeda targetnya satu sama lain sesuai dengan keinginan formulator. Semakin besar tingkat kepentingan importance maka semakin sulit untuk memperoleh formula optimum dengan desirability yang tinggi. Nilai importance yang besar +++ hingga +++++, adanya keinginan yang tinggi untuk mencapai produk optimal yang ideal dapat dilihat dari target, dan banyaknya respon yang dioptimasi enam respon membuat desirability pada formula optimum ini hanya mencapai 0.681. Grafik contour plot untuk desirability formula optimum dapat dilihat pada Gambar 12 dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 13. Countour plot disajikan dengan menggunakan model prediksi untuk nilai respon warna, aroma, dan penampakan fisik sebelum diseduh; serta aroma, rasa,dan penampakan fisik setelah diseduh. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai desirability tertentu yang sama. 70 Design-Expert® Software Desirability Design Points 1 X1 = A: karagenan X2 = B: tepung bekatul X3 = C: formula dasar A: karagenan 4.360 B: tepung bekatul 16.840 C: formula dasar 87.020 82.910 12.730 0.250 Desirability 0.114 0.114 0.227 0.341 0.454 0.568 2 2 2 2 Prediction 0.681 Design-Expert® Software Desirability 1 X1 = A: karagenan X2 = B: tepung bekatul X3 = C: formula dasar A 4.360 B 12.730 C 87.020 0.000 0.173 0.345 0.518 0.690 D e si ra b ili ty A 0.250 B 16.840 C 82.910 Gambar 12 . Grafik countour plot desirability formula optimum terpilih Gambar 13 . Grafik tiga dimensi desirability formula optimum terpilih 71

e. Uji Coba Formula Optimum

Setelah program Design Expert version 7 merekomendasikan formula optimum terpilih dengan nilai desirability yang tertinggi, lalu dilakukan pembuktian terhadap dugaan nilai dari respon-respon yang diberikan program Design Expert version 7. Berdasarkan hasil uji organoleptik, diketahui bahwa formula optimum terpilih dengan nilai desirability tertinggi yang disarankan, menghasilkan produk minuman dengan nilai kesukaan terhadap warna sebelum diseduh sebesar 9.7, nilai kesukaan terhadap aroma sebelum diseduh sebesar 9.0, nilai penampakan fisik sebelum diseduh sebesar 9.9, nilai aroma setelah diseduh sebesar 9.9, nilai rasa sebesar 8.2, dan nilai penampakan fisik setelah diseduh sebesar 10.1. Data hasil organoleptik ini dapat dilihat pada Lampiran 20 dan 21. Semua respon yang diukur ini berada dalam kisaran kesukaan yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara netral hingga agak suka. Hasil-hasil tersebut tidak sama persis dengan yang diprediksikan, tetapi hasil yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan yang diprediksikan oleh program Design Expert version 7. Salah satu penyebabnya adalah nilai Pred R-squared yang bernilai negatif untuk prediksi respon warna sebelum diseduh. Nilai ini memprediksikan nilai respon formula optimum terpilih yang dihasilkan, dimana nilai negatif ini menunjukkan nilai respon warna optimasi tidak sesuai dengan model. Semua nilai respon dari formula optimum yang dihasilkan lebih besar, sehingga dapat diketahui bahwa produk minuman ini dapat diterima secara organoleptik. Nilai respon yang diprediksikan program Design Expert version 7 dapat dilihat pada Tabel 16. 72 Tabel 16 . Nilai respon yang diprediksikan program Design Expert version 7 Respon Prediksi SE Pred 95 PI Rendah Tinggi Warna sebelum diseduh 8.71623 0.33 7.87 9.57 Aroma sebelum diseduh 7.06183 0.40 6.20 7.92 Penampakan fisik sebelum diseduh 7.81935 0.34 7.04 8.60 Aroma setelah diseduh 9.77503 0.76 7.81 11.74 Rasa setelah diseduh 7.70081 0.57 6.42 8.98 Penampakan fisik setelah diseduh 7.68249 0.30 6.83 8.54 Seluruh hasil pengamatan dan pengukuran yang diperoleh pada respon uji organoleptik memiliki hasil yang lebih besar dibandingkan dengan hasil yang diprediksikan. Hal ini dapat dimengerti, mengingat hasil nilai yang didapat merupakan data sampel, dibandingkan dengan prediksi yang merupakan data populasi.

f. Uji Hedonik Produk Pembanding

Setelah diketahui nilai respon dari formula optimum, dilakukan pula pengujian terhadap produk minuman komersil sejenis untuk menggambarkan secara lebih jelas kedudukan produk formula optimum terpilih diantara produk-produk sejenisnya. Produk yang diujikan adalah Instant Brown Rice Beverage atau minuman segera serbuk beras perang dengan merk dagang Nature’s Own produksi O’Seeker Food Industries Sdn.Bhd., Malaysia. Pemilihan produk sejenis agak sulit dilakukan, karena produk minuman dengan penambahan bekatul murni belum ditemukan di pasaran sehingga dipilih produk yang paling mendekati, yaitu minuman yang mengandung bubuk beras pecah kulit. Beras pecah kulit atau beras tumbuk merupakan beras yang masih memiliki kandungan dedak atau bekatul, atau tidak melewati proses penyosohan. Atribut yang diujikan sama dengan tahap formulasi sebelumnya dengan menggunakan garis skalar sepanjang 15 cm. 73 Dari hasil pengukuran, didapat hasil uji organoleptik untuk masing- masing respon yang disajikan dalam Tabel 17 berikut. Tabel 17 . Nilai skor produk optimal dan pembanding Parameter Produk optimum terpilih Produk komersil Warna sebelum diseduh 9.7 a 10.3 a Aroma sebelum diseduh 9.0 b 10.4 b Penampakan fisik sebelum diseduh 9.9 c 9.4 c Aroma setelah diseduh 9.9 d 9.8 d Rasa setelah diseduh 8.2 e 9.9 e Penampakan fisik setelah diseduh 10.1 f 10.3 f Keterangan : Nature’s Own Instant Brown Rice Beverage Huruf yang sama dalam satu baris menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata uji t dua sisi p= 0.05 Dari Tabel 17 tersebut dapat dilihat bahwa produk optimal yang dihasilkan memiliki respon yang tidak berbeda jauh dibanding produk komersil, bahkan dapat mengungguli produk komersil pada respon penampakan fisik sebelum diseduh serta aroma setelah diseduh. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan flakes atau malt kasar yang ditambahkan pada produk komersil sehingga terlihat lebih kasar. Sedangkan untuk parameter aroma setelah diseduh kemungkinan diakibatkan oleh bau coklat yang terlalu menyengat akibat penambahan cocoa powder yang terlalu banyak untuk menutupi bau tepung beras yang digunakan. Hasil uji t pada Lampiran 39 hingga 44 juga memperlihatkan bahwa seluruh parameter respon tidak berbeda nyata atau dapat disimpulkan bahwa produk optimal tidak berbeda dengan produk komersil pada taraf 5 untuk seluruh parameter yang diujikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai T Stat T critical two-tail atau PT=t two-tail 0.05 pada tabel masing-masing parameter tersebut untuk uji dua sisi. 74

g. Analisis Formula Optimum

Data proksimat minuman dengan formula optimum ini memenuhi syarat mutu proksimat susu bubuk SNI 01-2970-1999 yang dikhususkan pada susu bubuk rendah lemak, kecuali pada kandungan protein sebesar 18.79 ± 0.26 yang lebih rendah dibanding SNI yaitu minimal 26. Hal ini dapat dipahami, karena produk minuman ini menggunakan susu skim bubuk yang sebagian bahannya disubstitusi dengan maltodekstrin, tepung bekatul, serta bahan lainnya untuk dibandingkan lagi dengan produk awalnya SNI 01-2970-1999 sehingga kadar protein awal susu tanpa lemak minimal 34 menjadi berkurang. Tabel 18 . Mutu minuman campuran susu skim dan tepung bekatul No. Parameter Produk SNI susu bubuk 1. Air 3.94 ± 0.04 Maks. 4.0 2. Abu 5.16 ± 0.01 Maks. 9.0 3. Lemak 2.72 ± 0.03 1.5- , 26.0 4. Protein 18.79 ± 0.26 Min. 26.0 5. Karbohidrat by difference 69.71 ± 0.33 - 6. Serat pangan a. Serat larut b. Serat tidak larut 0.94 ± 0.02 4.32 ± 0.07 - 7. Vitamin E mg100g 1.01 ± 0.01 - 8. a w 31.4 O C 0.414 ± 0.005 - 9. pH 5.50 ± 0.01 - 10. Total mikroba koloniml 8.6 x 10 3 Maks. 5x10 5 SNI susu bubuk SNI 01-2970-1999 Minuman ini juga tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan susu bubuk tanpa lemak menurut SNI seperti bentuk awalnya karena kandungan lemaknya sudah melebihi syarat kandungan lemak susu bubuk tanpa lemak yaitu sebesar maksimum 1.5. Kandungan lemak ini berasal dari tepung bekatul yang ditambahkan, sebab bekatul sendiri mengandung kadar lemak sebesar 15-19.7 Damayanthi et al., 2007. Dari tepung bekatul pula diperoleh kandungan serat pangan yang terkandung dalam minuman fungsional ini yaitu sebesar 5.25. Menurut 75 Damayanthi et al. 2007, bekatul mengandung 7-11.4 serat kasar. Serat kasar menggambarkan berapa banyak serat yang hilang selama ekstraksi dengan asam dan alkali. Serat kasar tidak termasuk hemiselulosa dan serat terlarut sehingga jumlanhya sekitar seperlima dari nilai serat pangan total. Serat pangan total terbagi dua, yaitu serat pangan larut soluble dietary fiber dan serat pangan tidak larut insoluble dietary fiber. Serat pangan larut terdiri atas glukan, pektin, dan musilase, sedangkan serat pangan tidak larut terdiri atas selulosa, lignin, dan beberapa hemiselulosa. Serat larut mudah difermentasi oleh mikroflora dalam usus besar dan berhubungan dengan metabolisme karbohidrat dan lipid. Sementara serat tidak larut berkontribusi terhadap volume feses dan menurunkan waktu transit. Selulosa tidak larut di dalam air serta tahan hidrasi dan pengembangan. Sebaliknya, pektin siap larut di air dan memiliki kemampuan yang tinggi mengikat ion. Lignin dan hemiselulosa menyerap asam empedu, sedangkan selulosa sendiri memiliki kapasitas yang sangat rendah untuk penyerapan garam empedu. Pengikatan garam empedu akan mengganggu penyerapan lemak di usus Damayanthi et al., 2007. Dari hasil analisis serat pangan, diketahui bahwa kandungan serat larut hanya 0.93, sedangkan kandungan serat pangan tidak larutnya cukup tinggi, yaitu sebear 4.31. Hal ini disebabkan oleh kandungan serat pada bekatul. Menurut Sulistijani 1998, bagian luar dari biji serealia memang lebih banyak mengandung serat tidak larut dalam air seperti selulosa dan hemiselulosa, sedangkan bagian endosperm lebih didominasi oleh pati. Hal ini menyebabkan kandungan serat pada endosperm tidak sebesar pada bagian luar biji. Jenis serat musilase juga merupakan jenis serat yang cukup banyak terdapat pada serealia, yang berfungsi dalam pembentukan gel pada metabolisme dalam tubuh. Kandungan serat pada minuman ini juga dipengaruhi oleh penggunaan hidrokoloid karagenan yang terhitung sebagai serat larut air. Produk ini mengandung 1.575 gram serat pangan per takaran saji atau memenuhi 5.25 anjuran konsumsi per hari dimana angka kecukupan gizi serat makanan adalah 30 gram. 76 Menurut SNI susu bubuk tersebut, kadar air maksimum susu bubuk rendah lemak adalah sebesar 4, sedangkan kadar air produk minuman yang dihasilkan adalah 3.94 atau mendekati maksimum. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar air tepung bekatul yang ditambahkan ke dalam minuman, dimana tepung bekatul hasil pengering drum tersebut memiliki kadar air sebesar 5.12. Kadar air ini sebanding dengan aktivitas air a w yang cukup tinggi pula untuk jenis bubuk atau tepung-tepungan yaitu sebesar 0.4140 pada suhu 31.4 O C. a w merupakan air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai a w minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri 0.90, khamir 0.80-0.90, dan kapang 0.60-0.70. Nilai a w yang rendah dibanding a w optimum pertumbuhan mikroba tersebut menyebabkan minuman fungsional ini mengandung total mikroba yang rendah, yaitu 8.6 x 10 3 koloniml. Hal ini didukung pula oleh pH minuman yang cukup asam yaitu sebesar 5.50. Kadar abu minuman fungsional ini adalah 5.16. Nilai ini di bawah batas maksimal yang ditetapkan SNI, yaitu 9. Kandungan abu menggambarkan jumlah mineral total yang terdapat pada makanan Harbers dan Nielsen, 2003. Menurut Damayanthi et al. 2002, jenis mineral yang paling dominan dalam bekatul padi adalah kalium, fosfor, dan magnesium. Kandungan natrium dari bekatul cukup rendah, seperti halnya dijumpai pada tanaman-tanaman lain di Indonesia. Kadar karbohidrat minuman ini dihitung dengan cara by difference yaitu sebesar 69.71. Kadar karbohidrat tersebut terutama disumbang oleh sukrosa, gula susu atau laktosa dan maltodekstrin, serta tepung bekatul yang merupakan bahan-bahan utama pembuatan minuman ini. Tepung bekatul memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu 34-62 Damayanthi et al., 2007. Kandungan total tokoferol atau vitamin E dihitung berdasarkan konversi dari total tokoferol yang terkandung dalam tepung bekatul dari hasil penelitian di tahap pertama, yaitu sebesar 217.61 mg100 g minyak. Minyak bekatul dihasilkan dari proses ekstraksi tepung bekatul 77 menggunakan pelarut heksana, dan didapat rendemen minyak sebesar 13.7. Pada formula optimum yang dihasilkan, digunakan tepung bekatul sebesar 16.08, sehingga didapat hasil konversi vitamin E pada minuman ini, yaitu sebesar 1.01 mg tokoferol per 100 gram produk, dengan asumsi vitamin E hanya berasal dari tepung bekatul saja. Tabel 19 . Perbandingan beberapa kandungan zat gizi produk optimal dan komersil Parameter Produk optimal Produk komersil Lemak 2.72 11 Karbohidrat 69.71 74 Serat pangan 5.25 6 Protein 18.79 8 Data nilai gizi dilihat dari tabel nutrition facts yang tercantum dalam kemasan Nature’s Own Instant Brown Rice Beverage Tabel 19 memperlihatkan perbandingan beberapa kandungan zat gizi dari produk optimal yang diperoleh dari hasil uji proksimat dibandingkan dengan produk komersil data nilai gizi dilihat dari tabel nutrition facts yang tercantum dalam kemasan. Produk optimal memiliki protein yang lebih tinggi, lemak yang lebih rendah, serta kadar serat yang hampir sama. Namun kedua produk ini tidak dapat memiliki klaim terhadap nilai serat, karena menurut BPOM 2004 penggunaan klaim ”tinggi”, ”kaya akan”, atau ”merupakan sumber yang sangat baik” jika produk ini mengandung minimum 20 anjuran konsumsi per hari untuk zat gizi yang ingin diklaim. Klaim ”mengandung”, ”memberikan”, atau ”merupakan sumber yang baik” juga tidak dapat digunakan karena harus mengandung minimum 10 anjuran konsumsi per hari untuk zat gizi yang ingin diklaim. Keterbatasan penambahan tepung bekatul yang mengandung serat ini disebabkan oleh rasa pahit yang timbul akibat penambahan tepung bekatul. Respon utama yang diharapkan dari produk minuman ini adalah penerimaan konsumen terhadap rasa, sehingga penambahan tepung 78 bekatul menjadi variabel utama, dan bukan pada kandungan serat yang dikandungnya. Hal ini mungkin dapat menjadi perhatian dalam pengembangan produk ini selanjutnya, seperti menggunakan flavor coklat dan cocoa powder untuk mengurangi rasa pahit bekatul, sehingga jumlah tepung bekatul yang ditambahkan menjadi lebih optimal.

D. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK